
Setelah sekian lama, akhirnya saya berjodoh dengan buku ini. Sudah lama saya mengincarnya, terbitan awalnya di tahun 1983, setelah itu buku ini menjadi langka dan sulit dicari dimana-mana.
Tahun 2018 penerbit Noura menerbitkan ulang buku Olenka lagi. Entah kenapa tiap kali saya berniat beli, ada aja yang membuat saya batal memilikinya. Seakan-akan semesta berkonspirasi serentak bahwa belum saatnya saya baca buku ini.
Saya menghibur diri dengan buku-buku beliau yang sudah saya miliki. Seluruhnya buku kumpulan cerpen. Seingat saya Budi Darma memang cuma bikin 2 novel, Olenka salah satunya, sisanya kumpulan cerpen. Koreksi kalau saya salah, karena ini sok tahu aja dan lagi males googling.
Baru penghujung di tahun 2022 inilah, saat saya membuka market place, algoritmanya tiba-tiba menampilkan foto produk buku Olenka ini. Saya langsung teringat wishlistyang sudah lama terkubur. Oh, inikah petunjuk dari Yang Maha Tajir untuk segera checkout? Bungkus!
Sembari menunggu paket datang, saya iseng-iseng membaca ulasan tentang Olenka di Goodreads. Dari situ saya mendapatkan info bahwa Budi Darma menulis buku ini cuma 3 minggu aja!
Okey, baik. Kalau beliau bisa nulis secepat kilat, maka saya termotivasi untuk baca buku ini tidak lebih dari 3 minggu. Toh saya cuma baca, bukan nulis.

Ini dia penampakan bukunya. Menurut saya, hmm, kurang menjual. Ini mungkin maksudnya biar terlihat kelam gitu kali ya.
Saya amati dari dekat sketsa bikinan Fahmi Ilmansyah sebetulnya bagus, tapi begitu ditimpa warna hitam, keindahannya di mata saya jadi hilang. Belum lagi embel-embel tulisan dibagian kanan bawah. Ganggu banget.
Tapi mungkin saja itu diletakkan supaya tidak terlihat kosong dan tampak seimbang dengan bagian kiri yang cukup penuh. Duh, sok pengamat desain deh.
Walau begitu saya suka sekali sama sketsa-sketsa yang ada di dalamnya.
Jujur saja, saya lebih suka covernya yang cetakan pertama. Nggak banyak dibumbui detail-detail nggak penting. Seperti di bawah ini :

Dimulai dari judul buku yang ditulis dengan huruf kapital, disertakan nama pengarang di bawahnya, lalu wajah 2 perempuan kembar, diakhiri dengan nama penerbit. Sederhana namun mengundang sejuta misteri.
Seno Gumira Ajidarma berkomentar di halaman depan, “… Dalam Olenka, kita memasuki dunia ajaib yang diberikan oleh bahasa —yang hanya Budi Darma seorang dapat melukiskannya.”
Sepakat dengan pernyataan beliau. Tulisannya memang ajaib. Budi Darma menginspirasi bahwa menulis cerita itu nggak perlu muluk-muluk atau dramatis.
Cerita dimulai dari pertemuan Fanton Drummond dengan Olenka dalam sebuah lift di Apartemennya. Semenjak pertemuan itu Fanton jatuh cinta dan mulai sibuk mengamati dan menebak-nebak kehidupan Olenka.
Semakin dalam Fanton menelusuri hidup Olenka, semakin liar bayangannya. Pikiran Fanton yang berkecamuk alias overthinkingdituturkan dengan menarik.
Sebagai netizen maha kepo, saya seperti intel yang menyadap pikiran Fanton, menyimak kegelisahan pikirannya dengan serius dan membuntuti Fanton kemana-mana.
Saking asyiknya Budi Darma mengorek isi hati sanubari Fanton paling dalam, saya sampai nggak konsentrasi di kantor. Rasanya pengen pulang cepat dan melanjutkan baca buku ini, saking keponya saya dengan pikirannya si Fanton. Sungguh, valid no debat, ternyata saya netizen maha kepo.
Buku ini saya tuntaskan dalam 4 hari saja. Sungguh ajaib, padahal saya lemot dan lelet banget kalau baca fiksi.
Nggak cuma jalan ceritanya aja yang spesial. Kisah Fanton sesuai dengan situasi saat itu. Dengan disertakan bukti-bukti artikel koran, yang membuat saya merasa ikutan menjiwai jadi intel ala netizen di akhir tahun 1980.
Bahkan ada guntingan iklan bioskop. Ah, mengingatkan saya pada Surabaya Post, koran sore hari yang sudah lama buyar. Bahkan nama bioskop yang tertera di sini pun sudah buyar pula.
Satu lagi yang menarik. Bahasanya Budi Darma lain daripada yang lain. Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa bahasanya terlihat unik. Bahasa Budi Darma, bukan bahasa Indonesia.
Beliau kayaknya alergi dengan kata ‘anda’ dan selalu menggunakan kata ‘sampean’. Yang sejujurnya saya itu geli banget denger kata ‘sampean’. Ini tokohnya bule, tapi bahasanya gini.
Seperti ini :
“Tolong carikan nama tunangan saya, Carson. Mary Carson. Akan kawin bulan depan.”
Seorang pegawai perempuan menjawab, “Maaf, Tuan, kami tidak mempunyai daftarnya.”
“Diancuk!”
”Apa, Tuan?”
”Diancuk!”
”Hus, jangan bicara kotor, ah..”
”Gundulmu!”
”Lho, kok omong kotor lagi. Jangan ah, tidak baik ..”
”Kamu sundal, ya?”
”Bukan, Tuan. Saya orang baik-baik kok. Mbok jangan gitu ah.”
Sembari asyik membaca, terbersit dalam benak saya, Budi Darma kalau nulis buku harian gimana isinya ya? Nulis novel aja seperti ini.
Doa saya langsung terkabul di penghujung akhir halaman buku. Ada satu bab spesial yang berjudul Asal Usul Olenka.
Di bab inilah Budi Darma menceritakan proses pembuatan novel Olenka.
“… Entah mengapa, begitu berpisah dengan wanita ini saya terus lari, masuk ke apartemen saya, langsung menggeblas ke kamar saya. Saya membuka mesin tulis, kemudian menulis. Setelah menyelesaikan beberapa halaman, saya berpikir, mungkin saya akan segera menyelesaikan sebuah cerpen. Ternyata saya tidak dapat berhenti. Otak saya diserbu oleh desakan-desakan hebat untuk terus menulis, sampai-sampai waktu saya untuk keperluan-keperluan lain banyak terampas. Maka selesailah novel Olenka, kalau tidak salah dalam waktu kurang dari tiga minggu.”
Buku ini memuaskan batin saya yang haus akan eng.. rasa ingin tahu tingkat dewa alias kepo maksimal. Bintang 5 untuk buku ini dan jangan coba-coba pinjem, ga bakal saya pinjemin.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
