Saran ke-3 : Bertemu Bembali

0
0
Deskripsi

Bab ke 3 dari series novel 'Pena Saran'

Saran ke-3 : Bertemu Bembali

 

‘Aaahh… bodoh bodoh bodoh… Kenapa aku melakukan itu...’

Kata-kata yang tenggelam seperti kepalaku yang terpendam dalam meja.

Konsentrasi untuk belajar yang sudah kusiapkan dari rumah hancur seketika mengingat kejadian yang baru aku lakukan tadi pagi. 

Terus terang, aku bingung kenapa aku melakukannya.

Tanpa sadar, kakiku melangkah cepat dan tanganku memeluknya tanpa henti.

Sudah kuduga dia tidak ingat, atau mungkin lebih tepatnya tidak tahu.

“... pst... Aira …”

Sekarang seseorang mencolek aku dari samping, aku menoleh dan menemukan telunjuk tangan yang tak jauh dari tubuhku.

“Ada apa?” aku bertanya sambil membenarkan posisi duduk.

“Guru datang.” ucapnya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah pintu.

“Baiklah semuanya, silahkan duduk. Sebelum memulai pelajaran, ada sedikit pengumuman,” kata wali kelasku yang baru dengan penampilan pakaian blus putih dan rok putih selutut menghadap dan memberitahu murid-murid.

Guru itu masuk ke kelas begitu saja, meninggalkan sosok bayangan di depan pintu kelas.

Aku bisa melihat dia mengintip ke dalam kelas dari kaca pintu masuk sambil menunggu aba-aba guru mengizinkannya masuk.

Sementara guru baru saja mengakhiri kalimat pertamanya, salah seorang murid di  kelas mengangkat tangannya dengan tidak sabar bertanya tentang apa yang ingin diumumkannya.

“Bu! Bu! Bu! Pengumuman apa?”

“Hei, angkat tanganmu terlebih dahulu sebelum bertanya. Bodoh, aku belum selesai bicara.”

Guru itu... menggunakan kata yang kasar, tapi kelas malah dipenuhi suara tawa.

Kemudian guru itu, hanya tersenyum.

“Dengar. Hari ini kita kedatangan murid pindahan, dan anak itu akan ditempatkan di kelas ini.”

Suasana kelas menjadi ribut sesaat setelah guru selesai berbicara.

Kemudian, seorang murid yang sama bertanya pertanyaan yang lain sambil mengangkat tangannya.

“Bu! Bu! Bu! Apakah cowok? Atau cewek?”

“Kamu! Tidak mendengarkan ucapan guru, angkat tanganmu dulu baru tanya. Ya sudahlah, dia cowok.”

Kata guru itu sambil menunjuk siswa yang bertanya menggunakan telunjuk kanannya.

Reaksi kelas menanggapi jawaban guru pun terbagi-bagi.

Reaksi para cowok terlihat kesal dan seperti berteriak dalam hati, sedangkan para cewek terlihat gempar dan mulai berdiskusi seperti apa murid pindahan yang akan masuk.

Meski begitu, tak lama para cowok-cowok juga ikut berdiskusi dengan topik yang sama.

“Baiklah, kita tidak punya banyak waktu, habis ini kita masih ada kelas, lebih baik kalian lihat saja sendiri. Silahkan masuk.”

Setelah guru mengakhiri ucapannya, para murid tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke pintu kelas.

Beberapa detik berlalu baru akhirnya pintu itu bergeser perlahan hingga terdengar bunyi berdecit, mereka semua dapat melihat penampilan penampilan seragam yang masih bersih tanpa bekas noda makanan ataupun keringat, beserta tas punggung warna hitam.

Jantungku berdegup kencang bersamaan dengan langkah anak itu hingga ia bersanding di samping guru. Sementara siswa lainnya hanya duduk diam memperhatikannya tanpa berkata apa pun.

“Bailah, perkenalkan dirimu.” Kata ibu guru untuk menepuk tangannya, memecah keheningan.

“I-iya! Perkenalkan saya Rendra, nama lengkap saya Rendra Adinata. Terima kasih sudah memperbolehkan saya berpartisipasi di kelas ini, senang bertemu dengan kalian.”

Anak yang memperkenalkan diri dengan nama Rendra sedikit membungkukkan kepalanya, dan ketika Rendra menariknya kembali, para siswa masih bereaksi diam.

Reaksi itu… cukup membuatnya ketakutan.

Ruang kelas hanya dipenuhi oleh angin ac yang berlalu lalang, tanpa ada celoteh untuk menyambung perkenalan Rendra.

“Sampai kapan kalian bertingkah bodoh? Kalian membuat murid pindahan ini takut. Baiklah, Rendra. Kamu duduk di sana, di belakang samping jendela.”

“I-Iya.”

Sesuai yang diinstruksikan, Rendra berjalan menuju kursi yang dimaksud.

“Ah iya, Aira, kamu kan duduk di sebelahnya Rendra, Ibu minta tolong bantu Rendra, ya.”

Kata Ibu guru sambil menepuk kedua tangannya, memohon kepadaku yang duduk di belakang. Permintaan itu langsung aku sambut dengan berdiri dan berkata “Iya, bu,” kemudian aku duduk kembali, mengalihkan pandangan dari Rendra yang berjalan mendekat.

“A-Aira?!”

Rendra berhenti bergerak sejenak, mungkin karena kaget melihat aku yang baru saja berdiri.

Menurutku dia pantas untuk kaget, pertemuan pertama kami memang tidak biasa, sekarang pertemuan berikutnya tidak biasa pula.

Aku melirik ke arah wajahnya, memperhatikan raut wajahnya yang kebingungan.

“Ada apa, Rendra? Cepat duduk, pelajarannya mau dimulai.” Tanya Ibu guru karena melihat Rendra yang berhenti mendadak.

“Eh I-Iya bu.” Jawab Rendra sambil menyegerakan perjalanannya. 

Sampai di kursi yang dimaksud, Rendra menyapaku yang ada di sebelahnya.

“Ehm… senang bertemu denganmu.”

“...”

Aku hanya mengangguk sebelum guru berbicara kembali untuk melanjutkan pengumumannya.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Pena Saran
Selanjutnya Saran ke-4 : Sebangku dan Kafetaria
0
0
Bab ke-4 dari series novel Pena Saran.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan