
Jangan lupa comment dan vote, ya!
REBORN, MY LORD — 3
Hilir mudik tamu yang keluar masuk ke Istana Blossom belum kunjung usai. Mereka adalah sanak saudara dan para istri bangsawan yang loyal kepada kaisar. Sakura sudah sangat bosan mengumbar senyum palsu dengan mengucapkan terima kasih berulang kali seperti yang sering dilakukan Sakura asli dalam ingatannya.
Ya, mereka yang datang dengan dalih menjenguk istri pertama kaisar dan keturunan pertama kaisar langsung. Serta memberi ucapan selamat dengan membawa berbagai macam hadiah untuk bayi. Tidak lebih hanya untuk menjilat. Membuktikan jika klan mereka royal pada kaisar. Meski mereka tahu bayi perempuan tidak akan berpengaruh apapun pada kekaisaran. Ini murni hanya untuk memperlihatkan jika klan mereka sangat menaruh hormat pada keluarga kaisar. Sudah dipastikan jika bayi itu laki-laki, mereka akan semakin gencar untuk menarik perhatian dari seorang lady. Bukan hanya itu, mereka akan menawarkan berbagai macam jenis dukungan agar menduduki kursi pewaris. 'Itu tidak akan pernah terjadi.' batin Sakura berbicara.
Namun perasaan bosan itu juga diselingi oleh beberapa teman yang memang akrab dengan Sakura. Selalu tidak pernah ada yang canggung dalam mengobrol. Tanpa peduli hadiah yang mereka bawa mewah atau tidak. Sering sekali hadiah yang dibawa hanya untuk mengerjai diawal. Seperti membawakan kaos kaki bayi sebelah, kemudian hadiah sesungguhnya akan datang sesudah puas mengerjai.
Shimura Ino dan Uzumaki Karin adalah mereka. Ino yang memang sudah menikah dengan pria dari Klan Shimura yaitu Shimura Sai seorang ketua tim Anbu dari divisinya. Lalu, Uzumaki Karin yang masih seorang lajang dan senang mengembara. Padahal aslinya, Klan Uzumaki sangat ketat dalam pergaulan.
Sungguh Sakura yang ada disini sangat beruntung. Dirinya pun tanpa sadar terbawa suasana untuk tidak bisa tidak senang. Dia baru pertama kali merasakan rasanya ditemani. Sangat nyaman. Meski mereka jarang bertemu karena peraturan kekaisaran yang ketat tentang istri kaisar. Karena itulah. Menjauhnya Sakura dengan orang terdekatnya hanya karena dia menjadi istri yang tidak diinginkan kaisar. Namun setidaknya, jika pun dia bisa bebas dari istana yang mengurungnya ini, dia punya teman yang bisa dicari hanya untuk bertanya tentang kehidupan di luar.
Tidak seperti dirinya di kehidupan modern. Hanya bisa mengurung dalam sebuah kamar yang kecil, kumuh, dan reot. Tidak punya tujuan. Tidak ada yang bisa dia singgahi hanya sekedar mengetes apakah pita suaranya masih berfungsi. Sedikit berani keluar kost-an, ucapan cemooh dengan berbagai hujatan dia dapatkan.
Selain mereka yang berada di luar kekaisaran, tidak lupa juga anggota dalam. Seperti tadi setelah kaisar pergi, Ratu Mikoto-lah yang datang pertama. Wanita itu adalah permaisuri terdahulu yang seharusnya menduduki posisi ibu suri, janda kaisar terdahulu. Namun belum ada pengganti permaisuri yang baru, sehingga Permaisuri Mikoto menjabat menjadi Ratu Mikoto. Pengganti sementara permaisuri. Mikoto memberi nasihat serta wejangan mengurus bayi yang sangat membuat Sakura antusias.
Sore harinya, ini istri kedua kaisar—Lady Hinata sedang duduk apik dengan sekotak hadiah. Partisipasinya yang tidak kalah dari para tamu, berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang terlihat enggan dan sinis.
"Selamat atas kelahiran putri Anda, Lady Blossom!" ucap Hinata menekan kata putri. Untungnya seorang putri.
"Terima kasih telah merepotkan diri untuk datang, Lady Lavender!" Sakura tersenyum samar dengan tangan menggendong sang bayi yang baru terbangun dari tidur. Mengayunkan, dan mengucapkan kata-kata untuk menenangkan bayi. Sesekali tersenyum lembut. Mengusap halus kepala putrinya. Menepuk-nepuk pantatnya.
Semua itu tidak luput dari perhatian Hinata. Membuatnya iri. Hinata mengepalkan tangan di pangkuannya kuat. Tersenyum paksa. "Mana mungkin saya repot. Putri Anda adalah putri saya juga. Bukankah akan selalu begitu?"
Sakura mendongak. "Maaf! Tapi hanya saya yang akan merawatnya." Sakura menatap Hinata percaya diri.
'Sombong!' batin Hinata. "Tentu saja. Saya juga tidak sabar untuk memilikinya. Memiliki seorang putra." Hinata menekan pada kalimat terakhir.
"Ya, segeralah berdoa, dan meminta! Jangan lupa menyantuni anak yatim dan warga miskin! Yang lebih penting bekerja keras setiap malam." Nasihat Sakura tanpa ekspresi.
Wajah Hinata memerah karena marah. Sindiran Sakura yang dia anggap sombong sangat menyakitinya. Dia ingin menangis dan mengadu segera pada kaisar. Sebentar lagi. "Siapa namanya, Lady?" Hinata memberikan senyum palsu yang dipaksakan.
Sakura merenung sejenak. Padahal sejak pagi rombongan yang datang menjenguk menanyakan nama, bahkan kedua sahabatnya dan ratu juga menanyakan. Kaisar belum sama sekali memberi nama, mungkin enggan karena pertengkaran pagi tadi. Atau karena ini bukan gender yang diinginkan. Sakura hanya menghela napas lelah, kasian putrinya ini. "Sarada, Haruno Sarada," ucap Sakura secara spontan. Karena itu yang terlintas di kepalanya.
"Haruno, heh? Apakah Kaisar memberikan nama itu untuk Anda? Malang sekali nasib Tuan Putri." Kepura-puraan Hinata tadi rupanya tidak bertahan lama. Saat dia merasa senang karena bayi itu tidak diakui kekaisaran.
"Ah, sifat aslinya keluar," gumam Sakura malas.
"Kurang ajar! erlaga sombong eh setelah kelahiran bayi." Hinata bermaksud menyindir. Biasanya Sakura selalu mudah dipojokan.
Menghela napas berat. "Putriku bukan sesuatu untuk disombongkan. Dia adalah berlian yang akan dicintai," ucap Sakura penuh harapan tidak peduli lawan bicaranya semakin membara.
"Dicintai?" Cemooh Hinata. "Tidak ada cinta dari wanita hina yang tidak diharapkan seperti kamu." Kesombongan Hinata membumbung tinggi.
Senyum sinis Sakura berikan. "Aku tidak butuh cinta Kaisar jika itu yang Anda maksud."
"Beraninya kau menghina Kaisar! Tindakan yang sangat kurang ajar dari wanita yang dijual keluarganya. Sangat memalukan." Tunjuk Hinata murka. Merasa kalah karena diremehkan.
"Bukankah justru Anda yang kurang ajar dengan membuat keributan di kediaman saya? Mungkin Anda tidak tahu gunanya cermin?" sindir Sakura.
"Kau..." Hinata menghentakkan tangan yang semula menunjuk Sakura. Kemudian berbalik tidak ingin lebih terpancing dengan emosi serta merusak image. "Lebih baik aku kembali," ucapnya sebelum benar-benar hilang di balik pintu.
"Ya, dan pastikan kita tidak akan pernah bertemu lagi." ujar Sakura santai.
Hinata mengepalkan tangan kuat di sisi tubuhnya. Dia masih mampu mendengar ucapan terakhir Sakura di balik pintu yang terbuka sedikit. Kesal. Dia sangat marah dengan penghinaan ini.
***
"Haruno Sarada?" balas Sasuke tidak yakin dengan indra pendengarnya.
"Iya, saya senang Anda tidak memberikan nama kekaisaran pada anak itu." Hinata bergelayut manja di pangkuan Sasuke. "Tapi… Anda tahu saya juga ingin segera menimang bayi dan merawatnya." Hinata menampilkan puppy eye andalannya.
"Kau akan mendapatkan. Kita akan berusaha keras. Tapi, Sayang..." Sasuke menghela napas panjang. "Aku sama sekali belum memberikan bayi itu nama." Sasuke menjelaskan kebenarannya.
"Kenapa aku malah jadi kesal karena wanita itu sadar diri, jika mereka tidak pantas menyandang nama Uchiha." Hinata memberenggut manja, terlihat lucu bagi Sasuke yang dimabuk cinta.
Tidak sabar, Sasuke mencium bibir manyun Hinata. "Tidak. Kau salah, Sayang. Sakura juga bersalah." Sasuke berkata lembut.
"Kenapa aku jadi salah?" Hinata kembali manyun setelah sempat berseri saat berciuman tadi.
Sasuke mendudukkan Hinata di atas meja kerjanya, sementara dia tetap duduk di kursi kerjanya. Penjelasan penting tidak boleh dicampur adukan dengan nafsu. Meski di bawah sana sudah sangat ketat. "Semua orang yang resmi bergabung dengan keluarga kekaisaran wajib menyandang nama Uchiha, baik kau dan Sakura. Juga bayi yang baru saja lahir tadi malam." Setelah menjeda ucapannya sejenak, Sasuke memasang pose berpikir.
"Secara garis besar, darah kekaisaran mengalir deras di tubuhnya tanpa secuil pun mendapatkan bagian dari ibunya yang hanya bertugas mengantarkan pada dunia, serta menyusui." Sasuke menjelaskan dengan mantap.
"Namun itu hanya bayi perempuan," bantah Hinata.
"Tanpa terkecuali."
Hinata sebal mendapatkan jawaban cepat dari Sasuke yang terkesan membela mereka.
"Namun, nasib anak perempuan di kekaisaran memang mendapatkan perhatian yang berbeda. Itu adalah kemalangannya. Apalagi anak pertama dari sang Ibu. Berbeda kasus jika dia adalah anak no.2 keatas dari ibu yang sama." Sasuke menjelaskan kembali.
"Jadi intinya, nama kekaisaran tidak bisa terbantahkan, dan jika seseorang merenggut nama itu adalah penghinaan bagi keluarga kekaisaran," ujar Sasuke tegas.
Hinata melotot dan segera melompat dari meja, lalu membungkukkan badan. "Mohon ampun dari kelancangan saya! Sungguh saya tidak bermaksud untuk menghina, Tuan Putri."
Sasuke tertawa lucu. Lalu mengecup seluruh wajah Hinata. "Dimaafkan! Lagi pula kau tidak tahu."
Hinata kembali rileks. "Apakah Anda akan memaafkan Lady Sakura juga, My Lord?" tanya Hinata tidak suka.
Sasuke menggeleng. "Dia cerdas. Wawasan dia luas karena dalam waktu senggang selalu membaca banyak buku. Tidak mungkin salah satu buku itu bukan aturan dalam menentukan nama kekaisaran." Sasuke masih sabar menjelaskan.
"Tindakan kesalahan yang dilakukan karena orang itu tidak tahu dan tahu, tentu berbeda. Itu namanya ada unsur kesengajaan." Sejenak Sasuke merasa marah jika mengingat Sakura.
"Yahh, pergilah dulu ke istana kamu. Aku masih banyak pekerjaan." Titah Sasuke tegas. Dia sudah tidak berselera untuk menyerang Hinata sekarang.
"Baik. Jangan memaksakan diri! Anda harus menjaga kesehatan." Nasihat Hinata dan mengecup bibir Sasuke.
"Hn." Sasuke mengangguk.
***
Saat memasuki kamar utama di Istana Blossom, Sasuke disajikan dengan celotehan dengan nada lucu yang Sakura lontarkan untuk bayi yang sedang menggantung manja di puting sang Ibu.
Berbaring miring membelakangi pintu, namun Sakura tahu seseorang masuk dan dia kesulitan untuk berbalik karena Sarada masih menyusu.
Sasuke memutari ranjang dan duduk di depan Sakura. Sempat melihat raut terkejut di wajah wanita itu. Namun kembali dipulihkan.
"Selamat malam, Yang Mulia! Mohon maafkan saya! Saya tidak tahu Anda akan datang." Sakura akan merubah posisi menjadi duduk secara perlahan tanpa melepas mulut Sarada padanya.
Belum sempat Sakura duduk, ucapan Sasuke berhasil menghentikan kegiatannya. "Hn. Berbaring saja! Dia bangun jika diganggu." Tunjuk Sasuke menggunakan dagu kepada Sarada.
"Terima kasih atas pengertian Anda!" ujar Sakura walaupun dengan kata yang baik tapi tanpa menunjukkan ekspresi itu membuat Sasuke kesal.
"Jadi, Sarada?" tekan Sasuke. "Tanpa konfirmasi dariku?" ujar Sasuke tanpa basa basi.
"Jadi wanita itu telah merengek kepada Anda? Setelah dia membuat keributan di kamar saya," balas Sakura tidak kalah sinis.
"Dari sekian banyak orang yang mengunjungi istana ini, kau menuduh Hinata tanpa rasa bersalah." Raut wajah Sasuke menjadi keras keras. Padahal tadi dirinya bisa tenang saat melihat Sarada.
"Jika Anda datang untuk keributan lagi lebih baik Anda tidak ambil peduli dan segera pergi. Saya masih amat sangat lelah begitu juga dengan Sarada yang diganggu oleh para penjilat Anda, Baginda." Sakura kesal karena dia benar-benar sangat ingin istirahat karena lelah, dan berniat tidur setelah melihat Sarada pulas di alam mimpi.
"Beraninya kau mengusirku. Ini kekaisaranku! Semuanya milikku! Aku berhak berada di manapun aku mau, termasuk menggauli istri yang sedang dalam masa pemulihan." Ancam Sasuke.
"Apa yang sebenarnya Anda inginkan? Mengapa Anda sangat ingin mengganggu saya?" Sakura menurunkan intonasi suaranya.
"Mengganggu? Bukankah ini yang selalu kau lakukan padaku?" Suara keras sasuke luapkan karena kesal dengan kalimat Sakura.
"Baginda, saya mohon langsung saja pada intinya! Apa tujuan anda datang kemari?" Sakura berujar lirih. Tubuhnya sudah terasa akan remuk malam ini.
"Apa karena nama Sarada? Anda akan menentangnya? Apakah anda tidak punya waktu lain untuk berkunjung?" ujar Sakura lemas. Sarada menggeliat merasa terganggu dengan aura sekitar.
"Shusss… Tidur lagi, Nak! Cup… Cup… Cup..."
Dalam sekejap Sarada kembali tidur karena kesunyian.
Sakura duduk dan merapihkan baju setelah Sarada melepaskan putingnya.
Sasuke berdiri keluar kamar. Tidak sampai dua menit Sasuke kembali masuk bersama Temari di belakangnya. "Bawa Princess ke kamar sebelah!" titah Sasuke tegas.
Sakura tidak berontak karena hanya tersekat dinding saja. Dua siap mendapatkan penghakiman Sasuke biar pun dalam kondisi tidak baik.
"Aku tidak akan mempermasalahkan nama Sarada setelah kupikir itu cocok dengannya. Namun mengapa kau tidak menungguku?"
"My Lord, jika saya tidak pingsan saat melahirkan dan Anda tidak sudi untuk mengucapkan satu nama untuknya, akan saya lakukan saat itu juga." Sakura mendongak memandang mata hitam yang melihatnya tajam.
"Saya bosan dengan mereka yang memanggilnya bayi itu, bayi ini, anak itu, anak ini, Tuan Putri, Princess, tanpa tahu sampai kapan. Aku tidak bisa nekat berjalan mengunjungi Istana Onyx yang entah Anda ada atau tidak. Orang di sekitar saya akan melarang nya, itu pasti. Menunggu Anda?" Sakura tertawa hambar, mukanya merah menahan amarah.
"Sampai kapan?" tekan Sakura begitu dalam. "Apakah Anda menghitung berapa kali Anda mengunjungi saya selama tiga tahun pernikahan." Sakura mengatur napasnya yang memburu.
"Tidak sampai sepuluh kali, dan Anda menuntut saya hanya karena tidak mengkonfirmasi nama putri saya. Bukankah sudah saya katakan dia tidak akan pernah menjadi putri Anda sampai kapan pun." Sakura terengah-engah menahan sesak. Meluapkan semua rasa sesak di dada.
"Bukankah kau yang sekarang sedang menghakimiku, Sakura?" Sasuke menangkup wajah Sakura yang sedang menunduk memukul dadanya yang terengah.
"Aku hanya berbicara soal nama dan kau merembet kemana-mana," ucap Sasuke lirih.
"Dengar, bayi itu atau kita sebut Sarada, aku setuju dengan nama itu. Pemilihan nama yang bagus untuk seorang anak perempuan. Terdengar seperti salad yang sering aku makan sejak anak itu di umumkan hadir di rahim kamu." Sasuke menatap wajah Sakura yang sudah bersimbah air mata karena tidak mampu menahan sesak.
"Kau benar, aku tidak menampik berapa kali aku kesini. Sehingga Sarada bisa lahir dengan sehat. Kekurangannya hanya satu, dia perempuan."
Sakura melotot marah menangkis lengan Sasuke di kedua pipinya. Siap meluapkan segala kata protes. Namun Sasuke, meletakkan telunjuknya pada bibir Sakura, isyarat kata 'dengarkan dulu!'.
"Namun dia tetap lahir karena aku. Darah dagingku. Aku berhak atasnya. Keturunan pertama Kaisar Uchiha akan selalu menyandang nama kekaisaran. Jangan bermimpi darah Haruno akan lebih kental dari darah Uchiha." Tekan Sasuke pada setiap kalimat.
"Aku akan mengkonfirmasi, nama Uchiha Sarada pada acara pemotongan rambut, lusa. Berusahalah sembuh jika kau ingin mendampingi Sarada." Sasuke berdiri dan berjalan ke arah jendela terbuka. "Tanpa penolakan!" tekan Sasuke lagi.
***
TBC
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
