NOT YOU, YOU ARE NOT MY SALVATION — 82
NOT YOU, YOU ARE NOT MY SALVATION — 82
Dalam mimpi Sakura,
Sakura terus berlari menjauhi cahaya. Pikirannya selalu memandunya selama ini, sang putri ada jauh di kegelapan sana. Sedikit pun, Sakura tidak memperdulikan rasa sakit di tubuhnya. Selama dia berlari dan beristirahat, dia tidak memikirkan apa pun selain Sarada. Belahan jiwa satu-satunya yang dia miliki.
Berulang kali, Sakura mengabaikan suara Sasuke yang memintanya untuk kembali. Sakura juga mengabaikan tangisan Sarada, karena itu palsu. Putrinya ada di sana, di ujung lorong gelap yang tidak kunjung dia dapati.
Hari ini, suasana hatinya begitu buruk. Suara tangis Sarada terdengar berbeda. Hal itu membuat Sakura panik dalam larinya. Dia panik hingga menjauhi garis yang biasa dia gunakan untuk berjalan lurus.
"Sarada!"
Entah sudah berapa lama mulutnya terbungkam, dan itu hanya untuk memanggil nama Sarada. Sekelebat pikiran buruk menghantui. Dia takut putrinya bertindak macam-macam.
"Sarada, kau bisa mendengar Ibu? Ibu baik-baik saja, Nak! Jangan lakukan apapun!" Sakura menangis pilu. Sejauh perjalanannya, Sakura tidak benar-benar merasakan tubuhnya sendiri. Namun apa ini? Dia bisa menangis dan merasakan pipinya basah.
Suara Sarada semakin nyaring dan bergema. Perlahan. Lari Sakura perlahan menjadi pelan. Dia menemukan sosok bocah yang menangis sambil memeluk lututnya. Benar, kan? Putrinya tidak ada di belakang tubuhnya, di dalam cahaya. Putrinya ada di kegelapan ini, dan Sakura menemukannya.
"Sarada!" tangis Sarada semakin keras. Sosok bocah itu perlahan menjadi besar dan berubah menjadi sosok wanita dewasa. Itu tetap Sarada.
"Sarada!" Sakura ingin menyentuh dan memeluk tubuh putrinya. Namun Sarada mendongak dengan raut wajah menderita, bahkan air matanya, adalah air mata darah.
"Ibu!"
Sakura terkesiap.
"Ibu! Hiks... Hiks... Ibu..."
Sakura mengenyahkan keraguannya.
"Aku membunuh Ayah, Ibu." Mata Sarada berpendar merah. "Aku membunuhnya. Hiks... Hiks... Aku membunuhnya, Ibu!"
Sakura hanya terdiam. Ini adalah hal yang di buat alam bawah sadarnya. Sakura melanjutkan tangannya yang ingin menggapai putrinya.
Namun seseorang menahannya. Belum sempat menoleh, tubuhnya sudah ditarik menjauhi Sarada. Lalu Sakura hanya bisa mengikuti untuk berlari berlawanan arah. Dia menoleh pada Sarada yang masih menangis pilu dan meneriakinya.
Sakura berbalik lagi menatap arah depan, lalu pada tangannya yang digenggam tangan dingin dan besar. Sakura menoleh perlahan. Mendongak untuk melihat siapa yang berani menjauhkannya dengan sang putri.
Ini aneh, itu adalah Sasuke. Sosoknya yang semula terlihat memakai baju putih sederhana perlahan berubah menjadi pria gagah dengan memakai pakaian resmi kaisar. Lalu, Sakura menyadari kulitnya tidak lagi kapalan, kulitnya halus mulus seperti belasan tahun lalu. Pakaiannya turut berubah dan dia merasakan mahkota berat menghiasi kepalanya. Mahkota kebanggaan Sakura untuk dipamerkan di masa lalu, tapi tidak seorang pun tahu isi hatinya. Bukan bobot mahkota itu yang berat, akan tetapi tanggung jawab yang akan dirinya pikul yang memberatkannya.
Sakura mundur, dia tidak ingin mengikuti pria ini menuju cahaya. Namun Sasuke tetap menariknya secara paksa. Gaun mereka berubah lagi dengan balutan gaun sederhana tapi elegan. Sasuke memelankan langkahnya karena Sakura memiliki keraguan di hatinya.
Sakura melihat sosok Sasuke masih muda, pun dengan kulitnya. Ini benar-benar bukan dirinya yang sekarang.
Nuansa mereka berubah dari waktu ke waktu. Taman yang indah, malam yang indah, suasana politik, festival meriah, masih banyak nuansa yang tidak bisa Sakura perhatikan dengan benar. Karena Sakura hanya bisa menatap aneh pada sosok itu.
Sakura melepaskan sepenuhnya genggaman Sasuke hingga kening pria itu mengkerut khawatir. Perlahan, rupa Sasuke berubah lagi. Itu Sasuke yang sudah berumur dengan wajah pucat dan bibir pecah. Namun pakaian resmi kekaisaran memang cocok di tubuhnya. Sakura melihat dirinya tidak berubah mengikuti pria ini.
Sakura tidak mengharapkan kehadiran Uchiha Sasuke dalam mimpinya. Dia akan berbalik menuju kegelapan dan menemui putrinya lagi, tapi kali ini Sasuke memeluknya lembut.
"Sarada bukan di sana." Suara Sasuke begitu lembut. Mirip dengan Sasuke di masa lalu.
Sakura akan berbicara, tapi suaranya tidak keluar. Alhasil, Sakura hanya menunjuk ke arah kegelapan seolah mengatakan jika Sarada ada di sana. Suara dan sosoknya ada dalam kegelapan itu.
Sasuke tersenyum lembut. Lalu menarik Sakura lagi. "Putri kita ada di sana. Dia sedang menangis karena kebingungan."
Sakura mendongak, tidak ada yang mengenal putrinya selain dirinya. Pria ini tidak mungkin tahu apa yang dirasakan putrinya. Namun anehnya, kaki Sakura memilih mengikuti.
Tangis Sarada semakin kencang terdengar. Sakura akan menoleh, tapi Sasuke menahan kepalanya.
"Jangan berbalik!"
Tiba-tiba, punggung Sakura di dorong ke depan. Sakura menatap tangannya yang kosong. Kemana Sasuke? Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia tidak bisa menoleh ke belakang. Punggungnya lagi-lagi di dorong keras.
Akan tetapi, Sakura justru merasakan frustasi. Apa yang sudah terjadi padanya? Sakura tidak mau kembali ke sana. Sakura terjatuh dan memeluk lututnya sambil menangis pilu di gerbang pintu yang semakin jelas penampakannya.
Sakura tidak terpengaruh meskipun Sasuke datang lagi di hadapannya dan memintanya lekas keluar dari sini. Instingnya mengatakan, dia harus tetap disini. Inilah tempat tinggalnya, meskipun Sasuke menangis darah sambil memohon padanya. Sakura tidak mau pergi.
.
Ayame menatap tubuh Sakura yang terguncang. Tumben sekali mata emerald-nya belum terbuka di jam tujuh ini. Biasanya Sakura sudah segar dan berjemur.
Namun kali ini, Ayame tidak berani mengajak Sakura keluar balkon. Suasana sedang kacau di luar sana, dan dia khawatir pembunuh yang menyerang kaisar akan menargetkan Sakura juga.
"Bangun, Kak!" Ayame menggenggam jari-jari Sakura. Biasanya kaisar sendiri yang akan menyuapi sarapan pada wanita ini, tapi itu tidak mungkin lagi. Semalam, saat Sarada dinyatakan sebagai kaisar, Ayame masih menguping di balik pintu. Kekaisaran mungkin akan menggelar upacara pemakaman tidak lama lagi.
Tiba-tiba Ayame terkejut dengan gerakan jari Sakura. Dia menatap wanita itu yang masih tertidur nyaman, lalu pada tangannya lagi. Dia berharap ini akan menjadi awal yang baik.
.
.
.
.
.
Ketika semua orang masih sibuk mengendalikan amukan para pejabat, Sarada memilih mencari dan mempelajari berkas-berkas yang dikatakan ayahnya. Sambil sesekali menatap ibunya yang duduk di kursi roda, Sarada mencoba mengambil semuanya.
Sarada akan tinggal di istana ini. Pembangunan ruang pribadinya langsung dirancang sedemikian rupa. Sarada tidak punya banyak waktu untuk menanggapi pro dan kontra atas kenaikannya menjadi kaisar. Apa pun keputusan akhirnya, Sarada tetap bertanggung jawab pada rakyat yang dititipkan ayahnya.
Sarada termenung pada satu berkas dengan tulisan Haruno. Dia melirik sang ibu, lalu membuka berkas tebal itu dengan menahan napas. Lama-lama, kemarahan Sarada kembali, rasa sedihnya atas kehilangan Sasuke menguap begitu saja. Ini adalah bukti-bukti jika Haruno tidak terlibat kasus-kasus yang dituduhkan di catatan Obito. Ini adalah bukti kuat, tapi ayahnya tidak mempublikasi?
Sarada harus mengamankan ini lebih dulu, dan memeriksanya lebih hati-hati. Jika melihat dari tanggal salinan dan urutan acak. Bukti ini ada setelah waktu kejadian telah berlalu. Sarada akan menyusunnya. Ada catatan tangan di halaman terakhir agar berhati-hati.
Hal yang harus Sarada tahu tentang medan pertarungan antara dirinya dan pejabat adalah profil mereka. Ayahnya benar-benar menulis kriteria mereka dalam sudut pandang pribadi. Bukan hanya pejabat-pejabat luar yang berkuasa. Bukan hanya pejabat tinggi, tapi mereka yang pernah masuk istana, profil mereka ditulis rapi. Bahkan karakter Kakashi, Naruto dan orang-orang yang notabenenya adalah orang kepercayaan ayahnya ditulis. Bukan hanya kebaikan, beberapa keburukan, juga mencari keuntungan dari kebaikan dan keburukan setiap orang juga ada.
Tangan Sarada jatuh pada profil ibunya. Sarada langsung menangis keras karena ini ditulis paling rapi dan detail. Seperti buku diary, tapi ini jelas ditulis untuk tujuan politik. Bahkan mimik ibunya ketika marah, sorot mata ibunya ketika ada maunya. Bagaimana cara menuruti dan menolak kemauan ibunya tanpa terkesan menolak. Semuanya ada. Hanya saja, kisah haru itu harus berakhir di saat usia ibunya berusia dua puluh tahun. Sisanya hanya profil singkat tentang perubahan ibunya secara drastis, hingga riwayat sakit, riwayat bunuh diri, dan upaya pengobatan yang sudah dilakukan.
Bunuh diri? Adalah hal yang tidak ingin Sarada dengar dari siapa pun. Ibunya yang dia percayai, tidak mungkin melakukan itu.
Sarada tidak ingin terlarut dalam kesedihan. Dia cepat-cepat membuka bagian kekayaan kekaisaran yang belum diolah dan masih tanpa hunian. Lalu pada beberapa aset yang sudah dikelola beberapa klan maupun perorangan. Dari sini, Sarada tahu, ayahnya tidak ingin dirinya dibodohi terkait pajak atau anggaran yang dimiliki negara. Ada juga banyak kerja sama dalam atau pun luar negeri yang harus segera Sarada kuasai.
Sarada akan bersikap sewajarnya. Dia akan berusaha tidak terintimidasi oleh jalannya penyelidikan. Setidaknya untuk saat ini, Sarada akan menjalankan sistem negara sesuai titipannya. Sarada bisa mengakui kesalahannya suatu saat nanti, jika tujuannya juga terpenuhi.
Saat ini, Sarada hanya harus mempercayai Kakashi. Orang yang dia tahu telah mengetahui kejadian sebenarnya. Orang yang tahu bahwa dirinya adalah pelakunya. Orang yang mungkin bisa menyetirnya dengan ancaman yang pria itu miliki. Lalu, Sarada akan tetap mengendalikan Orochimaru. Dokter berwajah dua, yang entah memihaknya atau tidak.
.
.
.
.
.
Sarada keluar dari kamarnya karena mendengar panggilan dari ruang kerja Sasuke. Beberapa pihak Uchiha masih mengawasi istana ini. Ya, Sarada yang memintanya dengan alasan dirinya dan sang nenek masih bersedih. Padahal, Sarada butuh mempelajari semuanya dan dia tidak tega membiarkan neneknya bersikeras menyuarakan haknya.
Saat memasuki ruangan, semua orang menunduk dan menghormatinya berlebihan. Itu tidak terbiasa bagi Sarada. "Ada apa?" Dengan hati getir, Sarada berjalan ke arah kursi ayahnya dan mendudukinya dengan beban berat.
"Kami menemukan surat wasiat resmi." Itachi berucap tenang.
Kakashi mengantarkan selembar kertas di hadapan meja Sarada.
Satu hal yang pasti, itu adalah lembaran dengan materai emas dan tanda darah.
"Kami akan mengkonfirmasi pada pihak kuil jika Anda setuju." Kakashi berujar datar.
Tidak ada yang benar-benar bisa tersenyum setelah beberapa hari ini. Sarada bisa merasakan aura permusuhan yang ditekan kuat. Namun, Sarada merasa pundaknya ditepuk keras, berulang kali setiap dia hanya ingin menyerah, atau Sarada hanya tidak ingin berpura-pura dan ingin menghajar mereka semua. Akan tetapi, akan jadi kaisar seperti apa jika dia mengedepankan ego di saat awal dengan penuh gejolak seperti ini.
Setelah menelan ludahnya susah payah, Sarada baru bisa membaca isi dokumen secara keseluruhan. Matanya terbuka lebar, lalu mengedarkan pandangan. Mencari seseorang. "Siapa yang menemukan dokumen ini?"
"Kami semua di sini, sesaat setelah dokumen itu ditemukan, kami mengabari Anda."
Alis Sarada mengkerut cemas. Terlalu banyak saksi, dan mereka bukan orang biasa yang bisa Sarada lawan sekaligus. Sarada melihat Naruto yang terdiam tanpa menoleh padanya sejak tadi. Masih di posisi sama saat kedatangannya.
"Jika tidak ada salinan dokumentasi di kuil, ini tidak sah?" Sarada meminta pendapat Itachi.
"Tanggal yang tertulis di sana masih baru. Kemungkinan untuk melihat salinan dokumen itu, tidak ada. Bagaimana pun, ini bisa diasumsikan jika Baginda Kaisar Sebelumnya baru akan mengirimkan ke kuil. Ketika kita meminta konfirmasi dari kuil, itu tidak lebih apakah itu tanda darah kaisar atau bukan. Jika itu menunjukkan hasil positif, dokumen ini sah secara hukum kekaisaran." Shikamaru menjelaskan sejelas mungkin.
Sarada tetap menatap Itachi, atau Shusui. Ini tidak bisa dibiarkan. "Bagaimana bisa orang luar diberikan jabatan dan wewenang kekaisaran?" tanyanya marah.
Surat wasiat yang tertulis di sana kembali membakar amarah Sarada pada Sasuke. Sarada tertulis sebagai anak satu-satunya yang akan mewarisi semua harta dan gelar Sasuke. Namun, ada syarat dalam peresmiannya. Sarada diharuskan menikah. Menikah? Dia harus menikah di saat baru saja bercerai?
Bukan hanya itu. Sasuke meresmikan Namikaze Boruto sebagai Raja Biru. Raja yang memiliki peran khusus dalam masa pemerintahan Sarada. Lebih tinggi dari pangkat perdana menteri, tapi lebih rendah di bawah kaisar. Itu sama saja ikut campur dalam apapun yang diputuskannya, Sarada bisa menilai begitu.
Sarada hanya punya masa jabatan lima tahun? Bayangkan, hanya lima tahun untuk pewaris sah satu-satunya. Jika dia tidak menikah dengan Namikaze Boruto selaku Raja Biru.
Jika Sarada memilih menikah dengan pria lain dan memiliki anak. Gelar kaisar akan ditangguhkan dan posisi Sarada jadi turun, setara dengan Boruto dan menjadi Ratu Onyx. Baik Sarada atau Boruto tidak bisa mewarisi keturunannya dengan gelar yang dimilikinya semasa hidup. Lalu gelar kaisar akan dikembalikan pada Klan Uchiha, pada generasi setelah anak pertama Sarada.
Sial!
Sarada melihat tanggal yang tertera. Bahkan, dia masih menjadi istri Shinki saat itu. Apa ayahnya benar-benar waras?
Tidak akan ada masalah legitimasi jika Sarada memilih menikah dengan Boruto. Itu memang baik untuk masa depan keturunannya. Namun, Sasuke bukannya tidak tahu, jika Sarada tidak sedang memikirkan keturunan saat ini. Saat dia telah gagal menjadi seorang ibu. Saat dia telah bercerai, Sarada tidak memikirkan akan menikah lagi.
Ayahnya benar-benar bisa menilai dirinya. Ketika Sarada memilih tidak menikah sama sekali, masa depan Kekaisaran Uchiha akan hancur. Tidak akan ada generasi setelah anak pertama dari Sarada dari Klan Uchiha. Artinya, kekaisaran selanjutnya bukan dari Klan Uchiha dan ini adalah surat wasiat ambigu bagi seluruh klan.
Sasuke jelas menguji Sarada dengan keadaan tersebut. Apakah dirinya perduli pada rakyat? Atau bertindak sesuai kehendak egonya?
Menyerahkan takhta pada Klan Uchiha, adalah ketakutan Izana. Sarada ingat itu. Jika dirinya mati saat ini tanpa keturunan, dan Klan Uchiha tidak punya hak tunggal untuk memilih kaisar mereka, maka masing-masing klan akan mengajukan kebolehan perwakilannya. Artinya sistem negara pun berubah secara total. Sarada bisa memperkirakan akan terjadi perang besar saat itu.
Sarada menaruh surat itu pada meja. "Panggil pihak kuil!" Sarada menarik diri. Sebelum dia keluar, dia melirik Kakashi dan memberi kode untuk mengikutinya secara rahasia.
.
Secara alami, Sarada memikirkannya. Tentang kelanjutan negeri ini. Dia tidak mungkin mengangkat Orochimaru yang tidak pernah terlibat dalam politik, dan berpotensi mengkhianatinya.
Ketika pintu kamarnya diketuk, Sarada tidak menoleh, tetapi pintu itu terbuka dengan sendirinya.
"Kau yang membawa pesan itu?" Sarada tidak perlu bertatapan wajah.
Kakashi hanya terdiam. Setelah semua tim medis memilih angkat tangan dengan Sasuke, dan alat kehidupan itu dilepas, Kakashi lebih baik mengundurkan diri dari pada mengikuti anak ini. "Baginda tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Jika itu diumumkan pada kami, Naruto akan menentangnya."
Kening Sarada mengkerut sambil melirik Kakashi dari samping. Ya, alasan Sarada tidak mau menanggapi teman kecilnya, selain darah Hyuga juga karena Naruto. Ingatan masa lalunya masih sangat jelas. "Katakan dengan jelas!"
"Secara logika saja, Anda adalah janda. Sedangkan Boruto adalah pemuda terhormat tanpa cela. Orang tua mana pun pasti memikirkan ulang, sekali pun, Anda putri Kaisar satu-satunya." Kakashi mengepalkan tangan. Lalu menatap punggung Sarada dengan tatapan tajam. 'Pembunuh!'
Sarada terdiam. Nyatanya, Naruto bersikap waspada padanya sejak dulu. Karena ingin memasukkan Himawari sebagai permaisuri.
Kakashi menghela napas kasar. "Bagaimana pun, tidak baik Anda memanggil saya seperti ini. Tidak akan ada yang berubah. Ketika Baginda Kaisar Terdahulu tidak ada, semua protokol dalam istana pasti akan berubah. Termasuk saya. Saat itu, saya pun akan angkat tangan tentang keputusan Anda."
Sarada mengangkat kepalanya angkuh. "Begitu? Untuk seseorang yang berani menutupi pelakunya. Kakashi, aku pikir kau punya tujuan lain."
Kakashi tidak terpengaruh. "Apa pun tujuan saya, bukan urusan Anda." Dia tidak akan membuat Sarada besar kepala. Karena meskipun dalam keadaan sekarat, Sasuke masih melindunginya. Itu akan menjadi tugasnya sampai mati, tapi jika Sarada ingin bunuh diri dengan tindakannya, itu bukan salahnya.
Sarada mengepalkan tangan erat dan menggigit bibirnya. "Kalau begitu, siapkan pemakaman untuk Kaisar segera!"
Kakashi melotot tajam. Dia tahu Sarada yang membuat Sasuke begini. Dia tahu manusia di depannya ini tidak punya hati. Namun mengubur mayat yang masih bernapas, itu sudah kelewatan.
Kakashi menjatuhkan lutut dengan keras. "Urungkan perintah Anda!" Dalam ketegasan suaranya, air mata Kakashi mengalir deras.
"Kenapa aku harus bersikap lembek? Pada orang-orang yang menentangku?" Sarada merasakan kuku tangannya menancap di kulitnya. "Kenapa aku harus mempertahankan, seseorang yang memang akan mati?" Sarada berbalik dan melihat sendiri kelemahan Kakashi dengan mata kepalanya sendiri.
Sarada maju dan tepat berdiri di depan Kakashi. "Kaisar akan mati. Tapi kalian tidak kunjung menyingkir dari sampingnya."
"Tolong urungkan perintah Anda!" Kakashi teguh pada ucapannya.
"Itu hanya memakan biaya anggaran yang tidak berguna," ucap Sarada angkuh.
Kakashi mencium punggung tangan Sarada. "Izinkan saya mengatur anggarannya, Baginda!" Berat rasanya. Jika dirinya harus kembali melayani Sarada. Hatinya tercabik-cabik secara perlahan. Namun, dia tidak mau membiarkan Sasuke begitu saja.
"Tunjukkan kesetiaan kamu, Kakashi!" Sarada tahu, ini berbahaya. Namun, setidaknya dia harus mempertahankan satu dari tiga pendukung Kaisar sebelumnya. Di sisinya.
"Saya bersumpah pada Dewa Amaterasu!" Gadis kecil yang mengancamnya. Gadis yang menghancurkan istana kekaisaran yang di bangun Sasuke susah payah. Kakashi hanya diizinkan untuk melihat kehancurannya.
Dalam diamnya, Sarada menatap Kakashi tajam.
.
.
.
.
.
Sarada dan Mikoto menghadiri pemakaman megah di distrik Klan Uchiha. Satu minggu paska jatuhnya Sasuke, Izana menghembuskan napas terakhirnya.
Sepanjang jalan menuju Distrik Uchiha dipenuhi karangan bunga kematian. Dari warga sipil yang terkena dampak rasis dari Klan Uchiha. Sarada memperhatikan, kenapa mereka harus ikut bersedih dengan pemimpin daerah seperti itu? Sedang saat kematian pun, hanya ada para Uchiha di antara penggiring pemakaman. Kenapa warga sipil turut menangis?
Wajah tua Izana dalam peti mati pun penuh dengan karangan bunga. Semuanya dengan khidmat memberikan belasungkawa. Katanya pria ini terus memanggil nama ayahnya begitu mendengar kaisar sekarat. Sarada menebak, surat wasiat yang bahkan tidak bisa Kakashi ubah itu telah sampai pada pria ini.
Tengah hari, peti mati itu ditutup. Bunyi genderang kematian menyayat hati. Sarada menatap langit mendung dengan taburan bunga yang sengaja dilemparkan. Dia teringat saat tubuh kaku Rakuzan dalam gendongan ayahnya. Lalu ayahnya, mereka hanya menanti hari ini akan tiba.
Sarada menatap rombongan di depannya. Dirinya dan sang nenek-lah yang paling depan setelah penggotong peti mati. Namun penglihatan Sarada sepertinya memang bermasalah. Dia bisa melihat sosok ayahnya di antara pembawa peti. Hal itu terus berlanjut sampai sekali lagi peti dibuka, sosok itu tengah mencium punggung tangan Kakek Izana. Bahkan sosok itu turut menguburkan ke dalam lobang. Memberi taburan bunga dengan raut kesedihan.
Sarada tidak mau mati karena penasaran. Dia mendekati sosok itu, dan tidak ada. Tidak ada tambahan anggota. Justru, Sarada jadi bergerak maju dan harus menggantikan posisi sosok yang Sarada perhatian sejak tadi. Tidak mungkin itu ayahnya. Menurut laporan mengatakan jika ayahnya memendam benci pada Klan Uchiha.
"Anak baik." Mikoto memuji Sarada begitu kembali dari menabur bunga.
Hal itu membuat Sarada bingung. Karena lagi-lagi dia melihat sosok yang hilang tadi.
.
Sarada tidak membiarkan masalah internal dalam Distrik Uchiha menjadi larut. Dia dan neneknya masih sibuk di istana. Ini adalah masalah kepemimpinan Uchiha selanjutnya.
Ada sekitar sepuluh orang tetua termasuk Sarada dan Mikoto. Mereka biasanya akan adu kekuatan untuk menentukan kepemimpinan. Kekuatan fisik dan kekuatan pola pikir. Namun Sarada ingin melewati itu semua. Kali ini, dia punya wewenang.
"Aku memegang prestasi semua anggota dalam dua tahun terakhir. Ini seharusnya sudah mewakili kekuatan bertarung, kekuatan militer, keterampilan bisnis atau pun keterampilan politik. Aku menunjuk Uchiha Obito untuk memegang kursi sebagai ketua klan." Jelas Sarada tidak memakai basa basi.
Semua orang terdiam dingin dengan ucapan Sarada.
"Sarada!" Mikoto menegur cucunya.
"Cukup hanya masalah kekaisaran yang memiliki masalah berlarut-larut hanya karena pergantian pemimpin. Klan Uchiha adalah wajah asli kekaisaran. Tunjukkan jika masalah internal cukup mudah diatasi!"
Obito sebagai yang tertunjuk tidak menunjukkan minat apa pun.
"Pemilihan ketua klan adalah berdasarkan keinginan. Lalu mencalonkan, kemudian diseleksi dengan ketat." Izumi mengutarakan maksudnya.
"Aku melewati itu. Yang ditunjuk harus patuh dan bertanggung jawab!" Sarada menatap semua orang yang hadir.
Itachi menghentikan Izumi yang akan berbicara tentang prosedur lagi.
"Apa yang Anda inginkan dari saya?" Obito menyimpan gelas arak miliknya, lalu menatap Sarada tajam.
Sarada membalas tatapan itu. "Dunia baru dari Klan Uchiha."
Obito tertawa nyaring. "Kau salah memilih orang." Keinginan terbesar Obito adalah menjadi kaisar, tapi terlalu banyak hukum Uchiha hingga dia harus tertahan dalam klan. "Lupakan! Aku bukan orang yang akan mengubah dunia."
"Kalau begitu, sudah diputuskan!" Sarada tidak ingin dibantah.
.
.
.
.
.
Sarada kembali ke istana tidak lama kemudian. Mikoto masih tetap bertahan sampai acara pelantikan tiba.
Biar bagaimana pun, Sarada juga harus menyiapkan pelantikan untuk dirinya sendiri. Kakashi banyak membuang protokol lama dan mengganti yang baru. Yang muda melalui seleksi ketat. Pun Naruto dan Shikamaru yang mengundurkan diri dengan sendirinya. Namun, mereka masih punya hak untuk menjenguk Sasuke. Sarada tidak tahu yang seperti itu ada dalam aturan.
Untuk pelaku, entah bagaimana kasus itu bisa berakhir dan pelaku yang dituduhkan ada. Bahkan Kakashi dengan kejamnya mengharuskan Sarada datang untuk menyaksikan pelaku hukuman mati. Di depan matanya. Tentu saja, di belakang semua orang, sehingga Sarada jadi punya trauma tersendiri.
Urutan posisi para menteri otomatis bergilir. Naruto ditunjuk dewan sebagai perdana menteri setelah menggeser para tetua diatasnya. Pun Shikamaru yang menjadi menteri luar negeri. Hanya saja mereka tidak lagi dalam genggaman kekaisaran. Sedangkan Kakashi masih sebagai ajudan dan penasihat kaisar.
Karin secara khusus ditunjuk sebagai sekretaris pribadi. Shikadai diangkat menjadi sekretaris istana. Cho-chou sebagai kepala koki istana. Mitsuki sekretaris Boruto. Ino-jin sebagai tim keamanan pusat istana. Boruto, dia akan dilantik menjadi Raja Biru sesuai wasiat. Semua, Kakashi yang mengatur dengan berbagai pertimbangan watak gadis itu sendiri.
"Tetua klan yang tidak boleh Anda tinggalkan adalah Tuan Jiraiya dan Nyonya Tsunade!"
Sarada duduk di kursinya dengan gusar. Apa yang direncanakan Kakashi sesuai perkiraan ayahnya di buku catatan. Seolah tebakan kedua orang itu adalah tepat. Hanya saja, dia tetap harus membiarkan surat wasiat itu berjalan?
"Aku ingin memasukan satu orang lagi di barak militer." Sarada tidak harus memusingkan hal yang belum pasti.
"Katakan saja Baginda!" Kakashi bersuara rendah. "Ada banyak posisi kosong di militer saat ini karena pergiliran kekuasaan."
"Uchiha Itachi."
Kakashi terdiam cukup lama. Ini tidak masuk akal. "Itu tidak bisa."
"Tidak ada yang melarang istana kekaisaran dan Klan Uchiha untuk merubah aturan. Aturan sekarang dibuat oleh perjanjian orang tua sebelum Raja Madara dan Kakek Izana. Itu tidak lagi sinkron di masa kini." Sarada ingin menghilangkan rasis di kalangan klan-nya sendiri.
"Itu tetap tidak bisa tanpa perjanjian resmi Kaisar dan Ketua Klan Uchiha saat ini. Untuk melewati itu, Anda berdua harus telah dilantik secara resmi. Lalu mengadakan sidang terbuka dari semua kalangan ketua klan." Kakashi bersikeras karena itulah aturan yang berlaku saat ini.
Sarada akan memaksa Obito. "Itu tidak akan lama lagi."
Kakashi tidak senang. "Menempatkan Uchiha lain dalam kekaisaran hanya akan memperburuk keadaan."
"Karena kalian punya ketakutan tidak berdasar. Dibandingkan Boruto, para Uchiha lainnya lebih berhak mengisi posisi raja." Sarada tertekan dengan kehadiran Boruto.
"Anda hanya tidak pernah memahami mengapa Kaisar begitu keras terhadap Anda." Kakashi tidak ingin terpancing. Meski pada dasarnya itu kesalahan Sasuke sendiri yang membiarkan Sarada terikat dengan permaisurinya.
.
.
.
TBC
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰