Bab ke 5 dari series novel 'Pena Saran'
“Hei, hei… lihat pria itu!”
“Beneran?”
“Siapa laki-laki itu..?”
“Itu yang katanya murid pindahan?”
“Ya Tuhan, aku tidak menyangka.”
Ketika aku sedang makan, tiba-tiba aku memperhatikan bahwa lingkunganku berisik. Kebisingan ini berbeda dari awal kali aku masuk, beberapa pandangan tertuju ke arah meja makan kami, aku merasa seperti diawasi.
“Apa yang terjadi? Sepertinya semakin berisik.” Aku bertanya kepada Bagas dan Yudha.
Bagas dan Yudha terdiam sejenak, saling memandang, kemudian memandang bersamaan ke arahku.
Bagas menghentikan pergerakan sendoknya dan berkata “Hmm… Sepertinya itu karena kau disini, tahu?”
“Aku? Disini? Ah pasti karena pakaianku masih seragam yang lama. Sepertinya aku menjadi mencolok, seragam yang baru masih belum jadi.”
Bagas dan Yudha tidak merespon kata-kataku, melainkan melanjutkan makan.
Entah perasaanku saja, tetapi tatapan Bagas seolah berkata, “Really?”
Saat kami melanjutkan makan sambil disela-selanya meneruskan obrolan ramah.
“Omong-omong, Rendra, dulu kamu ikut ekskul apa?” Tanya Yudha.
“Tidak ikut apa-apa.”
“Ah, lalu apa kamu nanti akan bergabung ke salah satu ekskul?”
“Sepertinya tidak.”
“Sayang sekali, di sini ekskul sangat dijunjung tinggi, setiap murid disini setidaknya ikut satu ekskul.”
“Woah….”
“Iya, jadi aku ingin tahu apakah kamu juga akan mengambil bagian di sini?”
“Hmm… entahlah, mungkin aku akan memikirkannya.”
“Begitu ya…”
“Lalu, bagaimana dengan kalian? Kalian ikut ekskul apa?”
“Aku ikut ekskul band.”
“Eh? Aku kira kamu ikut ekskul olahraga.”
Perasaanku mengatakan begitu melihat Bagas yang berpostur seperti olahragawan, tetapi ucapanku langsung disambut oleh Yudha.
“Bagas pandai main olahraga, dia udah diundang oleh banyak ekskul, tapi malah berakhir di ekskul band.”
“Benarkah? Kenapa?”
“Hmm… mungkin karena dulu aku ingin melakukan banyak hal…”
“Banyak hal?”
“Iya… dulu aku ikut sepak bola di SMP, setelah masuk SMA aku berpikir akan ikut sepak bola lagi, tetapi banyak ekskul yang menawariku juga, setelah banyak mengikuti ekskul di awal, aku malah berakhir di ekskul band.”
“Tetapi Bagas terkadang masih ikut kegiatan ekskul olahraga kalau diajak atau kekurangan orang, dan selalu hasilnya bagus.” Sambung Yudha.
“Haha, berhenti, itu memalukan.”
Bagas tertawa malu-malu saat Yudha memujinya. Untuk sesaat aku berpikir Bagas seperti karakter dalam manga, orang yang serba bisa dan membantu semuanya. Itu bukan hal yang buruk, terlebih lagi dia kelihatannya baik, sudah pasti menjadi populer.
“Woah… tapi apakah itu diizinkan? Ikut ekskul walau bukan anggota ekskul.”
“Tentu saja boleh, aku contoh nyatanya.”
“Ah… benar juga, lalu ekskul apa yang kamu ikuti, Yudha?”
Aku mengalihkan pertanyaanku ke Yudha yang belum menjawab pertanyaanku di awal.”
“Aku ikut ekskul e-sport.”
“Ekskul e-sport? Main game? Game PC? Di sini ada hal kayak gitu?”
“Benar.”
Aku terkejut ada sekolah yang mengizinkan anak muridnya main game di sekolah secara terbuka.
“Tentu saja aku tidak bisa melakukannya saat kelas, tapi kamu bisa memainkan game ponsel di saat istirahat, atau ke ruang komputer untuk bermain saat sepulang sekolah.”
“Ah…”
Aku hanya bisa berucap kagum. Berarti sekolah ini memberikan kebebasan kepada siswanya untuk melakukan apa yang mereka mau, dan aku lihat tadi juga tidak ada yang main hp di kelas, berarti siswa di sini menjaga kepercayaan sekolah. Pembicaraan terus berlanjut sambil menghabiskan sisa makan siang.
Setelah makan siang, kami kembali ke kelas.
Berbeda dari sebelumnya kali ini mereka mendekatiku lebih jinak, sekitar 5 orang mendekatiku, obrolan kami sebatas mereka ingin memuaskan rasa penasaran mereka terhadap murid pindahan di waktu yang tidak biasa.
Aku mulai berbicara dengan orang-orang selain Bagas dan Yudha.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰