Extra Part | I'm Happy When You're Happy

34
3
Deskripsi

Note : Cerita ini merupakan Extra Part dari bagian novel Virago.

(Part ini di khususkan untuk kalian yang masih pensaran dengan kapal Aluma × Arka). 

Kisah lengkapnya, bisa kalian temukan di wattpad dengan judul yang sama. 

Extra Chapter | I'm Happy When You're Happy 

 

 

 

 

       Aku mengulum bibir dalam. Menarik nafas panjang sekali lagi kemudian menghembuskannya perlahan sambil menenangkan diri di depan pintu Bistro milik Arka.

Aku, Ganes dan Vera memutuskan untuk mengunjungi Arka dan menghabiskan waktu bersama pekan ini. Vera juga berencana akan membawa Gery dan bayinya dalam formasi lengkap perdana untuk yang pertama kali. 

Kami memang sudah berjanji untuk makan malam bersama pukul 7 malam. Kembali bercanda tawa bersama seperti waktu-waktu sebelumnya. Arka bahkan khusus menutup bistronya malam ini demi kami semua.

Jadi setelah kesempatan ini datang, aku memutuskan untuk datang lebih awal setelah hampir dua minggu kami tidak saling bicara.

Bukan karena sengaja, Arka terlalu sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga dengan diriku yang harus mengikui jadwal Pak Adnan di minggu-minggu padat terakhir aku berkerja.

 

Aku menarik kedua sudut bibir sempurna. Memberikan senyuman paling lebar saat melangkah masuk ke dalam bistro. Melambai dengan riang menyapa Arka yang berdiri di belakang meja bar ikut tersenyum padaku.

"Masuk Al!" Panggilnya melambai dengan bersemangat.

Entah kenapa rasanya setengah beban di pundakku terasa hilang. Melihat senyum Arka yang tak berubah membuatku merasa sedikit lebih tenang. Karena jujur, setelah Ganes menyatakan kebahagiannya mengenai berita lamaran yang diajukan oleh Pak Adnan untukku lewat grup chat kami. Arka sama sekali tidak bereaksi. Aku bahkan belum sempat untuk berbicara dengannya setelah menerima lamaran dari Pak Adnan.

 

"Ya ampun berasa ketemu artis gue. Susah banget deh Ka hubungin lo. Rafi Ahmad aja kalah sibuknya sama lo." Ucapku membuka obrolan sambil menarik kursi di depan meja bar tempatnya berdiri.

Arka tersenyum. "Sorry sorry... urusan kerjaan sama rumah masih hectic. Gue bahkan lupa ngabarin nyokap kalau udah balik ke Jakarta." Kata pria itu sambil menyodorkanku mocktail green mojito padaku.

Aku menghela nafas panjang, memangku pipi dengan kedua tangan menatap Arka lebih
lekat.

"Are you okay, Ka?" Tanyaku khawatir. Biarpun kami memang tidak saling bertemu. Beberapa kali aku, Ganes dan Vera selalu berusaha menelfon dan memeriksa keadaan Arka untuk mengingatkannya makan. Kadang aku memaksa untuk mengajaknya video call untuk benar-benar mengetahui apakah pria itu dalam keadaan baik-baik saja atau hanya pura-pura baik.

Arka tersenyum. "I'm good Al..." ucapnya terdengar penuh arti. "Never even felt this good before." Lanjutnya balas menatapku lurus.

Aku melengos panjang. Mengangguk mencoba mempercayai kalimatnya setelah memastikan kondisi pria itu. Arka memang kelihatan lebih baik dari sebelumnya saat terakhir kali kami bertemu di rumahnya.

"Btw... can you help me?" Tanya Arka beranjak keluar dari bagian bar.

Aku reflek ikut bangkit berdiri. Melangkah menghampirinya yang mengulurkan nampan berisikan beberapa mangkuk potongan buah salad padaku.

"Can you take this to the table over there?" Tunjuknya pada meja dihiasi oleh beberapa lilin dibagian sudut bistro.

Aku mengangguk. "Sure." Kataku menerima uluran nampan dari tangannya.

Dengan hati-hati aku membawa nampan menuju tempat dengan pemandangan paling terbaik dari bistro milik Arka.

Jalanan lurus yang menghadap langsung pada air mancur besar di tengah deretan pertokoan besar ibu kota. Salah satu tempat hidden gem terbaik yang aku temukan dengan Arka, Vera dan Ganes dua tahun yang lalu. Tak pernah kami sangka, Arka pada akhirnya justru membeli salah satu tempat paling strategis yang sudah sejak lama kosong. Aku yang paling bahagia saat mengetahui kami akhirnya dapat kembali berkumpul disini.

"Loh, Ka!" Alisku berkerut. Menghitung ulang bangku dan meja yang Arka sediakan malam ini lebih banyak daripada dugaanku.

"Kok bangkunya lo sediain banyak banget? Lo ngundang orang lain?" Tanyaku pada pria itu yang mendekat membawa nampan berisikan mangkuk yang sama denganku.


"Hm. Gue undang temen-temen di grup." Kata Arka membuatku mengernyit. "Grup? Grup apa? Emang lo punya teman lain selain kita." Tanyaku lagi membuat
wajahnya langsung tersenyum masam.

"Lah? emang lo temen gue?!" Balasnya sarkas.

Aku terkekeh. "Dih... ngambek. Lagian kan rencana awalnya kita mau ngehabisin waktu bareng-bareng doang berempat. Kok lo malah ngajak-ngajak yang lain sih." Tunjukku tak terima karena malam damai dan jarang kami ini harus terganggu.

Arka mendecak. "Bawel lo. Udah cepetan bantuin bawain barang lagi. Bentar lagi anak-anak sampai." Kata Arka malah menghiraukanku.

Aku merenggut. Mengalah dan berbalik badan ingin kembali menuju dapur sebelum suara Arka menghentikanku.

"Lagian bukan orang asing yang gue undang. Temen-temen gue sama Gery, ada Adnan juga. Biar gue bisa ada temen ngobrol gak ngerumpi terus sama ibu-ibu tukang sayur kaya lo semua." Kata Arka membuatku menoleh mengangkat alis tinggi.

Mataku mengerjap-ngerjap. Mencoba mencerna kalimatnya sampai ingatanku mengenai isi pesan yang dikirimkan Pak Adnan siang lalu membuatku baru tersadar.

Pak Adnan tadi sempat mengatakan akan makan malam bersama dengan teman-teman grup bulenya hari ini setelah sekembalinya dari kantor.

Aku mengigit bawah bibir. Memandang Arka yang sibuk menata meja dari tempatku berdiri kemudian mendesah pelan. Mengingat ulang alasan kedatangan ku kemari lebih awal untuk berbicara mengenai jawaban perasaanku untuknya.

"Ka..." panggilku pelan.

"Hm?" Arka tidak menoleh. Pria itu hanya menggumam dari tempatnya dengan alis terangkat sebelah.

"Gue mau bicara sebentar." Kataku mencoba menguasai diri. Menata kembali kalimat yang sejak kemarin sudah kusiapkan dengan begitu hati-hati agar tak membuat persahabatan kami berubah. Walau kurasakan sendiri memang kelihatannya akan sulit. Arka nyatanya sudah menjadi sahabatku selama hampir 8 tahun lamanya.

Arka menoleh. "Bicara apa? Ngomong aja." Katanya dengan alis berkerut.

Aku membasahi bibir. Menarik nafas sebelum kembali bersuara. "Sebelumnya gue mau bilang... I'm sorry because--"

"Nah, don't you dare to say sorry!" Potong Arka galak. Pria itu langsung maju. Berjalan menghampiriku yang mengernyit kebingungan.

Mataku mengerjap-ngerjap. "M-maksud lo?"

Arka menghela nafasnya panjang. Pria itu tiba-tiba menunduk. Mensejajarkan tatapan matanya dengan milikku lalu menoyor dahiku dengan telunjuknya.

"Lo pasti mau minta maaf karena gak bisa nerima perasaan gue kan?" Tebaknya membuatku melebarkan mata. Terdiam sesaat sebelum akhirnya mengangguk dengan kaku.

Arka menghela nafas panjang. "Listen to me, Aluma. Lo gak bersalah karena milih seseorang untuk jadi pasangan dan partner seumur hidup lo. Itu keputusan serta hak lo. Jadi jangan pernah minta maaf sama gue karena alasan itu." Kata pria itu dengan tegas dan serius.

Aku merapatkan bibir. "Ka, gue--"

"Sejak awal Ganes sudah meringatin dan bilang kalau gue sudah telat." Potong Arka sekali lagi dengan cepat.

"Tapi gue gak menyesal karena sudah mengaku sama perasaan yang gue sudah pendam sejak lama." Katanya dengan tenang. Kali ini, senyum di wajah Arka terbit dengan tatapan meneduh yang membuatku mengatupkan bibir.

"Al, I'm happy if you're happy..." katanya terdengar begitu tulus dan lembut hingga membuat kedua mataku entah kenapa kian menghangat.

"And that's enough for me because you give me so much happiness along in our friendship." Lanjutnya kali ini kalimatnya sukses membuat satu buliran hangat tiba-tiba jatuh di pipiku tanpa terasa. 

Arka tersenyum lebih lebar. "And it's time for you to make new happiness for yourself." Kata Arka sambil pipiku lembut dengan sapu tangan dari kantung apronnya. 

"Thank you for always being here for me, Ka..." ucapku dengan tulus. Begitu tulus hingga datangnya dari jauh lubuk hatiku yang paling dalam.

Arka mengangguk. "You too, Al..." katanya tersenyum.

Kami saling melepar senyum untuk beberapa saat. Hingga senyum kami digantikan tawa kecil satu sama lain dengan tiba-tiba.

"Selama dia Adnan. Pilihan lo tepat." Kata Arka menepuk bahuku pelan.

"Lo sahabat sekaligus wanita hebat yang gue kenal. He deserves you." Arka tersenyum. "And you deserves him." Tambahnya entah kenapa justru membuatku tersipu malu.

"I love you." Ucap Arka begitu tiba-tiba. Namun seakan baru sadar dengan ucapannya. Arka mengerjap-ngerjapkan matanya kelihatan panik. "Ah... i mean, as a friend." Lanjutnya buru-buru meralat.

Aku tertawa merasa begitu bahagia malam ini. Kepalaku mengangguk ikut tersenyum menatap Arka dengan lekat. Membalas dengan tulus kalimatnya malam itu dengan ringan.

"I love you too, Ka. As a friend."

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya HIDDEN FISH : Veinte | Ciuman Panas (Full edition)
56
5
Chapter ini merupakan bagian dari secret part yang tidak dibagikan di Wattpad atau platform manapun.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan