REBORN, MY LORD — 6

3
0
Deskripsi

REBORN, MY LORD — 6

 

 

Sasuke masuk ke ruang perawatan bayi. Pandangannya jatuh pada Sarada yang masih dipasang alat pernapasan. Namun telah berada di luar tabung bayi. Bayi mungil itu sedang meraup rakus makanan dari sumber ibunya. Ibu kandungnya, bukan Ibu Susu. Seakan tidak pernah makan berhari-hari. Mulut kecil itu terlihat rakus. Sakura berbaring menyamping. Mendekap Sarada penuh kasih sayang. Di samping ranjang ada Mikoto yang duduk di kursi, juga dayang mereka dan Dokter Tsunade. Sasuke sendiri langsung berlari meninggalkan tumpukan berkas saat mendapat laporan bahwa Sakura keluar dari Istana Blossom menuju rumah sakit.

Semua orang memberikan salam, saat Sasuke mendekati ranjang. "Mengapa Ibunda membiarkan Lady Sakura keluar?" Mata Sasuke tertuju pada ibunya.

"Kondisi Sarada memburuk. Aku pikir dia harus tahu ibunya sedang berjuang hidup. Jadi dia harus berjuang juga." Mikoto menjelaskan seadanya. Tidak akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Sakura meragu saat melihat kedatangan Sasuke. Keadaannya yang lemah rasanya semakin lemah saat terintimidasi. Dia hampir pingsan saat menyusui Sarada dalam posisi duduk. Itulah mengapa ada ranjang orang dewasa di ruang perawatan bayi.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Sasuke pada Dokter Tsunade.

"Kita akan periksa setelah Tuan Putri selesai, Yang Mulia. Sepertinya Tuan Putri masih lapar." Dokter Tsunade menjawab sambil melihat Sarada yang rakus menyedot makanannya, tanpa peduli ibunya yang sesekali meringis. Entah memang sakit atau geli.

"Ibunda kembali saja, biar saya yang disini!" 

Sakura merasa tegang mendengar pernyataan itu. Dia memberikan tampang wajah memelas kepada Mikoto untuk tidak meninggalkannya sendiri. Namun dia harus kecewa tidak urung mendapatkan perhatian. Sehingga wajah Sakura menjadi muram.

"Saya akan menunggu hasilnya, Yang Mulia." Mikoto pada akhirnya membuat keputusan. Tidak ingin mematahkan semangat Sakura yang baru tumbuh sebesar kecambah. Harus ada yang bisa mendukung Sakura jika tidak dia akan rapuh. Orang itu bukan Sasuke, pastinya.

Menyerah. Sasuke menghembuskan napas lelah. Akhirnya dia duduk di sofa yang memang tersedia di ruangan tersebut. "Jangan memaksakan diri jika Anda lelah, Paduka Ibu!"

"Tentu, Yang Mulia." Mikoto tersenyum lembut.

"Ibunda baik-baik saja, Nak! Jangan khawatir!" Saat melihat raut wajah Sakura yang mungkin tersadar, Mikoto bisa kelelahan telah menemaninya sepanjang hari.

"Berjanjilah, Anda akan kembali jika Anda lelah!" ucap Sakura tulus, yang dibalas anggukan Mikoto.

Satu jam berlalu Sarada sudah tertidur lelap, tanpa sadar sudah melepaskan diri dari sang ibu. Dokter Tsunade bergegas memindahkan Sarada ke ranjang bayi untuk diperiksa.

Sakura yang memang wajahnya sudah pucat tidak kuat menahan pusing. Dia mengerang pelan, dan mencoba meluruskan badan dibantu Temari.

"Anda demam, My Lady," ujar Temari khawatir saat memegang kening Sakura yang panas.

Mikoto mendekat. "Nak, kau butuh sesuatu?"

"Tidak, Ibunda. Saya hanya perlu memejamkan mata sejenak." Sakura tidak menolak saat perawat meletakan kain kompres di keningnya. Itu terasa dingin. 

Oek oek oek

Tangisan lemah Sarada, mengalihkan atensi Sakura ke arah ranjang Sarada diletakan. Sasuke ada di sana memperhatikan gerak gerik Dokter Tsunade yang sibuk memeriksa.

"Kenapa dia rewel lagi?" tanya Sasuke heran.

"Mungkin Princess tidurnya terganggu." Tsunade dengan sabar menjawab.

"Tck! Sensitif sekali." Sasuke mendengus. Tindakan Sasuke, Mikoto artikan sebagai bentuk peduli terhadap anaknya sendiri.

"Jika tidak menangis, justru kita harus khawatir, Yang Mulia. Semakin kencang tangisan bayi, menunjukan bayi itu sehat. Tentu saja dalam waktu yang wajar. Jika tidak, mungkin dia sedang kritis atau bahkan meninggal."

"A-apa?" Sasuke terbata.

"Princess baik-baik saja! Hanya perlu istirahat. Untuk sekarang masih harus dirawat di tabung bayi agar cepat pulih." Dokter Tsunade menjelaskan sambil mengayunkan Sarada yang masih terisak.

"Biarkan saya yang menggendongnya, Dokter!" pinta Sakura saat pemeriksaan Sarada selesai.

"Tidak. Tetaplah berbaring disitu!" tolak Sasuke tegas.

"Biar Ibunda saja ya, Nak? Dia pasti rindu neneknya juga," ujar Mikoto senang.

Sakura hanya mengangguk pasrah karena memang dia tidak yakin bisa duduk.

"Kembalilah dengan Ibunda Ratu!" Perintah Sasuke pada Sakura.

Sakura menggeleng kuat. "Saya akan menemani Sarada di sini, dengan atau tanpa izin Anda," bantah Sakura.

"Kau jadi sering membantah sekarang. Melahirkan seorang bayi perempuan tidak menjadikan kamu punya posisi kuat di kekaisaran. Jangan terlalu menyombongkan diri!"

"Saya sudah memintanya. Bayi perempuan yang Anda maksud dengan baik-baik. Namun memang disinilah Anda yang sedang mencari kesalahan saya." Sakura menatap Sasuke nyalang. 

"Lancang! Kau bahkan sudah tidak memiliki etika." Membantahnya di depan umum secara terang-terangan. 

"Ssssttttt… Maaf mengganggu perdebatan Anda berdua, Yang Mulia. Namun disini bukan tempat yang cocok. Sarada baru saja tertidur, dia bisa terganggu." Suara lembut Mikoto terdengar kesal. Dia menatap cucunya yang mengernyitkan kening. 

"Sebaiknya Ibunda segera membawa Sakura kembali jika begitu." Sasuke meminta ibunya untuk mengerti. 

"Saya sudah katakan tidak mau," sentak Sakura kesal. Dia memaksakan diri untuk bangun.

"Lady!" 

"Sakura!" 

"Yang Mulia!" 

Enam orang di ruangan secara serentak bersahut-sahutan saat melihat Sakura terjatuh dari ranjang.

Kepala Sakura semakin pening. Jatuh bukanlah disengaja. Dia hanya mencoba duduk namun oleng tanpa bisa dicegah. Siapa sangka dia akan mencium lantai. Tidak elit sekali. 

"Kau salah jika ingin mati dengan cara seperti itu." Suara kemarahan Sasuke menggelegar setelah membaringkan Sakura lagi.

Tsunade langsung memeriksa Sakura. Suara Sasuke seperti sudah tidak membuatnya kehilangan fokus. "Saya akan meminta perawat membawakan makanan agar Anda bisa minum obat, ya?"

"Biarkan Lady Sakura tetap disini, My Lord. Sekaligus dirawat disini. Kesehatannya masih belum pulih. Lagi pula ini akan mudah jika tiba-tiba Sarada kembali haus," ucap Mikoto tegas. Memandang Sasuke yang masih keras kepala.

"Dokter pasti bisa mengatur ruang rawatnya. Benar, kan, Dokter Tsunade?" Mikoto menoleh ke arah Tsunade.

"Jika diperkenankan, Yang Mulia."

"Terserah! Jika Lady Sakura semakin melunjak dari aturan jangan salahkan aku jika tidak segan untuk memberikan dia hukuman." Sasuke memandang Mikoto saat kalimat ancaman untuk Sakura dilontarkan.

"Jika Anda berniat seperti itu, saya pikir tidak perlu repot untuk merawat mereka. Biarkan mereka mati dengan cepat dengan begitu tidak perlu ada yang harus Anda khawatirkan lagi." 

Sasuke tercekat. Kemudian membuang muka dengan kasar.

"Pastikan perketat penjagaan di sekitar!" Sasuke berlalu pergi setelah memberikan perintah.

"Baik, Yang Mulia," jawab mereka serempak.

.
***
Pesta kelahiran Bayi Sarada digelar dengan mewah. Seluruh bangsawan, pejabat dan sederajat memenuhi aula besar Istana Uchiha. Sangat elegan untuk pesta bayi yang tidak terlalu diharapkan. Setidaknya itulah yang ada di kepala Sakura.

Ini pertama kali bagi Sakura mengenal pesta secara langsung. Karena di dunia lama, dia tidak pernah sekali pun mendapatkan undangan untuk didatangi. Pernikahan tetangga kompleks pun dia menyelundup untuk dapat makanan gratis. Tidak semewah ini, tapi ramai pengunjung. Oleh sebab itu, tidak ada yang mencurigai.

Namun disini, bayi mungilnya sudah merasakan bagaimana makan dengan sendok emas. Bermandikan mutiara. Terselimuti sutra berkualitas tinggi. Hanya saja sangat disayangkan, semua itu benda mati, tidak menenangkan hati. Sarada hanya akan butuh kasih sayang di masa depan. Sarada hanya akan butuh tatapan tidak dianggap dari orang lain daripada dicemooh dan dihina. Sarada hanya akan butuh diperlakukan adil seperti saudara-saudara yang akan dikasihi anggota keluarganya. Ya, Sarada hanya butuh seseorang yang memenangkan hatinya sebagai tempat pulang dikala dia jenuh.

Tidak seperti saat pesta ini. Tamu undangan tidak kalah mewah dengan pernak pernik yang dimiliki kekaisaran. Mereka datang sesuai undangan. Menyapa ramah kaisar. Mengucapkan selamat dan doa-doa, yang Sakura yakini hanya pemanis bibir. Semuanya puas menikmati pesta jika dia hanya menyaksikan dengan menutup mata. Mereka tidak ubahnya bagai penjilat dan pendusta.

Ritual sebenarnya telah usai satu jam lalu. Sesuai janji Sasuke, Sakura akan mendampingi Sarada jika sembuh. Sakura berada disamping kaisar saat Sarada dalam gendongan Sasuke—yang baru Sakura lihat pertama kali. Kepala Sarada dicondongkan ke arah bejana emas berisi air suci dari Sungai Nakano—sungai yang dianggap keramat di Kekaisaran Uchiha, dan hanya boleh didatangi anggota kekaisaran. Klan Haruno dan keluarga kekaisaran bergantian memotong rambut Sarada sedikit demi sedikit. Seolah-olah mereka benar-benar menyayangi dan menerima Sarada sebagai anggota keluarga baru.

Kemudian Sasuke dengan lantang mengumumkan nama Uchiha Sarada. Sakura tidak bisa berbuat apapun. Tidak lagi berusaha berdebat tentang nama keluarga. Percuma. Sama saja. Dia bahkan sudah dibuang oleh Haruno. Saat Sarada lahir tidak satu pun dari mereka datang. Tidak ada yang menjenguk mereka berdua yang sedang dirawat di rumah sakit.

Namun... Mereka datang saat kaisar mengundang. Bukankah ini tidak lebih hanya seperti undangan biasa, bukan keluarga. Entah seperti apa perasaan Sakura asli melihat keluarganya seperti ini.

Ah, Sakura pernah bermimpi berbicara dengan Sakura. Sakura asli meminta agar memastikan Sarada bahagia. Sudah dia duga itu yang Sakura asli inginkan. Dia tidak bisa menolak, tapi dia juga ingin pergi dari sini. Setidaknya biarpun Sakura asli juga marah dengan tindakannya, dia bisa bebas dari kaisar. Dia tidak bisa mencintai kaisar seperti Sakura lama. Kemudian dia ingin mencari pengalaman lain. Kehidupan dalam istana sangat membosankan. Dia tidak lebih hanya seorang tahanan.

Kembali ke pesta. Anggota inti kekaisaran hanya melihat dari panggung singgasana. Dua singgasana kaisar berada di tengah, diduduki Sasuke dan di samping kiri Lady Sakura sebagai pemeran pesta. Turun dua tangga ada Ratu Mikoto di kursi kanan, dan di kursi kiri diduduki Lady Hinata yang menampilkan raut wajah cemburu. Masih ingat dibenak Sakura saat acara  potong rambut Sarada, yang membuatnya khawatir bagaimana jika alih-alih memotong rambut malah memotong leher. Syukurlah setidaknya Hinata masih waras.

"Bagaimana keadaan Anda, Lady Sakura?" Mebuki menyapa Sakura. Setelah semua yang menduduki singgasana memutuskan untuk berbaur. Sakura sendiri memilih duduk di meja makan porsi lima orang, tidak jauh dari kursi singgasana. Tidak menghiraukan berbagai perkataan buruk para tamu, dan orang yang datang menyapa adalah Mebuki—ibunya sendiri.

"Salam Ibu, saya baik-baik saja. Apakah Ibu juga? Saya berharap begitu." Ingatan tentang Mebuki adalah Ibu yang baik dan bijak. Walaupun kelewat ekstrim karena galak seperti ibu tiri, tapi hatinya tulus menyayangi keluarganya. Mebuki berubah pandangan saat Sakura memutuskan menikah dengan Sasuke. 'Ahhhh, bodoh sekali kau Sakura Asli! Kau menukar berlian dengan batu kali.' batin Sakura frustasi.

"Ibu baik-baik saja. Tidak perlu khawatir. Maafkan Ibu yang tidak bisa menjenguk saat kalian di rumah sakit." Mebuki memberi Sakura senyum tulus. 

"Tidak apa, Ibu! Saki senang bisa bertemu Ibu lagi." 

Mebuki meneliti wajah Sakura yang tersenyum paksa.

"Princess sangat cantik dan lucu." Pandangan Mebuki alihkan pada Sarada yang sedang meneliti sudut ruangan. Bebek karet di tangan mungilnya. Sesekali mulutnya bergumam lucu. "Parasnya jiplakan kaisar, tapi jidat dan kelopak mata milik Anda, Yang Mulia."

"Saya? Benarkah, Ibu?" 

Mebuki mengangguk senang melihat ekspresi Sakura yang antusias saat membahas tentang Sarada.

Mebuki memasangkan kalung tiara berbandul berlian berwarna merah maroon di kening Sarada. "Cantik." Mebuki bergumam puas.

"Seharusnya Ibu tidak perlu begini." Sakura merasa tidak enak hati. "Terima kasih, Nenek!" ucap Sakura menirukan bahasa bayi.

Mebuki tergelak lucu. Putrinya telah menjadi seorang ibu. "Ibu harus segera pergi. Jaga kesehatan kamu!"

"Ibu juga." Ucapan Sakura dibalas anggukan Mebuki yang bangkit dari kursi. Sebenarnya Sakura ingin bertanya tentang ayah dan kakaknya, tapi tidak mungkin bisa.

"Saki! Jalani-lah hidup sesuai jalan yang kamu pilih!" ujar Mebuki sebelum benar-benar pergi. 

Air mata Sakura luruh. Dia senang Mebuki memanggil nama kecilnya lagi tanpa embel-embel kehormatan. Dia senang karena baginya itu adalah nama kesayangan keluarganya.

Lain dengan Sakura. Para tamu yang melihat ke arah mejanya, mencemooh semakin menjadi. Tangisan Sakura dianggap mereka mengemis dukungan pada keluarga yang membuangnya. Saking frustasinya bahkan kejadian bunuh diri waktu lalu menjadi momok yang tidak pantas berada di sekitar kekaisaran.

TBC

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya REBORN, MY LORD — 7
3
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan