Bagian 2: Perkembangan dan Kesederhanaan Puisi

Puisi ternyata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Di Indonesia, tradisi sastra puisi juga mengalami perkembangan. Ada jenis lama dan ada yang baru. Puisi Lama (puisi lama dan pujangga baru) sifatnya terikat aturan dan struktur. Contohnnya Pantun, Syair, Gurindam, Mantera, Talibun dll. 

Kita coba lihat saja pantun. Biasanya struktur dari pantun kan ada 4 baris (2 sampiran dan 2 isi), lalu bersajak ab ab. Berstruktur banget kan. Nah, sedangkan Puisi Baru (Angkatan 45-90) sifatnya tidak terikat aturan atau bebas. Contohnya adalah Balada, Elegi, Ode, Epigram, Satire, dll. untuk contoh-contoh lainnya bisa browsing sendiri ya.

Ngomong-ngomong soal pantun, banyak orang salah kaprah soal pantun nih. Pantun itu tidak segampang:

Jaka Sembung naik ojek
Gak nyambung jek

Tapi, kalau bisa ya sesuai struktur yang saya sebutin di atas. 
Berikut contoh pantun yang pernah saya buat.

.....
Sajak Mungil untuk Kebahagiaanmu
Oleh: Rajih A

Mata ini terasa pedih
Di kala debu bergembira ria
Hati ini tak akan sedih
Di kala kau sedang berbahagia

.....
Pulau Pinang, 30 April 2020
.....

Saya coba jelaskan unsur-unsur pada pantun di atas, tipis-tipis aja.

Mata ini terasa pedih (Baris 1, 9 suku kata: ma ta i ni te ra sa pe dih. 9 kan. Dan ini sampiran)
di kala debu bergembira ria  (Baris 2, lanjutan sampiran. 11 suku kata, bisa dicek sendiri)
Hati ini tak akan sedih (Baris 3, Bagian awal dari isi. 9 suku kata, bisa dicek)
di kala kau sedang berbahagia (Baris 4, lanjutan bagian isi. 11 suku kata)

Pada pantun ini, akhirannya adalah ih ia ih ia.

Kira-kira begitulah seharusnya penulisan pantun. Jadi kalau pantunnya cuma dua baris, saya rasa belum lengkapuntuk bisa disebut pantun. Ah, malah jadi pelajaran Bahasa Indonesia nih.

Kini, puisi semakin bebas. Contoh bebasnya struktur puisi bisa anda lihat pada karya-karya W. S. Rendra, Sapardi Djoko Damono, atau Joko Pinurbo, juga Chairil Anwar.

Berikut adalah contoh puisi lama dan puisi baru.

Jadi, bagaimana? Sebenernya sederhana aja kan? 

Memahami puisi memang tidak perlu rumit-rumit. Cuma memang ada puisi yang pemaknaannya perlu perenungan mendalam. Tapi ya kembali lagi, yang memahami hanyalah Tuhan dan si penulis. Kecuali memang penulis sengaja menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, maka bisa jadi penilaian pembacanya bisa mirip-mirip. Dan, tidak perlu juga berpikir bahwa para pujangga itu alay atau berlebihan, karena ya begitulah cara mereka menyampaikan pikiran serta isi hati, melalui rangkaian kata yang indah, atau menusuk.

Bagi saya, menulis puisi adalah media untuk menyampaikan pikiran dengan cara yang unik. Puisi-puisi yang saya goreskan juga sering mengandung kritik dan curhatan. Bentuknya juga beragam. Anda bisa cek di instagram saya (instagram.com/rajiharraki). Saya selipin beberapa di sini ya. Barangkali anda bisa terinspirasi. Kali ajaa..

Salah satu puisi yang saya tulis untuk mengkritik adalah puisi berjudul "Aku adalah batu". Puisi ini saya tulis pada 30 Oktober 2021. Kritiknya ditujukan untuk diri dan orang lain yang memang susah untuk dikritik serta merasa paling benar. Begini puisinya.

.....
AKU ADALAH BATU
Oleh: Rajih A

Aku dan Batu
Kami adalah Satu
Selalu sepanjang waktu
dalam emosi, saling membantu
Aku dan Batu
Aku adalah Batu

Pulau Pinang, 30 Oktober 2021
.....

Puisi lainnya yang bisa saya contohkan adalah puisi berjudul "Dunia" dengan kritik atas perilaku manusia yang sangat duniawi. Segala hal diterjang, tapi hal esensial justru tak didapat. Begini puisinya.

.....
DUNIA
Oleh: Rajih A

Kukejar harta
Kujual nyawa
Kuterjang masa
Kucari ribuan mata,

tapi
tak kudapat cinta

Ah dunia,
aku telah mabuk karenanya

Pulau Pinang, 7 Oktober 2021
.....

Btw, ada juga puisi yang saya buat agak nyeleneh. Judulnya Lingkaran Api. Maknanya? Silahkan diinterpretasikan sendiri. Hehe. Bebas.