
Sinopsis :
Awalnya kehidupan Ramayana baik-baik saja sebelum mengenal cewek gila seperti Larisa yang terus mengincarnya untuk dijadikan pacar. Jelas Rama merasa risih, karena dia sudah mempunyai kekasih yang dia cintai bernama Nafisya. Hingga suatu malam mereka melakukan kesalahan bersama yang mengantarkan Rama harus bertanggung jawab atas kehamilan Risa.
Apakah Ramayana akan menikahi Risa dan rela meninggalkan Nafisya?
_________
Aku bisa kejam kepada ibunya tapi tidak dengan anakku -Ramayana Mahesa.
Aku memang wanita yang buruk, tapi aku ingin mencoba menjadi ibu yang baik -Larisa Kanaya.
Prolog
"Gue hamil." ucap gadis berambut merah dengan nada datar memperlihatkan tespack bergaris dua.
"Anak siapa?" tanya lelaki yang masih menggunakan seragam putih abu-abunya. Dari raut wajahnya menggambarkan ekspresi terkejut.
"Anak kingkong, jelas-jelas lo bapaknya. Pakek nanya lagi!" tandas gadis itu dengan kesal.
"Maksutnya?" tanyanya bingung
Gadis itu memutar bola matanya geram karena lelaki tampan dihadapannya itu tidak kunjung mengerti. "Gue hamil anak lo Rama. Masak lo lupa dengan kejadian malam itu? Kitakan sudah me-la-ku-kan-nya." gadis itu sengaja menegaskan kalimat terakhir.
"Gue nggak percaya, bisa aja itu anak dari hubungan lo sama laki-laki lain. Lo kan udah main sama banyak lelaki bukan hanya sama gue aja. Ralat, lebih tepatnya lo yang udah permainkan gue dengan jebakan lo." tuduh lelaki yang bernama Rama itu.
"Lo yang makan nangka gue yang dapet getahnya. Lo jangan mau enaknya aja dong, nggak mau tanggung jawab." Bela gadis itu yang tidak mau kalah.
"Denger ya, gue tahu cewek macam apa lo. Lo itu cewek nggak bener dan penipu, cuma orang bodoh yang percaya sama omongan lo." Rama yang sudah muak seketika pergi tanpa permisi meninggalkan gadis berambut merah.
"Sial..." Desis gadis itu dengan kesal.
Ternyata menaklukkan lelaki seperti dia tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi gadis itu tidak kehabisan akal, dia akan mencari cara lain apapun itu.
Bab 1 : Larisa Kanaya
"Larisa Kanaya, berhenti!!" Ya, itu nama gue pemberian orang tua gue yang sialnya mereka udah cerai ketika umur gue baru 6 tahun karena bokap gue kere akhirnya nyokap selikuh dengan pria tajir melintir dan memilih cerai.
"Ada apa sih buk?" Namanya bu Neni, wanita lajang cantik umur 38 tahun. Bisa dibilang prawan tua ini selalu mengusik hidup gue yang tentram dan damai. Guru ekonomi ini selalu buat gue pusing tuju keliling dengan ocehan beonya.
"Sudah saya bilang berulang kali, sampek mulut saya berbusa. Kamu ini kalau ke sekolah pakaian yang rapi dong! Rok anak tk jangan dipakek. Baju seragam dimasukkan, ini-ini apa ini?" Bacotnya sambil meremas ujung rambut gue yang panjang, mungkin dia terpesona karena rambut gue indah banget kayak iklan duta shampo lain. Wait-wait prawan tua tadi bilang rok anak tk, dasar orang tua tidak tau style. Aku memang sengaja pakek rok pendek biar terlihat sexy. Ayolah, jangan samakan aku seperti dia yang penampilannya membosankan dengan rok yang begitu panjang sampai kakinya tidak nampak seperti kuntilanak. Pantas saja diumur setua ini dia belum juga mendapatkan teman kencan.
"Rambut dimerah-merahin, bibir merah kayak ibu-ibu arisan, sepatu merah ngejreng begitu dan nilai kamu pun juga ikutan merah semua. Masya allah pusing ibuk jadinya."
"Minum oskadon buk kalau pusing." jawab gue santai dengan senyuman selebar-lebarnya. Gue lihat prawan tua didepanku ini kesal setengah mampus sama gue. Kelihatannya dia tidak puas dengan saran yang gue sampaikan. Apanya yang salah?
"Dengar ya Larisa! Kalau kamu tidak bisa merubah sifat nakal kamu, setidaknya kamu rubah penampilan kamu biar sopan dilihat orang. Ini lingkungan sekolah jangan disamakan sama tempat dugem. Disini ada banyak aturan yang harus kamu taati. Mengerti!!"
"Mengerti bu Neni" gue sengaja menundukkan kepala dengan perasaan bersalah yang gue buat-buat, biar beo tua ini berhenti mengoceh dan pergi.
"Besok saya tidak mau lihat sepatu, bibir,dan rambut kamu kebakaran seperti ini lagi." Ucapnya sewot berlalu pergi dari hadapan gue.
Dasar prawan tua, yang ada mulut lo gue bakar pakek petasan biar diem. Sebel gue direcokin kayak begini. Suka banget dah perasaan urusin hidup gue, urus aja kehidupan percintaan lo yang udah kedaluarsa berkerak, pikirin jodoh lu yang masih mampet di gorong-gorong.
"Ris..."
"Apaan." Lelaki yang barusan manggil gue tadi namanya Doni sohib ngepet gue di sekolah. Ya, gue dan Doni emang terkenal playgirl dan playboy. Kita pacaran sama mereka biar bisa morotin duwit mereka yang kebanyakan anak orang kaya manja. Gue sama Doni itu senasip, ditengah siswa-siswi yang pada tajir isi dompet tebel kita berdua malah kismin, dompet isinya penuh dengan nota tunggakan utang. Ngenes hidup kita..
"Gimana? Dapet pertanggung jawaban kagak lu?" tanya Doni, gue tau betul arah pembicaraan dia itu ke arah mana.
"Lo ada rokok kagak?"
"Buset nih bocah, pertanyaan gue bukannya dijawab malah balik nanya." Gue tau Doni itu sayang sama gue, gue nggak akan mungkin bisa sembunyiin suatu rahasia apapun sama dia. Cuma dia yang bisa mengerti gue, ngedukung gue, ngebelain gue. Setelah ini gue bakalan cerita semuanya sama Doni kalau bapak dari anak yang gue kandung nggak mau tanggung jawab. Dan setelah ini pria bernama Ramayana Mahesa yang terhormat akan habis ditangan Doni Aditama.
🍁🍁🍁🍁🍁
Beberapa bulan lalu, aku ingat betul perbincangan kami bertiga di kantin. Gue, Doni dan Monic membicarakan tuan Ramayana yang terhormat.
"Kalau lo bisa pacaran sama Rama anak IPA 1 itu hidup lo pasti makmur. Lo nggak perlu mikirin harta, tahta, maupun kedudukan di sekolahan ini."
"Bacot lo! Ris lo jangan dengerin apa kata si Monic, dusta." Gue cuma aduk-aduk es oyen gue tanpa berkomentar ketika dua cengunguk ini lagi ber-argumen.
"Gue ngomong fakta bukan fatamorgana belaka. Rama itu ganteng, tajir, pinter hmm perfect banget deh. Pacar idaman semua cewek pokoknya." Bener juga sih kata si Monic, siapa juga yang nolak pesona cowok keren seperti Ramayana Mahesa.
Gue cukup tau siapa cowok itu. Cucu dari almarhum Adiguna Mahesa pemilik SMA swasta tempat gue menuntut ilmu ini. Sang ketua OSIS yang dingin dan memiliki otak genius. Selalu menjadi kebanggaan semua orang karena menjadi siswa teladan. Ya, semua murid di sini juga tau, pria most wanted itu adalah Ramayana.
Tampan... pasti! Apalagi saat dia bermain bola besar memantul itu benar-benar sexy. Aku sering melihatnya di lapangan dibangku penonton ditengah-tengah para cewek lebay yang menyerukan namanya dengan lantang. Dia selalu menang, berhasil memasukkan bola basket itu ke ring lawan dengan lompatan mautnya. Keringatnya yang menetes ke lengen berototnya benar-benar membuat gue gila karena membayangkannya sekarang. Gue ingin mengusap wajah tampannya yang meneteskan peluh itu dengan tangan gue. Bodoh! Kenapa gue baru sadar sih kalau Rama itu cowok tipe gue banget..
"Tai, bangke lu! Gantengan juga gue njing." Ketika Doni mulai kesal, Monic hanya bisa diam. Gue tahu kalau Monic itu suka sama si Doni, tapi namanya cowok goblok otak cuma 2 digit kayak Doni begitu mana peka.
"Udah jangan pada berantem gitu, ini tugas kelompok kita gimana nyet?" Kali ini gue ikut nimbrung melerai mereka. Monic ini bukan temen sohib gue kayak Doni. Dia ini cuma temen sekelas gue yang kebetulan sekelompok sama gue buat tugas ekonomi.
"Eh iya, gue cari dulu di internet."
"Nah gitu dong kerjain yang bener ya, gue serahin semua tugas ini ke lo." Gue emang beruntung banget sekelompok sama si Monic, dia itu siswi pintar di kelas gue jadi semua tugas pasti bakalan kelar kalau dia yang kerjain. Mana mau gue repot-repot ngebantuin dia, mending gue cari tau informasi tentang Ramayana Mahesa lebih banyak lagi biar bisa jadiin dia pacar yang ke 31 gue.
Gue putuskan hari ini dan detik ini juga Ramayana Mahesa menjadi target operasi seorang Larisa Kanaya. Gue pengen tau butuh berapa hari gue bisa naklukin pemuda itu. Pria mana yang bisa nolak pesona kecantikan gue? Kalaupun ada pria itu pasti buta atau katarak.
Seorang Larisa pantang menginjakkan kaki di kelas anak IPA, tapi berhubung targetnya ada di sini ya mau tidak mau gue nekat. Kalian pasti tahulah hubungan anak IPA dan IPS tidak terlalu akur karena anak IPA sering meremehkan anak IPS yang katanya bodoh, mereka beranggapan kalau anak IPS kebanyakan adalah anak nakal, malesan dan brandalan. Beda dengan anak IPA yang pintar dan super disiplin. Dasar sombong...
Jodoh memang nggak kemana, baru masuk satu langkah gue melihat Rama keluar menenteng buku. Beda banget sama gue yang kemana-mana malah bawa masalah. Dia masuk ke perpus, kalau gue ikutan masuk apa yang terjadi? Apa gue akan terbakar menjadi angus. Harusnya gue masuk dalam sejarah karena seorang Larisa untuk pertama kalinya masuk perpustakaan. Gue mungkin hari ini lagi khilaf.
"Larisa kamu disini, alhamdulillah akhirnya kamu dapet hidayah." Suara itu, prawan tua itu disini. Tuhan tolong hempaskan aku dari sini. Hidayah? Dia fikir aku habis kena azab lalu tobat gitu. Mimpi aja sono bu!
"Iya bu." Gue meng-iyakan biar nggak ribet.
"Mau pinjem buku apa?" Mati gue, gue kagak mau pinjem apa-apa. Kartu perpus gue aja kagak bawa, ilang entah kemana tu kertas ijo.
"Buku apa ya? Eh buk-buku akuntan. Iya buk buku akuntasi hehehehe." Pinter banget emang gue ngelesnya, meskipun tadi sempet gelagapan.
"Bukunya ada di rak sebelah kiri, kamu cari aja disana." Iya-iya buk, jangan banyak bacot deh ah. Lamakan jadinya...
Gue berjalan mendekati rak yang ditunjukkan prawan tua itu biar lebih meyakinkan, setelah prawan tua itu pergi gue langsung mencari keberadaan Rama target operasi gue. Gue lihat dari jauh pria itu memasang kacamata yang pas nangkring dihidung mancungnya. So hot banget, gue makin klepek-klepek deh sama doi. Dia lagi baca buku tebel-tebel banget, tuh buku bahkan lebih tebel ukurannya dari pada batako yang biasannya dipecahin Doni ketika latihan silat. Goblok emang! Buku disamain sama batako. Pelan-pelan tapi pasti gue mendekati pria yang tengah serius membaca, gue bisa melihat buku itu berjudul Biologi. Buku apalah itu gue tidak peduli, karena guekan anak ips jadi nggak perlu tau buku favorit apa yang dibaca anak IPA. Mungkin itu adalah buku percintaan remaja dan pemeran utamanya bernama Bio
"Hai.." sapa gue sksd (sok kenal sok dekat) gue tambah cengiran manis menampakkan gigi putih gue. Rama, pria itu meletakkan buku batako itu dan melirikku sekilas lalu fokus kembali ke bukunya. What? Dia mengabaikan kecantikan paripurna gue, seolah-olah dia cuma memastikan kalau yang menyapanya tadi bukan setan. Hellow, ini tidak bisa gue biarin. Gue harus berusaha semaximal mungkin. Semangat Larisa go...
"Kenalin nama gue Larisa Kanaya, lo bisa panggil gue Risa seperti anak-anak yang lain." Gue sengaja mengulurkan tangan kanan gue didepan mukannya sengaja biar fokusnya terpecah.
"Gue juga suka baca buku kayak lo gini di perpus. Ah iya buku bio yang lo baca gue juga udah baca semuanya sampek tamat malahan. Ceritanya romantis banget, bagus dan menarik benar-benar menguras emosi" Gue lihat kalau dia mulai terusik akan kehadiran gue dan gue semakin bersemangat untuk mencari perhatiannya.
Dia meletakkan bukunya kembali dan melepas kacamatanya. Berhasil Larisa, dia pasti salut akan keberanian lo. Lihat saja ini semakin mudah.
"Maaf gue nggak kepo, jadi lo nggak perlu repot-repot berpidato di depan gue." What the hell, mulut gue melongo lebar. "Nama lo siapa, I don'care. Nama gue, lo sendiri pasti juga udah tau. Jadi nggak perlu kenalan. Itu malah buang waktu gue." Dia berhenti berucap, membereskan buku-buku di meja.
Yang gue tau beberapa detik berikutnya dia sudah membeo melanjutkan ucapannya. "Dan... ini bukan buku novel cinta menjijikkan yang biasa lo baca, tapi ini buku pelajaran buat nyelesain pr gue. Kalau nggak ngerti jangan sok tau apalagi sok pintar!" Jleb, mulutnya bener-bener pedes banget kayak terong dicabein. Gue masih melongo melihat kepergiannya dari perpus tanpa membalas ucapannya. Pe'a gue udah cengo kayak orang bodoh yang ditolak cintanya padahal gue belum nembak dia. Bangsat..
Bab 2 : Jadian
Target gue yang ke 31 ini memang sangat sulit, biasanya gue bisa dapetin cowok paling lama seminggu sedangkan Rama hampir sebulan gagal terus. Kalau gini terus bisa-bisa gue pergi ke dukun buat pelet dia dengan ajian jaran goyang, hufft...
Sekarang gue tau penyebab kegagalan gue itu karena satu cewek yang lagi deket sama Rama. Gue nggak tau siapa cewek udik itu, gue harus tanya temen super pintar di kelas gue yang mempunyai berbagai informasi up to date yaitu Monic si ratu gosib.
"Oooo, cewek cantik itu Nafisya. Dia itu temen baiknya Rama, gue denger-denger sih dari anak-anak yang lain mereka deket banget mungkin mereka pacaran sekarang." Apa pacaran? Nggak boleh, nggak bakal gue biarin.
Nafisya, cewek itu jelas kalah saing sama gue. Cantikan gue, kerenan gue, sexyan gue kemana-mana. Penampilan dia kampungan persis kayak prawan tua, baju seragam dipanjang-panjangin. Gue heran kenapa nggak pakek gamis sekalian biar kayak ibuk-ibuk kosidahan. Kesel gue...
"Don lo mau nggak bantuin gue." Gue berencana mau kerjain cewek udik itu dengan bantuan Doni biar kapok.
"Bantu lo ngapain?"
"Gue mau ngerjain seseorang, pasti seru." Gue tau kalau Doni pasti akan suka rela ngebantuin gue, dan dia satu-satunya orang yang bisa gue andelin.
Sebelumnya gue udah kasih ciri-ciri lengkap cewek udik itu ke Doni. Rencananya gue nyuruh si Doni buat nemuin cewek udik itu bilang kalau Rama minta bantuan dia di gudang belakang sekolah. Jelas itu kebohongan besar, di gudang nggak akan ada Rama yang ada hanya tikus beserta kawan-kawannya. Emang dasarnya cewek goblok! Tanpa banyak cing-cong selesai berbincang sama si Doni, cewek udik itu langsung melesat ke gudang. Setelah cewek itu masuk gudang, gue cepet-cepet tutup pintunya dan gue kunci. Rasain lo, ngebangke aja lo di dalem sono.
Gue denger dia berteriak-teriak kagak jelas disertai isakan tangis histeris. Dasar cengeng! Dibiliang jahat, iya emang gue ratunya. Egois itu sifat gue. Baik... Gue bukan orang munafik yang bisa baik di depan, nusuk dari belakang. Gue lebih suka gue yang apa adanya, jahat ya jahat sekalian, baik juga sekalian jangan setengah-setengah dilihat orang. Ntar disini baik disono malah jahat, itu yang gue nggak suka bermuka dua. Buruk... Tentu, itu nama belakang gue dan Doni. Larisa Kanaya cewek bad girl itu selalu berulah lagi dan lagi, kapan dia akan berubah? Semua orang selalu bertanya seperti itu. Mungkin jika Risa mati akan merubah keadaan, hahahaha lucu..
"Tolong buka pintunya siapapun diluar sana! Rama tolong!" Cih, cewek udik itu berani-beraninya minta tolong Rama. Dasar! Semoga dia baca tulisan yang gue tulis di papan tulis bekas di gudang. Ya, gue nulis ancaman supaya dia menjauhi Rama, karena Rama adalah milik gue.
Dari kecil bokap gue nggak pernah peduli sama gue, disekolahin aja gue masih untung setidaknya dengan sekolah gue bisa pinter dikit meskipun kenyataannya gue adalah murid tergoblok dikelas. Bokap gue yang pemabuk itu bukan ayah yang baik karena tidak bisa menuruti apa kemauan nyokap hingga gue harus kehilangan sosok ibu yang harusnya ada disamping gue.
Gue nggak nyalahin sifat ibu yang matre, karena seorang wanita haruslah materialistis agar suaminya giat bekerja dan tidak malas-malasan. Ya, memang itukan tugas suami untuk menafkahi keluarga tapi bokap, ya pria itu malah menjadi pecundang dengan berjudi dan pemabuk berat. Nyokap gue yang tidak tahan dengan kehidupan serba kekurangan dan sifat suaminya yang pecundang itu lantas memilih berpisah dan pergi dengan selingkuhannya yang kaya raya. Sebenarnya yang bikin gue kecewa kenapa ibu nggak ngajak gue pergi bersamanya, setidaknya gue juga ingin mempunyai kehidupan yang layak bersama nyokap dan suami barunya.
Semua penderitaan yang gue alami ini salah bokap, seharusnya gue punya keluarga yang lengkap seperti anak-anak yang lain. Setiap gue nyalahin pria pemabuk itu gue malah mendapat bogeman mentah darinya, ya gue dapet hadiah pukulan bahkan tamparan yang terasa panas dipipi. Gue emang nggak akan pernah bisa dapetin kasih sayang orang tua, tapi setidaknya gue egois dalam cinta. Gue akan berusaha dapetin pria manapun yang gue sukai termasuk Rama...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Rama, pria itu tiba-tiba menggebrak meja gue sampai-sampai gue dan Doni terkejut. Dia nggak marah sama gue, tapi tatapan tajamnya menghunus ke arah Doni. Seketika tanpa babibu dia menarik kerah seragam Doni, selama ini nggak ada yang berani macam-macam dengan Doni apalagi sampai menyentuhnya seperti ini kalau dia tidak ingin berakhir mengenaskan ditangan preman seperti Doni. Gue langsung mengikuti dari belakang seperti anak-anak lainnya yang langsung heboh, Doni mau dibawa kemana? Seperti dugaan gue Doni dibawa digudang belakang sekolah tempat dimana Nafisya kemarin gue kurung.
Jari telunjuk Rama menunjuk papan tulis berisi ancaman yang gue karang kemarin masih ada, meskipun tulisannya sedikit memudar tapi masih bisa dibaca dengan jelas.
"Maksud lo apa ha! Ngurung Nafisya di gudang?" Bentakan Rama berhasil membuat telinga gue berdengung, gue nggak nyangka Rama bisa semarah ini cuma gara-gara cewek udik itu.
"Gue nggak pernah liat Nafisya berhubungan sama cowok lain selain gue. Lalu apa salahnya dia sama lo?" Yang salah disini bukan Doni Ram tapi gue. Kasian Doni karena ulah usil gue dia jadi kena imbasnya, pasti cewek udik itu ngadu ke Rama.
"JAWAB GUE GOBLOK! Lo bisu apa nggak punya mulut tolol!" Bentakan Rama yang ketiga kalinya membuat Doni marah, dia seketika mendorong Rama sampai menabrak tumpukan kardus yang berisi buku dengan keras. Pasti sakit rasanya, aku yang melihatnya saja ngilu.
Berbalik kini Doni yang menarik kerah seragam Rama hingga dia mendongak karena tarikan yang begitu kuat. "Kalau gue suka sama cewek lo salah?" Bukan hanya Rama yang terkejut, gue juga ikutan shock bahkan semua orang yang berkerumun disini ikutan melongo.
"Bangsat!" Makian Rama membuat Doni mengangkat tangan kanannya siap membogem Rama, gue yang melihatnya merem melek nggak tega liat Rama.
"Tunggu!" tiba-tiba Rama menghentikan pukulan doni yang hanya beberapa centi lagi mengenai wajahnya yang tampan, otomatis Doni menurunkan tangannya. Gue rasa Rama kali ini nyerah...
"Gue nggak mau berkelahi di sini, sempit. Gue mau dilapangan." Apa? Gue nggak salah denger ini Rama malah nantang Doni di lapangan. Gila! Pengen cari mati ya tu orang. Dalam hal berkelahi Doni nggak ada tandingannya pasti dia akan menang dan musuhnya bakalan kalah babak belur. Doni udah belajar silat dari orok, pemegang sabuk item. Bahkan dia sekarang jadi guru silat anak-anak di kampung gue. Sedangkan Rama dia itukan kutu buku, masalah rumus di soal dia bisa selesain. Ototnya yang macho itu terbentuk karena dia rajin main basket, menang karena berhasil masukin bola ke ring lawan sama menangin adu jotos ya bedalah.
"Oke, siapa takut." Dengan pdnya Doni mengikuti Rama menuju lapangan dari belakang disertai anak-anak yang lain berhamburan pindah ke lapangan untuk join ikutan nonton drama adu jotos ini. Gue langsung berjalan mendekati Doni buat bicara.
"Don lu nggak akan buat Rama matikan?" tanya gue polos banget, kayak anak ayam yang takut kehilangan bapaknya.
"Aman, palingan anak manja itu nggak akan bisa jalan ke sekokah besok." Mendengar jawaban Doni membuat gue panas dingin, gue nggak akan rela Rama disakiti gini apalagi sama temen gue yang goblok satu ini.
"Don-don doni!" Belum sempat gue selesai bicara tuh orang udah main cabut aja. Dasar kampret!
Lapangan yang sepi kayak kuburan kini ramai akan anak manusia yang pada kepo. Kayak kurang hiburan aja lu pada! Termasuk gue, seharusnya ada penjual popcorn sama es teh disini pasti laris. Aduh ngomong apaan ya gue ini, temen lagi berantem malah disamain sama nonton bioskop film action.
"Maju lo sini!" tantang Doni duluan, Rama memajukan langkahnya mengayunkan tangannya ke wajah Doni tapi Doni berhasil mengelak alhasil Rama hanya memukul angin. Berkali-kali Rama ingin memukul Doni tapi tidak bisa, Doni mengejek Rama karena tidak berhasil menyentuhnya. Marah? tentu saja Rama sangat marah merasa diremehkan. Kali ini Rama dengan tarikan nafas berat mengayunkan kaki kanannya berhasil menendang tepat mengenai wajah Doni. Gerakan tiba-tiba Rama tanpa bisa Doni prediksi membuatnya terpelanting jatuh.
Melihat sang lawan terjatuh Rama berganti menarik kerah baju Doni. "Ini balasan buat lo yang udah ganggu Nafisya gue!"
Bugh! Rama memukul wajah doni sebelah kanan. Bugh! Kali ini sebelah kiri, untuk yang ketiga kalinya Doni menahan tangan Rama yang ingin memberikan bogeman lagi. Doni mendorong tubuh Rama, kini tubuh Rama yang tersungkur.
Bugh! "Satu" Bugh! "Dua" Doni memukul Rama sambil berhitung, pukulannya tepat diwajah sama seperti yang dilakukan Rama kepadannya tadi.
"Dua bogeman gue aja lo udah KO kayak gini njing, gimana lo mau nglindungi pacar kesayangan lo itu, nggak usah jadi pangeran kesiangan lo..hahahaha ngakak njir." Doni mengejek Rama lagi yang terkapar karena dasyatnya pukulan Doni.
"Lo masih kuatkan nrima bogeman ketiga dari gue ini. Anggep aja ini hadiah buat anak manja kayak lo yang baru tumbuh gedhe." Ejekan Doni ini seolah-olah menganggap Rama ini bayi kecil yang baru tumbuh dewasa. Ketika Doni melayangkan pukulan ketiga kalinya tangannya berhasil ditahan seseorang. Ketika dia menoleh...
"Wah untung perempuan, kalau bukan udah gue tampol lu." desis Doni kesal. Kali ini gue besyukur dengan kedatangan prawan tua itu. Setidaknya Rama bisa selamat hari ini
"Apa?! Mau nampol ibuk, sini!" tantang prawan tua itu sambil mendekatkan pipinya.
Doni cengengesan baru sadar kalau wanita dihadapannya itu seorang guru. "Eng-enggak buk, sayangnya saya anti main tangan sama perempuan buk."
"Kalian ikut ibuk!" perintah prawan tua itu mutlak mengakhiri perkelahian mereka.
Gue mendekati Rama dan Doni, tanpa gue sadari Nafisya perempuan udik itu tiba-tiba berlari mendahului jalan gue menolong target 31 gue. Dasar centil! Sejak kapan dia ada disini udah kayak jelangkung datang tiba-tiba, perasaan tadi nggak ada. Perempuan udik itu berusaha memapah Rama, sok kuat banget tuh cewek! Body kurus kering krontang gitu aja sok strong mapah Rama segala. Awas aja kalau Rama sampek jatuh trus lukanya tambah parah gue santet lu cewek udik.
Gue melihat Rama terluka parah, sudut bibirnya mengeluarkan darah. Wajahnya bonyok lebam-lebam tapi masih aja tetep cakep buat gue terpesona sekaligus kasian nggak tega. Tatapan gue buyar setelah Rama dipapah meninggalkan lapangan. Hufft... gue beralih ke Doni yang sama sekali nggak beranjak, duduk di lapangan.
"Sini gue bantuin berdiri." Gue mengulurkan tangan gue ke Doni.
"Kagak usah gue bisa sendiri, jangan samain gue sama bocah manja itu apa-apa minta dibantuin. Cemen emang!" Idih, si goblok satu ini masih aja nrocos ngejek calon pacar gue.
"Yaudah jalan sendiri aja sono!!"
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Gue gedek banget sama Neni si prawan tua itu, Doni disuruh ikut dia ke BK sedangakan Rama malah disuruh langsung ke UKS kan nggak adil. Kira-kira hukuman apa yang bakalan di dapet Doni, ini semua salah gue tapi malah Doni yang nanggung dan Rama malah bebas gitu aja. Mereka mengistimewakan Rama karena cucu pemilik sekolah ini dan mereka menganak tirikan kami yang hanya orang biasa. Kekuasaan yang berbicara, gue semakin gencar buat dapetin target ke 31 gue ini bagaimanapun caranya. Berlarilah sejauh mungkin domba kecil, sejauh apapun kamu menghindar, aku akan berusaha mengejarmu lalu menangkapmu.
Mondar-mandir didepan ruang BK nggak akan menyelesaikan masalah Doni, gue udah nunggu si goblok Doni itu setengah jam lamanya tapi kagak nongol juga. Tiba-tiba gue keinget kalau Rama lagi di UKS mending gue kesana aja siapa tau dia butuh bantuan apa gitu, gue carmuk dulu alias cari muka kesana.
Pengennya pergi ke UKS mau carmuk yang ada hati gue remuk liat Rama pelukan sama cewek udik itu. Dasar uler keket! Kalau niatnya mau ngobatin ya obatin aja yang bener kenapa harus pelukan segala sih! Bikin gue panas aja. Eh mau ngomong apa mereka ya? Gue sembunyi dibalik lemari obat buat nguping. Gue pasang kuping gue selebar kuping gajah biar jelas kedengeran.
Mereka saling melepas pelukan, Rama berganti menggenggam tangan uler keket dengan mesra. Aduh Rama, bisa-bisa setelah ini tangan lo kena rabies kena kuman ular kadut itu. Sebenarnya cewek udik itu uler keket apa kadut sih? Intinya sama aja, sama-sama mematikan dan harus segera dimusnahkan.
"Sya, aku mohon... Aku minta jawaban kamu sekarang." Jawaban apasih bikin gue kepo aja, nggak jelas kayak acara kuis tanya jawab segala.
"Beri aku alasan Rama yang bisa meyakinkan aku." Uler kadut menjawab, tambah pusing gue.
"Kamu tahu ketika pria brengsek itu bilang menyukaimu, aku cemburu. Hanya aku satu-satunya lelaki setelah papamu yang berhak atas dirimu, melindungimu." Ya ampun setelah drama action tadi yang menegangkan aku harus melihat drama romantis yang membosankan ini.
"Rama aku tidak mengenal pria itu, sungguh aku tidak berbohong. Bukankah selama ini hanya kamu satu-satunya teman priaku tidak ada yang lain." Berapa lama lagi drama ini berakhir tuhan, kakiku sudah kesemutan berdiri seperti orang bodoh.
"Aku percaya kepadamu sya, kamu perempuan yang baik dan cantik. Aku tidak mempersalahkan jika banyak pria yang meyukaimu tapi aku yakin hatimu cuma untukku sya." Ciihh, cantik? Dilihat dari lobang sedotan iya cantik. Body tepos gitu dibilang cantik, matanya Rama kayaknya katarak level akut deh kudu dioplas. Baik? Halah, baik sama bodoh itu beda tipis. Karena terlalu baik mau nolongin lo dia sampek kekurung ke gudang, dia itu terlalu bodoh hingga mudah gue kadalin. Definisi cantik dan cerdas itu ya guelah kemana-mana, cuma gue goblok aja di pelajaran karena males. Coba aja kalau gue mau belajar gue pasti udah jadi professor.
"Sya, aku mau kamu bukan hanya jadi temanku. Tapi kamu jadi sahabat dan juga cintaku. Kamu mau kan jadi pacarku." Apa gue nggak salah denger. Parah! Rama udah kena pelet ular kadut. Hati gue kok jadi cenat-cenut gini. Target yang seharusnya mencintai gue malah mencintai wanita lain.
"Iya aku mau." Mereka berpelukan lagi serasa dunia milik mereka berdua. Akhir dari drama ini ular kadut berhasil mendapatkan cinta sang Ramayana yang matanya lagi katarak. Sad ending, gue pastiin mereka nggak akan jadi pasangan yang bahagia. Gue akan jadi orang ketiga, yang memisahkan hubungan mereka. Sebelum janur kuning melengkung Rama masih hak milik semua orang termasuk gue.
Bab 3 : Mabuk Berat
"Doni lo mau kemana?" Gue melihat Doni membawa tasnya keluar kelas.
"Mau pulang, gue diskors seminggu." Gila! Seminggu waktu yang cukup lama apalagi besok lusa ada UKK (ujian kenaikan kelas) bisa-bisa Doni tinggal kelas kalau gini carannya. Ini salah gue, kalau emaknya Doni tau anaknya di skors pasti Doni kena damprat emaknya yang galak itu. Gue takut kalau motor ninja kesayangannya Doni yang masih nyicil itu ditarik dibalikin lagi ke dealer. Pasti Doni sedih...
Dari tadi yang ada dipikiran gue cuma Rama, hingga gue nggak perhatiin kalau pangkal hidung Doni terluka, terdapat luka sobek disertai darah yang sudah mengering. Gue buru-buru mengambil handsaplast yang senantiasa gue bawa kemana-mana karena gue tahu setiap waktu Doni terluka karena perkelahian gue selalu siap untuk mengobatinya.
"Don gue ikut lo."
"Setelah ini masih ada pelajaran si nenek lampir itu. Lo nggak bisa cabut gitu aja." Prawan tua itu nggak akan bisa nyegah gue.
"Gue nggak peduli, kalau lo di skors berarti gue juga. Gue nggak akan betah disekolah kalau nggak ada lo." Keputusan gue udah bulet, sebulet tahu digoreng dadakan lima ratusan.
"Oke, selama kita nggak sekolah mending kita seneng-seneng."
"Siap." Ini yang gue suka dari Doni, dia selalu buat mood gue kembali baik.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Goyang bro!" Gue terus meliuk-liukkan tubuh gue menari bersama Doni. Sumpah musik djnya enak banget buat goyang ngebor. Hari ini gue nyobain tempat dugem baru di jakarta, baru bukak aja udah rame banget kaya gini.
"Ris udahan yuk, haus gua."
"Apa?! Rebahan?" Gue sedikit berteriak mengimbangi suara musik di club ini yang sangat keras. Ngomong apaan sih Doni, ngajak rebahan gimana maksutnya?"
Doni berteriak keras di samping telinga gue. "Gua haus, anjing!"
"Ohhh, aus? Minumlah." Gue cengengesan sambil menarik tangan Doni ke bar, kita minta bartender meracik minuman yang bisa buat masalah gue dan Doni hempas seketika. Hahaha..
Gue minum dengan sekali teguk lalu menuangnya lagi, lagi dan lagi. "Eh, lu minum apa doyan?" Pertanyaan Doni nggak gue tanggepin gue terus lanjut minum. "Perasaan gue yang haus kenapa lo yang abisin sih minumannya." Bacot lu Don
"Ris-ris lihat sono." Doni nyenggol-nyenggol bahu gue, palingan gue disuruh liat cewek cantik yang bakalan jadi target ngepet dia di dance floor. Ya biasanya Doni minta saran gue bagaimana menurut gue cewek yang ini itu, cantik apa kagak blablabla.
"Yang penting dompetnya tebel Don, hik. Udah sikat aja hik." Gue tetep lanjut minum meskipun gue udah mabuk, ngomong aja gue sulit karena cegukan.
"Ngomong apaan sih lu? Itu Rama disono." Apa? Rama disini. Seketika gue langsung noleh kebelakang, gue berusaha buat fokus melihatnya meskipun agak samar-samar. Iya bener itu Rama dia ke club ini bersama...
"Wah-wah, anak manja itu ternyata suka dugem di club juga ternyata. Gue pikir dia cuma bisa dugem di perpustakaan aja pacaran sama buku."
Andre. Rama disini bersama mantan pacar gue yang ke 25. Gue yakin mantan psikopat gue itu yang udah bawa pengaruh buruk ke Rama. Nggak mungkin Rama yang baik dan masih polos itu masuk ke tempat kotor ini.
"Gue penasaran, kita samperin yok." Dengan langkah sempoyongan gue ngikuti Doni dari belakang.
"Asyik banget ngobrolnya bro, gue nimbrung ngapa." Mendengar sapaan Doni gue lihat 2 manusia itu menoleh terutama Rama dengan mata tajamnya menghunus ke arah Doni. Nampaknya dia tidak suka dengan kedatangan Doni lantas mendorongnya kuat.
"Eits, santuy bro." Lagian si Doni sksd banget sih.
"Tenang Ram, gue tau kalau lo gedek banget sama cecunguk satu ini. Lo harus tahan amarah lo, kalau lo buat masalah ditempat ini trus bokap lo tau abis lo."
"Nah dengerin tu anak manja, ape kate temen lo. Bayi besar bisa kena marah sama mami papi nanti." Mendengar enjekan Doni kepadanya, Rama ingin memukul Doni tapi ditahan oleh psikopat Andre.
"Udah! Daripada lo banyak bacot disini, gue tantang lo minum bir. Siapa yang paling banyak dan cepet ngabisin bir ini bakalan menang. Gimana setuju nggak?" Gue lihat dimeja bartender terdapat botol bir berbagai merk.
"Oke siap. Lo tanyain tu anak manja samping lo berani kagak? Anak manja yang biasanya minum susu mama mana bisa minum bir. Hahahaha..."
"Gue terima tantangan ini." Sahut Rama angkuh.
"Gue sama Rama dan lo-"
Doni seketika merangkul gue. "Risa, gue sama dia."
"Yaelah don, dia aja udah teler kek gitu lo masih mau ngajak dia ikut tantangan ini?" Andre mengejek. Gue nggak suka tatapan meremehkan itu.
Gue berjalan mendekati Andre menarik kerah bajunya. "Hei psikopat! Lo pasti kalah hik dan gue pasti menang hik." Psikopat itu nampak mengibaskan tangannya seperti kipas didepan hidungnya. Gue tau pasti dia nggak tahan bau alkhohol di mulut gue. Biarlah dia mabok duluan nyium jigong gue sebelum bertanding hahaaha.
Jangan pernah meremehkan seorang Larisa Kanaya, tantangan ini bukanlah hal yang sulit bagi gue buktinya gue hampir menghabiskan 3 botol bir, kembung-kembung dah perut gue. Itung-itung gue beruntung juga sih bisa minum bir mahal gratis, psikopat itu yang membayar semuannya. Gue lihat Rama sudah tak sadarkan diri di samping gue padahal dia hanya minum beberapa gelas saja.
Kurang satu gelas lagi dan gue bakalan menang, gue berusaha tetap terjaga meskipun pandangan mata mengabur hingga sulit mengenali sosok orang manapun. "Gue menang!!" teriak gue sambil mengangkat gelas bir terakhirku yang telah tandas seperti piala.
"Don hik Don kita menang hik." Doni diam saja tidak ada sahutan sama sekali, setelah gue menoleh tenyata dia sudah tepar. Hufftt, gue berdiri ingin membangunkannya tapi tiba-tiba kepala gue sangat pusing dan penglihatan gue menjadi gelap.
Bruk! Gue terjatuh setelah itu gue udah nggak ingat apa-apa karena pingsan.
🍁🍁🍁🍁🍁
Entah hal buruk apa yang akan menimpa gue, yang pasti tadi malem gue mimpi aneh. Ketika ingin bangun tidur kepala gue terasa berat seperti tertimpa batako yang besar. Gue pegang kepala gue, gue inget gue sempet terjatuh di club, siapa tau gagar otak. Bodoh! Gue seperti ini pasti karena banyak minum. Bahkan gue berfikir gue bakalan buta karena tiba-tiba pandangan mata gue jadi gelap sebelum pingsan.
Tunggu! Sejak kapan kamar gue ada ACnya, TV tipis yang super lebar dan ketika gue menoleh ke samping gue melihat laki-laki tertidur dengan dengkuran halus.
"Ayah, ayah bangun!" Gue mencoba membangunkannya malas. Dia menguap lalu terbangun dan detik kemudian dia berteriak kencang membuat telinga gue berdengung, seketika gue tersadar bahwa pria yang kini berhadapan denganku adalah Rama.
"KYAAAAAAA!" teriakan gue telat. Sumpah gue kira dia bokap gue yang lagi salah kamar. Bagaimana bisa Rama ada dikamar gue, tunggu! gue melihat sekeliling gue ini bukan kamar gue goblok! Kamar ini begitu mewah sepertinya VIP beda banget sama kamar gue yang seperti kandang macan itu.
"Lo!" tunjuk Rama dengan ekspresi bingungnya. Sama kali Ram gue juga.
"Gue." Gue baru sadar kalau gue tidur dalam keadaan naked. Dan Ramapun juga, jadi gue dan Rama berarti melakukannya tadi malam. Mimpi aneh itu, gue menutup mulut tidak percaya. Mimpi itu benar-benar terjadi, oh tuhan maafkanlah hambamu ini.
Disaat kebingungan melanda seperti ini Rama malah memarahiku seolah-olah gue yang telah memperkosa dia. Bilang gue menjebaknyalah, memperdaya dialah, memanfaatkan dia, mencari kesempatan dalam kesempitan blablabla.
"Stop Ram!" Seharusnya yang marah disini gue, jelas-jelas yang merugi gue karena gue telah kehilangan kerhormatan gue sebagai seorang gadis yang harusnya gue persembahkan ke suami gue. Ahhh, selangkangan gue rasanya sakit dan perih. Fix gue nggak bisa pulang kerumah!
"Lo emang cewek bangsat!" umpatan Rama sebelum dia memungut pakaiannya dan pergi dari kamar ini. Terserahlah dia mau bacot apapun, yang jelas setelah dipikir-pikir gue cukup beruntung karena lelaki pertama itu adalah Rama, pria yang beberapa bulan ini jadi inceran gue. Gue berharap dengan kejadian ini dia bisa pertimbangkan gue jadi kekasihnya mengingat kita sudah melalui malam indah bersama. Gue bukan orang bodoh yang akan menangisi apa yang telah terjadi, biarlah.
Bab 4 : Vidio Mesum
Setelah kejadian malam panas itu gue fikir Rama bakalan nerima gue, seperti yang orang-orang bilang bahwa akan sulit melupakan malam pertama yang indah, dia akan terus memikirkan gue setiap waktu. Tapi apa yang terjadi sama gue? Bahkan dia tetap menjadi pria es yang meyebalkan, saat berpapasan saja dia tidak menoleh sama sekali. Dia sudah menganggapku mahkluk halus yang keberadaannya tidak dihiraukan. Dengan tingkahnya seperti itu gue ragu dia mikirin gue walau sedetik saja.
Beberapa bulan lamanya gue stres mendapat penolakan terus dari Rama, apa gue harus nyerah? Apa gue harus siap melepaskan harta, tahta, maupun kedudukan seperti yang dibilang Monic meskipun agak lebay sih. Hingga puncaknya gue mendapatkan kartu As. Gue hamil, janin yang gue kandung ini adalah benih Rama. Dengan anak ini gue yakin Rama nggak akan nolak gue. Dia pria baik, gue yakin dia akan bertanggung jawab.
Gue ngajak Rama bertemu di sebuah cafe meskipun awalnya dia nolak, gue berhasil maksa dia meskipun sedikit ada ancaman.
"Gue hamil." Gue memperlihatkan tespack bergaris 2. Dia terlihat terkejut dengan pernyataan gue, tapi detik kemudian dia kembali bersikap tenang.
"Anak siapa?"
"Anak kingkong, jelas-jelas lo bapaknya. Pekek nanya lagi!" Gue berani bertaruh jika ini anak beneran anak kingkong, gue akan nyuruh nih anak makan lo hidup-hidup jika sudah lahir.
"Maksutnya?" Oh, tuhan. Gue fikir gue udah menggunakan bhs.indonesia dengan baik dan benar ketika berbicara, tapi kenapa manusia ini tidak mengerti juga hingga dia terus menanyakannya berulang kali. Apa gue harus menggunakan bhs.isyarat agar dia mengerti atau jika perlu gue akan menggunakan bhs.monyet. Mungkin itu akan berguna, kalau tidak gue pasti akan terlihat bodoh di depan semua orang.
"Gue hamil anak lo Rama. Masak lo lupa dengan kejadian malam itu? Kitakan sudah me-la-ku-kan-nya." Gue sengaja lebih menekankan kalimat terakhir.
"Gue nggak percaya, bisa aja itu anak dari hubungan lo sama laki-laki lain. Lo kan udah main sama banyak lelaki bukan hanya sama gue aja. Ralat, lebih tepatnya lo yang udah permainkan gue dengan jebakan lo." Memang sulit meyakinkan pria keras kepala seperti dia.
"Lo yang makan nangka, gue yang dapet getahnya. Lo jangan mau enaknya aja dong, nggak mau tanggung jawab."
"Denger ya, gue tahu cewek macam apa lo. Lo itu cewek nggak bener dan penipu, cuma orang bodoh yang percaya sama omongan lo."
"Sial..." Bahkan menggunakan kartu As ini nggak berhasil, mungkin aku akan menggunakan kartu joker nantinya. Entah dengan cara apa yang pasti cara terakhir ini nantinya yang merubah segalannya termasuk lo Ram, akan menuruti semua perintah gue. Hmm.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Gue gagal minta pertanggung jawaban Rama."
"APAA!!" Doni berteriak keras sampai gendang telinga gue rasannya mau pecah mendengarnya. Untung saja kita berada ditaman belakang sekolah yang sepi kalau tidak mulut Doni pasti akan kena tabokan sepatu oleh anak-anak lain. "Anak manja itu harus gue kasih pelajaran Ris."
"Udah gak usah." ucap gue sambil menyesap rokok gratis hasil gue malak Doni.
"Ris, ehmm emang lo beneran hamil? Gue kok ragu ya, jangan-jangan lo nipu Rama biar lo bisa mepet Rama terus."
"Gue beneran bunting goblok, gue nggak bohong. Diperut gue ini ada bayinya." Gue sengaja mengelus memperlihatkan perut rata gue ke Doni.
"Kok nggak blendung sih Ris, yang gue tau orang bunting itu perutnya gedhe. Lah perut lo tepes kayak gitu."
"Pe'a ya lu. Namanya juga masih beberapa minggu belum kelihatanlah. Emang gue bunting anak setan apa bisa langsung gedhe 9 bulan." Gue kesel ngomong sama orang goblok kayak Doni.
"Emang udah berapa minggu?" tanyanya kepo
"Kagak tau gue, gue belom periksa ke dokter." Gue sesap rokok gue tapi keburu kena tabokan Doni yang super dasyat akhirnya rokok gue jatuh dengan tragisnya ke tanah.
"Apaan sih lo! Rokok gue tu, ganti kagak lu." Sayang banget rokok gue mengenaskan.
"Lo baca nih." Doni memperlihatkan bungkus rokoknya dibagian belakang yang bertuliskan perhatian. Gue mengernyitkan dahi bingung.
"Rokok bisa menyebabkan gangguan kehamilan. Mulai sekarang lo nggak boleh minta rokok lagi ke gua. Haram hukumnya."
"Apa?" Kali ini Doni yang biasa buat mood gue baik, hari ini dia sukses buat mood gue buruk seketika.
Lebih buruknya lagi Doni nekat nemuin Rama sepulang sekolah. Kali ini gue lihat Doni sangat marah, dia langsung menghampiri Rama yang keluar dari toko buku.
Bugh! Satu pukulan Doni membuat Rama tersungkur dengan darah keluar dari sudut bibirnya.
"Bangun lo pecundang!" Doni mencengkram kerah baju Rama dengan kasar.
"Don udah." Gue berusaha menariknya, gue nggak mau Rama kenapa-napa.
"Kali ini gue nggak akan beri ampun anak manja ini. Pukulan yang gue beri dulu cuma bisa ngebuat dia masuk UKS, kali ini gue akan buat dia masuk ke pemakaman." Gila emang si Doni! Dia mau anak gue jadi anak yatim nggak punya bapak, gue nggak akan biarin.
"Doni cukup!" Gue dorong Doni sekuat tenaga gue hingga dia terdorong jatuh.
Kali ini gue yang mendekati Rama, gue lihat dia berusaha berdiri menghadap gue. "Denger ya Ram, ini kesekian kalinya gue minta pertanggung jawaban lo."
"Dan ini kesekian kalinya gue nolak."
"Gue punya bukti vidio mesum kita malam itu." Ini kartu joker yang gue maksut.
Dia terkejut. "Gue semakin yakin kalau lo emang berniat menjebak gue."
"Terserah lo mau bilang apa." Gue nyilangin kedua tangan didepan dada dengan angkuh. "Kira-kira kalau vidio mesum ini tersebar, apa yang akan terjadi dengan tuan Rama yang terhormat seorang siswa paling teladhan dan paling dibanggakan di sekolah? Kalau gue nggak apa-apa di hujat karena kelakuan gue emang udah terkenal buruk, tapi kalau lo gue ragu lo bisa kuat dengerin cacian mereka. Nama lo pasti akan tercemar dimana-mana setelah itu."
"Mana vidio itu, gue mau lihat."
"Ohoo, rupanya tuan Rama ini nggak sabar pengen liat vidio bokep ya." Gue sengaja berlagak sok centil sambil merapikan kerah bajunya yang kusut karena ulah Doni, tapi Rama segera menampik menjauhkan tangan gue dengan perasaan jijik. "Ok fine. Gue bukan tipe manusia yang suka menunggu, tapi buat lo gue kasih waktu sampek nanti jam 9 malem. Semoga gue mendengar keputusan yang baik ntar malem karena kalau tidak, gue akan post vidio ini ke medsos.
"Lo emang perempuan licik!"
"Bukan licik baby, tapi perempuan pinter." Gue pergi dengan melambaikan tangan memberikan kissbay ke Rama.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Lo emang hebat Ris." Doni mengacungkan 2 jembol tangannya tepat didepan muka gue dengan takjub seolah-olah itu adalah sebuah prestasi.
"Jelas dong." Gue ngibasin rambut cetar gue dengan bangga. "Gue kalau nyelesain masalah itu pakek otak bukan pakek otot kaya lo." Hmm, gak ada gunanya juga njelasin ke monyet satu ini, nggak bakalan ngerti juga.
"Yaudah gue masuk, lo pulang sono!" gue sengaja ngusir Doni pulang, karena kalau tau bokap gue, gue bisa kena semprot pria tua bangka itu.
"Iye-iye, sabar. Nih montor susah dimundurin, bantuin dorong napa."
"Ngrepotin banget sih lo, udah gue bilang kagak usah kebanyakan gaya pea. Dulu punya motor enteng pespa kuning antik pakek digadein ama nih montor yang beratnya kaya beban dosa lo." Kesel gue lama-lama ama nih anak, pengen gue cakar aja tuh muka. Untung temen gue.
"Pelan-pelan dorongnya Ris, ntar kalau nyusruk tembok kulit mulus Margaret jadi lecet." Idih motor ginian aja dinamain Margaret, pantesnya Markonah kaya nama janda beranak tiga tetangga sebelah.
Setelah Doni berhasil gue pulangin, gue masuk rumah. Gue disambut dengan ocehan bokap gue. "Lo pulang ama anak brandalan itu lagi?"
"Namanya Doni bukan brandal." Jawab gue sewot.
"Berkali-kali gue bilangin cari pacar itu milih yang tajir, biar lo kecipratan duwitnya, minta ini itu enak keturutan. Lah tu laki brandal apa yang mau lo arepin? Beli gorengan goceng aja masih ngutang di warungnya ujang. Lo itu cantik, masak cari cowok kaya aja nggak ada di sekolahan lo. Mulai besok jauh-jauh lo ama tuh anak brandal, kagak usah lagi antar jemput lo kesini." Ya nggak bisalah. Doni kan ojek gratis gue, yang bisa gue suruh kesono kemari tanpa protes. Lagipula siapa juga yang mau pacaran sama cowok kere kayak Doni, masa depan suram kek gitu.
"Nggak ada urusannya ya, mau gue deket sama Doni, Dona,emaknya, bapaknya, neneknya, kakeknya. Terserah gue, hidup-hidup gue. Masbuloh, masalah buat loh!!" Gue emang nggak punya tatakrama sopan santun dalam hidup gue, apalagi kalau adu bacot sama bokap gue ini yang mata duwitan.
Bugh! Gue jatuh tersungkur. Yap, pukulan lagi yang gue dapat, ganjaran karena gue berani nglawan pria tua bangka ini. Kali ini kepala gue yang kena sasaran, gue nggak heran kalau gue dapet predikat siswi tergoblok di kelas mungkin ini alasannya. Mungkin kepala gue kebanyakan dapet tampolan mematikan dari bokap jadi konslet.
"Ini." Astaga! Gue mulai tegang. Bokap nemuin tespack gue, beneran nggak sadar gue saat terjatuh akibat tampolan tadi tas gue posisinya terbuka dan alat itu keluar begitu saja dari tas gue. Mampus gue
"Bangsat! Lo hamil?" Sumpah gue bener gemeteran takut ini, banteng tua ngamuk beneran.
Bokap narik kerah seragam gue kasar sampek gue ngedongak natap mata tajamnya yang merah persis banget kayak banteng matador. "Jawab gue!!" paksannya, gue masih aja diem bingung mau nyaut apa. "Jangan bilang lo hamil anak brandal itu, jawab!!" Bentaknya lagi.
"Bu-bukan." Jawab gue takut-takut.
"Denger ya, nggak ada gunanya lo bunting gedhe anak si brandal tengik itu. Mending lo gugurin aja, karena ntar kalau lahir juga tuh anak bakalan blangsak kaya bapaknya." Enak aja lu ngomong kagak ada saringannya.
"Ini bukan anak Doni yah. Ini anak Rama pacar gue." Kalau Rama disini dia pasti marah gue udah akuin dia pacar didepan bokap.
"Jadi siapa itu bocah, anak kampung mana?" tanyanya yang masih emosi tapi nggak separah tadi.
"Dia itu cucu pemilik gedung sekolahan gue."
"Tajir dong berarti?" tanyanya mulai kepo.
"Iyalah jelas." Sahut gue bangga, seketika dia langsung sumringah dan tak lupa dia melepaskan cengkraman di seragam putih gue. Dasar tua bangka mata duwitan!
"Kalau lo malu minta pertanggung jawaban, ntar biar gue aja yang kesono nemuin orang tuannya biar lo segera dikawinin sama anaknya. Lo tinggal kasih alamatnya aja ke gue." Buset langsung gercep dia.
"Nggak usah, biar gue yang urus semuannya. Dia bakal tanggung jawab kok." Kalau gue biarin bokap datang kesana, yang ada buat ricuh rumah orang kalau dia yang atasi.
"Oke. Tapi kalau pacar tajir lo itu nggak mau tanggung jawab juga, gue yang bakalan bertindak." Hadeh! Kenapa sih bokap pakek tau segala, permasalahan gue bakalan lebih runyamkan kalau gini kejadiannya. Entahlah pusing gue...
Gue ngrebahin tubuh di kasur keras sekeras beban hidup gue. Gue ambil hp didalem tas sekolah gue, tangan gue bergerak mengetikkan sesuatu di layar hp.
Hai sayang💕 bagaimana keadaanmu sekarang? Kurasa malam ini kamu sangat gelisah memikirkan keputusan apa yang terbaik untuk masa depan kita😫
Ini siapa?
Calon istrimu sayang❤
Terserah!! gue bakalan blokir nomer ini!
Hei, sabar sayang. Kamu cepat sekali marah ya😌. Ini gue Risa, baru aja tadi siang kita bertemu, kou sudah melupakannya secepat ini. Tega sekali😢
Menggemaskan sekali calon suamiku ini, nggak sia-sia gue minta nomer hpnya dari si Monic, gue lihat WAnya online terus pasti dia memang sengaja menunggu chat dari gue. Ngarep emang gue, hahahaha. Apa jangan-jangan dia nunggu chat dari ular kadut, nggak-nggak boleh...
Ting! Suara notifikasi WA, segera gue lihat
Calon suami💘
Bangsat!!👊
Apa-apaan ini? Oh... rupannya dia ngajak gue perang online. Bagus aku suka tangan lincahnya itu mengetik umpatan lucu bagiku.
Sayang💕 jaga tulisanmu itu bisa menyakiti calon binimu😌😛
Gue nunggu balasan darinya, tapi tidak kunjung di balas padahal udah di read. Gue rasa main-main hari ini udah selesai.
Waktu lo tinggal beberapa menit lagi. Ingat, gue nggak pernah main-main sayang. Semoga pikiran lo waras malam ini agar nama baik lo tetap aman ditangan gue.
Lagi-lagi chat gue cuma di read doang. Kesel gue! Kurang beberapa detik lagi jam 9 malam tepat.
10 detik -send
9
8
7
6
5
4
3
Gue sengaja spam chat dia
2
Ting! Notifikasi masuk dari-
Calon suami💘
Besok pulang sekolah kita ke dokter, cek kandungan
Ahay, yuhuuu! Gue berhasil. Yesss! Gue mencak-mencak kegirangan. Langsung gue bales dong...
Ok, siapppp sayang😘😚😍💕💞❤
-send
Malam ini mungkin Rama nggak akan bisa tidur nyenyak, tapi malam ini gue akan tidur dengan nyaman dan damai.
Bab 5 : Memalukan
Gue seneng banget hari ini karena gue nanti mau cek kandungan bersama Rama my lope-lope. Gue penasaran keadaan bayi gue sehat apa nggak, karena selama ini gue belum pernah cek ke dokter.
"Woi!!" Bentakan Doni nyadarin lamunan gue. "Lo kenapa? Perut lo mules?" tanpa sadar dari tadi gue ngelus-ngelus perut gue yang rata.
"Kagak." Sahut gue. "Eh Don, gue nggak pulang bareng lo hari ini."
"Kenapa?" tanyanya kepo.
"Anggep aja hari ini kebruntungan lo, lo bisa kasih tebengan cewek lain buat pdkt. Noh liat si Monic lagi nungguin lo, jangan lo anggurin cepet sikat, pepet." Gue liat emang si Monic lagi curi-curi pandang ke Doni.
"Ya elah Ris, padahal gue mau ngajak lo makan mie ayam."
"Makan mienya besok-besok juga bisa kali Don. Udah sono, keburu diembat orang lain ntar si Monic." Ini alasan gue aja biar Doni nggak banyak tanya macem-macem, soalnya kan dia pria super kepo kalau masalah menyangkut tentang gue.
Setelah mengatasi Doni, gue langsung melesat ke mobil calon suami. Gue udah standby seperti satpam yang njagain mobil di parkiran takut di maling orang. Sambil nunggu calon suami nongol, gue bedakan dan lipstikan dulu biar syantik.
Moles lipstik baru separo, gue udah ditarik sama orang sampek polesan gue keluar jalur busway. Jadi cemong-cemong kan gue kayak dakocan.
"Anjing!!" Otomatis gue ngumpat kasar, kesel gue. Setelah gue noleh ternyata dia-"Eh, sayang." Ternyata dia Rama, calon suami gue. Salah tingkah gue jadinya.
"Udah gue bilang tunggu depan gerbang sekolah! Kenapa lo ngeyel nunggu di parkiran?!" Bentaknya kasar didepan umum, untung gue cewek yang tahan banting. Kalau cewek lain mah langsung mewek di seret di bentak kayak gini.
"Sabar sayang, lo nggak malu apa dilihatin banyak orang." jelasku setenang mungkin.
"Bangsat! Cepetan masuk!!" desisnya dengan amarah yang sedikit tertahan.
Sebelum gue masuk, gue liat Nafisya si ular kadut menatapku. Gue berkacak pinggang berpose dengan sensual membalas tatapan penuh tanyanya dengan tatapan tajam menusuk milik gue. Terlihat dia jadi cengo melihatku, rasain aja. Gue mau ngebuktiin kalau Rama lebih milih gue, detik kemudian gue ngibasin rambut panjang gue dengan centil lalu masuk kedalam mobil bersama Rama.
Seperti yang diperintahkan calon suami gue sebelum pergi ke dokter gue harus ganti baju bebas dulu, so kita mampir ke rumah gue dulu. Beruntungnya siang jam segini bokap belum pulang ngopi di warung.
"Ram masuk yuk." Ajakku dengan gembira. Gue sengaja menarik tangannya untuk masuk ke dalam rumah, tapi gue malah didorong sama Rama. Untung dahi gue nggak sampek kepentok tembok, bisa amnesia gue.
"Kasar banget sih lo sama gue." Udah tau gue lagi bunting, masih aja dikasarin.
"Gue tunggu lo dimobil aja. Cepetan lo ganti baju sana, gue males nunggu lo lama-lama!"
"Iya-iya sabar." Gue masuk kedalam rumah dengan cemberut kesal. Untung dia bapak dari anak gue kalau kagak udah gue sianida dia dari kemaren.
Dengan kecepatan kilat gue ganti pakaian agar pria es itu nggak marah-marah lagi. Setelah selesai gue berjalan menuju pintu berpapasan dengan bokap gue yang berjalan sempoyongan dengan botol minuman alkohol ditangannya. Ya ampun! tua bangka ini masih siang udah mabok aja. Eh, jangan-jangan bokap sempet liat Rama lagi. Mampus gue kalau Rama liat model bokap gue kayak gini.
Segera gue menuju mobil Rama memastikan. "Hai sayang." Sapa gue dengan seyum termanis.
"Lama." umpatnya, padahal gue udah berusaha cepet tapi masih aja dibilang lama. Sabar Risa ini ujian.
Hening...
Diperjalanan menuju RS nggak ada percakapan sama sekali di dalam mobil. Gue bosan sumpah, gue dianggap patung apa ya kagak diajak ngomong gini.
"Ehm, Ram-" Baru aja gue mau ngomong tiba-tiba hp Rama berbunyi, nggak jadi deh gue ngomong. Gue milih menajamkan indra pendengaran gue alias nguping.
"Hallo princess." Sapa Rama dengan sumringah bahkan senyumnya lebar banget. Ngomong sama siapa sih Rama? Alay banget pakek manggil princes-princesan segala, udah kayak telponan sama syahrini aja.
"Sendiri sayang, kenapa?" Idih pakek ngomong sayang lagi, jinjay gue. Siapa sih makin kepo gue.
"Sudah barusan. Hahaha" Buset, pria es ini bisa ketawa juga ternyata. Kenceng lagi ketawanya, kalau ketawa gini dia kelihatan tambah ganteng.
"Iya janji Fisya sayang." Gue langsung melotot mendengar nama siluman itu disebut. Jadi dari tadi Rama telponan sama ular kadut. Panas jiwa raga gue, kesel banget.
Gue dari tadi semobil sama dia dianggep mahkluk tak kasat mata kagak diajak ngomong sama sekali. Eh, giliran ular kadut itu nelpon dari antah berantah langsung nrocos ngomong panjang kali lebar kali ciliwung, nggak ada koma titiknya ketawa ketiwi kesana-kemari.
"Iya sa-" segera gue srobot hp Rama saking keselnya, gue tau dia belum selesai bicara di telpon. Otomatis dia langsung melotot ke gue, kita jadi lomba adu plotot-plototan.
"Balikin hp gue!" Perintahnya dengan garang.
"Nggak." tolak gue sambil geleng kepala.
"Sini balikin Risa!" Dia mencoba mengambil dengan tangan kirinya, gue mencoba menjauhkan hp darinya. Terus saja dia berusaha meraihnya dan kejadian yang tak terduga terjadi.
HP Rama terlempar keluar dari jendela mobil yang nggak gue tutup. Seketika Rama menghentikan mobilnya tiba-tiba, dia turun keluar dari mobil dengan membanting pintu mobilnya keras. Gawat pria es itu marah banget sama gue! Jangan-jangan dia mau ninggalin gue disini. Bisa sempor kaki gue kalau jalan kaki, mana gue nggak bawa duwit.
Gue liat Rama ngambil hpnya yang terlempar dijalanan. Kalaupun tuh hp rusak Rama bisa beli hp baru yang lebih canggih, dia kan tajir. Rama mendekat ke gue dengan hp digenggamannya yang layarnya retak. Gue cuma bisa nelen ludah siap-siap kena semprot mulut cabenya.
"Lo sama bokap lo sama-sama idiot."
"Apa?"
"Diam!" Gue malah dibentak. "Lo bacot lagi, gue lempar lo dari jembatan ini." Ngeri banget ancamannya Rama, gue baru nyadar kalau kita berhenti di pinggir jembatan. Takut, gue langsung masuk ke mobil. Gue nggak mau buat ulah lagi, jadi cukup menuruti perintah calon suami. Dan mengenai bokap, gue ragu kalau Rama sudah bertemu dengannya tadi dirumah.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Akhirnya kita sampai di Rumah sakit. Gue melihat Rama memakai jaket untuk menutupi seragam putihnya dan mengganti sepatu sekolahnya dengan sandal.
"Cepetan masuk, pakek ngliatin gue mulu. Gue tau kalau gue ganteng." ucapnya pd tingkat dewa.
Gue tersenyum. "Papah kamu emang ganteng banget ya nak. Karena itu bunda suka deh sama papa kamu." ucapku seolah-olah mengajak janin ini berbicara sambil mengelus perutku dengan lembut. Rama terlihat jijik mendengarnya, gue emang suka menjahilinnya.
"Cepetan masuk! Apa yang lo tunggu?!" perintahnya, dia bergegas berjalan mendahului gue dengan langkah cepat. Perasaan gue yang mau cek kandungan tapi kenapa dia yang bersemangat masuk ruangan duluan.
"Ada yang bisa saya bantu?" sapa dokter perempuan cantik dengan ramah. Gue sungguh merasa dihargai sebagai seorang wanita, dia berbicara lembut sekali.
"Gu-gue mau cek kandungan dok."
"Silahkan." Kita digiring diruangan yang ada tv kecilnya. Dokter membuka baju gue memperlihatkan perut gue yang sexy. Dia memberikan jel yang rasanya dingin-dingin di perut gue.
Dokter dan Rama melihat serius tv kecil itu, apakah ada film menarik disana hingga mereka fokus seperti itu.
"Lo nonton apaan sih Ram?" Tanya gue kepo.
"Lihat bayi, ternyata lo hamil beneran." Iya Rama gue hamil anak lo, gue nggak ngibul. Susah banget sih buat lo percaya.
"Anak kita lagi ngapain Ram di dalam tv itu?" Rama mengernyitkan dahinya. Kenapa? Mungkin karena gue terlalu banyak bicara.
"Lagi diem. Lagipula masih sebesar kacang."
"Apa?!" teriak gue spontan mengagetkan Rama dan juga dokter perempuan itu. "Anak kita ada didalem kacang? Berarti sebelas duabelas sama timun mas dong?" Gue sedih banget sumpah, masak gue nglairin anak kacang. Rama nampak menepuk jidatnya dan dokter itu menggelengkan kepalanya. Apaan sih mereka? Gue lagi sedih nih.
"Begini maksutnya, dari hasil USG bayi anda masih sangat kecil sekali ukurannya 4 mm dari puncak kepala hingga bokong. Maklum karena usia kandungannya masih 6 minggu." Gue bahkan nggak tau kalau usia kandungan gue udah 6 minggu. Dan satu lagi, gue baru tau kalau tv kecil itu namanya alat USG.
"Ohhh, gitu." Gue baru paham kali ini.
Setelah selesai pemeriksaan kita masih diharuskan mendengarkan ceramahan dokter terlebih dahulu.
"Saya lihat kalian ini masih sangat muda untuk menjadi seorang ayah dan ibu. Kalau boleh tahu berapa umur kalian?" Hadeuh, terserah guelah dok mau hamil muda ataupun tua. Yang bikin anak kan gue ngapain lu yang repot. Pakek dia nanya-nanya kepo lagi, jadwalku rebahan tersita kan jadinya.
"17tahun dok." Jawabku cepet, biar nggak lama.
"Ohh, pantas saja. Kelihatannya kalian masih bingung, pikiran kalian belum dewasa memahami ini. Sebenarnya kalian ini belum cukup umur untuk menikah dek, apakah kalian dipaksa menikah karena perjodohan?" Kebanyakan bacot lu dok. Yang ada gue yang maksa Rama buat kawinin gue karena kebobolan.
"Sa-" Gue sengaja injek kaki Rama ketika dia mulai bicara. Rama langsung diem seketika, gue nggak mau dia ngomong yang nggak gue inginkan. Dia melotot ke arah gue dengan ekspresi menahan ngilu di kaki kirinya.
"Kita saling mencintai dok, karena menghindari perbuatan zina kami memutuskan menikah muda." Gue tersenyum bangga karena kebohongan gue.
"Oh iya baik." Gue bernafas lega dokter ini percaya. "Selamat ya dek-"
"Rama." Sahutku dengan lantang. "Selamat dek Rama karena kamu akan menjadi ayah. Kamu harus menjadi suami yang siaga selalu berada di samping istri untuk memenuhi kebutuhannya. Istrinya harus dijaga dengan baik, jangan sampai membuatnya terluka. Harus sabar karena hormon ibu hamil suka berubah-ubah. " Senengnya hatiku, Rama dibilang suami gue padahal nikah aja belum.
"Dengerin tu." Bisik gue ditelinga Rama, seketika gue dapet pelototan gratis darinya.
"Iya dok." Jawab Rama sambil menggaruk tengkuknya jaim.
Dokter itu menulis sesuatu di kertas. "Ini adalah resep obat untuk menguatkan janin, karena diusia kehamilan segitu masih lemah. Dan ini brosur bisa di baca untuk menambah wawasan ibu hamil."
Rama terima resep dan brosurnya lalu dia masukin tasnya dengan cepat. "Ok dok, terimakasih. Permisi." Dia langsung narik tangan gue keluar.
"Apaan sih Ram, sakit." Gue berusaha lepas dari tangan Rama. Kumat nih anak stressnya, baru aja beberapa menit yang lalu dokter bilang disuruh ngejaga gue eh gue udah dikdrt lagi.
"Ini terakhir kalinya gue nganterin lo cek kandungan!" ucapnya dengan amarah yang berapi-api. "Gue nggak mau nemenin lo lagi!"
"Kenapa?"
"Gue malu." jawabnya spontan.
"Kenapa malu nemenin istri sendiri? Eh, maksut gue calon istri." Gue meralat sedikit ucapan gue.
Dia mencengkram bahu gue dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya dia gunain buat nunjuk gue. "Dengerin gue baik-baik. Lo yang maksa gue untuk tanggung jawab dengan segala ancaman lo. Jadi lo jangan berharap banyak sama gue!" Tanpa gue sadari para ibu-ibu melihat perdebatan kita seolah-olah lagi nonton ftv. Rama tidak memperdulikan itu, dia melangkah pergi begitu saja meninggalkan gue dengan emosi.
Gue cuma tersenyum lebar membalas tatapan para bumil di tempat antrian dengan ekspresi bingung karena mungkin menurut mereka endingnya nanggung. "Suamiku tunggu istri tersayangmu ini~." Gue sengaja berteriak lantang dengan gaya sok drama queen mengejar Rama.
Sebagian bumil ngedukung ngasih gue semangat dengan mengangkat tangannya, tapi kebanyakan dari mereka malah bilang gue lebay. Terserah!
Bersambung…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
