Retak, Tumbuh dan Mekar - III -

2
1
Deskripsi

Hari itu, sudah 5 hari dia menghiraukan ulum. Telfon dan chat dari ulum tak ia gubris. Ia sengaja melakukan hal itu, Guna mengetes cinta ulum.

Saat sedang jam istirahat. Hendro menelfon ulum.

Baru saja telfon diangkat, ulum langsung berbicara dengan menggebu gebu.

Ulum : “kamu kemana aja deh? Kamu kenapa? Ko kaya gitu. Gaada kabar gitu.”

Hendro : “tenang sayang, aku cuman pengen tau kamu nyariin aku gak heheh.”

Ulum : “apa deh mikirnya kaya gitu, gajelas.”

Hendro : *sedikit tertawa* “kamu pulang sama cowo itu gak nanti?”

Ulum : “aku gabalas chat dari dia semenjak pulang dari puncak kemaren.”

Hendro : “masa sih? Kenapa deh kalo boleh tau” hendro berbicara dengan nada meledek.

Ulum : “pake nanya, tau ah malesin banget.”

Hendro : “aku jemput ya nanti pulang kantor, ada yang mau aku omongin.”

Ulum : “ngomong sekarang aja.”

Hendro : “engga ah, surprise dong sayang.” Kembali hendro berbicara dengan nada meledek.

Ulum : “ih apa sih sok sok surprise.”

Hendro : “bye sayang, see you. Love you.”

Ulum : “love you too.”

Hendro mematikan telfon. Sepulang dari kantor hendro lantas menjemput ulum, ulum pun sudah menunggu didepan kantor.

Kemudian hendro memasangkan helm sticth ke ulum.

“yuk naik.” Tutur hendro.

Ulum pun naik kemotor dan langsung memeluk hendro.

“mau ngomong apa?” ucap ulum.

Hendro tersenyum dan memacu motornya.

“nanti aja dijalan.”

Di tengah perjalanan, hendro pun membuka percakapan.

“papa kamu ada dirumah?”

Ulum pun memajukan mukanya ke samping kiri bahu hendro, “mau ngapain?”

Hendro yang mengarahkan spion tepat terlihat wajah ulum pun bersuara, “mau ngobrol lah.”

Ulum pun melirik kespion juga dan berbicara, “mau ngobrol apa?”

“ada gak papa dirumah?” tanya hendro tersenyum.

“emm kayanya sih ada.” Pungkas ulum.

Setelah percakapan itu, ulum mendesak hendro karena ia penasaran.

“mau ngobrol apa sih?”

hendro pun hanya menjawab, “nanti juga tau.”

Kendati tak dapat jawaban dari hendro. Ulum yang memang gemar bercerita, ia pun bercerita sepanjang perjalanan.

“yang waktu itu kan aku cerita ke hani (teman kerja sekaligus sahabat ulum) pas kita ke puncak.”

“terus.” Timpal hendro.

“dia malah pengen dapet suami yang sifatnya kek kamu.” Sahut ulum kembali.

“terus respon kamu gimana?” ujar hendro memandang lurus memerhatikan jalan.

“aku bilang aja sama dia, yaudah hendro kita bagi dua. Eh dia ketawa.” Ucap nurul dengan nada sedikit manja.

Hendro tertawa dan berkata, “mati dong aku kalo dipotong jadi dua.”

Ulum menyahuti hendro, “oiya gajadi di bagi dua deh kalo gitu.”

Hendro dan ulum nampak bahagia. Mereka saling bercerita tentang aktivitas mereka setelah dari puncak.

Sesampainya di rumah ulum, ulum turun dari motor dan melepas helmnya.

“ada papah gak?” tanya hendro.

Ulum pun melihat ke rumah dan menunjuk sesuatu, “tuh ada mobil nya.”

Hendro tersenyum dan berkata, “aku boleh ngobrol gak?”

“yuk masuk aja.” Ucap ulum.

Hendro pun memarkirkan motornya lalu turun dan berjalan di belakang ulum. Ketika ulum membuka pintu, hendro melepaskan sepatunya. Ulum pun menunggu hendro. Setelah sepatu dilepas, ulum dan hendro masuk kedalam rumah.

Terlihat papa ulum yang sedang asik menonton tv diruang tengah, ia melihat ulum dan hendro.

“eh hendro.”

Hendro pun salim ke papa ulum dan mengucapkan salam.

“duduk ndro.” Sahut papa ulum ke hendro.

Hendro pun duduk dan sedikit berbasa basi.

“lagi nonton apa pak?”

Ulum pun pamit untuk berganti pakaian.

“oh ini, lagi nonton berita aja ndro.” Jawab papa ulum.

Hendro hanya terdiam menyaksikan layar tv.

“udah lama kamu ga main kesini ndro.” Ucap papa ulum

“eh iya pak, lagi banyak kerjaan.” Jawab hendro tersenyum.

“udah makan kamu?” tanya papa ulum.

“sudah pak.” Jawab hendro

Keduanya asik menonton tv.

Ulum yang sudah berganti pakaian pun, ikut bergabung di ruang tengah.

“ajak hendro makan lum.” Berkata papa ulum pada ulum

“iya pah.” Ucap ulum

Ulum yang disamping hendro pun berkata, “kamu mau makan?”

“aku udah makan tadi.” Jawab hendro.

Hendro menarik nafas dan berbicara.

“sebenernya ada yang mau saya omongin pak?”

Papa ulum pun menoleh ke arah hendro, “ngomong aja ndro.”

“ini tentang keseriusan hubungan saya sama ulum. Beberapa hari yang lalu ulum cerita ke saya tentang cowo anaknya temen bapak.” Jelas hendro dengan gestur kedua tangan yang menggenggam.

“iya itu nanda ndro, terus ada apa?” pungkas papa ulum.

Hendro menatap wajah papa ulum dengan cukup serius, “apa bapak berniat menjodohkan ulum dengan nanda pak?”

Jawaban dari papahnya ulum pun yang membuat hendro berhenti berkata kata.

“ayahnya nanda rekan bisnis bapak.”

Hendro bingung ia ingin berbicara apalagi. Situasi pun sedikit tegang.

Ulum hanya memasang datar ke arah tv.

Papahnya juga memasang wajah serius ke tv. Entah papahnya ulum serius menyaksikan berita di tv atau ia serius dengan topik pembicaraan yang tadi.

Hendro pun membulatkan tekadnya, “jujur pak saya cinta sama ulum. Saya berniat melamar dia.” Ucap hendro ditengah tengah keheningan.

Ulum pun memandang ke hendro.

Papahnya juga memandang hendro memanjangkan tangannya di atas sofa.

“kamu yakin ndro?”

“yakin pak. Saya sudah bicarakan dengan keluarga saya juga.” Ujar hendro dengan cukup tegas.

“nanti bapak obrolin dengan ibunya ulum dulu.” Sahut papa ulum.

“baik pak.”

Tak lama setelah obrolan itu, hendro pamit ke ayahnya ulum ia berkata kalo besok harus kerja kembali. Kemudian ia salim.

Ulum pun mengantarkan hendro ke depan pintu.

Keduanya hanya terdiam. Setelah hendro memasang sepatu ia berbicara ke ulum.

“semoga dapat kabar baik ya dari papa kamu.”

“amin.” Ucap ulum penuh senyum.

Setelah itu hendro jalan pulang.

Esoknya mereka kembali seperti biasa.

Dua romansa ini masih bahagia.

Sampai suatu pagi, ulum menelfon hendro.

Hendro : “kenapa yang.”

Ulum : “papa nyuruh kamu kerumah, katanya ada yang mau diobrolin.”

Hendro : “iya sayang, nanti kan aku jemput kamu.”

Ulum : “kirakira apa ya yang papa mau obrolin.”

Hendro : “tentang jawaban yang tempo lalu mungkin.”

Ulum : “hmm bisa jadi sih yang.”

Hendro : “yaudah, nanti ya abis pulang kerja.”

Ulum : “iya sayang, byee. Love you.”

Hendro : “bye. Loveyou too.”

Sorenya hendro kembali menjemput ulum. Ketika sudah sampai dirumah ulum, ia pun ikut masuk kerumah ulum.

Terlihat papa dan ibu ulum sudah berada di ruang tengah dengan tv yang menyala.

Orang tua ulum mempersilahkan mereka duduk.

Setelah duduk hendro berbicara, “ada apa pak?”

“kamu sungguh sungguh ingin melamar ulum?” berkata papa ulum dengan mimik muka datar.

“sangat serius pak.” Jawab hendro.

“kapan ndro?” sahut ibu ulum

“desember bu, saya udah berbicara dengan keluarga saya.”

“ya sudah kalo emang kamu serius bapak dan ibu ikut saja.” Timpal papa ulum.

Hendro yang mendengar itu pun memajukan badannya ke ibu dan papa ulum lalu dia salim sambil berucap.

“makasih ya pak .. bu ...”

Ulum yang mendengar itu pun memeluk ibunya dengan cukup erat.

Setelah hari itu, hari hari ulum dan hendro di hiasi penuh senyum dan tawa.

Keduanya tampak antusias membahas tentang tanggal dan berandai andai kalo sudah menikah nanti.

“kamu nanti mau punya anak berapa yang?” ucap ulum kepada hendro saat ngedate di resto.

“berapa ya... 4 aja.” Jawab hendro tersenyum sumringah.

“4 juga boleh tuh yang.” Sahut ulum yang tersenyum riang.

“iya, biar pas main billiar dua lawan dua ehehe.” Hendro pun tersenyum diikuti senyuman terpancar dari wajah ulum.

Andai andai berikutnya adalah.

“nanti kalo udah nikah, aku masih boleh kerja gak yang?” ucap ulum.

“ya boleh dong sayang buat tambahan hehe.” Celetuk hendro.

“hehe makasih sayang.” Ulum memeluk hendro.

“anak kita kan 4 pasti butuh biaya banyak hahaha.” Ujar hendro kembali.

Keduanya tersenyum.

Bahkan pasangan ini sudah berencana tentang bulan madu, konsep pernikahan, rumah dan lain lain.

Oktober 2019.

Suatu malam, ada panggilan masuk di handphone hendro.

Ternyata itu dari ulum.

Hendro yang saat itu sedang bermain biliar dengan teman temannya. Ia pun keluar ruangan untuk menjawab.

Ketika telfon dijawab terdengar suara jerit tangis riuh.

Itu adalah suara ulum.

Hendro : “kamu kenapa? Ko nangis.”

Ulum tak menjawab hanya menangis tersedu sedu.

Hendro : “kamu lagi dimana sekarang.”

Kembali tak ada jawaban, hanya ada suara menangis. Lalu

“ulum dirumah gue ndro. Cepet kesini.”

Hendro mengenali suara itu, suara hani sahabat ulum.

Hendro : “rumah lo dimana?”

“nanti gue sharelock.” Cetus hani.

Hendro pun dengan langkah tergesa gesa langsung bergegas kemotornya tanpa memberitahu teman temannya.

Ia pacu motor dan tangan kirinya memegang hape mengikuti lokasi yang sudah diberikan oleh hani.

Sekitar 20 menit ia berkendara.

Tibalah hendro dirumah hani dan langsung mengetuk pintu.

Diruang tamu hendro melihat ulum yang menangis disitu juga ada ibunya hani berada di samping ulum.

Hendro langsung duduk disamping ulum.

“kamu kenapa?”

Ulum hanya memeluk hendro dengan cukup erat sambil menangis kejer.

“biarin dia tenang dulu ndro.” Ucap ibu hani yang mengusap belakang punggung ulum.

Ulum pun hanya bisa menangis di pelukan hendro.

Berbagai upaya hendro lakukan untuk menghibur ulum.

Dari mengecup keningnya. Membisiki telinga ulum dengan kata kata cinta.

Beberapa menit kemudian ulum sudah sedikit tenang.

“kamu kenapa.” Tanya hendro kembali.

Ulum masih belom berbicara.

Hendro menggenggam tangan ulum dengan sangat erat.

“apa aku buat salah?” tanya hendro.

Ulum yang belom bisa berkata kata pun menggelengkan kepala.

“kalo kamu berhenti nangis nanti aku beliin boneka sampe penuh banget dikamar kamu.” Ucap hendro menenangkan ulum.

Ulum sedikit tersenyum.

Lalu.

Dengan suara tersedu sedu ulum berkata.

.....

Bersambung.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Retak, Tumbuh dan Mekar - IV -
1
0
“Jahitan yang sudah hampir selesai, harus diputus karena tak sesuai.” 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan