OPERASI SENOPATI MEMBEBASKAN AMBON 1950

2
0
Deskripsi

OPERASI SENOPATI MEMBEBASKAN AMBON 1950

Operasi Senopati merupakan operasi gabungan TNI untuk menghancurkan gerakan separatis Republik Maluku Selatan dan merebut Kota Ambon dari tangan pasukan Angkatan Perang Republik Maluku Selatan.

Pada bulan April 1950, Pemerintah Republik Indonesia Serikat dikejutkan dengan adanya proklamasi sebuah gerakan separatis yaitu Republik Maluku Selatan (RMS). Sebelumnya pemerintah mengupayakan jalan damai dengan mengirimkan beberapa tokoh berpengaruh asal Maluku seperti...

OPERASI SENOPATI MEMBEBASKAN AMBON 1950

Operasi Senopati merupakan operasi gabungan TNI untuk menghancurkan gerakan separatis Republik Maluku Selatan dan merebut Kota Ambon dari tangan pasukan Angkatan Perang Republik Maluku Selatan.

Pada bulan April 1950, Pemerintah Republik Indonesia Serikat dikejutkan dengan adanya proklamasi sebuah gerakan separatis yaitu Republik Maluku Selatan (RMS). Sebelumnya pemerintah mengupayakan jalan damai dengan mengirimkan beberapa tokoh berpengaruh asal Maluku seperti Dokter Leimena,Ir Putuhena, Pellaupessy dan Dokter Rehatta.Misi inipun gagal karena pihak RMS tidak mau berunding di sebuah kapal Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).Sedang misi damai kedua mengalami kegagalan karena adanya ancaman akan adanya pendaratan 15.000 pasukan TNI yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia apabila perdamaian tersebut gagal.Sementara pihak RMS pun menyatakan tidak takut berperang melawan pemerintah yang sah. Untuk menghadapi TNI , RMS mempunyai kekuatan bersenjata yang mereka namakan Angkatan Perang Republik Maluku Selatan (APRMS) yang didirikan 9 Mei 1950 di Ambon oleh eks KNIL(Koninklijk Nederlands Indisch Leger).Mereka dipimpin Sersan Mayor Samson yang diangkat sebagai Panglima dan Sersan-Mayor Pattiwael sebagai Kepala Staf APRMS..Kekuatan APRMS ditopang oleh eks KNIL, sukarelawan,polisi jaman Belanda, simpatisan RMS dan puncaknya adalah bergabungnya eks KNIL yang jumlahnya ribuan, mereka berasal dari penempatan KNIL di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa.Menurut laporan, kekuatan APRMS tersusun dalam dua batalyon eks KNIL dan dua kompi eks Korps Speciale Troopen. APRMS mempunyai keunggulan yaitu penguasaan medan peperangan serta pengalaman mereka saat masih menjadi KNIL.Terutama eks Korps Speciale Troopen.Mereka memperoleh latihan yang spartan dan berpengalaman dalam menghadapi pasukan TNI di Perang Kemerdekaan 1945-1950.Tentunya mereka mempunyai kemampuan perang anti-gerilya dan hafal pola serta taktik serangan pasukan TNI pada masa 1945-1950.Sedang persenjataan APRMS sebanding dengan persenjataan APRIS kecuali kekuatan udara dan laut.Pasukan APRMS diketahui juga mempunyai kendaraan lapis baja serta senjata lintas lengkung seperti mortir.Salah satu serangan mortir APRMS adalah pada 2 November 1950 ketika menyerang sebuah kapal perang ALRI bernama RI Banteng yang sedang berpatroli di depan pelabuhan Ambon.Mortir yang ditembakkan oleh APRMS berhasil mengenai kapal tersebut dan mengakibatkan beberapa orang pelaut gugur dan sebelas orang luka-luka. Sebagai contoh ketangguhan APRMS lainnya adalah dalam pertempuran di Waitatiri, APRMS mampu menggunakan dengan baik sarana perlindungan dan pertahanan yang dahulu memang dipersiapkan KNIL dalam peperangan dengan Jepang 1942.APRMS juga mampu menggunakan pepohonan dan hutan lebat sebagai sarana penyerangan dan perlindungan ketika bertempur dengan TNI.Di sini banyak TNI yang berguguran ditembak oleh sniper APRMS yang beraksi dari pohon dan semak di Waitatiri.Di Waitatiri laju pasukan TNI terhambat hingga awal November 1950 sejak pendaratan pertama TNI pada bulan Juli 1950.Sedang dalam pertempuran di Amahai, APRMS bahkan melakukan penyusupan malam hari dengan senyap untuk menyerang pos TNI dan kemudian terjadi pertempuran seru dan menimbulkan korban yang banyak di pihak TNI, sedang pihak APRMS menderita sedikit korban.Serangan tersebut dilakukan dengan sedikit personel tetapi berhasil menimbulkan korban banyak di pihak TNI.Serangan dengan pola inilah yang menarik perhatian Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang kelak gagasannya tentang adanya pasukan komando ditubuh TNI.Kelak gagasan Letkol Slamet Riyadi diwujudkan oleh Kolonel Alex Kawilarang dengan pembentukan Kesatuan Komando Angkatan Darat yang kinilebih terkenal dengan nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Operasi Militer TNI

Dalam melakukan operasi militer terhadap RMS, TNI harus melakukan pendaratan di sejumlah wilayah tertentu di Maluku untuk merebut daerah atau pulau yang dikuasai RMS.TNI menghadapi kendala saat itu yaitu kurangnya pengalaman melakukan pendaratan ampibi serta operasi gabungan antar angkatan. Pada awalnya TNI hanya diperkuat Landing Craft Infantry (LCI) yang dirancang bukan untuk pendaratan ampibi.LCI hanya mampu mendarat sekian meter dari pantai, sehingga pasukan harus mencebur ke laut dahulu dan kemudian berenang atau mengarungi air dengan jalan kaki ke pantai.Tentunya pasukan menjadi basah kuyup.Hal ini rawan sekali terhadap serangan dari darat. Idealnya pendaratan setidaknya lewat Landing Craft Medium (LCM) dan Landing Craft Vehicles and Personel (LCVP).Keduanya mampu mendaratkan pasukan hngga ke tepi pantai dan lebih aman dibanding menggunakan LCI.Demikian pula keadaan pasukan TNI yang akan menjadi pasukan pendarat.Sedikit sekali atau bahkan tanpa pengalaman melakukan pendaratan ampibi.Ada anggota Batalyon Suraji yang anggotanya belum pernah melihat laut atau seperti di Batalyon Anjing Laut masih ada pasukan yang tidak bisa berenang.Untuk membiasakan pendaratan dengan LCI, maka sebelumnya pasukan TNI giat berlatih dengan LCI tersebut.Sedang keunggulan TNI adalah persenjataan sudah mulai diperbaharui.Mulai tahun 1949 semua senjata di batalyon infanteri sudah beralih ke Lee Enfield.Sebelumnya beraneka jenis senjata ada di dalam sebuah batalyon.Hal ini tentunya akan membuat pusing perwira seksi logistik di sebuah batalyon.Demikian pula sesuai hasil Konferensi Meja Bundar, TNI menerima banyak senjata dari Belanda. Tercatat dalam sejarah, beberapa senjata dari Belanda yang ikut berperan dalam penumpasan RMS nantinya antara lain kapal perang RI Hang Tuah, RI Banteng,RI Rajawali, pesawat terbang B-25, meriam artileri medan, tank Stuart dan tentunya senjata infanteri lainnya.Lagi pula di Makassar saat itu terdapat berbagai macam senjata KNIL yang baru saja diserahkan ke TNI.Senjata tersebut diserahkan setelah adanya kesepakatan dengan pihak Belanda.Sehingga setidaknya mempersingkat jarak apabila semua senjata harus didatangkan dari Jawa.Kelebihan lainnya adalah dalam hal jumlah sumber daya manusia.Selain batalyon infanteri yang disusun dari bekas pasukan gerilya 1945-1950, TNI juga menerima pelimpahan dari eks KNIL yang bersedia dilebur ke dalam TNI sesuai kesepakatan KMB 1949 seperti Batalyon Claproth, Batalyon 3 Mei ( gabungan pejuang dan KNIL), Batalyon Tengkorak Putih dan Batalyon Ismail.Sedang dari unsur pejuang dikirim pasukan-pasukan tangguh semasa perang kemerdekaan seperti Batalyon Suradji, Batalyon Sutarno,Batalyon Yusmin, Batalyon Abdullah, Batalyon Poniman, Batalyon Lukas,Batalyon Pelupessy dan lainnya.Sedang komandan-komandan tangguh juga diikutsertakan seperti Letnan Kolonel Slamet Riyadi, Letnan Kolonel Sudiarto, Mayor Akhmad , Mayor Abdullah dan tak ketinggalan Kolonel Alex Kawilarang sebagai komandan ekspidisi. 

Operasi militer yang dilakukan pasukan TNI sebelum Operasi Senopati antara lain :

Operasi Malam untuk merebut pulau Buru pada 14 Juli 1950.Tiga batalyon dikerahkan untuk merebut Buru.Batalyon Suraji dari Solo meski sempat banyak terserang mabuk laut akhirnya mendarat di sebuah tempat jauhnya 5 km dari pelabuhan dan langsung menguasai Namlea .Kemudian disusul Batalyon Pattimura atau Batalyon Pelupessy yang menyerbu . Operasi pendaratan berhasil sukses dengan menguasai tempat tersebut meski 61 anggota TNI gugur dalam pertempuran lanjutan dibeberapa titik strategis di Pulau Buru .Sedang Batalyon 3 Mei yang masih dalam keadaan segar ikut meramaikan pertempuran dengan memperkuat daya pukul pasukan TNI sebelumnya . Pasukan APRMS yang bertahan berhasil dikalahkan dengan korban yang cukup banyak juga.Pasukan APRMS yang melarikan diri dengan kapal sebagian berhasil ditenggelamkan oleh kapal perang ALRI.Patut dicatat kegigihan para anggota Batalyon Suraji, meski dalam keadaan mabuk laut serta perut kosong karena banyak makanan yang basah kuyup terkena air laut tetap bertempur dengan gigih .Batalyon Suraji merupakan gabungan kompi pilihan dari batalyon organik di Brigade V Panembahan Senopati di Solo.

Operasi Fajar dengan tujuan pulau Seram pada 21 Juli 1950. Meski sempat diwarnai mogoknya nahkoda kapal pengangkut, akhirnya operasi pendaratan pasukan berjalan lancar .Kota yang menjadi sasaran antara lain Piru dimana dapat direbut oleh Batalyon 3 Mei meski sempat memakan korban perwira intelijen Batalyon 3 Mei, Letnan Kalangie dengan tiga anak buahnya yang gugur ketika berunding dengan pasukan APRMS agar bersedia menghentikan perlawanan.Batalyon 3 Mei mengamuk dan menghancurkan APRMS di Piru, bahkan sampai mengejar sisa-sisa APRMS hingga ke pedalaman. Sedang Batalyon Suraji merebut Amahai.. Di Amahai terjadi pertarungan sengit, kedua pihak banyak menderita korban.Pasukan APRMS melakukan serangan komando dan berhadapan dengan Kompi 3 Batalyon Suraji.Kedua pihak bertarung dengan sengit dalam kegelapan .Pertarungan berlangsung dalam jarak dekat, terutama di pos terdepan pasukan Batalyon Suraji.Pasukan APRMS yang menyusup pada malam harinya dapat mendekati pos-pos terdepan Batalyon Suraji.Disinilah terjadi pertempuran tersebut.Pasukan APRMS berhasil dipukul mundur oleh Kompi 1 Batalyon Suraji.Korban di pihak Batalyon Suraji lumayan banyak.Belasan gugur serta puluhan luka-luka.Sedang APRMS segera kabur menghilang begitu Kompi 1 mengadakan serangan balasan mematikan terhadap pasukan komando APRMS. Sedang Batalyon 711 harus merebut Seram Selatan dengan menghadapi APRMS yang diperkuat eks Baret Hijau KNIL . Dalam operasi ini gugur Komandan Batalyon 711, Mayor Abdullah dalam pendaratan di Seram Selatan.Saat itu pasukan Mayor Abdullah setelah mendarat terlibat dalam pertempuran dengan APRMS.Tembakan APRMS mengenai Mayor Abdullah dan tiga anak buahnya. 

Dalam perkembangan berikutnya, kedua pulau tersebut berhasil dikuasai TNI.Demikian pula sebagian besar dari kekuatan APRMS di daerah tersebut tercerai berai. Kini fokus TNI adalah mengadakan serangan ke pulau Ambon dimana kekuatan APRMS dipusatkan menyusul jatuhnya kedua pulau tersebut .Pulau Seram dalam pertimbangan Kolonel Alex Kawilarang harus dikuasai dahulu sebab tempat tersebut merupakan tempat ideal bagi APRMS bergerilya dalam waktu yang lama.Hal ini akan menimbulkan peperangan berlarut yang membosankan.Di Seram masih banyak hutan dan mempunyai bahan makanan yang melimpah karena terdapat tanaman sagu yang biasa dikonsumsi penduduk Maluku. Apabila Ambon diserang terlebih dahulu maka dapat diduga APRMS bila terdesak maka akan lari di pulau Buru dan Seram. Memang akan didapat kemenangan politis saja, bukan secara militer.Maka TNI mengambil keputusan menduduki pulau sekitar Ambon untuk menutup pelarian APRMS. Dengan menguasai Seram dan Buru maka TNI tinggal melakukan pukulan terakhir ke pulau Ambon.

Operasi Senopati : target yang sempat gagal terpenuhi

Operasi Senopati I ditujukan untuk merebut Kota Ambon dari APRMS.Untuk operasi ini dikerahkan 6 batalyon dan 2 kompi infanteri gabungan dari berbagai Tentara Teritorium, 9 kapal perang ALRI , 1 buah Landing Ship Tank,10 perahu LCVP , 3 kapal angkut dari maskapai KPM, 2 buah pesawat Catalina dan 2 buah pembom B-25 Mitchell.Target TNI adalah dalam waktu 4-5 hari harus dapat menguasai Ambon.Meski dalam prakteknya , TNI membutuhkan lebih dari waktu tersebut untuk menguasai Ambon dengan korban yang banyak.Untuk menghadapi TNI, APRMS yang bertahan di Ambon juga bersiap-siap.Pasukan diperkuat di daerah-daerah strategis.APRMS juga menggelar panser , senapan mesin berat 12,7 mm dan pasukan mortir untuk memperkuat daya tembak kekuatan infanteri APRMS.Dalam Operasi Senopati tahap pertama, pasukan TNI pada 28 September 1950 mendaratkan pasukan ke Hitu dan Tulehu.

Dalam pendaratan di Tulehu, Letnan Kolonel Slamet Riyadi mempimpin operasi pendaratan.Pendaratan dilakukan di beberapa titik seperti Wairuton, Air Panas dan Tulehu sendiri.Sebelumnya kapal RI Rajawali dan Pati Unus melakukan bombardir terhadap kedudukan APRMS untuk membersihkan dan mengamankan daerah pendaratan.Pendaratan di Air Panas tidak dijumpai perlawanan APRMS, pasukan TNI segera masuk dengan aman.Sedang di Wairuton, APRMS melakukan penghambatan terhadap pasukan TNI yang mengorbankan seorang prajurit TNI gugur.Sedang pendaratan di Tulehu berjalan lancar.Kini pasukan TNI berkonsolidasi dan melanjutkan gerakan.Dalam pertempuran selanjutnya korban mulai jatuh lagi.Setelah menempuh 1 kilo dari Tulehu, APRMS mulai mengadakan perlawanan.APRMS menghadang dari posisi ketinggian terhadap pasukan TNI.Pasukan TNI sementara tertahan .Batalyon 3 Mei menghadapi dengan gagah berani meski 20 anggotanya gugur. Akhirnya dengan kerja sama antar batalyon, APRMS berhasil ditekan dan mundur.Sementara itu hujan turun, pasukan TNI meski basah kuyup tetap bersiaga dan bahkan terpaksa harus melewati malam dengan kondisi pakaian yang basah. Sedang sehari berikutnya daerah Suli berhasil diduduki TNI. Tetapi APRMS juga telah berkonsolidasi setelah terpukul mundur.Pertempuran sporadis terjadi dimana-mana.Bahkan APRMS secara kecil-kecilan juga melakukan penerobosan ke wilayah TNI yang dikuasai setelah pendaratan tanggal 28 September 1950.Pasukan TNI kembali tertahan .Kali ini di Waitatiri.Praktis dalam kurun waktu 3-6 Oktober 1950, pertempuran hanya terjadi di Waitatiri tanpa ada tanda-tanda mundurnya APRMS.Di Waitatiri APRMS menguasai parit serta pertahanan yang dahulu disiapkan KNIL dalam peperangan dengan Jepang.

Sementara itu pendaratan di Hitu memakan korban seorang perwira menengah TNI, Letnan Kolonel Slamet Sudiarto.Saat itu Letkol Sudiarto bersama Batalyon Banteng Merah dari Diponegoro memimpin pendaratan.Kompi II dan III Batalyon Banteng Merah berhasil mendarat di Tanjung Manua tanpa korban.Tetapi Letkol Sudiarto dengan Kompi I yang mendarat di Batu Hitam mendapat perlawanan.Pasukan Letkol Sudairto ketika mendarat mendapat perlawanan sengit.Kapal pendarat dihujani tembakan senapan mesin, 1 orang tewas dan 16 luka-luka.Sebenarnya Letkol Sudiarto masih tertolong dan dievakuasi di Kapal Rumah Sakit Waibalong.Tetapi karena lukanya yang parah, akhirnya Letkol Sudiarto gugur.Dengan demikian sampai Operasi Senopati I sudah dua perwira menengah TNI yang gugur.Meski demikian Hitu dapat dikuasai TNI.Dalam pertempuran di Hitu, pasukan eks KNIL yang bergabung di TNI yaitu Batalyon 718 Tengkorak Putih ikut membantu Batalyon Banteng Merah.APRMS mundur ke daerah Wanat .Di sini meski mereka mampu menghambat gerak TNI tetapi berhasil dihancurkan dan mundur ke Telaga Kodok.pasukan TNI mengejar terus.Batalyon Tengkorak Putih melakukan gerakan melambung dan memotong gerakan mundur APRMS .APRMS kembali terpukul di daerah Hasal.Meski demikian APRMS tak kenal menyerah.Pada 4 Oktober 1950 setelah konsolidasi, APRMS menyerang Hasal dan Telaga Kodok dan mendesak mundur pasukan TNI.Sedang pada 7 Oktober 1950 APRMS kembali menyerang Hitu.Pasukan TNI di kedua tempat bertahan mati-matian karena posisinya sudah sangat kritis.Bantuan udara di kerahkan.Pesawat AURI melakukan bantuan tembakan udara dan pemboman, sedang dari laut kapal perang ALRI ikut membantu menembaki posisi APRMS yang semakin maju mendesak TNI.Pasukan TNI yang tadinya sempat kewalahan dan bahkan terdesak akhirnya mampu mengimbangi lagi serangan APRMS.pasukan TNI kembali menguasai hingga sektor Waitatiri dan Hitu dengan kedudukan di Wanat dan Telaga Kodok.Dengan demikian target 4-5 hari untuk menguasai Ambon yang direncanakan dalam Operasi Senopati I belum bisa berhasil dicapai.

Letkol Slamet Riyadi gugur

Karena Ambon gagal direbut, maka pasukan TNI setelah berkonsolidasi dan menerima pasukan tambahan merencanakan sebuah operasi militer lagi.Kali ini Operasi Senopati II akan dilancarkan dengan hari H yaitu 3 November 1950.Tidak main-main, ada tiga grup pasukan gabungan TNI yang akan melakukan penyerangan sebagai pukulan terakhir ke Ambon.Mayor Suryo Subandrio memimpin Grup I, Letkol Slamet Riyadi memimpin Grup II dan Grup III dipimpin oleh Mayor Akhmad Wiranatakusumah.Tak tanggung-tanggung , kali ini pasukan kavaleri ,artileri dan genie pionir ikut dilibatkan.Tentunya bantuan udara dari AURI dan kapal perang ALRI ikut serta.Pasukan Grup I langsung menerjang, meski sempat terhambat di Wanat, akhirnya pada sore hari APRMS di Wanat berhasil digulung Batalyon Yusmin dari Diponegoro.Demikian juga , kompleks Telaga Kodok juga jatuh ke Batalyon Sutarno , sedang Batalyon Tengkorak Putih memperkuat posisi di TNI di Hitu dengan menghancurkan pasukan APRMS dan simpatisannya yang mencoba melawan dengan hit and run .Pasukan Grup II juga menuai sukses,pasukan APRMS berhasil dikurung di daerah Paso.Pasukan APRMS terkepung oleh pasukan TNI Korps Faah di Batugong,Batalyon Mahmud di Negeri Lama dan dari pasukan TNI yang menguasai Tulehu.Pasukan APRMS di daerah Waitopo yang bertahan dengan gigih bisa diatasi oleh Korps Faah.Dalam pertempuran di sektor Grup II ini, pasukan artileri lapangan TNI ikut menghujani posisi APRMS yang telah bersiap di Waitatiri selama Operasi Senopati I dihentikan.Bahkan APRMS menggunakan panser untuk menghadang gerakan pasukan Grup II dalam pertempuran di Paso.Beberapa panser berhasil dilumpuhkan pasukan TNI.Pasukan APRMS yang selamat dari penghancuran TNI di Paso akhirnya melarikan diri ke Ambon kota bergabung dengan induk pasukan mereka.

Dalam perkembangan lain, Grup III diberangkatkan dari Tulehu.Sebanyak 3 Batalyon diikutkan dalam pendaratan.Hingga Teluk Ambon tidak dijumpai gangguan dari APRMS.Kapal perang ALRI sebelum operasi pendaratan terlebih dahulu menghujani Ambon dengan tembakan meriam.Batumerah, pantai Ambon dan Benteng Victoria dihujani meriam oleh kapal perang RI Rajawali, RI Pati Unus dan RI Banteng. Batalyon 3 Mei dan Siluman Merah melakukan pendaratan di Wainitu, sedang Batalyon Lukas mendarat di Pantai Mardika.Pendaratan disambut dengan semangat oleh APRMS.Mereka bertempur mati-matian meski akhirnya di pukul mundur TNI .Dalam sebuah pertempuran, Batalyon Siluman Merah sempat terdesak .Kapten Sumitro gugur.Pasukan APRMS menyerang dan menggunakan bayonet untuk membunuh pasukan TNI yang luka-luka dan tertinggal rekannya .Berkat bantuan pasukan TNI lainnya, Batalyon Siluman Merah gantian berhasil memukul mundur APRMS. Kini Pasukan TNI sudah tinggal menunggu kemenangan.Jalan menuju ke Ambon sudah dikuasai meski dalam skala kecil pasukan APRMS masih mampu melakukan penghambatan.Batalyon 3 Mei merebut daerah di Batu Gajah tempat markas staf APRMS , Batalyon Siluman Merah menguasai markas polisi RMS di Perigi Lima serta rumah sakit musuh.Sedang pasukan Batalyon Lukas setelah pertempuran sengit berhasil menguasai jalur Batumerah - Pasar Mardika dan Benteng Victoria! Sisa-sisa APRMS melakukan perlawanan dengan menggunakan perumahan penduduk yang padat.Perlawanan berakhir ketika pasukan TNI meratakan rumah-rumah tersbut sehingga tidak dapat digunakan sebagai persembunyian. 

Sementara itu pasukan APRMS yang dipukul mundur dari Paso bergerak ke arah kota Ambon dengan tujuan Benteng Victoria.Mereka diperkuat panser.Dalam gerak mundur, APRMS mengenakan seragam TNI sehingga aman dari kejaran pasukan TNI karena dikira pasukan kawan.Tiba di Benteng Victoria mereka disambut oleh Batalyon Lukas dan masuk ke dalam benteng.Di dalam benteng Victoria pasukan APRMS segera menyerang dan melucuti pasukan TNI yang ada di dalam benteng. Pasukan Batalyon Lukas tidak menyerah begitu saja, mereka melakukan perlawanan.Pasukan TNI yang selamat berhasil melarikan diri dengan memanjat benteng Victoria.Sedang yang bernasib naas ditawan oleh APRMS. Kini APRMS kembali menguasai Benteng Victoria hingga daerah dekat pelabuhan.Benteng Victoria hanya berhasil dikuasai dua jam oleh Batalyon Lukas.Pasukan Batalyon Lukas yang selamat bergerak ke arah pasukan TNI yang menguasai Batumerah dan mengadakan konsolidasi. 

Sementara itu Letkol Slamet Riyadi dan pasukan Grup II mulai bergerak dari jembatan Waitomu menuju Benteng Victoria.Letkol Slamet Riyadi memimpin tiga buah panser mendekati Benteng..Kemudian panser bergerak dan mendapat tembakan dari arah benteng.Panser TNI tidak mau kalah.Terjadi pertempuran singkat.Letkol Slamet Riyadi mengira terjadi salah paham antara pasukan TNI yang bergerak dengan pasukan TNI yang menguasai benteng. Menurut informasi yang diterima Letkol Slamet Riyadi, Benteng Victoria sudah dikuasai oleh Batalyon Lukas dari Siliwangi.Padahal Benteng Victoria sudah dikuasai kembali oleh APRMS yang mundur dari Paso ..Ketika baru berjalan beberapa meter, Letkol Slamet Riyadi ditembak oleh APRMS dan menderita luka parah.Panser TNI melihat hal tersebut langsung menghujani benteng dengan tembakan.Beberapa anggota APRMS roboh terkena tembakan. Sedang panser lainnya mengevakuasi Letkol Slamet Riyadi ke Batumerah.Akhirnya pada malam hari Letkol Slamet Riyadi gugur pada tanggal 4 November 1950,setelah pihak dokter berupaya dengan keras melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawa sang pahlawan.Untuk mengganti Letkol Slamet Riyadi, Kolonel Alex Kawilarang menunjuk Letnan Kolonel Warouw.Kini pasukan APRMS praktis terkepung di Benteng Victoria dan tinggal menunggu kehancuran.Batalyon Worang mendapat kehormatan untuk merebutnya.Kompi Somba dan Kompi Wim Tenges bergerak maju pada sore hari dan langsung beraksi.Pasukan APRMS digilas habis tanpa ampun.Pada hari keempat Operasi Senopati II, Seluruh kota Ambon berhasil dikuasai.Pasukan Kompi Somba berhasil merebut kembali Benteng Victoria.Berangsur kemudian pasukan TNI dari Grup I, II dan III berhasil melakukan hubungan.Dengan demikian Ambon yang telah porak poranda akibat pertempuran telah jatuh ke tangan TNI. Operasi kemudian dilanjutkan dengan gerakan pembersihan ke pulau-pulau sekitar Ambon seperti Haruku dan Saparua. Selama operasi penumpasan RMS di Maluku Selatan , TNI kehilangan 415 anggota gugur serta 900 lebih menderita luka-luka Sedang sisa-sisa APRMS seperti telah diduga, banyak yang melarikan diri ke Seram dan melakukan perlawanan gerilya di sana hingga awal tahun 1960-an.Tokoh utama RMS yaitu Soumokil baru bisa diringkus oleh Peleton II Kompi II Batalyon Infanteri 320 /Brigade Tirtayasa yang dipimpin oleh Pembantu Letnan Ruchiyat pada tanggal 12 Desember 1963. 



 

Bahan Bacaan

Radik Djarwadi, Prajurit Mengabdi : Gerilya di Timur Gunung Harjuno dan Ekspidisi Ke Indonesia Timur,Bandung : Pusat Sejarah Militer, 1959.

Sejarah Militer Kodam VI Siliwangi ,Siliwangi dari Masa ke Masa , Jakarta : Fakta Mahjuma, 1968.

Ramadhan KH, A.E Kawilarang : Untuk Sang Merah Putih,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1988

Suhadi , Ignatius Slamet Riyadi, Jakarta : PT Inaltu, 1979.

Julius Pour, Ign Slamet Riyadi : Dari Mengusir Kempetai hingga Menumpas RMS, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Sejarah Militer Kodam VII Diponegoro, Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya, Semarang : Sejarah Militer Kodam VII Diponegoro,1977.

Album Perang Kemerdekaan 1945-1950, Jakarta : Penerbit Alda dan Badan Pimpinan Harian Pusat Korps Cacat Veteran Republk Indonesia, 1975.

Maruapey MK dkk, TNI Membebaskan Ambon dari RMS dalam Majalah Vidya Yudha No 10 /III/1970 terbitan Dinas Sejarah Angkatan Darat. 

 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 

FOTO

 

DUA SLAMET YANG TIDAK “SELAMAT” ATAU GUGUR DALAM PENUMPASAN RMS TAHUN 1950 DI MALUKU.Kiri : Letnan Kolonel Slamet Sudiarto, gugur di Hitu.Kanan : Letnan Kolonel Slamet Riyadi,gugur di Benteng Victoria, Ambon. Foto : Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya.

 

PANSER APRMS.Dalam pertempuran di Paso, sebuah panser APRMS berhasil dilumpuhkan oleh TNI.Foto : Buku Ignatius Slamet Riyadi.

 

MAKAM TAK DIKENAL.Makam anggota Batalyon 3 Mei yang gugur pada pertempuran melawan APRMS.Foto : 30 Tahun Indonesia Merdeka.

 

MELAJU TERUS.Bagaimanapun juga, pasukan APRMS tetap tidak dapat terus menerus menahan laju pasukan TNI yang semakin kuat.Mayat anggota APRMS tergeletak dalam sebuah pertempuran dengan TNI sementara pasukan TNI terus bergerak maju.Foto : 30 Tahun Indonesia Merdeka.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Falintil Dalam Masa Perang 1975-1999
3
1
Falintil Dalam Masa Perang 1975-1999Dalam sejarah perjuangan Timor Leste era 1975-1999 terdapat beberapa front perjuangan dalam upaya meraih kemerdekaan dari Indonesia seperti Front militer yang digawangi Falintil, Front Diplomatik oleh Ramos Horta dan koleganya dan Front Klandestein. Dalam hal ini penulis hanya memfokuskan pada Falintil saja seiring dengan tujuan penulisan yang bertitik berat pada aspek sejarah militer.Falintil atau Forças Armadas de Libertação de Timor-Leste sebelumnya merupakan sayap militer dari Partai Fretilin yang dibentuk pada 20 Agustus 1975. Falintil kemudian tahun 2001 berubah nama menjadi Angkatan Bersenjata Repulik Timor Leste atau Falintil-Forças de Defesa de Timor Leste (F-FDTL).  Setelah Presiden Fretilin sekaligus Panglima Falintil yang pertama, Nikolau Lobato tewas di Maubisse bulan Desember 1978,  Xanana Gusmao mengambil alih tampuk pimpinan Falintil.  Pada tahun 1981 Xanana melakukan reorganisasi Fretilin, dengan mengangkat Abilio Araujo sebagai Presiden Fretilin dan menginginkan Falintil menjadi milik seluruh rakyat Timtim.  Sehingga Falintil bukan lagi sebagai sayap militer dari sebuah partai bernama Fretilin, tetapi sebuah organisasi bersenjata untuk memerdekakan Timtim tanpa kecuali.  Ide ini mendapat tentangan dari para anggota Fretilin yang juga bergabung di Falintil.  Mereka ini disebut sebagai kelompok garis keras dalam Falintil. Tahun 1987 Falintil dipisahkan dari Fretilin dan menjadi organisasi non-partisan . Xanana  juga membentuk Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Maubere (CNRM) yang kemudian berkembang menjadi Dewan Pertahanan Nasional Timorense (CNRT).  Falintil akhirnya dibubarkan seiring dengan terbentuknya Angkatan Bersenjata Timor Leste pada tahun 2001.Kekuatan Falintil yang dapat terbaca pada awal Operasi Seroja diperkirakan ada 3000 pasukan eks Tropas . Mereka tersusun dalam 16 kompi dan satu detasemen.  Kemudian ada perkuatan dari ribuan milisi serta simpatisan.  Data yang dikeluarkan tahun 2008 oleh pemerintah Timor Leste yang dikutip dari http://www.etan.org/et2008/5may/17/15etdist.htm  menyebutkan adanya 12,538 gerilyawan Falintil yang mendapat pengakuan sebagai veteran selama masa perlawanan 1975-1999.  Jumlah tersebut meliputi 631 gerilyawan yang masih hidup dan 11,907 dinyatakan meninggal dalam masa 24 tahun perjuangan mereka. Tropas mempunyai keunggulan seperti keterampilan perorangan, penggunaan medan lindung dan tembak, pengenalanmedan perang dan penggunaan senjata bantuan seperti mortir dan senapan mesin ringan.  Tropas mempunyai pengalaman tempur ketika menjadi bagian dari militer Portugal. Seperti penugasan ke Mozambik, Angola atau koloni Portugal lainnya. Adapun kelemahan Tropas adalah dalam hal melakukan organisasi pasukan dalam jumlah besar . Mereka sebagian besar hanya memperoleh pangkat tertinggi bintara kecuali beberapa orang memang bisa mencapai level perwira seperti Rogerio Lobato.  Pengorganisasin Tropas tertinggi di Timor Leste hanya pada level kompi saja. Sehingga begitu para tentara Portugal menarik diri, maka para bintara Tropas tersebut yang mengambil alih kepemimpinan mereka. Dalam prakteknya kompi-kompi Tropas tersebut merupakan kompi Berdiri Sendiri dan tidak diorganisir dalam bentuk batalyon.  Jadi hanya pada level kompi sajalah, kemampuan manajerial mereka. Kekuatan Tropas diperkirakan pada tahun 1975 ada enam kompi infanteri, dua kompi komposit artileri dan infanteri, dua kompi kavaleri berkuda, satu kompi zeni, satu kompi perbekalan, satu kompi peralatan dan satu kompi kesehatan. Selain itu masih didukung oleh satu kompi pusat pendidikan, satu kompi markas besar dan satu detasemen polisi militer.Persenjataan Falintil meliputi senjata peninggalan Portugis seperti Senapan serbu buatan Spanyol yang merupakan lisensi dari G-3, Sub machine Gun FBP-9, Sub machine Gun Carl Gustav, Senapan bolt action jenis Mauser, Senapan Mesin ringan MG-34, Senapan Mesin Ringan Madsen, mortir 80mm dan 81mm, Bazooka 3,5 inch, meriam Pak 40 dan senjata lainnya. Setelah peperangan berlangsung hingga tahun–tahun berikutnya mereka mendapat rampasan dari TNI seperti SP-1, M-16A1, AK-47, SKS, Minimi, Madsen Saetter, FNC, SS-1, FN Type D dan bahkan pernah pula ditemui adanya senjata kaliber 12,7 mm hasil rampasan. Ketika pecah perang saudara di Timtim diperkirakan ada 15.000 pucuk senjata bekas Portugal yang beredar di pihak yang berperang.  Itu belum terhitung senjata gelap kiriman dari subversif asing yang mendukung perjuangan Fretilin seperti yang di ungkap Zacky Anwar Makarim dalam buku Hari-hari terakhir Timor-Timur : sebuah kesaksian.Gerilyawan Falintil mampu beradaptasi dengan keadaan alam di Timor Leste, karena mereka berperang di tanah mereka sendiri. Tentunya mereka lebih mengenal seluk beluk medan. Lain halnya tentara Indonesia , mereka berperang di tanah yang asing bahkan mereka kadang masih dilengkapi peta lama buatan Belanda, bukan peta terbaru wilayah lawan. Falaintil juga mempunyai kemampuan mengesan jejak yang bagus. Meski demikian kemampuan ini juga dimiliki oleh putera pribumi  yang bergabung dalam TNI.  Pasukan Falintil sedang beritirahat di sebuah sungai di kaki gunung Maubai Viqueque padabulan Maret 1983 Foto TAPOL/FMS Dari segi logistik, gerilyawan Falintil bahkan cukup dengan hanya makan satu ubi untuk tiga hari tanpa minum dan biasa berlari tanpa sepatu tapi tetap kuat melakukan perang gerilya. Selain ubi, makanan diperoleh dari dendeng daging rusa, babi, sagu, buah-buahan yang ada di hutan seperti  nangka , mangga dan lainnya. Mereka beroperasi dengan gaya serang dan lari (hit and run) terhadap pos ABRI yang terpencil dan dinilai lemah dan memungkinkan akan menjadi sasaran.  Mereka menerapkan sifat-sifat gerilya pada umumnya seperti menghancurkan lawan yang lebih lemah, menghindar lawan yang kuat , membaur dengan penduduk setempat  dan lainnya.Gerakan malam Falintil di  Iliomar, Lospalos bulan April 1994. Tampak dalam foto, empat pucuk M-16 dan 1 pucuk FN Minimi . Foto DRT/SABALE/FMSSalah satu kebiasaan Falintil menyerang adalah dalam keadaan gelap di waktu malam , cuaca buruk atau suasana berkabut karena kelembaban udara yang tinggi sering dimanfaatkan untuk menyerang pasukan TNI.  Salah satu ilustrasi pola serangan Falintil pada malam hari adalah saat mendekati terang bulan atau cuaca jelek pada saat bulan tidak terang.  Fretilin memasang lampu-lampu pada ternak sehingga tampak sebagai pasukan yang sedang berjalan atau bergerak.  Kemudian lampu yang berada di luar jangkauan jarak tembak senapan TNI tersebut akan memancing perhatian pasukan TNI untuk membuang pelurunya. Kemudian pasukan Falintil mendekat dan melakukan pelemparan granat atau tembakan lalu menghindar sehingga pasukan TNI terprovokasi membalas dengan tembakan. Dengan demikian setidaknya peluru pasukan TNI akan berkurang.  Atau pasukan TNI menjadi sibuk sehingga pada saat yang sama Fretilin menyerang pos TNI yang sudah dincar dan diperkirakan dapat dihancurkan sehingga bala bantuan TNI tidak dapat datang membantu pos TNI tersebut.Pada awal peperangan, didaerah gerilyanya, pasukan Falintil masih mampu membangun basis pertahanan yang lengkap dengan persedian pangan, fasilitasi kesehatan bahkan pendidikan. Sejak 1975 hingga akhir 1980-an, kekuatan Falintil relatif masih kuat.  Pada tahun 1977 menurut salah satu tokoh mereka bernama Ernesto Dudu, Falintil saat itu mempunyai kurang lebih 24 kompi pasukan. Masih banyak kader mereka yang berjuang di hutan.  Persenjataan dan amunisi mereka pun memadai.  Ketika bekal amunisi cukup banyak, pihak Fretilin biasanya akan berperang dengan menghamburkan tembakan dan beroperasi dengan kekuatan besar untuk memperoleh hasil yang maksimal.  Karena itu, pada masa tersebut kelompok Falintil berani melakukan kontak senjata terbuka dengan satuan ABRI. Bahkan mereka sering nekat menyerbu markas satuan ABRI yang ditempatkan di pedalaman.  Falintil juga menggunakan kekuatan massa dalam melakukan penyerangan.  Seorang nara sumber dari pensiunan Brigade Mobil bernama Bapak Sudarsono, pernah mengalami serangan terhadap sebuah pos Brimob yang dilakukan oleh massa dan Falintil bersenjata pada awal Operasi Seroja. Serangan dengan jumlah massif diduga untuk menjatuhkan moral pasukan Brimob di pos yang hanya terdiri dari delapan orang. Hanya keberanian dan ketabahan dalam mempertahankan pos dari serangan musuh yang mampu membuat pasukan Brimob memukul mudur serangan tersebut . Karena hanya ada pilihan hidup atau mati.  Kalaupun menyerah atau ditangkap menurut bapak Sudarsono sama saja dengan mati. Untuk itu harus dihadapi. Serangan tersebut akhirnya dapat dibuyarkan oleh pasukan Brimob dengan tembakan dan lemparan granat.  Pada kesempatan lain, massa simpatisan ini juga dijadikan pancingan . Massa dan Falintil menyerang pos TNI kemudian mengundurkan diri, massa akan kabur sedang pasukan Falintil akan mengendap di tempat strategis yang dilewati oleh massa tadi. Apabila pasukan TNI terpancing melakukan pengejaran, maka Falintil sudah menunggu dan menghadang pasukan TNI.  Umumnya Falintil mempunyai perencanaan yang baik dalam penghambatan terhadap TNI. Dalam penghambatan selain menempatkan pasukannya di tempat kritis, Falintil juga melakukan pembuatan rintangan-rintangan dengan merobohkan pohon atau melongsorkan batuan atau jalanan .Penghambatan ini sering dilakukan pada awal Operasi Seroja agar gerak laju TNI menjadi lambat sehingga memberi kesempatan terhadap Falintil untuk berkonsolidasi dan menyusun kekuatan. Keadaan ini juga didukung kondisi jalan pada saat itu yang kebanyakan masih belum bagus dibanding setelah adanya pembangunan pasca 1975 oleh Indonesia.Jalur atau jalan yang rutin dilewati oleh pasukan TNI juga dapat dimanfaatkan oleh Falintil untuk menghadang. Pada sebuah kejadian pasukan Falintil bahkan berani menghadang tank BTR-50 Korps Marinir dari Pasmar-6 pada tanggal 10 Juni 1978. Jalur tersebut biasanya digunakan oleh konvoi pemerintahan sipil setempat dan TNI untuk menyalurkan logistik sebulan sekali pada minggu pertama ke Quelicai, Bacau. Mungkin pihak Falintil sudah memperhitungkan jadwal tersebut atau memperoleh informasi tentang lewatnya konvoi TNI. Pihak Falintil memasang ranjau pada jalan tersebut sehingga tank tersebut terjebak.  Pasukan Falintil berkekuatan sekitar 30 orang segera menghujani tembakan ke tank yang bepenumpang 19 orang tersebut. Akibatnya 9 orang orang gugur dan sisanya luka-luka. Pasukan Pasmar 6 yang berada 3 km dari lokasi langsung memberikan bantuan dan berhasil mengusir pasukan Falintil tersebut dengan meninggalkan 2 mayat Falintil. Pola lainnya seperti gerilya lainnya, Fretilin juga aktif dalam sabotase terhadap perbekalan atau tempat penyimpanan barang TNI yang dilakukan oleh simpatisan mereka yang menyusup menjadi TBO. Buku Sejarah Brigade Infanteri-4 Dewa Ratna yang dikeluarkan tahun 1979 memberikan beberapa poin pokok pola perlawanan gerilya Fretilin yaitu antara lain sekitar tahun 1977 :Falintil berusaha menyebar kemana-mana dan tidak mengenal frontFalintil berupaya melakukan perlawanan berlarut untuk membuat jenuh pasukan TNIFalintil melakukan serangan dalam bentuk kelompok kecilFalintil melakukan pertahanan menyebar berlapis tanpa peta Berikut pembagian wilayah operasi Fretilin dan Falintil ketika mereka masih mempunyai banyak wilayah yang dapat dikuasai secara fisik atau zona libertadas. Setiap Sektor dipimpin oleh Komisaris Politik yang merupakan pemimpin tertinggi disektor untuk urusan administrasi politik maupun untuk urusan militer. Organisasi seperti ini dapat kita jumpai pada gerilyawan Vietkong pada masa perang Vietnam di masa lalu.  Struktur regional Fretilin mulai Mei 1976Sektor Ponte Leste atau Ujung timur mencakup Lautem dipimpin Komisaris Politik bernama Juvenal Inácio (Sera Key), menteri Keuangan versi partai Fretilin.Centro Leste (Tengah Timur) meliputi Baucau dan Viqueque dipimpin Vicente dos Reis Sa’he, Menteri Tenaga Kerja versi Fretilin.Centro Norte (Tengah Utara) meliputi Manatuto, Aileu, dan Dili dipimpin João Bosco SoaresCentro Sul (Tengah Selatan) meliputi Manufahi dan Ainaro dipimpin Hamis Bassarewan (Hata), seorang keturunan Arab. Fronteira Norte (PerbatasanUtara) meliputi Ermera, Liquiça dan sebagian Bobonaro Hélio Pina (Maukruma)Fronteira Sul (Perbatasan Selatan) meliputi Covalima dan sebagian Bobonaro dipimpin César Correia Lebre (César Mau Laka)Untuk mengurangi kekuatan bersenjata Falintil, pasukan TNI berupaya merebut senjata dan amunisi Falintil.  Pasukan yang ditugaskan ke Timor Timur berupaya mengumpulkan senjata sebanyak-banyaknya. Operasi intensif dilakukan dengan menyapu semua Falintil yang ada di sektor yang telah dibagi sesuai perintah operasi.  Kantong-kantong pertahanan Falintil dilokalisasikan dengan mendirikan pos penjagaan dan patroli rutin pada jalur-jalur transportasi dan logistik gerilyawan Falintil. Strategi ini ternyata cukup efektif. Selain banyak menyita senjata api dan amunisi, gerakan pasukan Falintil menjadi terbatas. Mereka tak bisa lagi melakukan serangan besar-besaran karena pasukan Falintil terpencar-pencar dalam beberapa kantong dan sulit berkoordinasi. Pasukan Falintil hanya bertempur di zona masing-masing tanpa komando pusat yang tersentral.  Jumlah mereka makin kecil karena banyak pengikut Falintil yang turun gunung, menyerahkan diri kepada petugas keamanan.  Beberapa peristiwa penting yang menandai kekalahan besar Falintil adalah jatuhnya basis pertahanan Falintil yang terakhir di kawasan Gunung Matebian (Nopember 1978), Gunung Kablaki (sekitar Januari 1979), Fatubesi, Ermera (Februari 1979) dan Alas, Manufahi (Maret 1979).  Dengan jumlah yang kecil , Falintil juga membaur ke masyarakat sekitar untuk menyembunyikan dirinya. Mereka ini memperoleh dukungan dari simpatisan atau cellula mereka yang secara sembunyi-sembunyi masih mendukungnya. Untuk mengatasinya terpaksa diadakan pemutusan hubungan seperti pemisahan keluarga yang diduga sebagai Falintil ke tempat lain seperti ke Atauro, atau pembukaan pemukiman baru dan pemindahan logistik diwilayah yang steril dan jauh dari jangkauan Falintil. Tujuannya untuk memisahkan antara ”ikan ” dan ”air”nya. Sehingga Falintil dapat dipisahkan dari penduduk biasa. Selain itu pasukan TNI juga aktif melakukan pendekatan secara persuasif sehingga para Falintil mau turun gunung dan menghentikan perlawanan. Pasca 1980, banyak wilayah Falintil yang direbut TNI.  Sehingga banyak sektor tersebut diatas yang menjadi berantakan.  Pada era ini Francisco Xavier do Amaral, mantan Ketua Fretilin dan Presiden Republik Demokratik Timor-Leste, ditangkap TNI di sungai Dilor (Lacluta, Viqueque) pada bulan Agustus1978.  Alarico Fernandes, Menteri Penerangan dan Keamanan Dalam Neger dalam pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste, menyerah bersama sejumlah anggota Komite Sentral yang lain.  Kehilangan terbesar adalah kematian Ketua Fretilin dan Presiden RDTL Nicolau Lobato pada suatu pertempuran tanggal 31 Desember 1978.  Pemimpin lainnya, Mau Lear (Wakil Ketua Fretilin dan Perdana Menteri RDTL) dan Sahe (Komisaris Politik Nasional) mati terbunuh pada Februari 1979. Sedang Maukruma, Komisaris Politik Fronteira Norte, terbunuh dalam pertempuran sekitar Maret 1979.Xanana mengambil alih pimpinan Fretilin/Falintil pada tahun 1981. Pada masa ini pasukan Falintil membawahi kompi-kompi Falintil yang seluruhnya ada empat kompi yang ditempatkan di wilayah operasi gerilya masing-masing. Kompi-kompi ini tidak berpangkalan tetap tetapi merupakan satuan-satuan gerilya yang terus bergerak untuk melakukan serangan gerilya. Sedang jumlah sektor diperkecil menjadi tiga wilayah :Region Ujung Timur (Região Ponta Leste, juga dikenal dengan nama Funu Sei Nafatin) yeng meliputi Lospalos, Viqueque, Baucau dan Manatuto .Dipimpin Koro Asu dan LemoraiRegion Tengah (Região Centro, juga dikenal dengan nama Nakroman) meliputi Dili, Aileu, Ermera dan Liquiça . Pemimpinnya bernama Fera LafaekRegion Perbatasan (Região Fronteira, juga dikenal dengan nama Haksolok) yang meliputi daerah Suai, Ainaro dan Maliana . Dipimpin Venancio Ferraz.Pasca Insiden Santa Cruz pada 12 November 1991, Falintil memperoleh tambahan kekuatan dari para generasi muda dan kader mereka yang melarikan diri dari kota. Kekuatan Falintil meningkat dari 143 gerilyawan dengan 100 pucuk senapan menjadi 245 gerilyawan dengan 130 pucuk senapan. Pada tahun 1991-1998, Falintil mengalami beberapa kali pergantian pimpinan yaitu dari Xanana ke Mau Hunu karena Xanana ditangkap TNI pada tahun 20 November 1992. Kemudian Mau Hunu menyusul ditangkap TNI pada 3 April 1993. Konis Santana ganti mengambil alih pimpinan sampai kematiannya di daerah gerilya tahun 1998. Pimpinan terakhir Falintil hingga merdeka 1999 dipegang oleh Taur Matan Ruak .Pada 1998 dilakukan perubahan pembagian wilayah tempur Falintil yaitu :Região 1 mencakup wilayah Lautém dan sebagian besar Baucau .Pemimpinnya bernama Lere Anan Timor .Região 2 mencakup sebagian Baucau, Viqueque, dan sebagian Manatuto dipimpin Sabica Kulit Besi.Região 3 meliputi Dili, Aileu, Ainaro, dan sebagian Manatuto dipimpin Falur Rate Laek (Domingos Raul).Região 4 meliputi wilayah Ermera, Liquiça, Bobonaro, dan Covalima dipimpin oleh Ular Rhik atau Virgilio Dos Anjos. Roodak, Komandan Kompi 2 Falintil dan Komandan Region-1, Lere Anan Timur foto diambil di wilayah Iliomar,Kabupaten Lospalos. 15 April 1994. Lere Anan kelak menjabat Panglima Angkatan Pertahanan Timor Leste (F-FDTL),dengan pangkat Mayor Jenderal. Foto : DRT/SABALE/FMSKekuatan Falintil yang hanya sekitar 300 orang pada awal 1998 meningkat menjadi sekitar 1.500 orang pada akhir Agustus 1999. Penambahan diwarnai dengan kembalinya bekas pejuang gerilya ke kesatuannya, pemuda aktivis clandestin yang lari ke hutan dan pembelotan orang-orang Timor-Leste yang berdinas pada TNI/POLRI.Untuk merebut hati rakyat Timtim, Pemerintah Indonesia mulai melakukan pembangunan terhadap wilayah Timor Timur. Pembangunan dilakukan seperti pembangunan jalan yang dahulu hanya terbatas jumlahnya bahkan pada jaman penjajahan Portugis banyak sungai yang tidak berjembatan, pembangunan sekolah-sekolah, tempat ibadah dan sarana lainnya yang di saat era penjajahan Portugal tidak dilakukan. Banyak dikirim pemuda-pemudi Timtim bersekolah ke daerah lain di Indonesia untuk mengejar ketinggalan di sektor pendidikan. Banyak beasiswa yang dikucurkan untuk mereka. Penulis pernah bertemu dengan rekan mahasiswa dari daerah Maliana yang setiap bulan mengambil biaya pendidikan dari pemerintah yang pada tahun 1993 merupakan jumlah yang lumayan. Jalan raya beraspal yang dahulu hanya sedikit sekali, sedikit mulai sedikit dibangun Indonesia sehingga mampu mendorong tumbuhnya jasa angkutan dan berputarnya ekonomi regional. Biaya pembangunan tersebut tidak terhitung jumlahnya . Karena hanya sebuah keputusan politik dari pemerintahan Habibie ,akhirnya Timtim memperoleh kemerdekaan melalui jajak pendapat yang diawasi oleh PBB.Konflik Internal Fretilin/FalintilDalam perjalanan sejarah Timor Leste, ada dua kali perpecahan internal di tubuh Fretilin/Falintil yang sangat signifikan. Perpecahan pertama terjadi sekitar tahun 1977 ketika kubu Xavier do Amaral digulingkan oleh kubu Lobato. Akibatnya terjadi pembersihan kubu Amaral yang mengakibatkan banyak korban. Sedang yang kedua terjadi sekitar tahun 1983. Konflik terjadi antara kubu Xanana versus dan kubu Mauk Moruk , Kilik , dan Ologari Assuwain. Konflik ini berakhir dengan hilangnya Kilik, yang saat itu menjadi Chefe do Estado Maior (Kepala Staf) FALINTIL secara misterius di hutan dan menyerahnya Mauk Moruk dan Ologari yang masing-masing menjabat Primeiro dan Segundo Comandante Brigada Vermelha (Brigade Merah) pada 1983. Pertikaian antar pemimpin perjuangan ini terjadi ketika akan diadakan perundingan antara Panglima FALINTIL Xanana Gusmão dengan Komandan Korem Timor Timur Kolonel Purwanto. Perundingan yang menghasilkan kesepakatan penghentian tembak-menembak antara ABRI dengan FALINTIL ini lebih dikenal dengan sebutan “Kontak Damai.” Mauk Moruk kembali ke Timor Leste pada tahun 2013 dan akhirnya kembali terbunuh pada Juli 2015 dalam sebuah operasi keamananan yang dilakukan pemerintah Timor Leste di Baucau.  Sumber PenulisanWawancara Sudarsono, purnawirawan Brimob Mabes PolriSarjio, Serma Purnawirawan Yonzipur-4 Kodam IV DiponegoroMujiono, Kopral Satu Marinir, Purnawirawan Yonifmar-1 dan Yonifmar-3 BukuHendro Subroto, Operasi udara di Timor TimurHendro Subroro, Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor TimurBrigade Infanteri-4 dan PengabdiannyaKorps Marinir 1970-2000 Hari-hari terakhir Timor-Timur : sebuah kesaksianInternet http://www.etan.org/et2008/5may/17/15etdist.htm               
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan