NOT YOU — 85

5
3
Deskripsi

NOT YOU, YOU ARE NOT MY SALVATION — 85

NOT YOU, YOU ARE NOT MY SALVATION — 85

 

Sakura pikir kenapa kamar ini begitu sepi. Ini bukanlah kamarnya, dia mengenali tata letak ruangan ini. Adalah tempat tidur kaisar di masa lalu. Namun ketika dia pikir akan kedatangan pria itu, ternyata bukan. Hanya Ayame dan Kurenai. Tidak ada pelayan lain.

Lalu, Sarada yang datang lagi saat pagi tiba. "Apakah Ibu sudah merasa lebih baik?"

Sakura mengangguk lembut. "Semua baik karena melihat putri Ibu yang tertawa ceria."

Sarada hanya tertawa renyah. "Karena sejak Ibu sadar, banyak hal baik terjadi."

"Benarkah? Apa itu?" Sakura penasaran.

"Ada banyak pokoknya. Maka dari itu, Ibu harus sembuh. Kita harus jalan-jalan kemana pun Ibu mau." Sarada serius mengatakan ini.

"Ibu menantikannya." Meskipun sekali lagi, itu terdengar mustahil bagi Sakura. Hanya saja, Sakura tidak akan mematikan semangat putrinya.

Sarada memeluk ibunya penuh rindu. Lalu merasakan lagi usapan halus di pucuk kepala dan punggungnya hingga membuatnya tenang.

Sarada menatap ibunya lagi. "Waktunya sarapan!"

Sakura tidak menolak. Napsu makannya cukup bagus ketika lapar. Putrinya sangat telaten dalam menyuapinya. Seolah hari ini adalah hari yang benar-benar damai.

.

.

.

Setelah menghadiri rapat pagi, Boruto menyempatkan diri untuk mendatangi kamar Sakura. Untunglah suasana begitu sepi, bahkan Bibi Ayame pun terlihat sedang istirahat di depan.

"Boruto!" Sakura yang sedang tidur ayam tiba-tiba terbangun mendengar suara pintu terbuka.

"Bibi. Senang melihat Bibi sudah sehat." Boruto langsung duduk di kursi samping tempat tidur.

"Sudah aku katakan, jangan menyusup diam-diam! Apa lagi ini di kamar Baginda." Sakura tentu mengkhawatirkan pemuda ini.

Boruto hanya tersenyum sendu. Berita kematian kaisar mereka mungkin belum sampai ke telinga wanita ini. Mereka mungkin memberikan sedikit informasi karena kesehatannya. "Saya mungkin hanya akan ditegur, sudah begitu saja."

"Tapi terlihat tidak sederhana."

Boruto hanya terkekeh pelan. Senang dia bisa melihat ibu Rakuzan tertawa ceria lagi.

"Berapa lama aku tertidur?" Sakura selalu lupa menanyakan ini pada orang lain.

"Berapa, ya? Mungkin kurang lebih satu tahun." Boruto benar-benar berpikir.

"Benarkah? Selama itu?"

"Ya, Bibi memang tertidur cukup lama." Boruto tidak bohong. "Kenapa?"

Sakura menggeleng. "Pantas Sarada terlihat sehat, dan perutku juga tidak sakit lagi."

Boruto lega mendengarnya.

"Bibi kira, Sarada kemari dan memaksakan diri." Pastilah Sarada sibuk. 

"Itu tidak benar Bibi." Boruto meyakinkan wanita ini.

"Syukurlah kalau begitu. Kau juga terlihat lebih dewasa hanya dalam satu tahun."

Boruto terkekeh nyaring. "Benarkah? Apa aku terlihat lebih tampan?"

Sakura hanya mengangguk saja dengan kepercayaan diri Boruto. "Kau sudah punya tunangan?"

"Calon tunangan saya masih keras kepala, Bibi." Boruto menggenggam lembut tangan Sakura. "Saya hanya ingin memberikan surat dari Rakuzan. Setelah membaca surat ini, Bibi jangan sakit lagi, oke?"

Sakura masih ingin bercanda dengan Boruto, tapi dia hanya menatap sendu kertas di tangannya. "Kenapa baru sekarang? Apa terjadi sesuatu yang sudah diprediksi Rakuzan?"

Boruto menggeleng tegas. "Satu-satunya alasan saya memberikan ini adalah saya ingin menghentikan Bibi. Berhenti menyiksa diri sendiri!"

"Maafkan, Bibi, Boruto! Kau jadi tidak bisa menyimpan kenangan Rakuzan." Sakura menghela napas panjang.

Boruto hanya mengangguk sendu.

Ibu... 
Betapa saya ingin mengucapkan kalimat ini secara langsung, tapi mungkin waktu tidak lagi sejalan diantara kita. 
Ibu... 
Ketika surat ini jatuh di tangan Ibu, saya pasti sudah pergi cukup lama dan ingatan diantara kita pasti sudah terkikis habis. 
Tapi Ibu... 
Meskipun saya sudah jauh di sana dan masih banyak menyisakan ketidakadilan, saya harap Ibu tetap hidup dalam keadaan sehat. 
Kepergian saya bukan untuk ditangisi dan disesali. Bukan juga untuk dijadikan bahan gunjingan. 
Ini bukan salah Sarada atau siapa pun. 
Saya juga mengerti mengapa Ibu tidak bisa datang di detik terakhir. 
Itu karena Ibu pasti menyayangi kami, bukan? 
Ibu... 
Saya harap Ibu bisa menjaga diri. Akan saya bisikan pada satu malaikat di sana agar membuat Ibu selalu sehat, untuk saya yang mereka renggut dari bumi sebelum bisa melakukan apa-apa. 
Sebelum saya lebih berguna untuk menegakkan keadilan. Sebelum saya lebih mampu untuk menyembuhkan luka hati Sarada. 
Ibu... 
Malaikat-malaikat di sana begitu tidak bisa ditawar. Mereka berbuat pelit pada anak yang masih ingin berlari memeluk ibunya. 
Bagaimana lagi... Saya punya saudara yang begitu keras kepala, keras hati, dan sedang terluka hati. 
Kali ini, saya hanya bisa mengharapkan bantuan Ibu... 
Putramu, Rakuzan...

Sakura menitikkan air mata sambil memeluk sepucuk surat dari putranya. Apa setiap bunuh diri, putranya memperhatikan dengan sedih? Apakah selama ini dia sudah memberikan pemandangan mengerikan?

Boruto hanya bisa menunduk. Kenapa dia lupa, bukankah wanita ini pernah menceritakan tentang bibinya?

"Saya selalu bertanya-tanya, apa yang Bibi pikirkan setiap kali melukai diri sendiri?" Kejadian di balkon itu adalah pengalaman mengerikan baginya. Kecewa. Bahkan Boruto berani menatap hina. Dia tidak menyukai bentuk bunuh diri. 

Sakura menggeleng tegas. Satu-satunya yang membuatnya berani adalah berpikir kosong, dan menganggap Sarada tidak akan pernah tahu. Orang mati pun seharusnya tidak tahu, tapi mengapa? Rakuzan seolah tahu.

"Maafkan saya, Bibi! Saya tidak bermaksud membuat Bibi menangis pagi-pagi begini."

Sekali lagi, Sakura hanya bisa menggeleng dan menghapus air matanya. Dia tahu, Boruto ingin memarahinya. Namun seperti yang dia tahu, itu tidak akan mempan.

Kunjungan Boruto hanya sebentar. Ruangan ini menjadi kosong kembali dan terasa hening. 

Sarada menatap semua orang secara tidak sabar. Satu per satu petisi datang. Hyuga Hiasi juga sudah dibebaskan lagi. 

Sialan! Sialan!

Kini, Sarada sedang menunggu pria tua itu menghadapnya.

"Mereka datang," Cho-chou berbicara pelan dan panik.

Karin dan Kakashi lekas mendampingi Sarada di sisi kiri dan kanannya. Shikadai akan menjadi penengah, sedangkan Cho-chou, dia akan keluar begitu mereka berbicara. Tidak lupa, Tsunade mengikuti di sisi Karin.

Wajah Hiashi keras dan mengancam. Dia langsung berdiri di depan Sarada dengan arogan. Pria itu diikuti putra tertuanya yang juga terbebas dari penangkapan—Hyuga Neji. Juga Boruto satu paket dengan Mutsuki. Lalu Ino-jin yang memang bertugas memantau rumah Hyuga bersama rekannya, Metal.

"Tindakan tidak senonoh apa ini, Baginda? Anda berani bersikap semena-mena pada keluarga janda kaisar."

Sarada tidak merasa terintimidasi. "Bukti penangkapan sudah dijelaskan sejelas mungkin!"

"Anda pikir akan ada berapa banyak orang percaya? Jasad Kaisar baru saja dikuburkan, dan tiba-tiba ada bukti palsu yang tidak masuk akal." Hiasi menatap tajam. "Rupanya kekaisaran sedang mencoba melecehkan para bangsawan."

Sarada akan berbicara tapi ditepuk oleh Kakashi. "Kami menemukan hal tidak terduga saat Yang Mulia Ibu Suri terluka."

Hiasi naik pitam. "Kurang ajar! Berani keturunan pendosa memfitnah Ibu Suri!"

Pundak Sarada masih dicengkeram Kakashi. Sarada mengatur emosi dan menyembunyikan seringainya. "Kenapa Anda begitu panik? Bukankah cukup kita buktikan sekali lagi?"

"Ini penghinaan berat!" Hiasi tidak terima. Kaisar dengan tangan rendahan yang tidak mengerti kehormatan bangsawan tahu apa? "Mengusik gerbang Hyuga lagi adalah penghinaan. Apa pembimbing Anda tidak memberitahu itu?"

Boruto menghela napas lelah. Dia menduga jika kakeknya ini belum tahu kenyataan sebenarnya.

Sarada menatap polos. "Membohongi publik dengan pura-pura mengandung putra kaisar adalah penghinaan berat. Terlebih, dengan kebohongan tersebut, Ratu Terdahulu memfitnah Permaisuri tengah berbuat kejam. Jika bukan menghina wajah kekaisaran, apa namanya?"

"Kenapa Anda begitu yakin kalimat Anda benar? Kejadian ini sudah dua puluh tahun lalu, dengan apa Anda bisa membuktikan jika itu adalah kebenaran. Saya benar-benar kehilangan cucu pertama kekaisaran karena kecemburuan Permaisuri Terdahulu." Hiasi menyeringai tajam. "Dan wajah Anda hanya akan dikenal dengan wajah balas dendam. Selamanya."

Sarada menatap Hiasi tidak senang. "Mari dengarkan pendapat tim medis?" Sarada melirik Tsunade.

Namun, begitu Tsunade selesai menjelaskan dan menyatakan Hinata tidak pernah mengandung, Hiasi menyerang Tsunade marah.

"Kau menghina istri Kaisar, Nyonya Tsunade!" Tunjuk Hiasi  marah.

Boruto menahan bobot kakeknya untuk menjauh.

"Putra pertama Kaisar itu nyata! Camkan itu!" Hiasi menatap semua orang tidak masuk akal. "Jika bukan ulah Permaisuri, Ratu tidak akan mandul."

Sarada berdiri. "Siapa pun di luar sana, tahan Hyuga Hiasi!"

"Kurang ajar!" Neji ikut terpancing emosi, tapi untungnya Mitsuki cukup sigap menahan Neji agar tidak bisa mendekati Sarada.

Sarada menatap angkuh mereka. "Jangan ada yang membebaskannya sebelum sidang dilakukan!"

"Anda pikir, Anda bisa melakukan kekerasan seperti ini?" Hiasi mencemooh. "Jika tidak ingin menanggung malu, jangan main-main!"

"Kakek!" Bentak Boruto marah.

Hiasi tertawa nyaring. "Bukankah kalian tunangan? Anda mempermalukan keluarga tunangan Anda sendiri. Apa Anda waras?"

Sarada baru saja ingin turun untuk menampar mulut Hiasi, tapi dicegah Karin. "Jangan bermimpi bagian Hyuga akan menjadi keluarga kekaisaran!" sahut Sarada dingin.

Boruto sempat terdiam sejenak. Namun ini bukan pertama kali Sarada menolaknya. Boruto menghela napas kasar. 

Hiasi berdecih sinis. "Tsunade! Kau wanita busuk! Tidak ada yang bisa menjamin jika anak itu keturunan kaisar asli. Kita semua tahu siapa Permaisuri di masa lalu."

Pada akhirnya Hyuga Hiasi tetap melawan. Kakashi melangkah maju. "Cukup! Bawa keluar Tuan Hiasi! Negoisasi tidak berjalan."

Neji tertawa nyaring. "Kenapa Tuan Kakashi? Kau membenarkan? Apa itu mungkin bagi kaisar untuk punya anak dengan permaisuri?"

Kakashi menjerit dalam hati. Tentu saja mungkin. "Panggil tambahan pengawal!"

"Dengar kalian, Kaisar saat ini tidak sah!" teriak Hiasi sepanjang jalan.

Boruto mengikuti kakeknya, dan memberikan pengertian tegas. Dari Mansion Hyuga berkata ingin bernegosiasi tapi malah adu pendapat dan memperburuk suasana. 

.

.

.

Hinata tengah dikurung selama seminggu. Karena banyak petisi yang masuk dan mengatakan keberatan atas tuduhan pada Hyuga, Sarada menggelar sidang terbuka.

Keluarga mana pun, klan mana pun boleh mendatangkan dokter terbaik mereka untuk uji coba. Meskipun pemberontakan Hinata tidak terelakkan.

Kali ini, Itachi datang secara sukarela untuk mendampingi Sarada, dan duduk di samping kursi singgasana.

Kakashi juga tidak melewatkan putrinya untuk bergabung dalam partisipasi. Tsunade dan Orochimaru hanya mengawasi sambil sesekali mengawasi Sarada.

Bahkan Shinki menawari Sarada dokter kenalannya, meskipun pria itu tidak bisa datang bergabung.

Karena ini sidang terbuka, banyak bangsawan tingkat menengah ikut hadir dan Sora ada di tengah-tengah mereka.

Boruto tidak munafik. Dia berharap, setidaknya Bibi-nya jujur. Karena dia pun mengawasi Sarada, kalau-kalau bukti yang dibawa Sarada memang palsu. Jika itu masalahnya, Boruto bisa melawan Sarada juga. Namun jika Hinata memang kukuh berbohong, maka  Boruto akan pasrah pada keputusan sidang.

Ino-jin menyeret seorang wanita ke tengah-tengah persidangan. "Wanita ini adalah dokter pribadi Yang Mulia Ibu Suri Hinata."

Tidak sia-sia Sarada mendesak Orochimaru. Dokter asli Hinata adalah pria itu sendiri. Secara tidak langsung, dan hal yang membuatnya marah. Namun mereka punya dosa yang sama. Mereka saling tutup mulut, dan wanita itulah korbannya.

Sekali lagi, Nara Shikaku menjadi hakim yang ditunjuk Kaisar. Sarada tidak yakin akan keberpihakan pria itu. Yang jelas, cucu pria itu bekerja padanya.

Ino-jin memberikan riwayat kesehatan Hinata dari mulai memasuki istana sampai kini.

Shikaku sampai geleng-geleng kepala. "Ibu Suri Hinata sudah tidak subur sejak gadis, kau mengakui itu, Saksi?"

Wanita tua itu hanya menangis. "Saya tidak tahu apa-apa."

Sarada dibuat geram oleh jawaban ambigu seperti itu. Semua bangsawan tinggi menghadiri sidang ini. Bahkan Naruto seperti mencari celah dari kesalahannya.

Itachi masih melirik ke ruang pemeriksaan. Dimana, istrinya juga ikut berpartisipasi. "Kau tahu, Sarada. Jika laporan pertama itu adalah kesalahan maka wajah kekaisaran sudah cacat. Kemudian Ibu Suri Hinata bisa menyerang balik dengan meminta sesuatu untuk menyelamatkan wajahnya hari ini."

"Apa Paman berpikir, aku benar-benar mencari masalah secara sengaja?" bisik Sarada tidak terima.

Itachi menunjuk dengan dagu-nya. "Lihat mereka!"

Sarada menatap beberapa para penonton yang berbisik-bisik. Ya, dia sadar, banyak yang tidak percaya padanya. Seolah kematian ayahnya adalah ajang dirinya untuk balas dendam. Jika itu tujuannya, lalu kenapa? Sarada berjanji akan memperbaikinya jika urusannya sudah selesai.

Itachi berbisik lagi. "Ada yang menggiring opini dan ada yang bersikap netral."

Jika itu, Sarada juga sudah menyiapkan. Jadi Sarada hanya bisa memberikan senyuman. Saat ini, pro dan kontra sedang berlangsung.

"Hal pertama yang harus kau pikirkan adalah apakah saat itu dokter tidak melakukan kesalahan diagnosis?"

Diingatkan lagi pada hal itu membuat Sarada khawatir. Bagaimana jika ada yang menjebaknya?

"Selamatkan Dokter itu!"

"Dasar pembohong!"

Sarada tidak boleh panik. Dokter yang dijadikan tumbal oleh Orochimaru tidak kunjung mengaku. Kemudian dia melihat para tim medis satu per satu mulai bubar dan duduk di kursi masing-masing.

Tentu saja, Sarada menemukan tatapan permusuhan. Dia melihat ibu Boruto yang seperti akan menghampiri Hinata, tapi itu dicegah oleh pengawal Namikaze.

Sorakan para penonton semakin ramai. Ada sekitar dua puluh dokter ternama yang di sumpah di hadapan kaisar dan seluruh penonton, sebelum hasil medis mereka dibongkar.

Tentu baik Orochimaru dan Tsunade tidak ikut dalam hitungan, karena mereka hanya memantau serta menyediakan fasilitas.

Itachi mencegah Sarada yang akan berdiri. Tiga dokter berturut-turut mengatakan jika Hinata terkena tuduhan palsu. Namun urutan berikutnya membuat Sarada tenang karena suara yang dia harapkan terpenuhi.

Empat dari dua puluh dokter patut dicurigai. Sarada sendiri tidak ingin melewatkan mereka. Namun entah dari mana ada anggapan keempat dokter tersebut dinyatakan kurang mampu dan lolos dari penyelidikan. Padahal satu di antara dokter tersebut berasal dari rumah sakit berpengaruh.

Sarada menatap satu per satu yang berpotensi melawannya. Itu tidak lain adalah Boruto, yang duduk di kursi kebesarannya. Lalu pada keluarga-keluarga yang berhubungan dengan Hyuga.

Hukuman Hinata belum ditentukan, tapi Sarada punya alasan untuk membuatnya mendekam di penjara. Sarada hanya perlu menuntut akibat dari perbuatan Hinata.

"Nah, Paman. Apa aku berhak meminta ganti rugi?" Sarada menatap Itachi dengan senyum nakal.

Itachi hanya mendengus. "Jika kau berniat memulihkan nama Haruno. Ingat lagi urutannya! Obito bilang apa saja?"

Sarada berdecak sebal. Ah, percuma meminta pendapat pada manusia dingin ini.

Karena waktu yang terpepet. Sidang ini diakhiri dengan cepat, mata Sarada menangkap sinyal dari Sora. Sekali lagi, Sarada tidak berniat melepaskan keempat dokter tersebut. Sekali pun mereka adalah bangsawan.

.

.

.

Sarada benar-benar sial. Di saat dia berhasil melepaskan diri dari penjagaan justru dia menghadapi seseorang yang sulit dikelabui. Namikaze Naruto.

"Ini terlalu malam bagi seorang Matahari Kekaisaran meninggalkan istana." Naruto semula berniat mengunjungi makam Sasuke, tapi dia urungkan. Percuma, pria itu tidak akan mendengarkan apa-apa.

"Tuan Namikaze, saya tidak tahu Anda masih tertinggal di sini."

Naruto mendengus. "Tidak ada yang melarang saya untuk keluar masuk istana." Siapa yang berani melarangnya? Sarada? Jika dia mau, Naruto bisa merebut kekaisaran ini. Seluk beluk istana dia kuasai. Hanya membalik nama, siapa yang tidak akan berpaling padanya? Sarada hanya anak kemarin sore, dan Boruto tidak memiliki legalitas. Dia punya kekayaan yang cukup untuk membiayai pasukan dan senjata. Namun demikian, itu berarti Naruto menjadi pelaku pemberontakan.

Ucapan Naruto, Sarada memang seperti tidak bisa melakukan apa-apa. Pria ini memang sedang meremehkannya. "Bukankah saya bisa menurunkan Anda, Perdana Menteri?"

Nah, sejak awal Sarada hanya tipe pemimpin pamer kekuasaan. "Toh, itu hanya sebuah gelar." Tanpa prestasi apa pun, tidak bermakna.

Naruto menatap langit tanpa bulan. Istana ini, tidak lagi indah tanpa pemiliknya.

Sarada ingin menghindar dan  pergi diam-diam. Itu berarti dia harus kembali lagi ke tempat tinggalnya.

Naruto menatap Sarada dengan mata biru yang terang. "Mari sedikit bernegosiasi! Lupakan masa lalu, dan tetaplah melangkah maju! Tidak perlu ada korban lagi!"

Sarada menatap Naruto dengan tatapan nyalang. Apa katanya? Sarada sudah sejauh ini. Dia sudah hidup dalam bayang-bayang kematian. Meratapi nasib ibunya. Membenci ayahnya. Pria ini seenak hati mengatakan dirinya harus rela?

"Tidak!" Sarada menyahut rendah. "Apakah Anda tahu, bagaimana Haruno dulu menjalani keadilan?"

Naruto masih menatap Sarada intens. Tanpa siapa pun buka mulut lagi, Naruto tahu. "Saya tahu segalanya." Bagaimana perjuangan Sasuke. Penipuan. Tuduhan. Hinaan. Dan keputusasaan Sasuke hingga mencetuskan perintah kejam. Lalu setelah itu, banyak dari mereka yang menanggung luka terpendam. "Termasuk saksi palsu di ruang sidang tadi."

Sarada memundurkan langkah.

"Apa bedanya Anda dengan mereka?" Naruto membelakangi Sarada. "Anda menghina bangsawan dengan kebohongan."

Langkah Naruto begitu pelan. "Jika Anda melindungi seseorang, maka orang lain juga berhak saling melindungi. Yang Mulia, Kaisar Terdahulu adalah orang yang jujur. Itulah sampai akhir pun beliau dianggap mulia."

Sarada kembali memundurkan langkah. Dia berlari menjauh seolah dikejar hantu.

Naruto hanya meliriknya melalui ekor matanya yang tajam. Kecuali Sarada tidak melindungi satu lalat pun, maka gadis itu memang siap berperang. 

.

.

.

Sarada berakhir di pasar malam dengan penutup kepala. Tidak ada jaminan jika dia bermain bersih maka semua akan berjalan bersih. Pasti akan ada orang lain yang akan bertindak kotor.

Kebenaran tentang Hinata baru diketahui saat ini saja, bukti kelalaian di masa lalu. Orang-orang di masa ayahnya masih mementingkan status bangsawan. Bersikap canggung. Dan takut. Menyedihkan, bukan?

"Sarada?"

"Sora?" Sarada berdiri. "Tidak seharusnya kau berkeliaran terus di ibukota."

"Satu dokter itu adalah suruhan Namikaze Naruto, tiga diantaranya milik Hyuga." Sora mengabaikan peringatan Sarada.

"Lalu?"

Sora memalingkan wajah. "Membunuhnya."

Sarada menatap pemuda itu ngeri. "Ada bangsawan, kan?"

"Aku baru tahu sesaat lalu," jawab Sora jujur.

Sarada menggigit bibir dalamnya. Kacau!

.

.

.

Memanfaatkan keadaan publik yang masih memanas, Sarada mengajukan gugatan. Ah, tidak salah dia bekerja sama dengan Shinki dan Sora. Itu harus mencela Hyuga hingga gembel pun harus tahu.

"Aku akan membentuk tim yang bisa melakukan pemeriksaan terhadap kinerja bangsawan, di luar tim penyidik keamanan." Tentu sebelum menentukan perintah, Sarada harus hati-hati.

"Apa fungsinya?" tanya Boruto sambil menulis beberapa referensi.

Senyum Sarada cukup bagus pagi ini. Semua orang bisa melihat, kecuali Boruto. "Selama ini golongan bawah selalu canggung jika harus memeriksa bangsawan. Karena jika menemukan keanehan, jika benar, mereka bisa naik jabatan, jika salah, sebaliknya, bumerang bagi mereka."

Sarada menatap semua orang terutama Shikadai yang harus menulis dan menganalisa. "Aku ingin tim ini tidak terpengaruh intimidasi bangsawan. Dengan visi dan misi yang jelas. Mengawasi dan menganalisa kinerja bangsawan untuk menjalankan tugasnya baik di dalam dan di luar istana. Ini bertujuan untuk perhitungan pajak terhitung jelas dan menghindari pemberontakan."

Sayangnya, tidak akan ada yang menyukai ide gila tersebut.

Sarada tersenyum dingin. "Jika tidak ada yang setuju, silahkan keluar dari sini dan jangan kembali lagi. Kalian dipecat!" Ini adalah sisi otoriter Sarada. Padahal orang-orang disini telah dipilih secara hati-hati. 

Tidak ada yang bergerak dan menanggapi untuk beberapa saat berlalu.

"Tetapkan anggotanya!" Boruto bersuara. Siapa pun itu, di masa ini, tetap tidak bisa menyalahi aturan bangsawan.

Kekaisaran dan bangsawan itu ibarat timbal balik. Tidak ada yang benar-benar berkuasa. Hanya saja, semua memang berpusat pada kekaisaran. Suara kekaisaran adalah sinyal bagi mereka untuk bergerak. Menolak atau setuju. Jika lebih besar setuju, maka penentang akan kalah dan pura-pura mengikuti aturan. Jika lebih besar penolakan, maka bangsawan dan rakyat akan melakukan perlawanan. Contoh kecilnya adalah demo di depan gedung istana yang sempat dilakukan beberapa waktu lalu. Jika semakin besar, mereka bisa membuat sekutu untuk adu senjata.

Boruto mendongak. Jadi, Sarada memilih yang mana?

Jika ruang kaisar ini diisi rakyat jelata lebih dominan, semua orang disini akan datang padanya selaku raja. Seharusnya Sarada tidak melupakan fakta, jika dirinya tidak bisa dipecat.

Sarada bersikap santai. "Saya menunjuk Uchiha Itachi, lalu wakilnya adalah Uzumaki Karin."

Kedua orang tersebut mendongak. Padahal Itachi satu-satunya yang tidak tertarik. Sedangkan Karin sudah gatal ingin menasihati Sarada secara pribadi.

Itachi mengusap keningnya. Dia sudah dipusingkan dengan masalah militer dan sekarang ditunjuk pada bidang lain. "Jadi ini tujuan Anda mengapa saya harus repot-repot ikut rapat pagi internal. Padahal ini bukan bagian saya."

Itachi menatap semua orang. "Dari pada saya yang mereka takuti, ada banyak orang berpotensi. Uzumaki Karin juga bukan orang yang cocok."

Karin mengangguk setuju. Ino-jin akan lebih baik. Atau bangsawan tinggi sekelas Boruto. Namun Boruto memang tidak seenaknya bisa diperintah. Bahkan Shikadai tidak cocok.

Sarada menghela napas dramatis. "Aku hanya prihatin pada Klan Uchiha yang tidak punya pekerjaan."

Apa katanya.

"Ini adalah posisi baru dan bagus untuk masa depan. Uchiha Itachi memiliki wajah yang sangar itu bukan kebohongan. Karena begitu tidak ada yang percaya pada Klan Uchiha, aku menetapkan Uzumaki Karin sebagai pengawas."

What the hell...

"Tapi Baginda... Seharusnya saya tidak terlibat disini dan saya hanya bertugas di kediaman Anda." Karin masuk istana sebagai dayang.

"Siapa peduli dengan itu. Sudah ada Cho-chou sebagai cadangan." Karena sejatinya, Karin hanya mengganggu.

"Sudah diputuskan!" Shikadai menengahi.

"Untuk kantor, nama lembaga, dan anggota, aku serahkan pada kalian berdua! Seperti biasa, serahkan laporannya secepat mungkin karena kalian sudah punya tugas pertama." Sarada juga ingin hari ini berjalan baik.

"Tugas pertama?" ujar Itachi tidak senang.

Ketika mendapatkan tatapan dari Sarada, Shikadai membagikan kertas pada peserta rapat. Ini adalah isi gugatan Sarada. Menyita sebagian besar kekayaan Hyuga dan menetapkan hukuman penjara pada Hinata.

"Dari dua puluh tahun masa jabatan ratu, seharusnya Hyuga sudah mengumpulkan keuntungan yang seharusnya bukan hak mereka. Lihat! Ini adalah kebaikan yang bisa aku berikan." Sarada melihat semua orang hanya mengangguk-angguk. "Geledah kediaman Hyuga sampai tanpa sisa! Mulai dari Istana Lavender, Kantor Hyuga dan Mansion Besar Hyuga!"

Mata Boruto menatap tajam pada Sarada.

"Oh, karena lembaga baru belum memiliki anggota, Raja Biru, seharusnya Anda membiarkan beberapa militer di bawah naungan Uchiha Itachi. Begitu juga dengan tim keamanan di bawah naungan Tuan Ino-jin."

Itachi menggaruk pipi-nya yang tidak gatal. Pasukannya saja sudah cukup.

"Fokus pada Hyuga saat ini!"

Sarada tidak akan membiarkan bangsawan yang dibayar Namikaze Naruto mengendus Sora. Naruto harus sibuk dengan ini.

TBC

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya NOT YOU — 86
4
2
NOT YOU, YOU ARE NOT MY SALVATION — 86
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan