
Reinkarnasi di dunia isekai jadi tuan putri or bangsawan? Mana enak! Jadi budak lah... tidur bareng tikus sama kotorannya. Mending tikus di cerita cinderella, ini tikus beneran. Jijay!
Bab 1 : Reinkarnasi or Isekai?
Aku membuka mataku setelah mencium bau busuk. Sialnya pemandangan yang aku lihat sangat amat menjijikan. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Aku tidur di ruangan yang dipenuhi kotoran tikus dan tikus itu sendiri.
Huekk!
Ada apa ini? Aku ada dimana? Bukankah aku baru saja pulang dari kampus?
Pikiranku berkecamuk.
Huekk!
Lagi-lagi isi perutku keluar karena tidak tahan dengan bau kotoran tikus yang menyengat.
Tiba-tiba seorang wanita tua masuk ke dalam ruangan. "Apa yang kau lihat? Cepat bangun!" Bentaknya. Rambutnya yang memutih menandakan bahwa umurnya mungkin sudah enam puluh tahun.
Wanita tua itu mengenakan pakaian pelayan ala kerajaan barat zaman dahulu. Tubuh gendut serta wajahnya yang penuh keriput itu jadi terlihat menakutkan. "Anda siapa?" Tanyaku ragu-ragu. "Jangan buat drama. Cepat bangun, dan kerjakan pekerjaanmu!" Bentaknya, lagi.
Aku langsung bangkit dari tempat tidur lapuk itu dan bergegas keluar dari ruangan yang tidak pantas disebut kamar itu. Lebih tepatnya di sebut kandang tikus saking sempit dan kotornya.
"Selamat pagi Rosela." Sapa gadis berambut coklat terang yang mengenakan pakaian yang sama dengan wanita tua tadi. Wajahnya dipenuhi oleh bintik-bintik. Entah itu memang dari lahir atau karena digigit serangga.
"Rosela?" Kataku setelah baru sadar dipanggil dengan nama yang tidak ku kenal.
"Apa kau lupa dengan nama sendiri?" Tanya Perempuan itu.
Keningku berkerut. Apa maksud dari gadis itu, aku bahkan tidak mengenalnya.
Ketika aku melihat kedua tanganku yang kotor aku langsung menyadari bahwa itu bukan tubuhku. Lantas aku berlari ke tepi kolam ikan yang tak jauh dari tempatku berdiri. "Astaga!" Pekikku kaget.
Mata merah serta rambut hitam gelap yang aku lihat dari pantulan air kolam adalah diriku?
Tunggu, apa aku bereinkarnasi seperti novel-novel yang sering aku baca?
Aku memutar. Sebelum terbangun di dunia ini aku teringat bahwa aku ditabrak truk ketika hendak menyebrang jalan menuju rumah. Dan, kalaupun Aku terbangun di dunia isekai ini, Aku tidak ingat pernah membaca novel dengan tokoh perempuan bernama Rosela.
"Um, siapa nama raja kita saat ini?" Tanyaku penasaran, soalnya novel isekai yang aku baca memiliki nama raja yang berbeda-beda.
"Raja Zander." Jawab gadis itu.
"Pangeran?" Tanyaku memastikan. Aku masih belum bisa mengingat nama raja tersebut.
"Dietrich." Jawab gadis itu terlihat kebingungan melihat tingkahku.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ini adalah dunia novel yang lusa kemarin aku tamatkan membacanya. Rainbow Behind The Cloud, judul novelnya. Dimana kisah cinta sang pangeran mahkota dengan seorang putri bangsawan kelas bawah.
Tapi aku tidak pernah dengar nama tokoh Rosela ini. Apa aku hanya npc? Gawat! Aku tidak mau tinggal di tempat mengerikan ini selamanya. Seperti tokoh reinkarnasi yang lain, aku harus merubah nasib! Titik!
"Rosela! Riri!" Maki Wanita tua tadi ketika melihatku berdiri dengan gadis tadi.
"Yes, Madam Greta!" Jawabku spontan. Aneh, padahal aku baru kali ini melihatnya, tapi namanya langsung terucap di bibirku begitu saja. Mungkin karena tubuh ini.
"Kau pikir dengan bergosip semua pekerjaan bisa terselesaikan?!" Makinya emosi.
Aku lantas menunduk. "M-maaf," kataku.
"Maafmu tidak akan membantu! Cepat bekerja!" Makinya.
"B-baik!"
Sekarang namaku bukan Puja lagi, tapi Rosela. Dan, sepertinya nama itu sudah melekat di tubuhku, buktinya karena tubuhku langsung merespon jika di panggil dengan nama itu.
"Sepertinya kepalaku terbentur kemarin malam. Namamu siapa?" Tanyaku kepada gadis itu.
Perempuan berambut coklat muda itu tertawa. "Jangan bercanda, namaku Riri. Masa kau lupa." Ucapnya sedikit kesal.
"Oke Riri, mulai sekarang kita teman." Kataku sok akrab.
Riri menghela nafas, ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Rosela. "Ada-ada saja," Ucapnya sambil memberikan gagang kain pel ke tanganku. "Lebih cepat selesai lebih baik." Katanya. Aku pun mengangguk setuju.
Rosela Pov End.
👑👑👑
Sudah tiga bulan Rosela menjalani kegiatan yang sama setiap harinya. Sepertinya ia hanyalah seorang budak yang bekerja membersihkan kebun belakang rumah seorang bangsawan. Tapi, tempat tinggal yang disediakan oleh bangsawan itu sungguh sangat kejam. Mereka pikir budak itu adalah binatang peliharaan makanya diberi tempat tinggal yang sesuai, dan itu sangat tidak manusiawi.
"Rosela, ayo bangun." Riri mengoyang-goyangkan tubuh Rosela.
"Aku muak hidup seperti ini." Ucap Rosela sambil menahan tangis. Bahkan hidungnya sudah terbiasa mencium bau busuk kotoran tikus, dan tidak mual lagi. Walau kehidupan sebelumnya ia memang miskin, tapi hidupnya tidak semenderita ini.
"Aku tau, tapi kita sudah di takdirkan seperti ini. Sampai mati pun takdir ini tidak akan lepas." Kata-kata Riri memang benar, sistem kerajaan yang memandang kasta ini memang mengerikan.
Rosela pikir ia akan bereinkarnasi di tubuh nona bangsawan muda, ternyata malah npc budak yang bahkan tidak tercantum di novel sama sekali.
"Aku pasti akan merubah takdir. Dan, aku berjanji akan mengangkat derajatmu juga." Ujar Rosela berapi-api.
Riri tersenyum karena tersentuh dengan kata-kata Rosela. "Baiklah, jangan sampai kau melupakan janji itu." Ingatnya.
Rosela tersenyum sambil memperlihatkan giginya. "Tenang saja, aku bukan orang yang mudah mengingkari janjinya sendiri." Katanya.
"Baiklah, ayo bangun." Ucap Riri. Rosela pun menurut.
Mereka berdua pergi ke area kebun. Memangkas semak-semak, mencabut rumput kecil yang mengelilingi tanaman, serta menyapu dedaunan yang jatuh memenuhi area kebun tersebut. Semua itu setiap hari mereka kerjakan tanpa mengeluh, kalau mengeluh jatah makan akan dikurangi. Kurang ajar memang, tapi begitulah kehidupan mereka.
"Aku dengar gelar putra mahkota jatuh kepada pangeran Benjamin, bukan pangeran Dietrich, padahal dia adalah pangeran pertama sekaligus anak pertama Raja Zander." Ujar Riri.
Rosela tau masalah itu, ia juga tau Dietrich akan menjadi grand duke yang akan menguasai kerajaan nantinya, walau adiknya menjadi raja, pangeran Benjamin hanya sibuk mengejar cinta gadis bangsawan rendahan.
"Aku tidak mau memimikirkan permasalahan mereka, yang mau aku pikirkan adalah bagaimana caranya agar kita berdua bisa keluar dari sini." Ujar Rosela sambil menghela nafas.
Jika di pikirkan kembali, Rosela sudah banyak membaca cerita reinkarnasi maupun isekai, tapi baru kali ini ia ada tokoh semenderita dirinya. Lebih baik menjadi tokoh yang diasingkan oleh keluarganya sendiri asalkan hidupnya kaya dan terjamin dari pada menjadi budak seperti ini.
"Oiya, aku baru ingat. Di jalanan kota akan diadakan festival atas keberhasilan pangeran Dietrich dalam peperangan di selatan." Terang Riri.
"Kasihan, sudah memenangkan peperangan gelarnya sebagai putra mahkota malah diberikan kepada adiknya yang hanya berdiam diri di istana." Ucap Rosela.
"Sstt... jika ada yang mendengar, nyawamu bisa melayang." Tegur Riri.
"Ups, maaf."
"Untuk menghibur diri, bagaimana kalau kita menyelinap pergi untuk melihat festival?" Ajak Riri. Ia ingin menghibur Rosela yang hampir menangis setiap hari karena tidak tahan dengan bau kotoran tikus.
"Ide yang bagus, aku juga belum pernah melihat festival." Ungkap Rosela setuju. Ia juga penasaran kondisi di luar sana.
"Makanya kita harus cepat-cepat selesaikan pekerjaan ini dan menunggu langit gelap agar bisa kabur keluar." Ujar Riri.
Malam pun tiba.
Mereka benar-benar menyelinap keluar.
Rosela dan Riri pun pergi ke alun-alun kota untuk melihat festival. Dan benar, dipenuhi rakyat yang juga ingin menikmati festival.
Dan rombongan pengeran Dietrich pun mengalihkan pandangan Rosela.
"Jadi, yang menunggangi kuda putih serta rambut hitam legam itu Dietrich?" Tanya Rosela takjum. Baru kali ini dalam hidupnya melihat manusia se-sempurna Dietrich, sangat tampan. Apalagi Dietrich adalah tokoh favoritnya di novel itu.
"Iya." Angguk Riri.
"Ungkapan seperti 'pangeran berkuda putih' memang tidak salah." Ucap Rosela masih tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Dietrich.
"Richy!" Teriak Rosela keras. Ia jadi teringat nama panggilan yang diberikan oleh Daphne.
Sontak para pengawal yang berdiri di sekeliling pangeran langsung menghunuskan pedangnya ke leher Rosela. Riri yang tadinya berdiri di samping Rosela dipaksa mundur oleh pengawal lainnya.
Rosela menelan ludah. Keringat dingin bercucuran dari kepala sampai mata kakinya saat ini. Rosela tidak sadar jika ia berada di sebuah novel, tidak wajar memangil nama seorang pangeran dengan lancang seperti itu. Apalagi dari mulut seorang budak sepertinya. Itu adalah sebuah pelanggaran.
"Budak ini lancang memanggil nama pangeran." Kata salah seorang pengawal.
"Richy! Aku tidak bermaksud___" Rosela tidak jadi melanjutkan ucapanya karena pedang-pedang itu semakin mendekati kulit lehernya.
"Lancang sekali! Seorang budak tidak pantas menyebut nama pangeran yang agung." Bentak pengawal yang lainnya.
"Bisa kau singkirkan pedang-pedang ini dari leherku?" Ujar Rosela sambil menatap Dietrich. Tidak ada tatapan ketakutan sedikit pun terpancar dari sorot mata Rosela. Dan itu membuat Dietrich tertarik.
"Singkirkan pedang kalian." Perintah Dietrich.
"Richy aku minta maaf." Ucap Rosela.
Jantung Dietrick berdetak. Sudah lama ia tidak mendengar nama panggilan itu semenjak mendiang ibunya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Bahkan sang raja pun tidak tau dengan nama panggilan itu. Bagaimana seorang budak bisa tau.
"Bawa budak itu ke istana." Perintah Dietrich.
Tiba-tiba lengan Rosela langsung diapit oleh dua pengawal Dietrich. "Lepas!" Ronta Rosela.
"Rosela!" Teriak Riri panik ketika melihat pengawal membawa Rosela dengan paksa.
"Riri tolong!" Teriak Rosela, namun Riri tidak bisa berbuat apa-apa.
Bab 2 : Pemaksaan.
"Lepas anjing!" Umpat Rosela ketika dirinya di paksa untuk masuk kedalam barak latihan para prajurit kerajaan.
Beberapa waktu sebelumnya Rosela memang terpana dengan kemegahan istana kerajaan, namun dirinya ditarik ke tempat yang dipenuhi oleh para pria dan senjata.
"Kenapa kau bawa-bawa nama hewan?" Tanya Prajurit berambut coklat.
"Itu umpatan dari negeri asalku." Jawab Rosela kesal. Ia masih tidak bisa menerima dirinya dibawa paksa seperti ini. Nasib Riri bagaimana? Jika Margaret tau Riri pasti akan dihukum dengan kejam. Semua ini salahnya karena ingin melihat festival.
"Ouh..." Prajurit itu tiba-tiba tersadar, "kau mengumpatiku?" Tanyanya marah.
Rosela mengangguk.
"Dasar budak tidak tau diri!" Bentaknya.
Rosela terlonjak kaget mendengar suara tinggi prajurit itu ketika membentaknya. Walau sering dibentak Margaret, bentakan dari seorang pria lebih menakutkan.
"Kalau bukan karena perintah Pangeran, kami juga tidak mau membawa budak sepertimu. Entah apa yang di pikirkan Yang Mulia mau memungutmu." Ujar prajurit berambut pirang.
"Baru kali ini aku melihat gadis berambut hitam sepertimu." Kata Prajurit yang memaki Rosela tadi.
"Bahkan matanya merah. Sudah seperti penyihir saja." Sambung Prajurit brambut pirang.
Perkataan mereka memang benar. Kebanyakan orang di kerajaan memiliki rambut coklat, pirang, serta kemerahan, jarang ada orang dengan rambut hitam selain Pangeran Dietrich tentunya. Dikerajaan yang punya rambut hitam adalah Pangeran dan mendiang Ibunya. Karena Raja memiliki rambut pirang serta mata biru, dan yang diturunkan ke Dietrich hanya mata birunya saja. Berbeda dengan Pangeran Benjamin, ia memiliki mata biru serta rambut pirang dari Raja. Itu juga dikarenakan faktor ibunya yang juga berambut pirang.
"Negara asalmu dimana?" Tanya Prajurit lain.
"Jauh, kalian tidak akan tau." Ucap Rosela kesal.
"Mana ada prajurit yang tidak tau negara lainnya. Kalau begitu kami berhenti saja jadi prajurit."
Mereka pun tertawa mengejek.
Rosela tidak mengidahkan ejekan mereka, ia tengah mencemaskan kondisi Riri disana.
"Apa yang kalian tertawakan?" Tanya Dietrich begitu masuk ke dalam ruangan itu.
"Yang Mulia." Sapa yang lainnya sambil membungkuk sopan. Hanya Rosela yang masih melamun karena pikirannya.
"Mulai sekarang kau jadi pelayan di istanaku." Perintah Dietrich. Entah mengapa perasaannya mengatakan bahwa Ia harus mempertahankan perempuan itu di sisinya.
"Tidak mau." Tolak Rosela.
"Beraninya kau menolak perintah Yang Mulia!" Bentak Prajurit berambut merah.
"Ada yang ingin aku bicarakan, tapi hanya kita berdua." Pinta Rosela tanpa gentar. Walau ia tau yang berdiri di hadapannya adalah seorang pengeran.
"Beraninya kau memerintah!" Maki prajurit itu kembali. Rosela menutup telinganya yang hampir tuli karena suara keras prajurit itu.
"Kalian keluar lah." Perintah Dietrich setelah terdiam beberapa saat.
"Tapi, Yang Mulia..."
Semuanya hanya bisa menurut dan keluar dari ruangan itu meninggalkan Rosela dan Dietrich.
"Lebih baik kau nikahi aku sekarang, atau tempatkan aku di sisimu." Ucap Rosela serius. Mungkin cara cepat seperti di novel-novel bisa berhasil jika di coba.
"Lancangnya___" Dietrich benar-benar terkejut dengan permintaan tak masuk akal itu.
"Karena aku tau siapa dirimu dan rahasiamu." Sambung Rosela berusaha meyakinkan.
Dietrich melangkah maju. "Apa yang kau tau tentangku dan rahasiaku itu? Apa kau hanya bisa membual?"
Rosela tertawa, "kau sangat lucu, Richy."
"Berhenti memanggilku seperti itu!" Bentak Dietrich murka. Cukup mendiang Ibunya yang memanggilnya seperti itu, Rosela tidak boleh.
"K-kenapa? Kau jadi mengingat mendiang Ibumu?" Tanya Rosela sedikit gugup. Melihat wajah tampan Dietrich yang tengah murka terlihat menakutkan juga.
Detik berikutnya Dietrich mendorong tubuh Rosela ke dinding dan mencengkram lehernya. "A-apa? Kau mau membunuhku? Silahkan! Mungkin aku bisa kembali ke duniaku jika kau bunuh sekarang." Tantang Rosela.
"Apa rahasia yang kau tau itu menyangkut ibuku?"
Rosela sengaja tak menjawab agar Dietrich penasaran.
Kesal dipermainkan, Dietrich makin mencengkram leher Rosela erat. Gadis itu bahkan tidak bisa bernafas karena cekikan Dietrich. Karena Rosela juga tidak mau mengalah, ia pun pasrah. Tak lama kemudian Rosela pingsan dan ambruk ke lantai.
Melihat wajah pucat Rosela dengan tubuh tergelatak di lantai membuat Dietrich kesal. "Sialan!" Umpatnya
"Dalton!" Teriak Dietrich
Prajurit yang memaki Rosela tadi pun masuk. Ia terkejut melihat tubuh serta wajah pucat perempuan itu di lantai. Sepertinya Rosela benar-benar telah menguji kesabaran Dietrich.
Untung perempuan itu tidak mati di tangan pangeran. Pikir Dalton.
"Bawa perempuan ini ke istanaku dan obati luka-lukanya." Ucap Dietrich, lalu pergi dari sana.
"Baik, Yang Mulia."
👑👑👑
Rosela mengerjap-ngerjapkan matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit yang dipenuhi lampu-lampu kristal dan ukiran-ukiran emas. Ini sangat berbeda dengan saat pertama kali ia membuka mata ketika masuk ke dunia itu. Apa ia bereinkarnasi kembali dan kali ini ia hidup sebagai tuan putri?
Ketika Rosela bangkit dari tidur suara Dietrich memecah khayalannya.
"Kau sudah bangun." Ucap Dietrich sambil meneguk tehnya.
Suara Dietrich membuat Rosela patah hati, ia kembali melemparkan dirinya ke kasur. Rosela pikir ia sudah mati dan bereinkarnasi kembali menjadi putri.
Sialan, umpat batin Rosela.
"Apa kau sebegitu bencinya mendengar suaraku?" Dietrich sedikit kesal melihat reaksi Rosela.
Rosela memilih diam.
"Baiklah, aku akan menempatkan dirimu disisiku. Tapi, aku tidak bisa menikahimu karena aku sudah memiliki tunangan." Dietrich tidak bisa menikahi Rosela begitu saja, mengingat ia belum mencari tahu asal-usul perempuan itu, dan Rosela seorang budak.
Mendengar ucapan Dietrich membuat semangat Rosela kembali menyala. Ia pun kembali bangkit. "Tidak masalah, yang aku inginkan adalah hidup damai dan nyaman." Ucapnya dengan senyum sumringah.
"Mulai sekarang ini adalah kamarmu. Dan, aku akan memberikan beberapa pelayan untuk melayanimu." Terang Dietrich setelah bangkit dari kursi. Ia hendak pergi keruang kerjanya.
"Aku mau Riri menjadi pelayanku." Pinta Rosela dengan nada memohon.
Alis Dietrich naik sebelah. "Siapa?" Tanyanya.
"Dia adalah temanku. Aku mohon, bawa dia kemari. Aku tidak mau hidup tanpa dia, dia sudah seperti saudariku sendiri." Jelas Rosela. Ia akan menepati janjinya untuk menaikkan derajat Riri.
"Apa balasan yang aku dapat jika membawa gadis itu di sisimu?" Ujar Dietrich penuh penekanan. Seakan ia ingin menggali semua informasi dari Rosela.
"Aku akan mengatakan rahasia yang tidak kau ketahui. Aku berjanji." Terang Rosela yakin.
Kening Dietrich mengerinyit. "Apa rahasia itu?"
"Kau bawa dulu Riri kesini." Balas Rosela yang sadar tengah dimanipulasi.
"Aku akan menepati janjiku, cepat katakan." Perintah Dietrich.
Rosela menatap Dietrich dengan tatapan penuh kecurigaan. "Apa perlu kita membuat surat perjanjian?" Ujar Dietrich pasrah. Sepertinya ia tidak bisa menipu gadis itu.
Rosela mengangguk.
Dietrich tertawa saking kesalnya. "Baiklah." Ia pun menyerahkan selembar kertas kosong dan sebuah pena.
"Jadi, apa rahasia yang kau tahu sedangkan aku tidak." Tanya Dietrich.
"Soal kematian mendiang Ratu." Ucap Rosela dengan ekspresi serius. Ia tau jika hal ini sangat sensitif bagi Dietrich.
Rahang Dietrich langsung mengeras jika menyangkut Ibunya.
"Apa yang kau tau. Kau hanya seorang budak yang tinggal jauh dari Istana." Dietrich berusaha untuk menahan emosinya.
"Aku bukan hanya sekedar budak. Tapi aku datang dari negeri lain. Aku bisa melihat masa lalu maupun masa depan." Jelas Rosela. Lebih terdengar seperti bualan bagi Dietrich.
"Benarkah?" Dietrich masih tak percaya.
Rosela menghela nafas. Siapa juga yang akan percaya dengan perkataannya. Jika dirinya di posisi Dietrich, mungkin Rosela juga tidak akan percaya. Namun, semuanya memang benar. Rosela bukan berasal dari dunia ini melainkan dunia lain.
Dan seluruh kisah hidup Dietrich ia tahu alias sudah dibaca. Bagaimana jahatnya ratu sekarang dan keluguan pangeran Benjamin yang nantinya dimanfaatkan oleh Dietrich. Rosela tau semuanya.
"Terserah apapun yang kau katakan. Aku memang berasal dari dunia lain. Kalau kau masih tidak percaya silahkan panggil peramal atau penyihir untuk mencari tahu kebenarannya." Ucap Rosela berusaha meyakinkan. "Ratu terdahulu meninggal karena diracuni oleh Ratu yang sekarang."
"Apa?!"
Bab 3 : Rencana.
Rumor tentang pencabutan gelar pangeran mahkota tersebar ke seluruh penjuru negeri. Tak hayal banyak yang pro dan kontra dengan keputusan Raja, padahal yang terjun sekaligus memenangkan peperangan adalah Pangeran Dietrich, kenapa malah Pangeran Benjamin yang naik tahta, padahal ia hanya berdiam diri di Istana.
Namun, beberapa pihak malah setuju jika Pangeran Benjamin naik tahta, karena bagaimana pun Dietrich dinilai tidak pantas jadi Raja karena ia suka berperang dan sudah banyak membunuh orang. Takutnya jika nanti Dietrich naik tahta, rakyat jadi menderita.
Setiap kerajaan tentu saja memiliki rakyat dengan pola pikir masing-masing. Namun, segala keputusan tetap di tangan Raja. Bagaimana pun mereka berkomentar, ujung-ujungnya tidak bisa mengubah keputusan Istana.
"Rose!" Suara Riri membuyarkan lamunan Rosela yang tengah menatap taman Istana lewat balkon kamarnya.
"Riri?"
Mereka pun berpelukan dan mulai menangis. Riri merasa tenang setelah melihat kondisi Rosela yang baik-baik saja, padahal ia berpikiran buruk jika Rosela dikurung di penjara atau bahkan di hukum.
Dietrich benar-benar menepati janjinya. Padahal baru semalam ia meminta agar Riri dibawa ke Istana sebagai Pelayan, siangnya Riri sudah ada di hadapannya, berdiri sambil mengenakan pakaian pelayan.
Setelah mandi dengan bersih dan mengenakan pakaian yang bagus, Riri terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Mata hijaunya itu terlihat berkilauan.
Rosela juga dimandikan ketika pingsan tadi, makanya ia mengenakan gaun tidur.
"Ekhem!" Sela Margaret. Kepala pelayan di Istana Dietrich.
Di kerajaan Valkry, Pangeran dan Putri Raja diberi area mereka masing-masing yang disebut Istana Pangeran Dietrich dan Istana Pangeran Benjamin. Berbeda jika tahta sudah turun ke tangan Benjamin, Dietrich harus pindah ke kediaman Grand Duke. Dan saat ini Rosela tengah berada di Istana Dietrich, bersebelahan dengan Istana Benjamin.
Sadar akan sikapnya, Riri langsung melepaskan pelukannya. "Ah, maafkan kelancangan saya, Nona." Ucapnya sambil membungkuk. Bagaimana pun ia adalah dayang untuk Rosela.
Rosela pun paham. "Margaret, bisa kau tinggalkan kami berdua? Aku ingin bicara penting dengan Riri." Ucapnya.
Margaret mengangguk, lalu keluar dari kamar Rosela. Dan, disaat itulah Riri langsung memukul lengan Rosela. "Apa yang sebenarnya terjadi? Padalah aku cemas kau dihukum." Katanya frustasi karena ternyata Rosela malah jadi tamu Pangeran Dietrich dan tinggal di kediamannya. Dan juga bisa mengajak Riri tinggal disana. Ternyata Rosela tidak melupakan janjinya untuk membuat kehidupan mereka berubah.
"Tenanglah, untuk sementara kita tinggal disini." Ucap Rosela santai.
"Bagaimana bisa kita tinggal disini? Kita hanya budak." Riri masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Seperti mimpi saja, ia jadi takut untuk terbangun.
"Jangan sebut kata budak lagi, disini yang tau kita budak hanya beberapa prajurit dan pangeran saja, Margaret dan dayang yang lain hanya tau aku tamu. Itu agar kita tidak di pandang rendah oleh yang lain di Istana ini." Jelas Rosela.
"Padahal aku pikir leher dan tubuhmu sudah terpisah oleh pedang Pangeran. Kau tau sendiri Pangeran Dietrich dikenal dengan kekejamannya." Riri bergidik ngeri.
"Tenang, aku dan Dietrich adalah rekan kerja mulai sekarang." Terang Rosela.
"Bagaimana bisa?" Tanya Riri penasaran.
"Rahasia." Jawaban Rosela membuat Riri curiga. "Apa kau menipu Pangeran?" Tanyanya kemudian.
"Tidak." Geleng Rosela.
"Aku tidak mau tau rahasia kalian, yang penting jangan sampai Kau membohongi Pangeran. Bukan hanya bebas dari perbudakan, kita juga bisa bebas dari muka bumi ini." Ucap Riri yang artinya mereka bisa mati di tangan Dietrich.
"Tenang saja. Aku tau apa yang aku lakukan. Kau hanya tinggal hidup nyaman sebagai pelayan sekaligus temanku." Kata Rosela.
Mata Riri kembali basah oleh air mata. "Ah, karena dirimu aku bisa lepas dari sana. Terima kasih banyak, Rose." Ucapnya sambil menggenggam tangan Rosela.
Rosela jadi ikut terharu dan menangis. "Pokoknya kita harus hidup nyaman mulai sekarang." Ucapnya.
Riri mengangguk.
👑👑👑
Beberapa pelayan menatap Rosela dan Riri bergantian. Mereka terkejut Pangeran membawa perempuan ke Istana disertai pelayannya, mereka entah berasal dari mana. Rumor keberadaan Rosela di Istana Dietrich juga sampai ke Istana Pangeran Benjamin. Walau bersaudara, mereka memiliki ibu yang berbeda.
Dietrich menatap Rosela yang duduk di hadapannya. Di lihat-lihat kembali, Rosela ternyata cantik. Dietrich tidak sadar sebelumnya karena perempuan itu terlihat kotor dengan pakaian yang robek-robek.
"Jangan hiraukan pandangan serta ucapan mereka. Kau sendiri yang ingin berada di sisiku, seharusnya kau tau itu." Ucap Dietrich di sela makan malam mereka.
Rosela tersenyum. "Aku tidak merasa risih sedikit pun. Malah aku suka menjadi pusat perhatian." Balasnya.
"Perempuan aneh."
"Saya ingin membicarakan hal 'itu' setelah makan malam ini." Kata Rosela begitu mengingat rencananya.
"Tentu."
Riri yang juga berdiri di ruang makan itu terpana melihat ketampanan Dietrich, kemarin ia tidak sadar karena Dietrich mengenakan pakaian perang, wajahnya tertutup zirah.
Dan setelah makan malam usai, Rosela mengikuti Dietrich ke ruang kerjanya. Mereka ingin membahas masalah kematian mendiang Ratu terdahulu, yakni Ibunda Dietrich sendiri.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Dietrich sambil duduk di kursi kerjanya.
"Masalah mendiang Ratu." Ucap Rosela. "Beliau meninggal karena diracuni Ratu sekarang melalui teh. Yang Mulia pasti tau Ibu anda sangat menyukai teh. Dan, itu bagaikan kesempatan bagi Ratu Pauliana." Terang Rosela.
"Darimana kau tau semua itu, seakan kau ada di zaman itu. Namun, melihat usiamu yang terlihat jauh dariku membuat rasa percaya bahwa kau bisa melihat masa lalu dan masa depan." Ungkap Dietrich.
"Baguslah jika Anda percaya." Timpal Rosela. Sebenarnya ia lumayan lega mendengar Dietrich percaya padanya.
"Racun yang diberikan saat ini masih ada di kediaman Ratu. Ada di laci kamarnya." Sambung Rosela.
"Jika di pikir kembali, kasus Ibuku sudah cukup lama. Raja mungkin akan menganggapku pemberontak jika mengungkit masalah ini." Perkataan Dietrich ada benarnya. Toh, kejadian itu sudah lebih lima belas tahun yang lalu. Dan, jika dibahas disaat penurunannya sebagai Putra mahkota bisa-bisa Dietrich dianggap ingin melakukan kudeta.
"Anda tenang saja, saksi dari kejadian itu masih hidup, dan saat ini beliau hidup dipenuhi oleh bayang-bayang penyesalan. Jika ratu tidak mengancam hidupnya dan keluarganya, mungkin saksi itu mau mengungkapkan semuanya."
"Kalau begitu aku akan menemui saksi itu. Akan aku membawa saksi itu kehadapan raja dan disaaat itulah dosa-dosa ratu terungkap." Dietrich langsung bersemangat setelah mendengar penjelasan Rosela. Harapannya untuk balas dendam akhirnya semakin dekat.
"Yang Mulia Raja mungkin akan mendengarkan keterangan saksi itu. Karena bagaimana pun Raja hingga saat ini masih tidak bisa melupakan mendiang Ibu Pangeran." Terang Rosela.
Dietrich berdecak. "Semenjak Ibuku meninggal, Raja tidak pernah memerhatikanku. Dan, dia malah menikah kembali dan memiliki Putra dari pernikahannya itu."
Rosela jadi teringat cerita disaat Dietrich berusia lima tahun, dimana ibunya meninggal dan Ayahnya pun tidak lagi memerhatikannya. Sungguh kasihan. Anak seusia itu seharusnya diperhatikan dan diberi kasih sayang.
"Mungkin karena Anda terlihat seperti Ratu Daphne makanya ketika melihat anda, Raja jadi teringat Istrinya dan sedih." Bujuk Rosela meluruskan kesalah pahaman antara mereka. Karena memang itu alasan Raja menghindari Dietrich selama ini. Ia merasa kalut.
"Aku rasa itu tidak mungkin." Ucap Dietrich, ia masih tidak percaya dengan ucapan ,"'
"Kalau begitu jangan lupakan bayaranku. Saya ingin rumah yang sedikit jauh dari kota, halamannya dipenuhi bunga dan seluruh biaya hidup ditanggung oleh Anda. Saya juga mau dinikahkan dengan Pria tampan dan baik, tidak perlu kaya, karena hidup Saya sudah anda tunjang" Jelas Rosela sambil berangan-angan. Sungguh sempurna hidupnya jika seperti itu.
Karena moto hidupnya adalah untuk menjadikan Dietrich calon raja masa depan. Karena di ceritanya Dietrich selalu di perlakukan tidak adil, yah walaupun nantinya ia tetap berkuasa di atas pemerintahan Benjamin, cuma, lebih baik jika Dietrich sendiri yang menjadi Raja. Maka Benjamin bisa fokus dengan kisah romansanya dengan bangsawan rendahan itu.
"Baiklah, aku akan menepati janjiku." Dietrich tersenyum mendengar permintaan Rosela. "Tapi, aku tidak yakin hidupmu bisa tenang tinggal di sisiku mulai besok." Ucapnya.
Alis Rosela naik sebelah. "Kenapa?"
"Anggap saja itu kejutan." Jawaban Dietrich semakin membuat Rosela penasaran. "Kau boleh balik ke kamarmu. Aku mau kembali bekerja." Usir Dietrich tanpa mau menjelaskan maksud perkataanya barusan.
"Hah?"
Bab 4 : Tunangan Dietrich
"Riri?" Panggil Rosela.
Riri yang sedang membersihkan debu di meja rias Rosela menoleh. "Ada apa, Nona?" Tanyanya.
"Apa kau melihat pangeran?"
Riri menggeleng
Rosela menghela. "Yasudah,"
Pagi ini Dietrich tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali, Rosela jadi penasaran dengan kejutan yang Dietrich bilang kemarin malam. Kira-kira kejutan apa yang akan menantinya.
Tiba-tiba pintu kamar Rosela terbuka lebar. Maksudnya di buka paksa oleh seseorang tanpa ketukan bahkan sekedar permisi terlebih dahulu. Sontak Rosela dan Riri kaget.
"Ada apa ini?" Protes Rosela marah.
Seorang pelayan masuk dan menunduk. "M-maaf Nona Rosela, Nona Estela ingin bertemu dengan anda." Katanya dengan ekspresi takut.
"Siapa?" Ulang Rosela tidak paham.
Perempuan yang bernama Estela itu melangkah masuk ke dalam kamar Rosela. Pakaiannya terlihat mewah dan dipenuhi mutiara. Wajahnya cantik, namun terkesan arogan dan sombong.
"Perkenalkan, aku tunangan Dietrich." Ucapnya penuh penekanan, agar Rosela sadar diri dan menyingkir dari sisi Dietrich.
Otak Rosela berputar, mengingat perkataan Dietrich kemarin malam. Jadi ini kejutan yang dimaksud Dietrich, tunangannya akan datang. Yah, tidak heran sih, mana ada perempuan yang diam saja tunangannya membawa wanita lain ke sisinya. Pantas saja Dietrich tersenyum ketika mengatakannya.
Rosela hanya bisa mengikuti protokol dan membungkuk. "Terima salam saya, Nona." Ucapnya sopan. Bagaimana pun di cerita novel aslinya, Estela adalah Istri Dietrich.
"Tolong bawakan kue kering serta teh mawar ke taman, sudah lama aku tidak menikmati suasana disana." Ucap Estela dengan nada memerintah.
Rosela mematung sebentar. Sikap Estela benar-benar kurang ajar. Dia pikir Rosela pelayan disana. Enak saja!
"Maaf, nanti akan saya suruh pelayan untuk membawakan permintaan Nona." Ucap Rosela tetap sopan. Padahal darahnya mendidih saat ini.
"Kenapa pelayan? Aku mau kau yang membawakannya, karna kau rakyat jelata." Ucap Estela dengan nada merendahkan.
Kening Rosela berkerut. "M-maaf?"
"Aku dengar Dietrich memungutmu dijalanan dan membawamu ke istana. Rakyat jelata sepertimu tidak sepantasnya bersikap seperti seorang Lady di Istana." Ucap Estela.
Urat-urat Rosela serasa ingin keluar mendengar perkataan Estela. Jika saja ini bukan di istana dan statusnya lebih tinggi, saat ini tamparan Rosela mungkin sudah melayang ke pipinya.
"Dari mana anda mendengar rumor tersebut? Jika pangeran mendengar ucapan anda yang merendahkan saya mungkin beliau akan marah, karena saya adalah tamu Yang Mulia pangeran." Balas Rosela tak mau kalah. Sekaligus ingin memanasi Estela.
Tidak ada yang tau bahwa ia budak dan seorang rakyat jelata di Istana.
"Beraninya kau menceramahiku!" Bentak Estela hendak menampar Rosela.
Dietrich tiba-tiba masuk ke dalam kamar Rosela. Awalnya Ia ingin pergi ke barak latihan, namun ketika melihat pintu kamar Rosela terbuka lebar membuatnya penasaran. Bohong jika Dietrich tidak tau Estela datang, hanya saja ia penasaran bagaimana Rosela akan menghadapi wanita itu.
"Ada apa ini?" Tanya Dietrich.
"Yang Mulia?" Ucap Estela langsung menurunkan tangannya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Dietrich berpura-bura. Padahal ia tau kabar kedatangan Estela dari kemarin siang.
"Aku sangat merindukan Yang Mulia, maka dari itu aku berkunjung ke Istana." Ucap Estela.
Estela adalah putri dari Duke Edmon yang tinggal cukup jauh dari ibukota. Untuk berkunjung ke Istana Estela membutuhkan waktu seharian di perjalanan.
Dietrich beralih melirik Rosela. "Kau boleh pergi." Perintahnya.
"Kenapa Anda menyuruhnya pergi. Aku memerintahkannya untuk membawakan kue dan teh ke taman untuk kita." Protes Estela.
"Dia bukan pelayan. Dia tamuku." Balas Dietrich.
Senyuman di sudut bibir Estela langsung lenyap. Sepertinya Dietrich benar-benar sudah terpesona dengan jalang itu.
"Kalau begitu aku mau dia yang membawakannya." Estela menunjuk Riri yang berdiri di belakang Rosela.
"Ba-baik, Nona." Ucap Riri sedikit terkejut.
Dietrich pun menuntun Estela untuk segera keluar dari kamar Rosela. Karena saat ini tatapan Rosela kepadanya terasa begitu tajam. Perempuan itu pasti marah, pikir Dietrich.
👑👑👑
Rosela berkeliling istana Dietrich sendirian. "Hei kau!" Seorang Pria berambut pirang tiba-tiba menghalangi langkahnya. "Maaf?" Ucap Rosela kebingungan. Ia tidak pernah melihat wajah pria itu sebelumnya. Dilihat dari pakaiannya, sepertinya pria itu mungkin petinggi di kerajaan.
"Apa kau tamu yang dibawa oleh Kakakku?" Tanyanya.
Rosela terkejut, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah pangeran Benjamin, adik dari Dietrich, calon raja.
Rosela buru-buru membungkuk, "maaf atas kelancangan saya Yang Mulia." Ucapnya.
"Apa kau tamu itu?" Tanya Benjamin, lagi. Dia sepertinya penasaran dengan tamu yang dibicarakan para dayang di Istananya.
Rosela pun mengangguk. "Benar, Yang Mulia."
Mendengar pengakuan Rosela, Benjamin mengangguk kecil. Pantas saja Dietrich membawa Rosela, gadis itu sangat cantik. Mungkin Dietrich terpesona padanya walau sudah memiliki Estela sebagai tunangan.
"Sepertinya kalian cocok jadi Kakak-Adik ketimbang pasangan. Lihat saja warna rambut kalian sama. Padahal di kerajaan ini semua orang berambut pirang dan coklat." Ucap Benjamin.
"Itu tidak mungkin. Saya berasal dari Negeri lain." Jawab Rosela, maksudnya dari dunia lain.
"Kau ikut aku." Ucap Benjamin.
"Ya?"
"Kau tidak dengar?" Ulang Benjamin.
"Tapi, Saya harus kembali ke Istana Pangeran Dietrich." Tolak Rosela berusaha sesopan mungkin agar Benjamin tidak tersinggung.
"Aku dengar Estela datang. Dari pada kau bersedih melihat mereka berdua lebih baik kau ikut aku ke pasar Ibukota." Ajak Benjamin. Sebenarnya niat Benjamin baik, tapi Rosela tidak masalah Dietrich dengan Estela karena mereka memang cocok.
"Tapi___"
"Kau berani melawan perintahku?" Tanya Benjamin.
"B-baik Yang Mulia." Balas Rosela gugup, pasalnya wajah mereka dekat. Dan kelemahan Rosela adalah pria tampan. Akhirnya ia pasrah.
Setelah berganti pakaian, mereka langsung keluar dari Istana sebagai rakyat biasa. Di sisi lain Rosela sebenarnya tidak pernah menjelajahi kota seperti yang dipikirkan Benjamin. Selama ini Rosela hidup terkurung di kebun belakangan kediaman bangsawan kelas rendah.
"Wah, kenapa ramai sekali?" Tanya Benjamin.
"Mungkin karena ada festival." Jawab Rosela.
"Oh ya?"
Rosela menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia hanya asal bicara. "Mungkin."
"Kau bilang mungkin membuatku jadi bingung." Keluh Benjamin.
"Saya tidak pernah keluar dari rumah. Jadi, Saya juga tidak pernah mengelilingi kota seperti ini." Jelas Rosela. Hampir saja Rosela bilang ia adalah budak yang selalu terkurung.
"Jadi, ini pertama kalinya kau keluar? Dan itupun bersamaku?" Tanya Benjamin.
Rosela menggeleng, "sebelumnya saya pernah pergi keluar bersama teman, tapi belum sempat menikmati festival pangeran Dietrich sudah membawa saya ke Istana." Terang Rosela.
Benjamin tertawa kecil. "Wah, secepat itu Kakakku tertarik kepadamu?" Ucapnya takjub.
Rosela mengangguk. Ia tau betul maksud perkataan Benjamin, tapi Rosela berpura-pura tidak tau. Sebenarnya Dietrich membawanya bukan karena tertarik kepadanya sebagai wanita, tapi karena ucapannya. Tapi sudahlah, biar se-istana tau kalau ada hubungan khusus antaranya dan Dietrich. Biar tidak ada yang semena-mena nantinya.
Pandangan Rosela terhenti kepada gadis berambut pink, dari perawakannya Rosela tau itu adalah Aria, Putri Baron yang akan menjadi kekasih sekaligus Istri Benjamin.
"Yang Mulia." Panggil Rosela. Ia mau cepat-cepat mempertemukan mereka berdua. Karena Ia penasaran dengan respon Benjamin.
"Apa?"
"Nona itu sangat cantik." Tunjuk Rosela.
Benjamin pun mengikuti arah telunjuk Rosela. "Kau benar." Ucapnya setelah melihat Aria.
Hah? Hanya itu saja responnya? Tanya batin Rosela kecewa.
"Yang Mulia terlihat serasi jika bersama Nona itu." Ucap Rosela setengah membujuk.
Alis Benjamin naik sebelah. "Benarkah?"
Rosela langsung mengangguk.
"Tapi aku tidak kenal dengannya." Ucap Benjamin.
"Ah, mungkin Nona itu akan datang ke pesta perayaan di Istana. Yang Mulia pun bisa mengajaknya berdansa." Ucap Rosela meyakinkan.
"Darimana kau tau?" Tanya Benjamin dengan tawa kecilnya.
"Saya hanya menebak." Jawab Rosela.
"Kau ada-ada saja."
Rosela hanya bisa tersenyum palsu. Aneh, seharusnya Benjamin langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Cayena. Kenapa respon laki-laki itu malah berbeda dari isi novel yang Rosela baca.
Bab 5 : Benjamin.
Dietrich dan Estela tengah menyesap teh di taman istana. Keduanya sudah saling kenal sejak umur Lima Tahun dan di jodohkan ketika berumur Sepuluh Tahun, sedangkan pertunangan diadakan ketika mereka berusia Lima Belas Tahun. Kedekatan mereka seperti pertemanan biasa, namun Estela menyimpan rasa, sedangkan Dietrich sendiri menganggap pernikahan mereka untuk kepentingan politik saja, tidak lebih.
"Sepertinya kau tertarik dengannya." Ucap Estela, dan ia mendapatkan tatapan tak terbaca dari Dietrich.
"Aku?"
"Terlihat dari caramu membelanya tadi." Sambung Estela.
Dengan wajah datar Dietrich menjawab, "hubungan kami tidak seperti yang kau pikirkan, dia tamuku. Kami menghormati satu sama lain tanpa melibatkan perasaan apapun." Ucapnya, Singkat, jelas, dan padat.
Seketika sudut bibir Riri melengkung kebawah, Riri pikir Rosela dan Dietrich bakalan menikah nantinya. Dan, mereka akan tinggal di istana selamanya. Ternyata itu hanya mimpi saja.
Berbeda dengan Riri, Estela malah senang mendengar pernyataan Dietrich barusan. Rasa khawatirnya setelah mendengar kabar pangeran membawa budak ke istana sedikit berkurang.
"Wah, ada acara apa ini?" Sapa Pauliana, Ratu kerajaan Valkry.
Estela dan Dietrich langsung berdiri dan menyambut kedatangan Pauliana sambil membungkuk hormat. "Salam untuk Yang Mulia Ratu." Ucap mereka berbarengan.
"Kau semakin cantik saja menantuku." Puji Pauliana.
"Terima kasih atas pujian Yang Mulia, Anda juga telihat awet muda." Balas Estela.
"Hohoho pintar sekali cara memujimu."
"Atas didikan Yang Mulia sendiri tentunya." Balas Estela, dan mereka pun tertawa. Tidak dengan Dietrich.
Dietrich hanya diam saja. Ia benci berada di dekat Pauliana, karena dia adalah orang yang telah meracuni Ibunya seperti yang dikatakan oleh Rosela.
"Kenapa kau hanya diam saja Dietrich, apa kau tidak senang Ibumu datang menyapa?" Tanya Pauliana setelah sadar ekpresi Dietrich yang terlihat tidak senang dengan kedatangannya.
"Tentu saja saya senang Yang Mulia, waktu anda yang berharga jadi terbuang sia-sia oleh Saya." Jawab Dietrich basa-basi.
"Seorang Ibu tidak akan merasa dirugikan jika menyangkut Putranya." Jawaban Pauliana membuat perut Dietrich tidak enak. Mual. Ia tidak mau melanjutkan percakapan basa-basi tersebut lebih lama, toh, Estela juga tau bagaimana hubungan mereka.
"Apa Yang Mulia mau bergabung bersama kami minum teh?" Ajak Estela basa-basi, secara pribadi Ia juga tidak suka dengan Ratu.
Waktu kecil Estela pernah menangis ketika pertama kali bertemu Pauliana. Estela kecil menangis sambil mengatai Pauliana nenek sihir jahat. Untung saat itu kedua orang tuanya langsung meminta maaf, dan karena Estela masih kecil, tentunya dimaafkan.
"Tidak. Aku hanya lewat saja untuk mencari udara. Kalian silahkan lanjutkan," ucap Pauliana, dan langsung pergi dari sana sambil diikuti oleh kedua dayangnya.
Setelah jauh dari taman Istana. Paulian langsung memasang raut kesal. Ia benci bertemu kedua orang itu. Apalagi anak tirinya, Dietrich. Pauliana selalu berdoa agar Dietrich mati di medan perang, tapi pemuda itu panjang umur. Dan, jika terus begini, mau tak mau Pauliana harus turun tangan.
"Sepertinya dia ingin mati seperti Ibunya." Monolog Pauliana.
"Pelankan suara anda Yang Mulia, banyak telinga di Istana." Tegur salah satu dayang yang mengikutinya. Ia adalah tangan kanan Pauliana dan sekutunya dalam kejahatan.
"Aku cuma mau mencari Putraku, Benjamin. Kemana ia pergi, sudah sore begini. Anak polos itu membuatku pusing." Keluh Pauliana.
Sebenarnya tadi Pauliana ke Istananya Benjamin, karena Putranya itu tidak ada makanya Ia pergi ke kediaman Dietrich, mungkin Putra tololnya itu menemui Kakak tercintanya. Tapi, ia malah bertemu Dietrich yang tengah bersama Estela. Sudah dapat dipastikan Benjamin tidak ada di Istana Dietrich. Lalu kemana Putranya itu pergi?
👑👑👑
Dietrich mengantar Estela hingga ke depan istana. Estela harus balik. Sebagai tunangan dan calon suami politik, Dietrich harus bersikap selayaknya. Walau tau itu sudah protokol Istana, tetap saja Estela senang diperlakukan seperti itu oleh Dietrich. Yah, walau ia tau perlakuan Dietrich bukan dari hatinya.
"Kalau begitu aku pamit dulu." Estela masuk kedalam kereta kudanya, dan pergi.
Setelah kepergian Estela, Dietrich menatap Riri yang menunduk. "Apa tidak ada kabar dari Nonamu?" Tanya Dietrich setelah tau jika Rosela pergi dari Istananya.
Riri menggeleng, "tidak Yang Mulia. Saya juga bingung Nona pergi kemana." Jawab Riri.
Apa dia tersesat ketika berkeliling Istana? Pikir Dietrich.
Ketika Dietrich hendak pergi mencari Rosela, tiba-tiba Benjamin datang sambil mengendarai kuda, tentunya dengan Rosela yang duduk di depan Benjamin.
Riri bahkan menganga melihat lengan pangeran Benjamin yang memegang tali kekang kuda yang terlihat seperti memeluk Rosela dari belakang. "Nona,"
Rosela membuang muka karena merasa malu ditatapi oleh Dietrich dan Riri.
Benjamin turun terlebih dahulu, dan menjulurkan tangan untuk pegangan bagi Rosela turun dari kuda. Tentunya Rosela menggenggam erat tangan Benjamin agar ia tidak jatuh ketika turun.
"Selamat malam, Kak." Sapa Benjamin.
"Malam." Balas Dietrich datar.
"Aku tertarik dengan Rosela. Apa kau mengizinkannya untuk tinggal di Istanaku?" Tanya Benjamin tanpa basa-basi.
Sudut bibir Riri melengkung naik. Sepertinya pangeran kedua tertarik dengan Nonanya. Lebih untung lagi kalau Rosela dengan Benjamin. Rosela bisa jadi ratu selanjutnya.
"Tidak." Balas Dietrich.
Seketika lengkungan di bibir Riri menghilang. Harapannya kembali dihancurkan. Dietrich maunya apa sih! Heran.
Dietrich menatap Rosela, "Aku dan dayangmu berpikir kau tersesat di Istana." Katanya dengan wajah datar.
"Maafkan saya Yang Mulia, saya hanya tidak bisa menolak ajakan Yang Mulia Pangeran Benjamin. Beliau memaksa." Terang Rosela, takut nantinya Dietrich marah dan malah mengusirnya dari Istana. Rosela terlanjur nyaman dengan kamarnya yang sekarang.
"Haha hanya bercanda." Balas Benjamin. "Aku mau berkeliling pasar, hanya saja tidak punya teman. Dan kebetulan bertemu dengan Rosela, jadi aku memintanya untuk menemaniku." Terang Benjamin.
"Apa yang kalian lakukan di pasar?" Tanya Dietrich datar. Tapi terkesan seperti penasaran.
"Kami berbelanja, dan Rosela memalakku."
Dietrich tidak merespon.
"Saya tidak!" Protes Rosela.
"Kau sudah menghabiskan uangku." Ucap Benjamin.
"Oho! Yang mulia sendiri yang bilang bahwa Saya boleh membeli apapun sebagai upah untuk menemani Yang Mulia." Keluh Rosela.
"Kapan aku bilang begitu?"
"Yang Mulia jangan bersilat lidah, seorang Pangeran kenapa menipu orang lemah seperti ini." Gerutu Rosela.
"Lihat cara bicaranya, Kak. Dia sungguh sangat berani." Ujar Benjamin tak habis pikir. Tapi, ia tidak bisa marah karena ekpresi Rosela sangat lucu.
"Aku hanya ingin membela diriku yang tidak bersalah ini." Gumam Rosela mulai takut. Benar juga, walau Benjamin lebih loyal dan baik, bukan berarti Rosela bisa seenaknya bicara dengan pemuda tersebut, karena Benjamin adalah seorang Pangeran.
"Pandai sekali caramu berbicara. Tidak ada takutnya sama sekali." Ucap Benjamin sambil berdecak kagum.
"Maafkan saya Yang Mulia." Ucap Rosela akhirnya, ia takut juga dijatuhi hukuman mati karena melawan Putra Mahkota.
"Kali ini aku maafkan, tapi besok kau harus ikut aku."
"Tidak bisa." Potong Dietrich. Beberapa menit mereka sibuk bicara tanpa memperdulikannya, seakan hanya ada mereka berdua disana. Dietrich seakan dianggap tidak ada.
Kening Benjamin mengerinyit.
"Ada urusan yang mau kami bicarakan besok." Jelas Dietrich.
"Oh, kalau begitu lusa." Timpal Benjamin. Lalu beranjak pergi. "Bye Rose!" Serunya.
"Kau senang?" Tanya Dietrich dengan wajah datar. Rosela yang kebingungan harus menjawab apa malah terdiam.
Riri yang berdiri di belakang mereka malah senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Ia senyum karena Nonanya seperti diperebutkan oleh kedua pangeran. Jika salah satu pangeran berhasil jadi pasangan Nonanya, hidup Riri aman sentosa.
To be continue…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
