
Demi menyelamatkan bisnisnya yang di ujung tanduk karena dikhianati oleh sahabat dan mantan pacarnya, Laras rela untuk menikahi client-nya sendiri yaitu Argio, pebisnis tampan tetapi menyebalkan yang ditinggal oleh tunangannya sendiri satu minggu sebelum pernikahan.
"Kamu nggak perlu besar kepala karena berhasil menikahi Argio, karena kamu hanyalah seorang pengantin cadangan."

“Saya rasa kamu sudah cukup mabuk,” Argio memandang Laras yang kini sudah tergeletak di atas meja, kepala bertumpu pada kedua tangan yang dilipat. “Hey?” Lelaki itu menggoyang bahu Laras, tapi hanya gumaman tak jelas yang terdengar.
Piña colada. Siapa yang mabuk hanya karena itu? Tapi mungkin toleransi alkohol gadis ini sangat rendah, sehingga dua gelas sudah cukup membuatnya kehilangan kesadaran.
Argio tak punya pilihan. Dia tak mungkin meninggalkan Laras sendirian. Pertama, dia bertanggung jawab karena mengajak Laras minum. Kedua, dia ingat ibunya menyebut Laras adalah gadis sebatang kara.
“Or should I call her boyfriend?” tanyanya, tentu tanpa jawaban. “Tapi apa dia punya? Cowok mana ngebiarin ceweknya ke nightclub sendirian.”
“Cad, tolong suruh Pak Handi siapin mobilnya. Saya mau balik sekarang.”
“Baik Pak!”
Nightclub ini milik Argio, bisnis pribadinya. Hanya kolega bisnisnya yang tahu bahwa Argio Pradjuna Pradana, pewaris hotel bintang lima ternama The Grand Lavish adalah pemiliknya.
Seorang staf menawarkan bantuan ketika Argio membopong Laras. “No it’s fine, I can handle this,” tolaknya. Bagi Argio, mengangkat tubuh kecil Laras bukan hal sulit.
“Ini di... mana?” Laras akhirnya sadar meski masih mabuk. “Kamu siapa?”
“Menurut kamu siapa?”
Laras mendongak, menatap Argio. “Nggak tahu. Tapi kamu ganteng, kayak artis!”
Argio menahan tawa. “Thanks, I guess. Shall we go home now? Kamu ingat alamat kamu?”
Laras berkedip, kepalanya mendongak. “Ngg... pusing.” Ia mengucek mata. “Pusing banget—muter-muter.”
“Hey, saya perlu alamat kamu buat bisa antar kamu pulang.”
“Pulang? I don’t have home…” jawab Laras. “Aku nggak punya rumah—mereka udah hancurin rumahku—mimpiku…”
Argio mengernyit. Rumah? Sepertinya bukan rumah secara harfiah.
“Kalau kamu nggak punya rumah—mau ke hotel?”
Laras mendongak. “Hotel? Kamu mau ajak aku ke hotel?” pipinya memerah karena alkohol. “Ngapain ke hotel? Kamu mau ngapain ke hotel sama aku?”
“Kamu maunya ngapain di hotel?”
Laras tampak berpikir, lalu bergumam, “Nggak tahu, kan kamu yang ngajak! Mesum!”
Kali ini Argio tak menahan tawanya. Tak lama, tubuh Laras terhuyung. Argio sigap mendekat, membuat kepala Laras jatuh ke perutnya. Jika tidak, dia pasti sudah mencium lantai.
Sepertinya, membawa Laras ke hotel memang satu-satunya pilihan. Argio melirik Laras yang tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur. Dia bahkan membantu gadis itu melepas sepatunya dan menyelimutinya. Mamanya pasti bangga.
“Nggh—sesak!” Laras bergerak di bawah bed cover.
Argio khawatir. Tapi yang ia temui justru dress Laras yang melorot setengah, memperlihatkan pakaian dalam hitam. Refleks, Argio memalingkan wajah. “Hey—nanti kamu masuk angin kalau buka baju!” tegurnya, sambil menghentikan gerakan Laras yang terus berusaha menurunkan dress.
“Sesak!” Gadis itu terus berkata sama, gaunnya benar-benar hanya tinggal setengah di tubuhnya.
Laras mulai mencoba melepas satu-satunya kain yang menutupi dadanya. “Hey, hey, hey! What do you think you’re doing?” Argio panik sambil menarik tangan Laras yang mencoba membuka bra-nya. Laras memang punya kebiasaan tak memakai bra saat tidur karena sesak.
"Bukainnn!” rengeknya manja.
Argio salah. Laras tidak menggemaskan saat mabuk—tapi merepotkan!
***
"I’ll pay you. Five billion." Argio berbicara dengan nada mendesak. Laras segera meninggalkan ruangan setelah mendengar tawaran itu. Panik, Argio bangkit dan mengejarnya. "Tujuh miliar! Still no? Oke, sepuluh mil–"
“Kamu pikir aku nolak karena nominalnya?” Laras menyentak, merasa Argio belum mengerti. Baginya, uang bukanlah masalah.
“Jadi bukan?” tanyanya polos. “Terus apa? Kamu mau apa, just tell me. I can give you anything!”
Laras berusaha menahan amarahnya. “Kamu nggak akan bisa kasih yang aku mau.”
"Try me, then," balas Argio, menantang.
Yeah, dasar lelaki arogan! Argio selalu menganggap segalanya bisa dibeli dengan uang.
"I just don’t want to marry you because it’s YOU!" Laras berharap kata-katanya kali ini membuat Argio menyerah. Meski itu kenyataan, dia biasanya tak berbicara sekeras ini. Tapi untuk menghadapi Argio, kejujuran adalah satu-satunya cara.
"Hah…" Argio terdiam, kehabisan kata-kata. "Terus kamu mau nikah sama siapa? Sama laki-laki yang numpang hidup sama kamu, lalu selingkuh sama sahabat kamu dan juga ngerebut bisnis kamu? Iya?"
Laras terkejut mendengar kata-kata itu. Seberapa dalam keluarga Argio telah menyelidiki hidupnya? Apa mereka tahu segalanya? Rasa muak semakin membuncah.
"It’s enough," ucapnya dingin. "Aku nggak mau dengar apapun lagi darimu, Argio. Apalagi soal pernikahan." Laras segera pergi, berniat tak lagi terlibat dengan keluarga ini.
Kali ini, Argio tidak mengejarnya. Namun saat Laras sudah beberapa langkah menjauh, Argio berseru, "Aku akan bantu kamu ambil kembali Sanggar Kenanga!"
Langkah Laras terhenti. Dia tertawa keras mendengar hal itu. Mungkin Argio mengira dia sudah gila. Setelah puas tertawa, dia berbalik. Argio masih berdiri di tempatnya, wajahnya menunjukkan keangkuhan, tapi ada sedikit putus asa di matanya.
"It must be fun for people like you to use someone else's misfortune as a weapon, huh?" Laras tak lagi menyembunyikan rasa muaknya. "How dare you say that you want to help. Kamu bukan mau bantu aku, kamu cuma mau manfaatin musibahku untuk dapatkan yang kamu mau."
“Bukan itu maksudku…” Argio mulai menyadari bahwa dia sudah melampaui batas. Butuh waktu baginya untuk menyadari kesalahannya. "I’m so–"
"Kamu mau tahu apa yang aku mau, Argio?" potong Laras.
Argio terdiam. Melihat dia tak bereaksi, Laras melanjutkan, “I want a family. A real one. Aku mau punya seseorang yang nunggu aku di rumah. Berbagi sedih dan senang bersama tanpa syarat. Aku takut mati sendirian tanpa ada seseorangpun yang menangisi kepergianku. Dan semua uang kamu itu nggak akan pernah bisa memberikan itu untukku.” Melihat Argio yang terpaku, Laras tersenyum puas. Tanpa berkata lagi, dia berbalik dan pergi meninggalkan Argio yang terdiam. “Oh dan satu lagi, aku nggak mau jadi sekadar pengantin cadangan untukmu!”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
