Stranger (Part 2 ) - Unfaithful

13
7
Deskripsi

Wangi lavender menyeruak ketika Reza masuk ke dalam ruangan berukuran 3 meter persegi itu. Tubuh kekar yang dihiasi bulu-bulu halus itu terpampang menggiurkan. Diusianya yang sudah mendekati 40 tahun Reza tetap terlihat tampan dan menarik, tak heran jika masih banyak wanita yang mengira ia masih lajang. Bukannya terlalu percaya diri, tetapi setiap kali Reza pergi atau sekedar mampir di Coffeshop sendirian, ada saja wanita cantik yang curi-curi pandang padanya. Mila bahkan sering terang-terangan...

+Eksplisit content - Adult only. Cerita dalam Fanfiction ini adalah original karya penulis sedangkan untuk nama tokoh, tempat, kejadian dan hal lainnya merupakan fiksi dan hanya untuk kepentingan cerita. Mohon menyikapi Fanfiction ini dengan bijak+

post-image-666966fb36574.jpg

***

Reza melihat mereka berdua saling tatap selama sepersekian detik hingga kemudian dengan tanpa empati, Daniel mencengkram lengan kanan Prilly dan memaksanya untuk berdiri, menyeretnya pergi dari sana hingga Reza tak lagi dapat melihat keduanya, hanya menyisakan gelap diruangan itu.

Tidak. Tidak. Tidak.

Kemana mereka? Apa yang akan pria itu lakukan pada Prilly?

Reza panik, berlari menuju balkon belakang rumahnya berharap dapat melihat gadis itu di sana seperti sebelumnya. Tapi nihil, Prilly tak di sana. Rumah itu mendadak sunyi.

Semenit, dua menit, tiga menit. Waktu berlalu dan Reza masih menunggu dalam kecemasan di lantai dua rumahnya. Kakinya ingin sekali berlari menuju ke tempat Prilly berada tapi nurani mencegahnya.

Mila ada di sini.
Daniel ada di dalam rumah itu.

Lalu sebagai apa Reza harus menghampiri Prilly?

Reza melirik jam di dinding, pukul 00.33 wib dan Ia masih menanti kemunculan gadis itu tanpa kepastian. Untungnya Mila sudah terlelap sejak tadi hingga Reza bisa tetap berada di sana dengan leluasa.

Harusnya Reza tak lagi peduli kan? toh Ia sudah tak lagi punya hak atas gadis itu. Tapi melihat adegan tadi seolah mengeluarkan sisi kemanusiaannya, Reza tak rela melihat Prilly diperlakukan seperti itu oleh Daniel.

Tapi benarkah ini hanya tentang kemanusiaan semata?

Saat sedang memikirkan jawabannya, tiba-tiba saja Reza mendengar suara mesin mobil menderu kencang dari arah kirinya. Dengan beringsutan penuh rasa penasaran, Reza melongok ke bawah halaman rumah Prilly. Di sana Reza mendapati sebuah mobil yang Ia yakini milik Daniel sudah melesat pergi meninggalkan rumah itu.

Mau pergi kemana dia?
Apakah Daniel meninggalkan Prilly sendiri dirumahnya?
Atau justru membawanya serta?

Puluhan pertanyaan berlomba-lomba menyelinap dalam kepala Reza tapi malangnya Ia tak dapat menemukan jawaban yang pasti akan apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahan mantan kekasihnya dan pria bernama Daniel Assegaf itu.

Mereka terlihat normal-normal saja selama beberapa bulan sebelumnya. Malah bisa dibilang sangat harmonis dan mesra. Lalu kapan semua ini berawal? Apakah kejadian ini pertama kalinya dialami Prilly?

Atau...?

Ditengah kebingungannya Reza memutuskan untuk menyambangi rumah tetangganya saat ini juga.

Mumpung Daniel tak ada, Pikirnya.

Sayangnya ketika kakinya akan menuruni anak tangga rumahnya, langkah Reza terhenti karena mendengar suara lembut nan parau yang memanggil namanya dari belakang.

SIAL.

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mila dengan wajah masih setengah mengantuk membuat Reza menghentikan niatnya kemudian berbalik ke arah sang istri yang berdiri tepat di ambang pintu kamar tidur.

"Loh, kamu kok bangun?"

"Aku nungguin kamu dari tadi tapi kamu nggak masuk-masuk kamar. Emang belum selesai ngerokoknya?" tanya Mila polos tak mengetahui niat suaminya yang sebenarnya.

"Udah kok sayang, aku baru mau masuk ke kamar cuma mau ngecek pintu depan dulu takutnya belum dikunci." bohong Reza pada sang istri "Kamu masuk duluan aja, aku ngecek sebentar terus nyusul kamu ya." kata Reza yang dengan terpaksa harus membatalkan tujuannya untuk mendatangi rumah mantannya itu.

"Ohh, ya udah. Jangan lama-lama ya, Mas."

"Iya sayang, aku cek pintu bawah dulu ya..." pamitnya dengan jantung yang sudah berdegup kencang.

Nyaris saja. Pikir Reza.

Hati Reza berkecamuk hebat, Ia ingin melihat keadaan Prilly tapi sang istri menghalanginya. Kini Reza hanya bisa berharap, jika Prilly baik-baik saja.

Semoga...

*** 

post-image-666dc75a1a86f.JPE

Reza memasuki blok perumahan tempat tinggalnya ditemani gerimis kecil. Sejak sore langit Bandung sudah dihiasi oleh kilat dan petir yang siap menumpahkan air kehidupannya ke kota ini. Bandung bulan ini memang sedang sering hujan, bahkan dalam satu minggu bisa 3 sampai 4 hari kota Parahyangan ini diguyur hujan lebat. Lampu-lampu di kavling tempat Reza tinggal pun sudah menyala menghiasi sunyi dan senyapnya area pemukiman yang menandakan waktu sudah beranjak malam. Jam di dashboard mobil Reza menunjukan angka tujuh lewat tujuh menit ketika mobil sedannya memasuki carport miliknya.

Deru mesin mobil keluaran tahun 2020 itu berhenti ketika pada akhirnya Reza memarkirkan kendaran roda empat kesayangannya itu. Terdengar suara bip saat tubuh tingginya keluar kemudian mengunci pintu mobilnya.

Ketika baru saja Reza hendak berjalan menuju pintu rumahnya langkah Reza terhenti, dikagetkan oleh sosok yang juga sedang berjalan berlawanan ke arahnya. Wajah keduanya sama-sama mengisyaratkan keterkejutan.

Prilly dan Reza berpapasan di depan halaman rumah Reza yang disinari lampu temaran.

Sosok yang sejak malam itu begitu Reza khawatirkan membatu beberapa meter di depan Reza mengenakan hot pants jeans diatas paha dan kaus over size berwarna putih dengan rambutnya yang Ia kuncir satu. Bahkan dalam pencahayaan yang minim, Prilly masih terlihat begitu menawan dimata Reza.

Selama beberapa detik mereka saling melempar pandang tanpa kata, terlalu gugup dan kaget dengan pertemuan yang tak terduga ini.

"Udah mau pulang?" Reza membuka obrolan sederhana dengan gadis yang berjarak sekitar 3 meter di depannya.

"Iya Mas, saya cuma nganterin soup untuk Rayyanza." katanya pelan "Permisi ya..." Prilly memberanikan diri berjalan melewati tubuh Reza yang ada di depannya, mencoba meminimalisir interaksi dengan pria tampan itu.

"Prill..." panggil Reza pelan, membuat Prilly terpaksa menghentikan langkahnya.

"Ya?" katanya, menjawab panggilan laki-laki itu tanpa membalikan tubuhnya. Menghindari kontak mata.

"Malam itu..." Reza menjeda kalimatnya "Kamu baik-baik aja kan?" sambungnya dengan sangat hati-hati.

Reza paham ini issue yang sangat sensitif, Ia tidak mungkin dengan terang-terangan membahas kejadian malam itu pada Prilly. Reza tak ingin membuat Prilly takut dan canggung dengan sikapnya. Dia harus berhati-hati.

Prilly membalikan tubuhnya ke arah dimana Reza bicara, keningnya mengernyit penasaran. Kenapa Reza menanyakan hal itu pada dirinya secara tiba-tiba?

"Iya saya baik-baik aja.." jawab Prilly sekenanya "Memangnya ada apa?"

"Are you sure you're okay?" Reza kembali memastikan, tak yakin dengan jawaban sang wanita yang sudah hampir satu minggu ini menghilang dari jangkaun matanya. Dalam temaramnya lampu halaman depan rumahnya, ditemani oleh rintik hujan yang sudah mulai deras Reza mencoba memberanikan dirinya untuk kembali mencari jawaban tentang malam itu.

"Memangnya saya kelihatan kayak nggak baik-baik aja?" Prilly balik bertanya.

"Kalau kamu butuh bantuan, saya bisa..."

"Saya nggak apa-apa kok." potong Prilly dengan cepat "Dan saya juga nggak butuh bantuan apa pun" Lanjutnya dengan nada dingin.

Reza tersenyum kecil, dalam hati sebenarnya dia sudah tahu gadis ini akan menolak bantuannya tapi dengan bodohnya, Reza masih saja sok menjadi pahlawan untuk Prilly.

Memalukan.

"Oke. If you say so..." ucap Reza mengiyakan.

"Kalau gitu saya permisi, Mas..." pamitnya seraya berlari kecil meninggalkan halaman rumah Reza tanpa kembali menoleh.

***

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam, eh papa udah pulang..." ujar Mila menghampiri sang suami seraya menyambutnya dengan sumringah bersama Rayyanza.

"Halo jagoan papa..." Reza menggendong Rayyanza kemudian menciumi putera satu-satunya itu penuh sayang.

"Mama kok nggak dicium sih.." rengek Mila berpura-pura cemburu melihat sang suami hanya mencium puteranya.

"Oh iya lupa, Mamanya belum dapat ciuman." Reza tertawa lalu mengecup bibir Mila dengan lembut disambut senyuman manja sang istri.

"Oh iya Mas..." Mila berniat membuka percakapan sebelum sang suami naik ke kamar mereka, sementara itu Rayyanza kembali bermain dengan mainan kesukaannya di depan ruang tv "Tadi Prilly ke sini bawain Rayyanza soup." curhatnya.

"Iya, barusan aku papasan sama dia di depan." Balas Reza jujur.

"Oh ya?" Mila semakin semangat bercerita "Kamu liat ada luka memar nggak di pipinya?" ujar Mila memberitahu.

Kening Reza mengerut, berfikir sejenak soal pertemuannya dengan Prilly tadi.

"Nggak tahu, aku nggak merhatiin." Jawab Reza.

"Mas, kayaknya Prilly sama Daniel lagi ada masalah deh. Soalnya nggak mungkin banget berturut-turut Prilly memar kayak gitu." Ujarnya lagi dengan wajah cemas.

"Berturut-tururt gimana maksud kamu?" Reza berusaha mengorek cerita dari sang istri, karena sering berinteraksi dengan Prilly, Mila pasti tahu lebih banyak dari pada dirinya.

"Aku udah merhatiin beberapa minggu terakhir ini, aku sering lihat memar di tangan sama di kakinya, malahan beberapa hari lalu aku lihat pipinya juga agak lebam gitu." Cerita Mila penuh rasa khawatir, membuat Reza terkejut. Tak menyangka jika Mila juga menyadari perubahan tetangga barunya itu "Aku khawatir Mas, sama Prilly..."

"Kamu udah nanya sama dia memarnya karena apa?"

Mila menghela nafasnya kecewa "Itu dia, setiap aku tanya soal itu dia nggak pernah mau cerita dan bilang nggak apa-apa terus." Jelas Mila lagi.

"Ya udah, berarti emang dia nggak butuh bantuan kita atau memang ya nggak ada masalah aja..."

"Tapi Mas..."

"Sayang, kalau dia nggak minta bantuan kita, kita nggak punya hak untuk ikut campur." Saran Reza dengan tegas.

"Aku tahu, tapi aku khawatir..."

Reza menatap Mila seraya merengkuh wajah cantiknya dengan kedua tangannya penuh kelembutan "Apa yang terjadi sama mereka itu bukan urusan kita..." katanya "Kamu nggak usah terlalu mikirin mereka." katanya berlagak cuek.

Setelah pertemuannya dengan Prilly barusan, Reza menyadari satu hal bahwa rasa khawatirnya pada gadis itu sia-sia. Karena nyatanya, Prilly masih sama. Dingin dan tak membutuhkan dirinya.

Jika Prilly saja tak butuh bantuannya, untuk apa Reza harus repot-repot memikirkan wanita itu bukan?

***

Enzy melambaikan tangannya pada Mila yang sudah sedari tadi menunggunya di sebuah coffeeshop. Baru hari ini mereka sempat bertemu karena Enzy yang bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit ternama itu jarang mempunyai waktu. Jadi begitu Enzy ada waktu luang, dengan segera mereka meluangkan diri untuk sekedar ngopi.

"Haaiiii!" sapa Enzy dengan wajah cerianya sembari mencium pipi kanan dan kiri Mila penuh bahagia "Kangen bangeeett gue sama lo!" celotehnya sambil mengambil tempat duduk di depan Mila.

"Gue jugaaa..." balas Mila membalas pelukan dan kecupan sang sahabat.

"Anak gue mana? kok nggak lo ajak sih, Mil?" Enzy celingukan kanan kiri mencari Rayyanza yang selalu disebutnya sebagai anak.

"Ada tuh di playground sama Prilly!" tunjuk Mila ke arah playground yang terdapat tak jauh dari coffeeshop tempat mereka nongkrong.

"Prilly? Prilly siapa?" heran Enzy sembari melihat dengan seksama wanita yang sedang bermain dengan Rayyanza di tempat bermain itu.

"Itu loh yang waktu itu ketemu sama lo di rumah, tetangga yang jagain anak gue!" jelas Mila mengingatkan sahabatnya.

Mata Enzy membelalak kaget, kini dia ingat wanita bernama Prilly yang membuatnya tidak nyaman dipertemuan pertama mereka malam beberapa bulan yang lalu.

"Lo ngapain sih ngajak dia segala?" sinis Enzy.

"Ya nggak apa-apa. Pengen aja ngajak dia, lumayan kan jadinya Rayyanza ada yang jagain." balas Mila santai.

"Lo tuh aneh banget deh Mil, lo aja selektif banget kalo milih babysitter dari gue tapi kenapa lo malah gampang banget percaya sama orang yang baru lo kenal!" jelas Enzy dengan nada ketusnya. 

"Bukan gitu, Zy. Gue kan udah lumayan lama kenal sama dia, kenal suaminya juga." jawab Mila "Dia tuh sayang banget sama Rayyanza. Telaten lagi. Rayyanza aja nempel banget sama dia. Makanya gue tenang tiap ninggalin Rayyanza." Mila mencoba memberi pengertian pada sahabatnya.

"Tetep aja, gue nggak suka sama dia. Vibesnya nggak cocok sama gue!" protes Enzy tak perduli "Lo mendingan hati-hati deh, lo kan baru kenal beberapa bulan ini. Jangan gampang percaya sama orang asing!"

"Kok lo jadi suudzon gitu sih? Sejak kapan seorang Enzy jadi parnoan sama orang?" ledek Mila. Biasanya Enzy adalah orang yang paling positif thinking tentang apa pun, tapi kali ini kenapa instingnya berbeda?

"Gue serius. Feeling gue nggak enak sama nih cewek!" bisik Enzy, pelan. Tak mau Prilly mendengar kalimat curiganya.

"Iya iyaaa. Udah ah kan gue ngajak lo ketemu karena gue kangen. Kok malah ngegosipin orang sih!" protes Mila sebal.

"Ya abis lo juga ngapain ngajak dia kesini..."

"Mamaahhh..." percakapan Mila dan Enzy terhenti ketika suara imut Rayyanza menyapanya dengan penuh ceria.

"Halo sayangnya tanteeeee..." Enzy memotong ceritanya, kini fokusnya hanya pada Rayyanza yang datang menghampiri mereka bersama Prilly.

Enzy menatap mata Prilly dengan sinis dan pandangan tak suka, tak berusaha untuk sekedar berpura-pura menyukai tetangga sahabatnya ini.

"Ayo salim dulu sama tante Enzy." suruh Mila pada puteranya yang berusia satu tahun itu.

Rayyanza mengulurkan tangan kecilnya pada Enzy kemudian mencium punggung tangan sang tante penuh sopan santun, sementara itu Prilly yang berdiri di samping Mila menyaksikan adegan itu dengan wajah datar.

"Oh iya Prill, kenalin ini Enzy. Temen saya. Kalian pernah ketemu kan waktu itu?" Mila mengenalkan teman dekatnya ini dengan was-was. Ia berharap untuk hari ini saja Enzy bisa menahan rasa tidak sukanya pada Prilly.

"Oh iya, hallo Mbak, saya Prilly. Kita belum kenalan ya waktu itu?" Prilly mengulurkan tangannya pada Enzy dengan senyum yang dibuat-buat, membuat Enzy semakin tak menyukai perempuan di depannya.

"Enzy." balas Enzy singkat, tak tertarik.

"Mbak Mila, kayaknya saya harus balik duluan deh." ujar Prilly tiba-tiba setelah perkenalan singkatnya dengan Enzy barusan.

Enzy tersenyum senang mendengar ucapan Prilly yang disadari oleh gadis itu. Prilly tahu wanita asing ini bahagia mendengar dirinya akan pergi saat ini.

"Loh, kok buru-buru sih? Kan kita belum ngobrol-ngobrol, Prill." Mila kecewa.

"Biarin aja sih Mil, orang mau pulang kok ditahan-tahan." Enzy kembali nyeletuk.

Mila memelototi Enzy, memberikan isyarat pada sahabatnya agar tak bicara yang tidak-tidak didepan tetangganya.

"Iya Mbak sorry, soalnya barusan Daniel telepon dia minta aku balik sekarang."

"Yahhh, padahal saya masih mau ngobrol banyak sama kamu."

"Maaf ya Mbak, Next time kita pergi lagi ya berdua." Prilly melirik Enzy ketika menyebut kata berdua, bermaksud membuat Enzy mengerti jika dirinya juga tak menyukai keberadaan wanita itu.

"Ya udah. Next time kita ngopi-ngopi lagi ya."

"Iya, gampang mbak."

"Ya udah kalau gitu. Hati-hati ya Prill. Makasih udah nemenin saya jalan-jalan hari ini." Mila memeluk Prilly yang berpamitan pulang.

"Duluan ya Mbak Mila, Mbak Enzy." Melempar senyuman pada kedua wanita yang berusia 3 tahun lebih tua darinya itu "Bye sayang, ate pulang dulu ya. Besok kita main lagi oke?" ujarnya sambil mencium Rayyanza penuh sayang.

"Bye tante Prilly..." Mila menirukan Rayyanza.

***

post-image-666dc8e83f963.png

"Where have you've been?" suara berat Daniel menyapa kedatangan Prilly di ruang tengah. Daniel yang sedang asik duduk di sofa ruang tv seketika menghentikan kegiatannya kemudian menghampiri istrinya yang berdiri tak jauh dari tempatnya bersantai.

"Abis nemenin Mbak Mila jalan." jawab Prilly, Ia tak tahu jika hari ini Daniel pulang lebih cepat dari biasanya.

Mereka berhadapan, ditatapnya mata hazel gadis itu penuh selidik. Tak mempercayai jawaban yang Prilly berikan barusan.

"Abis nemenin Mila atau nemenin suaminya?" sindir Daniel, membuat Prilly kening Prilly mengerut mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Daniel,

"Kamu kok gitu ngomongnya?" sanggah Prilly dengan nada malas.

"Kenapa nggak bilang kalau kamu mau keluar? Aku pulang, tapi dirumah nggak ada orang." protes Daniel.

"Ya sorry, kamu kan nggak bilang kalau mau pulang cepet." ujar Prilly tak mau disalahkan, karena hari-hari biasanya Daniel selalu pulang setelah maghrib.

"Yakin kamu cuma pergi sama Mila, bukan sama Reza?" sarkas Daniel lagi.

"Niel, stop it! Aku nggak mau berantem ya sama kamu!" sanggah Prilly dengan nada kesal, dia berniat pergi meninggalkan suaminya agar tak berdebat lebih panjang lagi.

"Aku belum selesai ngomong!" Daniel menarik lengan kiri Prilly dengan cepat untuk menghalau istrinya pergi dari hadapannya.

"Awww!!" Prilly mengaduh kesakitan "You hurt me!" keluhnya pada suaminya yang mencengkram lengan kanannya.

"I know you lie!" tembak Daniel masih tak percaya.

"Oh God, Daniel. Aku harus gimana sih supaya kamu percaya?" keluh Prilly dengan nada tinggi "You can ask Mbak Mila later!" sambungnya ketus.

Daniel menatap kembali mata Prilly, berusaha mencari kebohongan apa yang sang istri sembunyikan.

"Mau aku teleponin Mbak Mila sekarang?" tantang Prilly.

"Swear to God you didn't hide anything from me?" tanya Daniel lagi masih tak percaya.

Prilly menarik nafasnya dengan berat, mencoba mengatur emosinya agar pria didepannya ini mau mempercayainya.

"I swear to God i didn't hide anything from you, Niel." katanya dengan suara lembut berusaha membuat sang suami menghentikan investigasinya ini "Trust me..." lanjut Prilly seraya memeluk sang suami.

Prilly memang paling mengerti Daniel, pelukan adalah hal paling ampuh untuk meredakan rasa curiganya karena tiga detik setelahnya, tangan kekar Daniel sudah bergelayut manja pada pinggang ramping Prilly sambil menciumi leher putihnya penuh cinta.

"Don't lie to me, okay? You know i hate liar." ujarnya masih memeluk tubuh Prilly seraya menyesapi aroma tubuh sang istri "We're go this far, please don't ruin everything." pinta Daniel lagi.

"I won't disappoint you, i promise." janji Prilly, membiarkan tubuhnya dijamah lembut oleh bibir lembab suaminya.

***
MEI 2023

Malam ini lagi-lagi Reza tak dapat memejamkan matanya. Kepalanya disibukkan dengan banyak hal yang tak seharusnya Reza pikirkan. Reza kira setelah penolakan gadis itu malam beberapa bulan yang lalu, Reza bisa dengan mudah melupakan Prilly. Tapi Reza salah. Semakin hari berganti dan semakin Prilly menghindarinya, rasa penasaran Reza justru semakin tinggi. Reza tak pernah menerima penolakan. Apalagi dari Prilly. Gadis yang lima tahun lalu tergila-gila pada dirinya kini justru menjadi orang yang paling menistakan Reza seolah-olah Reza adalah seonggok benda najis yang wajib dia hindari.

Awalnya Reza sempat berempati pada apa yang menimpa gadis itu, tapi nyatanya itu hanya kekhawatiran yang sia-sia. Hubungan Prilly dengan Daniel masih tak berubah. Hanya imajinasi Reza saja yang berlebihan menanggapinya. Hanya otak piciknya saja yang berharap jika Prilly membutuhkan bantuannya lalu Reza akan datang menjadi pahlawan untuk gadis itu.

Konyol, tapi terasa indah di imajinasi Reza.

Reza menatap wanita di samping kirinya yang kini sedang terlelap dengan begitu tenang di dalam pelukannya. Wanita yang juga Ibu dari putera tersayangnya yang sudah terikat janji sehidup semati seumur hidupnya. Janji yang Reza kumandangkan di depan kedua orang tua Mila lima tahun yang lalu tak lama setelah kandasnya hubungannya dengan Prilly.

Reza pikir Ia sudah melupakan semuanya, Reza pikir dengan kehidupannya bersama Mila dan Rayyanza, Reza sudah tak membutuhkan wanita itu lagi. Tapi ternyata Reza salah, ego pria itu kembali membuka gerbang dosa dalam dirinya. Rasa yang seharusnya tak ada, kembali datang ketika pertama kali Reza mencicipi chopped cheese buatan Prilly. Ternyata kenangan yang pernah gadis itu sisipkan membangkitkan kembali rasa yang sudah bertahun-tahun lalu Reza tinggalkan.

Perpisahan mereka yang penuh drama tak menghilangkan bagian indah dari kisah cinta mereka.

Lalu apa yang harus Reza lakukan saat ini?

Dia sudah bersama Mila dan Prilly sudah memiliki Daniel. Gadis itu tak lagi membutuhkan dirinya.

BRUUMMMM!!

Di tengah lamunannya, Reza mendengar deru mesin mobil yang Ia yakini berasal dari rumah di sebelah rumahnya.

Suara mobil Daniel.

Jam di tempat tidurnya menunjukan pukul 00.24 pagi.

Ini bukan pertama kalinya Daniel pergi di tengah malam buta seperti ini, kemana perginya laki-laki itu?

Karena rasa penasarannya, Reza bangun dari ranjangnya kemudian menuju jendela kamar untuk mengintip keluar. Dari jendela kamarnya itu Reza melihat mobil Daniel telah meninggalkan carport rumahnya.

Pikiran Reza kembali melayang pada gadis yang berada di dalam rumah itu, apakah dia ada di sana? Apakah dia baik-baik saja?

Lagi-lagi rasa penasaran ini memenuhi ruang dikepalanya. Ia tak dapat memejamkan mata karena terlalu banyak nama Prilly yang mengitari pusat otaknya.

Perlahan Reza menghampiri sang istri yang masih terlelap di ranjang mereka kemudian mengecup keningnya dengan sayang seraya mengambil rokok elektrik miliknya yang biasa dia jadikan obat kantuknya. Suasana malam ini sangat sunyi saking sunyinya bahkan Reza dapat mendengar bunyi detik jarum jam di kamarnya sendiri.

Reza melangkahkan kakinya menuju balkon atas belakang, tempat favorit yang biasanya Ia pakai untuk merokok. Ketika baru saja akan menghisap pod silver yang Ia bawa, mata Reza dikejutkan dengan sebuah penampakan dari rumah sang tetangga.

Reza memperhatikan sosok yang Ia kenal sedang berjalan gontai menuju kolam renang, rambutnya berantakan dan wajah cantiknya terlihat suram seperti orang yang habis menangis. Setelah sampai dipinggir kolam, sosok itu berhenti sejenak sambil memandangi air di bawahnya.

Apa yang Prilly lakukan?

Kenapa gadis itu berdiri dipinggir kolam renang ditengah malam buta seperti ini?

Reza mencoba menerka-nerka.

Tetapi ketika Reza masih sibuk dengan pertanyaan dalam kepalanya. tiba-tiba saja...

BYYUUURR!

Prilly yang masih mengenakan pakaian tidurnya menjatuhkan tubuhnya ke kolam renang hingga membuat Pod yang sedang Reza pegang terjatuh karena terlalu shocked dengan apa yang tersaji di bawah sana.

Maka tanpa berfikir dua kali, Reza berlari secepat kilat menuju lantai satu untuk kemudian menyambangi rumah sang mantan dengan panik tanpa alas kaki. Tak peduli jika sang istri mencarinya, tak peduli jika ada tetangganya yang melihat, karena saat ini yang Reza pedulikan hanya keselamatan wanita di dalam rumah itu.

Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!

"Prill!" panggil Reza dengan suara panik "Prill, buka!" panggil pria itu masih terus menerus menekan bell sambil mengetuk pintunya.

Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!

Entah sudah berapa puluh kali Reza membunyikan bel rumah Prilly tapi belum juga ada jawaban dari rasa khawatirnya. Reza masih berdiri menantikan pintu di depannya terbuka. Berharap Ia bisa melihat wajah Prilly secara langsung dengan kondisi yang baik-baik saja.

Lalu setelah beberapa menit menanti ketidakpastian akhirnya hal yang Reza harapkan pun terjadi. Reza mendengar bunyi kunci pintu terbuka dan sang empunya rumah pun menampakan dirinya.

post-image-666dc9d977e20.jpg

Dengan baju tidurnya yang basah dan wajahnya yang berantakan, Prilly berdiri di ambang pintu rumahnya menatap Reza dengan tak kalah terkejutnya. 

Air menetes dari ujung rambut panjangnya.

"Prill!" Reza berhambur masuk ke dalam rumah seraya merengkuh tubuh kuyup gadis itu.

Sementara itu Prilly dengan wajah kagetnya masih mematung menyaksikan kehadiran suami dari tetangga sebelah rumahnya ini.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Reza dengan panik. Mengecek keadaan Prilly dari ujung rambutnya yang basah hingga ujung kukunya yang berwarna merah.

"Kamu ngapain di sini?" wajah Prilly tak hanya menunjukan keterkejutan dengan kehadiran Reza di rumahnya tetapi juga ketakutan yang begitu tergurat dengan jelas.

Prilly mundur beberapa langkah, mencoba menjauh dari Reza yang terlihat sangat panik menatap dirinya.

"What did he do to you??" tanya Reza to the point, Ia tak mau lagi berbasa basi. Kejadian tadi nyaris saja membuat ruh-nya terlepas dari raganya "Tell me!" sambungnya dengan suara tinggi.

"What are you doing here!?" Prilly menaikan intonasinya, didorongnya tubuh Reza untuk keluar dari ruang tamu sembari celingukan kanan kiri, takut kalau-kalau ada tetangganya yang melihat mereka.

"Selama ini aku diam karena aku nggak mau ikut campur urusan kamu sama Daniel." Reza menahan Prilly agar tak mengusirnya "Tapi kali ini nggak bisa lagi!" katanya dengan marah.

"Are you out of your mind!?" bentak Prilly "Kalau Mbak Mila tahu kamu ke sini malam-malam begini gimana, Mas?"

"I'm worried.." Reza maju satu langkah, menyentuh kedua pipi Prilly yang basah dan merah "Apa yang Daniel lakuin ke kamu, Prill?" nada yang keluar dari pertanyaan Reza nyaris saja melemahkan pertahanan Prilly. Nada lembut yang dulu sering Ia dengar setiap harinya.

"It's not your business" bentaknya.

"Kalau Daniel macam-macam sama kamu, aku nggak akan tinggal diam, Prill!" ancam Reza tak terima.

"Mas, i think you should go now!" usir Prilly dengan suara ketakutan "Aku nggak mau ada yang lihat kamu di sini!"

"Jawab aku dulu, apa yang dia lakuin ke kamu sampe kamu kayak gini!" paksa Reza, disentuhnya lagi pipi Prilly yang memerah yang Reza yakinkan seperti bekas tamparan seseorang.

Prilly memalingkan wajahnya dari Reza, membuang mukanya dengan kasar menolak sentuhan tangan Reza di pipinya.

"I'm fine, okay?" jawabnya ketus "Just go now!" usirnya lagi.

"Sejak kapan Daniel kasar sama kamu kayak gini?"

"BUKAN URUSAN KAMU!" bentaknya marah, membuat Reza terkejut dengan reaksi yang gadis itu berikan akan kepeduliannya.

"Aku khawatir sama kamu, Prill!"

"Mas. tolong. pergi. dari sini." ejanya penuh penekanan disetiap kata "Kalau Daniel lihat kamu di sini, dia akan ngelakuin yang lebih dari ini." jelasnya dengan serius.

Reza mematung mendengar pengakuan Prilly, akhirnya dia mendapatkan jawaban meskipun dengan samar bahwa Daniel benar-benar melakukan kekerasan pada mantan kekasihnya.

"Jadi benerkan Daniel mukul kamu?" tanya Reza "Sejak kapan?"

"Mas! Please..." pinta Prilly, air mata sudah menumpuk dipelupuk matanya yang siap Prilly jatuhkan, dia takut Daniel tiba-tiba datang dan melihat mereka seperti ini.

"I can help you..." tawar Reza, mengusap lembut pipi Prilly yang sedikit bengkak.

Prilly menghalau dengan kasar jemari Reza yang menyentuh pipi mulusnya. Tak senang dengan perilaku suami Mila padanya.

"I don't need your help!" Prilly mundur beberapa langkah menjauhi Reza "Don't think that by trying to be a hero, you can atone for your mistakes!" sindir Prilly, tak suka dengan sentuhan-sentuhan yang sang pria lakukan padanya.

"You misunderstood me.." Reza membela dirinya.

"Misunderstood you? Mas, We're married to someone else!" Prilly mengingatkan.

"I'm so sorry i didn't mean that, i was just worried..."

"You don't have to, you can go now!" suruh Prilly ketus.

"Prill..."

"Aku nggak mau Daniel ngeliat kamu di sini!" katanya lagi dengan suara bergetar.

Reza tahu, telah terjadi sesuatu lagi pada gadis ini tapi Prilly terlalu keras kepala untuk meminta pertolongan. Gengsinya terlalu tinggi.

"I care about you..."

"I don't need your simpathy, just go!" usirnya dengan ketus dan dingin.

Reza kecewa. Sangat kecewa dengan reaksi yang dia dapatkan malam ini. Ini kesekian kalinya Reza mendapat penolakan oleh gadis 29 tahun itu. Egonya terluka lebih dari sebelumnya. Hatinya patah dan harga dirinya terinjak. Reza sudah menurunkan rasa malu dengan menyambangi gadis itu malam ini, tapi apa yang Reza dapatkan justru hanya sikap dinginnya.

Tak ada yang bisa Reza lakukan selain meninggalkan rumah itu.

Reza menatap Prilly dengan nanar dan marah yang tertahan.

"Fine." balasnya dengan singkat, beranjak pergi dari rumah itu tanpa menoleh kembali pada Prilly yang mengamati kepergiannya.

***

Sudah 30 menit Reza mencoba untuk memejamkan matanya tetapi otaknya sudah terlanjur dikacaukan oleh wanita itu. Ia bahkan rela mengorbankan jam tidurnya hanya untuk memikirkan mantan kekasihnya itu, tapi lihat kan apa yang Prilly berikan? Penolakan yang kesekian kalinya. Masalahnya, bukan hanya amarah yang ada di kepala Reza saat ini, tetapi juga ada rasa lain yang ikut menggerogoti pikirannya.

Aroma tubuh Prilly.

Entah kenapa Reza merasa, harum tubuh gadis itu seperti masih menempel kuat di indera penciumannya. Reza merasa sepertinya saat ini kamarnya dipenuhi oleh aroma tubuh gadis itu, bahkan wangi badan Mila terasa seperti Prilly dihidungnya.

Gila. Bisa gila jika dia terus seperti ini.

Demi Tuhan Reza berusaha untuk memejamkan matanya, tapi kenapa sosok itu justru muncul lebih jelas ketika dirinya menutup mata?

Reza terbayang saat tadi mereka berinteraksi, wajah cantik nan sendunya, mata hazel dan bulu mata lentiknya, senyumnya yang menawan, rambut kecokelatannya yang harum serta kulit mulusnya yang dibalut piyama tipis dan basah hingga dengan jelas memamerkan dadanya yang ranum tanpa bra.

Damn it!

Kejantanan Reza seketika menyeruak, memaksa bergerak bebas di dalam underwearnya. Kepalanya sakit membayangkan hal-hal nakal bersama Prilly. Libidonya sudah meletup-letup minta dipuaskan.

Reza membalikan tubuhnya ke arah Mila yang sedang tertidur memunggunginya. Ini tak bisa ditunda lagi, Reza butuh pelampiasan akan nafsunya malam ini.

Perlahan, dipeluknya pinggang Mila dengan sayang. Tubuh sintal sang istri menggeliat kecil, memberikan reaksi berupa usapan lembut dilengan pria itu.

Kemudian tanpa meminta dan tanpa bersuara, jemari Reza mulai menjamahi payudara sang istri dari luar piyamanya. Meremas lembut penuh dengan perasaan, memilin putingnya yang sudah mulai tegang.

"Mas..." Mila terbangun, kaget dengan kenakalan sang suami yang menyusup perlahan ke dalam pakaian dalam Mila seraya meremas dengan kencang payudaranya secara langsung.

"Mas... kamu kenapa?" tanya Mila dengan suara parau, percampuran antara rasa kantuk dan juga rasa nikmat. Sudah lama Reza tak seromantis ini.

post-image-666dcae8339a0.jpg

"I'm horny..." bisik Reza tepat ditelinga Mila tanpa menghentikan kegiatan tangannya.

"Mmmhh..." Mila melenguh pelan, bergairah dengan perlakuan yang Reza suguhkan dengan jemarinya.

"Sayang..." panggil Reza dengan sangat mesra ketika Ia mulai merasakan tekanan yang sangat kuat dibalik Giordano brief hitamnya.

"Mmmmhh..." jawab Mila masih menikmati sentuhan Reza.

"I can't hold this, may i?" Reza meminta izin untuk melangsungkan aksi utamanya karena sudah tak dapat menahan dirinya terlalu lama.

Mila mengangguk, tanpa membalikan badannya, Reza menyingkap daster yang Mila kenakan. Kemudian dengan segera, mengusap hole of heaven yang sudah basah itu dengan jari kekarnya sebelum pada akhirnya menyatukan tubuh keduanya dari belakang.

Mila melenguh hebat ketika batang kemaluan sang suami sudah menancap dengan suksesnya.

Dengan ritme yang pelan tapi pasti, Reza bercinta dengan sang istri penuh nafsu. Meremas dada Mila dan menghujamkan senjatanya dari belakang berkali-kali tanpa ampun. Aroma tubuh Prilly yang masih menguasai indera penciuman Reza, membuat imajinasinya semakin liar.

Ini semua salah Prilly! Karena apa yang Reza visualisasikan saat ini di atas ranjang bukanlah Mila sang istri, melainkan gadis itu, tetangga yang juga mantan kekasihnya.

***

Entah kenapa setiap kali Daniel melakukan kekerasan pada Prilly Reza merasa gadis itu selalu menghilangkan diri hingga sulit Reza temui di mana pun. Berbagai macam cara Reza lakukan hanya demi mengetahui keadaan sang mantan dari mulai lebih sering merokok di balkon setiap malam, berangkat kerja lebih siang dari biasanya dengan harapan gadis itu akan muncul hingga dengan sengaja memperlambat laju kendaraannya setiap pulang dan pergi kerja agar dapat mengetahui keberadaan Prilly dari depan rumahnya. Semua telah Reza lakukan tapi sayangnya usahanya tak juga membuahkan hasil.

Contohnya pagi ini, Reza dengan sengaja berangkat sekitar pukul setengah sembilan pagi dengan harapan Prilly akan keluar dari rumahnya, karena biasanya dia sering menyambangi Mila untuk bermain dengan Rayyanza di jam-jam seperti ini. Tetapi seperti hari-hari sebelumnya lagi-lagi usaha Reza tak membuahkan hasil, karena bukannya Prilly yang Reza temui pagi ini tetapi justru suami sialannya itu yang secara tiba-tiba menyapa Reza di depan halaman rumah ketika Reza bersiap untuk masuk ke mobilnya.

"Baru mau berangkat Mas Reza?" sapa Daniel sok akrab.

Reza terperanjat mendengar suara pria itu memanggil namanya.

"Iya, saya kesiangan." jawab Reza berbohong.

"Ohh," balas Daniel ber-oh panjang "By the way, i just noticed kayaknya akhir-akhir ini Anda sering kesiangan ya?" celetuk Daniel dengan santainya membuat Reza terbelalak kaget "Sepertinya kemarin Anda juga berangkat agak siang." ujar Daniel masih melanjutkan percakapannya.

Reza begidik.

How the fuck does he know?

Bagaimana mungkin Daniel tahu jika selama beberapa hari ini Reza memang selalu berangkat lebih siang dari biasanya?

Apakah Daniel memperhatikan gerak-gerik Reza selama ini? 

Atau jangan-jangan alasan pria itu memukuli Prilly karena Daniel sudah mengetahui siapa Reza sebenarnya?

Milyaran pertanyaan menyerbu cerebrum Reza, pertanyaan yang cukup sukses membuat nyali Reza ciut. Takut kalau-kalau pria itu tahu tentang apa yang terjadi dengan Reza dan istrinya lalu membeberkannya pada Mila.

Reza terlalu terkejut dengan pernyataan Daniel, hingga membuatnya membatu dan tak mampu menjawab suami dari mantan kekasihnya itu hingga Daniel menghilang dari pandanganya.

***
Tubuh Reza berhenti bergerak, ketika baru saja dia membuka pintu balkon atas rumahnya matanya dikejutkan oleh sosok bergaun tidur tipis dengan rambut panjang di ujung sana, di balkon atas sebelah kiri rumahnya. Sosok yang Reza cari setiap harinya akhirnya muncul dihadapannya dengan penampilan yang menggugah imajinasi.

Prilly berdiri di depan balkon rumahnya memegang sepuntung rokok yang asapnya Ia hembuskan dengan nikmat dari bibir tipisnya sambil menikmati dinginnya udara malam.

Ini pertama kalinya Reza melihat Prilly merokok lagi sejak mereka putus beberapa tahun lalu, Reza pikir Prilly sudah berhenti merokok sejak menikah dengan Daniel karena riwayat suaminya yang bekerja sebagai dokter kejiwaan.

Setelah merasa cukup mengamati tubuh gadis cantik itu, otot kaki Reza kembali bekerja, meneruskan langkah kakinya menuju balkon rumahnya sendiri dan sesekali melirik ke samping kirinya sambil menyalakan pod yang sudah Ia bawa.

Prilly menoleh sekilas, baru menyadari keberadaan Reza yang juga ada di ujung sana tanpa memberinya sapaan atau sekedar senyuman. Reza melihat gadis cantik itu menghisap tembakau gulungnya lalu kembali fokus pada gelapnya malam di depan matanya.

Syukurlah dia baik-baik saja. Selama ini Reza sangat mencemaskan keadaan Prilly hingga terlintas pikiran-pikiran aneh di kepalanya. Tetapi malam ini Reza dapat melihat bahwa gadis yang berdiri di sudut sana dalam keadaan sehat dan selamat, itu sudah membuatnya lega.

Reza dan Prilly berdiri bersampingan dengan jarak yang dibatasi oleh udara malam dan dinding kaca rumah mereka, menikmati setiap hisapan dari rokok di tangan mereka tanpa adanya percakapan, hanya suara air dari langit dan binatang malam yang terdengar menghiasi backsound adegan malam ini. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing dihiasi asap yang mengepul dari bibir keduanya bersama langit malam yang sedikit lembab karena hujan yang turun sejak tiga jam tadi.

Untuk kesekian kalinya Reza melirik pada sosok ramping di kirinya yang berjarak tak begitu jauh, sementara itu sosok cantik itu hanya sibuk menghabiskan rokok yang sejak tadi Ia nikmati tanpa menggubris keberadaan Reza di sana.

Melihat Prilly malam ini, tiba-tiba saja Imajinasi Reza melayang jauh ke beberapa tahun lalu...

Flashback.

"Hei..." Reza terperanjat merasakan sebuah tangan putih menyeruak dipinggangnya. Tangan itu menyusup cantik dan bergelayut manja bersama kecupan kecil dileher Reza.

"Serius banget ngerokoknya.." goda sosok itu lagi, kali ini dikecupnya pundak Reza dengan lembut "Masuk yuk, dingin." ajaknya dengan suara manja.

"Sebentar ya, aku abisin ini dulu. Tanggung." jawab Reza, meraih tangan kiri Prilly dengan lembut.

"Sekarang aja, i need you..." rengek Prilly, kembali menciumi leher Reza.

"Ya udah, tapi bantu aku abisin ini dulu..." Reza berbalik menghadap Prilly, menyodorkan sebatang rokok yang masih menyala, meminta Prilly untuk menghisapnya juga.

Prilly tersenyum nakal, kemudian menghisap rokok itu dengan hisapan pelan dan dalam seraya menatap Reza, menggoda.

"That was... so hot.." puji Reza, melihat cara Prilly menghisap rokok justru membuatnya bergairah.

Bagi Reza, wanita perokok itu sexy. Entah ini fetishnya atau bukan, tapi bercinta dengan bau rokok di bibir wanita membuat libidonya meningkat drastis. Belum lagi ketika bibir itu menyentuh bagian vitalnya, seperti ada sensasi tersendiri yang membangkitkan gairah Reza saat bercinta.

"How about this?" Prilly tertawa kecil, kemudian mencium bibir Reza yang baru saja menghembuskan asap.

"That's even better..." kata Reza lalu membuang puntung rokoknya ke lantai dan dengan cepat mengangkat tubuh kecil Prilly berjalan menuju kamarnya dengan bibir yang terpaut  begitu mesra diselingi tawa keduanya.

Flashback end.

"Sayang!" suara berat terdengar membelah sunyi menyadarkan lamunan nakal Reza bersama Prilly.

Laki-laki itu berdiri di ambang pintu, wajahnya berubah sinis ketika menyadari keberadaan Reza di balkon rumahnya.

"It's too late, come inside!" pinta lelaki itu dengan nada memerintah.

Prilly menoleh pada sosok suami yang berdiri dibelakangnya kemudian dengan wajah datar, Prilly menjawab pelan "Let me finish this..." tawarnya sembari menunjukan puntung rokoknya yang sudah mau habis.

"NOW!"

Daniel kembali bertitah dengan nada yang lebih tinggi dan tegas, meminta Prilly untuk beranjak dari sana saat ini juga tanpa ditunda. Reza melihat semuanya dan berusaha untuk berpura-pura tak peduli meskipun dalam hatinya Ia ingin sekali meninju wajah pria itu.

Dan tak butuh waktu lama Prilly pun membuang puntung rokoknya ke lantai lalu menginjaknya.

"Coming..." katanya seraya berbalik dan menghampiri sang suami kemudian menghilang dari pandangan Reza dan hanya menyisakan sunyi.

Brengsek!

Pria itu selalu saja merusak suasana.

***

"Daniel apa kabar, Prill? Kayaknya saya udah jarang lihat kalian berdua deh." Mila yang sedang memasak di meja dapur menoleh sekilas pada Prilly yang sedang duduk di kursi makan bersama Rayyanza.

"Baik Mbak, cuma Daniel lagi banyak pasien akhir-akhir ini dan lebih sering di rumah sakit." Prilly menyuapi Rayyanza nasi dan sayur sop fav bocah satu tahun itu.

Mila menaruh spatula kayu yang sedang Ia gunakan di atas penggorengan, kemudian berbalik ke arah Prilly yang duduk berjarak 3 meter dari tempatnya berdiri.

"Saya boleh tanya sesuatu nggak sama kamu?" wajah wanita cantik itu terlihat begitu serius ketika mengeluarkan kalimatnya.

"Mbak Mila mau tanya apa?" Prilly berhenti menyuapi Rayyanza kemudian memandang Mila penuh rasa penasaran.

"Kamu sama Daniel baik-baik aja kan?"

Kening Prilly mengernyit.

"Baik kok. Kenapa Mbak Mila nanya gitu? Emang kita keliatan kayak nggak baik-baik aja ya?" ujar Prilly masih dengan nada bercanda.

"Maaf ya Prill, bukannya saya mau ikut campur masalah kamu sama Daniel, cuma saya sering lihat ada luka dan lebam di badan kamu yang saya yakin itu bukan luka jatuh kan?" Mila memberanikan diri membuka topik sensitif ini pada Prilly karena rasa penasarannya yang sudah tak terbendung.

Mila sudah menganggap Prilly seperti adik sendiri, Ia menyanyangi gadis itu dengan tulus dan tak mau sesuatu terjadi padanya.

"Saya cuma khawatir sama kamu." sambung Mila lagi, sangat hati-hati.

"We are okay, Mbak. Daniel emang kayak gitu orangnya." jawab Prilly "Itu juga karena aku yang salah, wajar kalau dia sampai marah."

Mila mengernyitkan keningnya, kaget dengan reaksi Prilly yang menganggap sikap kasar Daniel adalah sebuah hal yang wajar.

"Jadi bener dia mukul kamu?" selidik Mila, menghampiri Prilly dan duduk di samping gadis itu.

"Sometimes..." jawab Prilly pelan dan agak takut.

"Prill, itu KDRT. Kamu nggak bisa membenarkan apa yang Daniel lakuin ke kamu." protes Mila "Saya bukannya mau kalian pisah atau apa, tapi... kekerasan dalam sebuah hubungan itu nggak dibenarkan, Prill. " saran Mila lagi.

Prilly terdiam beberapa saat, bingung harus memberikan jawaban apa pada tetangga sebelah rumahnya ini "I don't know what i'm supposed to do, Mbak. Dia udah terlalu banyak ngebantu saya dari dulu." 

"Tapi Prill, dia bisa aja ngelakuin yang lebih dari ini. Saya nggak mau kamu kenapa-kenapa! please pikirin lagi. Kamu bisa kok tanpa dia." saran Mila serius.

Prilly tersenyum nanar.

"I don't have anyone, Mbak. Cuma Daniel satu-satunya orang yang selalu ada untuk saya. Saya nggak bisa ninggalin dia gitu aja." Sejak kuliah Prilly memang sudah tidak hidup dengan paman dan bibinya lagi, dia hidup sendiri. Sedangkan keluarganya di Indonesia, entah ada di mana. Prilly sudah tidak pernah berhubungan dengan mereka sejak kepindahannya ke Amerika. Ingat pun tidak.

Mila iba. Air mukanya terlihat sedih mendengarkan cerita Prilly. Mungkin Mila memang tak bisa membayangkan berada diposisi gadis ini, tak punya orang tua, tak ada keluarga yang peduli, sedangkan suami yang diharapkan dapat mencintainya dengan tulus justru adalah orang yang paling menyakiti dirinya.

"Cuma Daniel yang mau nerima kekurangan saya sebagai perempuan." curhatnya lagi.

"Kekurangan? Maksud kamu?" 

Sebelum menjawab Prilly sempat memberi jeda pada pertanyaan Mila. Ini pertama kalinya Prilly membahas masalah ini pada orang selain Daniel. Prilly berusaha menenangkan dirinya, menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya bersuara.

"Saya nggak bisa punya anak, Mbak." jujur Prilly "Dan cuma Daniel satu-satunya yang nggak pernah mempermasalahkan itu."

Hati Mila tersayat mendengar pengakuan gadis ini, entah apa lagi yang bisa Mila katakan untuk sekedar menghibur Prilly. Ia merasa tak ada kata simpati dan kalimat penghiburan apapun yang dapat mengurangi bebannya.

"I'm so sorry..." Mila menarik tubuh kecil Prilly ke dalam pelukannya, mengirimkan rasa simpati pada sosok yang sudah dikenalnya selama lima bulan ini. Mila tak menyangka, gadis yang pada pertemuan pertama terlihat bahagia, justru menyimpan begitu banyak luka.

"I'm okay, You don't have to pity me..." Prilly menenangkan Mila.

"You have us now."  Mila meraih jemari Prilly.

"Us?" tanya Prilly, mengenai kata 'us' yang Mila maksud itu merujuk pada siapa saja?

"Iya. Saya, Mas Reza sama Rayyanza. Anggap kami semua keluarga kamu." jelas Mila polos tanpa mengetahui apa yang pernah terjadi diantara Prilly dan suaminya "Saya udah anggap kamu seperti adik saya sendiri, Prill. Kapan pun kamu butuh bantuan saya, soal apapun, saya akan selalu ada. Even kalau kamu butuh pengacara, saya bisa bantu. Kamu nggak usah mikirin soal biaya. Ya?"

Prilly terharu, untuk pertama kalinya Prilly menemukan sosok kakak dari diri wanita lain.

"Makasih ya Mbak, this means a lot to me." ucap Prilly "Mas Reza lucky to have you as a wife." pujinya, kembali membawa nama Reza yang pernah menjalin asmara dengannya bertahun-tahun silam.

***

JUNI 2023

Ting! Tong! Ting! Tong!

Suara ketukan pintu dan bunyi bel sekaligus bergaung di rumah besar Reza, sekilas Reza merasa ini semua hanya mimpinya saja, karena suara itu terasa samar dipendengarannya. Butuh waktu sekitar satu menit untuk Reza yang sedang asik menikmati waktu tidurnya untuk pada akhirnya mau membuka mata ngantuknya dengan sukarela. Ia bahkan sempat mengumpat dalam gelap kamar tidurnya karena kesal dan merasa terganggu.

Suara hujan masih terdengar, meskipun tak sederas tadi sore tapi jatuhnya air langit itu masih bisa Reza dengar dari kamarnya yang masih gelap.

Reza terduduk, kemudian menyipitkan mata cokelatnya ketika cahaya lampu kamar mulai menerangi ruang istirahatnya itu. Malam ini ia sendiri dirumah ini. Sudah dua hari lalu Mila memang tak kembali ke rumah karena harus mengurus ibunya yang lagi-lagi masuk rumah sakit. Bahkan Mila juga terpaksa membawa serta putra sulungnya.

Knock! Knock! Knock! 

Kali ini bunyi ketukan berganti menjadi suara gedoran pintu diselingi oleh bel yang juga tak henti berbunyi.

Brengsek!

Orang gila mana yang mengganggu tidurnya ditengah malam buta seperti ini?

Entah siapa sang penggangu ini yang jelas kali ini Reza memang harus menyambangi pintu rumahnya. Dengan wajah setengah mengantuk, Reza turun menuju lantai satu , seketika lampu menyala secara otomatis di ruang tamu. Ketika daun pintu itu terbuka, emosi Reza yang tadi sudah Reza siapkan di ujung kepalanya seketika luruh saat mendapati sosok cantik yang sedang berdiri tepat di ambang pintu rumahnya.

Prilly dengan terisak dan wajah lebam berdiri menatap Reza, bajunya sedikit basah karena hujan yang turun sejak sore.

Reza sempat membeku beberapa saat, masih menganggap adegan ini hanya di mimpinya saja atau halusinasi Reza semata.

"Mbak Mila-nya... ada?" tanya Prilly sesegukan, Reza dapat melihat warna kebiruan dibawah mata kanan Prilly.

Kali ini apa lagi yang terjadi pada gadis ini hingga membawanya ke depan pintu rumahnya ditengah malam buta?

"Kamu kenapa?" Reza panik "Daniel mukul kamu lagi?" di sentuhnya wajah lebam Prilly penuh kekhawatiran.

"Mbak Mila-nya... ada?" Prilly mengulang pertanyaannya masih diselingi tangisan.

"Mila lagi nggak dirumah, Prill."

Gadis itu terisak, kecewa dengan jawaban Reza.

"Lebih baik kamu masuk dulu."

"Saya cuma mau ketemu Mbak Mila." tolak Prilly, bersiap untuk berbalik pergi.

"Prill!" namun Reza menahan lengan gadis itu dengan hati-hati, takut menyakitinya "Please, kali ini aja. Dengerin saya." Reza memohon, matanya berkaca-kaca. Padahal Reza sudah hampir lupa dengan semua ini, tetapi empati itu malah datang kembali malam ini.

Bagaimana tidak? Melihat mantan kekasihnya penuh lebam di wajah dan tangannya tepat didepan dirinya tentu saja menggugah sisi kemanusiaannya.

Jika sebelumnya Prilly masih keras kepala dengan sejuta gengsinya, kali ini Ia tak mampu lagi menolak, entah karena sudah terlalu frustasi dengan apa yang dialaminya malam ini atau karena Prilly membutuhkan seseorang untuk berkeluh kesah?

Dengan langkah ragu, kaki ramping itu memasuki rumah yang biasanya hanya Ia datangi untuk menjaga Rayyanza, dituntun perlahan oleh Reza menuju sofa tamu dan menyuruhnya duduk sementara pria itu pergi ke arah dapur.

Tubuh Prilly gemetar, rasa dingin dan takut menyerbunya sekaligus. Seharusnya Ia tak boleh berada disini. Seharusnya ia tak di sini.

"Biar saya kompress dulu lebamnya..." Reza kembali membawa sebaskom air hangat dan saputangan untuk mengompres luka diwajah Prill "Daniel dimana?" tanya Reza disela kegiatannya, nada pertanyaan Reza terdengar marah tapi berusaha ditahannya.

"Dia udah tidur..." jawab Prilly pelan.

Reza mengalihkan matanya pada Prilly, terkejut dengan jawaban gadis didepannya ini.

"Setelah dia ngelakuin ini sama kamu, dia masih bisa tidur?" sindirnya dengan muak.

"He's drunk..." adu Prilly "Sebelumnya dia nggak pernah kayak gini."

"Kamu nggak perlu nutupin kelakuan bejat dia, Prill. Saya lihat semuanya malam itu! Ini bukan yang pertama kali!" tembak Reza marah. Sudah cukup berpura-pura tak peduli.

"Dia cuma mabuk..."

"Kalau dia CUMA mabuk seperti yang kamu bilang, kenapa kamu ketakutan kayak gini? Kenapa kamu dateng ke sini?" oceh Reza lagi, menaruh kompresan di dalam baskom.

Prilly terdiam, menatap Reza penuh rasa marah.

"Saya datang ke sini karena mau ketemu Mbak Mila." jawab Prilly ketus "Dan kalau kamu keberatan, lebih baik Saya pulang!" bersiap beranjak dari sofa dengan tangis yang tertahan.

"Bisa nggak sih kamu nggak usah pura-pura nggak butuh saya, Prill?" Reza menarik pinggang Prilly, menghimpitkan dadanya dengan dada Prilly yang terbalut piyama setengah basah "Kamu butuh Saya!"

"Saya nggak butuh siapa pun!" Prilly berontak, wajah mereka hanya berjarak beberapa inchi.

"Tapi Saya butuh kamu!" 

"Gila kamu!" maki Prilly marah "Lepasin atau saya teriak!" ancamnya, masih terus berusaha melepaskan diri dari pelukan mantan kekasihnya itu.

Tetapi ancaman Prilly tak membuat Reza bergeming, pria itu justru semakin mengencangkan pelukannya dan merapatkan tubuhnya pada tubuh Prilly, menahannya agar tidak berontak.

"Mas Reza!!!" pekiknya.

"Saya udah ngelepas kamu satu kali dan saya nggak akan melepas kamu lagi kali ini." aku Reza dengan suara lembut kemudian memajukan wajahnya pada wajah Prilly, menarik pinggangnya, mengulum bibir tipisnya dengan penuh perasaan menuangkan segala emosi yang selama enam bulan ini dia pendam. Rindu, marah, nafsu. Semua bercampur menjadi satu. Reza tahu Prilly juga menginginkan ini, Reza yakin dia juga merasakan hal yang sama.

post-image-666dcd25eecaf.jpg

Sekitar dua puluh detik Reza mencium Prilly dengan paksa, gadis itu masih berusaha menolak tapi sayangnya tenaganya kalah kuat hingga akhirnya Prilly menyerah dan membiarkan pria itu menjamahnya. Membiarkan suami dari wanita yang sudah dianggapnya kakak itu melakukan keinginannya. 

Prilly tak membalas tapi juga tak menolak. Dia hanya diam mematung hingga air mata turun dari pelupuk matanya dan dengan tubuh gemetar tangisnya pecah membelah sunyi membuat Reza menghentikan kegiatannya.

"I HATE you!" katanya ketika Reza akhirnya melepas ciumannya.

"Prill..."

"It's all happened because of you!" isak Prilly lagi "I hate you... I hate you..."

"I'm sorry, Prill..." dipeluknya tubuh ringkih itu dengan penuh penyesalan. Hatinya tersayat mendengar tangisan Prilly yang semakin kencang "i'm so sorry..." kata itu terulang dalam sela tangis Prilly yang tanpa jeda.

Malam ini hanya ada suara gemuruh hujan, tangisan menyayat Prilly dan permintaan maaf Reza yang terdengar di ruang tamu rumahnya dan Mila.

post-image-666dcd5f08056.jpg

***

Pertahanan Prilly selama enam bulan ini akhirnya runtuh. Selalu seperti ini, hubungan mereka sejak dulu memang selalu seperti ini. Ia selalu saja lemah dengan semua yang pria itu perbuat. Sebesar apapun dosa Reza, kata maaf selalu dengan mudah Prilly terima. 

Reza dapat merasakan tangis Prilly mereda setelah permintaan maafnya tadi, yang tersisa hanya isak kecil Prilly yang Reza dengar dalam pelukannya saat ini.

"Sejak kapan Daniel kasar sama kamu kayak gini?" tanya Reza mengusap lembut wajah gadis dalam dekapannya.

"Saya nggak mau bahas itu." balas Prilly masih menyenderkan kepalanya dibahu Reza.

"Saya nggak rela lihat dia nyakitin kamu kayak gini." jujur Reza, sok dramatis.

Prilly bergerak dari pelukan Reza kemudian menatap wajah tampan pria itu "Jadi cuma kamu yang boleh nyakitin Saya?" sarkasnya.

"Saya serius, Prill."

"Saya juga serius, Mas."

"Jadi kamu mau selamanya kayak gini? Dipukulin sama Daniel pengecut itu!" omel Reza dengan nada tinggi.

"Terus kamu maunya saya gimana?"

"Ceraikan Daniel!"

Prilly tertawa, meledek.

"Kamu sadar nggak sama apa yang kamu omongin barusan?"

"Saya sadar dan saya serius! Saya mau kita balik kayak dulu lagi." saran ngaco Reza membuat Prilly menjauhkan tubuhnya.

"Kamu mau saya cerai sama Daniel?" tanya Prilly yang dijawab dengan anggukan oleh sang pria "Berarti kamu juga harus cerai sama Mbak Mila." tantang Prilly.

Tak ada nada bercanda dari kata-kata gadis disampingnya ini, mata sembab dan wajah lebamnya yang cantik menunjukan keriusan dalam ucapannya barusan.

"Kenapa diam? Nggak bisa jawab kan?"

"Prill, ini bukan cuma soal Mila..."

"Kalau kamu aja nggak bisa ngelepas Mbak Mila, lalu kenapa saya harus melepas Daniel?" Prilly beranjak dari sofa, menatap Reza sambil berdiri.

"Prill…” Reza meraih jemari Prilly penuh harap.

"Harusnya kita nggak melakukan ini." Sesal Prilly, seharusnya Prilly tak tergoda emosi sesaat tadi yang membuat Reza jadi berharap padanya “Saya ke sini cuma mau ketemu Mbak Mila.” Prilly melepas genggaman Reza.

“Saya masih cinta sama kamu…”

"Saya anggap ini nggak pernah terjadi dan kamu nggak pernah ngomong apa pun." Ujarnya dengan tegas “Saya nggak mau Daniel dan Mbak Mila sampai tahu soal ini!” 

“Prill, please!” Prilly berbalik, berjalan menuju pintu “Saya butuh kamu!” jeritan Reza tak Prilly pedulikan, gadis itu terus melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu meninggalkan Reza dan segala bujuk rayunya yang palsu.

***

Angin berhembus cukup kencang, awan dilangit telah menutup cahaya rembulan. Reza melihat jam ditangannya menunjukan pukul 21.44 WIB ketika mobil yang Reza dan Mila kendarai pada akhirnya tiba di kediaman mereka. Seharusnya Mila dan Reza tak sampai selarut ini, tapi selalu saja ada kejadian tak terduga yang membuat mereka harus pulang terlambat.

Mila sampai merasa tak enak hati pada Prilly karena harus menitipkan Rayyanza lebih lama. Karena biasanya sebelum Daniel pulang, Mila sudah kembali dari rumah ibunya. Tapi hari ini, dengan sangat terpaksa, Mila menitipkan sang putera hingga larut karena kondisi sang Mama yang tiba-tiba memburuk. Bahkan Reza juga dengan terpaksa ikut menemani sang istri di rumah sakit.

Reza paham benar dengan kondisi istrinya, selain lelah secara fisik, Mila juga pasti lelah secara batin. Penyakit ibunya menyita banyak waktunya. Mengeluh pun rasanya tak bisa karena sepeninggal sang ayah, hanya Mama satu-satunya orang tua yang dia miliki.

"Sayang..." panggil Reza dengan lembut ketika mobil mereka telah terparkir dalam carport rumahnya, Reza menoleh pada Mila yang duduk di samping kirinya, menatap wajah cantik istrinya yang terlihat begitu lelah "Kamu istirahat aja ya biar aku yang ambil Rayyanza ke sebelah." Reza menawarkan.

"Kamu nggak apa-apa, Mas?" tanya Mila, jujur saja Ia memang sudah tak punya tenaga untuk berjalan lagi.

"Iya. Kamu langsung masuk aja, bersih-bersih. Nanti aku bawa Rayyanza ke kamar kita." ujar Reza "Rayyanza juga pasti udah bobo." lanjutnya sembari merapihkan rambut Mila penuh sayang.

"Ya udah aku masuk ya, jangan lupa minta maaf sama mereka ya Mas." ucapnya penuh rasa tak enak hati.

"Iya sayang." Reza mengecup kening Mila penuh pengertian "Aku ke sebelah ya." Pamitnya, menuju rumah Prilly yang hanya berjarak beberapa langkah.

Reza bisa merasakan tetesan gerimis menyapa kulitnya maka itu Ia mempercepat langkah kakinya menuju rumah yang sudah beberapa kali disambanginnya itu.

Begitu Reza berdiri di depan pintu rumah Prilly, seketika Reza teringat kejadian beberapa hari yang lalu antara dirinya dan gadis itu yang membawa mereka pada obrolan yang belum juga ada solusinya hingga kini. Setelah malam itu, mereka belum kembali bicara. Reza dengan pengecutnya tentu saja belum memiliki jawaban apa pun untuk gadis itu.

Ting Tong!

Reza berdiri di depan pintu rumah Prilly dengan gugup, merapihkan rambut dan kerah bajunya bagai remaja yang ingin menjemput calon kekasihnya untuk malam minggu. 

Norak.

Bukankah dia datang ke sini untuk menjemput puteranya bukan untuk berkencan dengan mantan pacarnya!

Bip bip!

Reza mendengar suara pintu terbuka. Tanpa di minta, senyum sudah Ia pasang dengan lebar di wajah tampannya, seolah-olah bersiap untuk menyambut kedatangan sosok yang tiga hari lalu datang ke rumahnya dengan penuh tangisan. Namun, ketika pintu itu terbuka sepenuhnya sosok yang Reza dapati bukan Prilly melainkan laki-laki yang mengobrak-abrik emosi Reza selama beberapa bulan ini.

Sosok itu berdiri di ambang pintu dengan wajah tampannya yang begitu datar, menatap Reza dengan pandangan yang sangat sulit Reza jelaskan.

"Malam..." suara palsu yang dipaksakan terdengar dari mulut Reza.

"Malam." balas Daniel datar.

"Maaf mengganggu malam-malam. Saya mau menjemput Rayyanza." ujar Reza sesopan mungkin. Rasa canggung begitu terasa di antara keduanya. Padahal saat pertama kali bertemu, Daniel terlihat sangat ramah

"Oh iya, sebentar." balas Daniel tanpa menyuruh Reza untuk masuk ke dalam "Sayang, papanya Rayyanza datang mau jemput Rayyanza!" panggil Daniel dengan suara lantang.

Tak berapa lama Prilly keluar membawa Rayyanza yang sudah tertidur dalam gendongannya. Berjalan menuju pintu dengan sangat lembut dan anggun, mengenakan gaun tidur berwarna nude  yang dilapisi robe tipis dengan warna senada hingga menyajikan lekuk indahnya yang tanpa bra. Jantung Reza berdegup kuat, berusaha menahan rasa excited dalam hatinya ketika melihat sosok yang beberapa hari lalu berciuman dengannya itu.

Godaan apa lagi ini ya Tuhan?

post-image-666e61a214c01.jpg

"Maaf Mas, Rayyanzanya udah tidur." ujar Prilly seraya menyerahkan Rayyanza pada Reza dengan hati-hati.

"Iya nggak apa-apa. Terima kasih ya udah mau dititipin sampe malam. Saya jadi nggak enak sama kalian." Reza menggendong putera tercintanya penuh sayang.

"Iya nggak apa-apa kok." jawab Prilly santai, seperti tak pernah ada yang terjadi diantara mereka sebelumnya. Sementara itu Daniel menonton percakapan keduanya tepat disamping Prilly.

"Mbak Mila nya mana, Mas?" tanya Prilly kemudian.

"Mila di rumah, seharian ini kan dia di rumah sakit, nggak baik kalau langsung megang Rayyanza. Karena itu saya yang jemput. Nggak apa-apa kan?" Reza melirik Daniel, mencari jawaban.

"Oh nggak apa-apa dong, ya kan sayang?" dirangkulnya pinggang Prilly dengan mesra, seperti ingin membuktikan jika hubungan keduanya baik-baik saja.

Prilly mengangguk, canggung dengan perlakuan Daniel di depan Reza.

"Oke kalau begitu saya pamit dulu ya. Sekali lagi terima kasih banyak udah mau direpotin." 

post-image-666e620f0b182.png

"Iya Mas sama-sama" senyum Prilly dengan tulus "Bye sayang..." Prilly mengusap pipi Rayyanza yang masih terlelap dalam gendongan ayahnya.

"Permisi..." ujar Reza berpamitan. 

Daniel dan Prilly melihat pria itu melangkah menjauhi pekarangan rumah mereka ditemani rintik hujan yang sudah mulai deras, kemudian ketika sosok Reza udah menghilang dari pandangan Reza, Daniel melirik pada istri yang berdiri tepat disampingnya seraya berkata "Next time, when he is around, don't wear something like this!" ketus Daniel, menunjuk pakaian yang sedang Prilly kenakan.

“Mana aku tahu kalau dia yang akan jemput Rayyanza malam ini.” Prilly membela dirinya.

“Ini bukan permintaan, Prill. Ini peringatan!” ujarnya seraya masuk ke dalam rumah dengan wajah bersungut-sungut diikuti oleh Prilly yang mengekorinya dari belakang.

***

"Mas kamu mandi ya, aku mau mandiin sama nyuapin Rayyanza dulu sebelum berangkat." Reza yang sedang melepaskan tshirt dari tubuhnya, hanya memberikan anggukan pada permintaan sang istri. Tak berapa lama Mila sudah tak terlihat sementara itu Reza melangkah memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamar tidurnya.

Wangi lavender menyeruak ketika Reza masuk ke dalam ruangan berukuran 3 meter persegi itu. Tubuh kekar yang dihiasi bulu-bulu halus itu terpampang menggiurkan. Diusianya yang sudah mendekati 40 tahun Reza tetap terlihat tampan dan menarik, tak heran jika masih banyak wanita yang mengira ia masih lajang. Bukannya terlalu percaya diri, tetapi setiap kali Reza pergi atau sekedar mampir di Coffeshop sendirian, ada saja wanita cantik yang curi-curi pandang padanya. Mila bahkan sering terang-terangan membanggakan suaminya jika mereka berkumpul dengan teman-temannya, membuat rasa percaya diri Reza semakin bertambah.

Ya, Reza tampan, bertubuh bagus dan juga sangat kharismatik.

Bukan hanya wajahnya yang tampan dan pekerjaannya yang sangat mapan, Reza yang berkerja sebagai Excutive Food & Beverage Manager di salah satu hotel bintang lima di kota Bandung itu juga selalu bangga dengan keahliannya dalam sex. Mungkin itu jugalah yang membuat Reza selalu merasa kurang dengan pelayanan Mila di ranjang yang pada akhirnya selalu membandingkannya dengan bagaimana Prilly melayaninya dulu.

Wajarkan jika Reza mempunyai referensi sex favorit?

Bukankah semua manusia pasti punya kekasih terindah? Yang sebenarnya cocok dalam banyak hal tapi memang tidak bisa berjodoh. Jika dalam kasus Reza dan Prilly lebih kepada 'dibuat tidak berjodoh' oleh Reza sendiri, karena pria itu memilih kembali ke Jakarta tanpa berpamitan.

post-image-666dd1588bdee.png

Reza menatap tubuh berototnya di cermin kamar mandi sebelum menyalakan shower air hangat yang mulai mengaliri ke seluruh kulit kuning langsatnya. Seketika kamar mandi mulai di penuhi oleh titik-titik air yang mengembun, efek dari kondensasi penguapan air panas dari shower yang sedang Reza pakai. Dibasuhnya wajah tampan dan rambut hitamnya dengan perlahan, begitu matanya kembali menatap pantulan dirinya di cermin, Reza memutar ulang rekaman adegan yang terjadi beberapa hari lalu antara dirinya dengan sosok wanita yang sudah membuatnya menggila selama beberapa bulan ini.

Jantung Reza berdebar mengingat ciumannya dengan Prilly malam itu. Sudah berhari-hari berlalu sejak kejadian tak terduga malam itu tapi Reza belum juga bisa melupakannya. Seketika tubuh kekarnya memanas bahkan hanya dengan membayangkan gadis itu saja sudah bisa membuatnya terangsang. 

Reza menatap ke bawah tubuhnya, melihat ‘senjata’ kesayanganya sudah mulai mengeras tanpa diperintah. 

Fuck!

Jika sudah seperti ini mau tak mau Reza harus menuntaskannya sendiri.

Air panas masih mengaliri tubuh sixpack Reza menemani sang pria menyelesaikan hasrat terpendamnya pagi ini, menahan sekuat tenaga agar tak mengeluarkan suara-suara kenikmatan yang bisa didengar oleh sang istri. Setelah beberapa menit bermain dengan dirinya sendiri, Reza merasakan tubuhnya mengejang hebat, merasakan sensasi kenikmatan akibat gesekan tangannya sendiri sembari meneriakan nama Prilly dengan desahan yang tertahan.

Look what have you done to me, Prill?

Ujar batin Reza, jahat. Melimpahkan dosa-dosanya pada mantan kekasih yang kini menjadi tetangganya itu. 

***

"Sayang kamu udah siap belum?" Reza dengan kemeja rapih turun dari lantai dua menuju ruang makan. 

Langkahnya terhenti, ketika mendapati sosok yang baru saja Reza jadikan bahan imajinasinya ada di sana, duduk di ruang makan bersama Mila dan Rayyanza. Hari ini seperti biasa, Mila harus balik ke rumah sakit untuk menunggu mamanya yang masih di rawat sejak beberapa minggu lalu dan dengan terpaksa harus kembali menitipkan Rayyanza pada tetangganya itu.

"Aku udah siap kok, sebentar aku nyuapin Rayyanza dulu ya." balas Mila yang masih fokus menyuapi anak tunggalnya itu.

"Pagi Mas..." sapa Prilly menoleh ke arah Reza dengan ramah dan cantik, jantung sang pria bereaksi. Setiap kali istri dan kekasihnya ini berada dalam satu frame yang sama, Reza sulit sekali untuk mengontrol rasa gugupnya tapi Prilly justru sebaliknya, kualitas akting wanita satu itu sangat luar biasa natural. Seolah di antara Reza dan dirinya tak pernah ada yang terjadi baik sebelum ataupun sesudah kepindahannya ke sini. Prilly bersikap terlalu normal, saking normalnya kadang Reza mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah di depannya ini benar Prilly atau jangan-jangan selama ini ada dua Prilly yang tak Reza kenal?

"Pagi.." Reza berjalan menghampiri Mila, mengecup pucuk kepala istrinya di depan Prilly ditemani dengan tatapan mata gadis itu, membuat Reza merasa seperti sedang melakukan dosa. Tatapan Mata Prilly seolah mengejeknya yang bersikap begitu romantis pada istrinya tetapi juga mengemis cinta padanya beberapa hari yang lalu.

"Yuk berangkat sekarang aja!" ajak Reza "Aku ada meeting jam 10 soalnya" ujarnya sambil mengigit sebuah apel yang diambilnya dari keranjang buah di meja.

"Iya Mbak Mila berangkat sekarang aja, Rayyanza biar saya yang lanjutin." ujar Prilly menawarkan diri untuk menyuapi Puteranya itu.

Reza melirik Prilly, menelanjangi dandanan gadis dengan babydoll dress dan kuncir satunya itu penuh dengan nafsu. Kenapa Prilly selalu tampak menggairahkan di mata Reza? Apapun yang Prilly kenakan kenapa selalu sukses melambungkan pikiran-pikiran kotornya. Sial, ternyata bermain dengan tangannya sendiri tak cukup memuaskannya.

"Oke, sebentar aku ambil tas dulu ya di kamar." Mila meninggalkan keduanya di ruang makan. Membuat ruang sempit itu akhirnya melebar, membuka percakapan keduanya yang sejak malam itu belum lagi mereka bahas.

Setelah Mila tak terlihat, Prilly turun dari kursi tempat dia duduk kemudian menghampiri Rayyanza yang duduk di samping Reza, berniat menurunkan bocah satu tahun itu dari babychairnya. 

“We need to talk.” Reza berbisik di belakang Prilly dengan sangat hati-hati.

Gadis itu tak menjawab.

“Prill…” 

“Mas, please ada Rayyanza!” ditepisnya sentuhan Reza dipundaknya yang terbuka.

“Kasih saya waktu.” Bisik Reza lagi dengan suara memelas.

“Waktu untuk apa?” Prilly menoleh, penasaran.

Reza mendekati Prilly, meraih pinggang rampingnya perlahan seraya membisikan kata yang Prilly nanti-nantikan sejak berhari-hari lalu.

“Untuk mengurus perceraian saya sama Mila.” Ujarnya serius.

Prilly terkejut, tak menyangka laki-laki dihadapannya ini akan memberikan jawaban yang Prilly sendiri tak yakin akan terjadi. Saking kagetnya, Prilly tak tahu harus menjawab apa, Ia belum menyiapkan jawaban apa pun karena sebelumnya Prilly sangat yakin jika Reza tak akan berani mengambil keputusan sebesar ini.

Tapi ternyata…

Please, kasih saya waktu untuk menjelaskan semuanya ke kamu, Prill.” Mohon pria itu lagi, masih dengan mendekap pinggang Prilly.

Prilly mengigit bibirnya, mulai goyah dengan semua rayuan yang pria itu berikan.

“Prill, kali ini aja dengerin penjelasan saya, ya?” melasnya lagi tak menyerah.

Fine.” Jawab Prilly “Temuin aku di Sierra Café jam 7 malam ini.”

“Daniel bagaimana?”

“Dia lagi ada seminar di Jakarta, besok baru pulang.” Jawab Prilly seraya mengajak Rayyanza menuju ruang tv, menjauhi Reza yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

***

Heels over head in the bedroom
You smell so good, don't need perfume
I'm a tulip, you're the spring bloom
I'd be a fool not to love you

Yeah, don't ever change
Stay the same, stay the same
That's the last thing I said
To you

Suara indah Mehro mengalun dengan merdu menemani keduanya yang sudah dibanjiri oleh peluh di tubuh mereka. Prilly dengan setengah naked masih menari-nari dengan begitu sensual diatas tubuh Reza di dalam mobil setelah pertemuan rahasianya disebuah Café di kawasan Dago Atas. Udara dingin Bandung menjadi satu dengan penyejuk udara dari dalam mobil yang sedang mereka jadikan tempat menebar dosa. Di cuaca yang dingin ini mereka justru merasakan rasa panas yang luar biasa yang keluar dari percampuran antara lelah dan nafsu.

Di kursi kemudi, Prilly melenguh kencang menikmati setiap hentakan kuat yang Reza buat dibawah sana. Mendengar desahan gadis di atasnya, Reza semakin bergairah. Melihat dada ranum gadis itu bergoyang terpampang nyata tepat di depan wajahnya dihiasi oleh keringat yang turun ke lehernya. Akhirnya Reza mendapatkan gadis ini dan menikmati malam kebersamaan mereka. Sangat menikmatinya.

"Aku nggak pernah cinta sama Mila."

"Aku terpaksa nikah sama Mila, Prill."

"Kasih aku waktu untuk mengurus perceraianku dan Mila.." 

Kalimat-kalimat itulah yang pada akhirnya meluluhkan arogansi Prilly yang sudah dia pupuk sejak bertahun-tahun silam. Padahal Prilly sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan semua hal yang berhubungan dengan Reza. Dia sudah bertekad sejak pria itu meninggalkannya tak akan ada lagi maaf untuk semua yang pernah laki-laki itu perbuat padanya.

Tapi apa yang sedang mereka lakukan saat ini justru berbanding terbalik dengan seluruh janji busuk pada dirinya sendiri. Prilly lagi-lagi kalah dan terjebak dengan rangkaian kata indah yang pria itu baitkan. Keduanya sudah tak lagi memikirkan status yang sudah mereka sandang bersama orang lain, terhanyut dalam buaian gairah mereka sendiri.

Prilly luluh.

Gadis itu menggigit bibirnya, gugup dan excited sekaligus ditatap sebegitunya oleh pria yang kini kembali menjadi kekasihnya.

"Stop biting your lip..." oceh Reza seraya menghisap puting sang kekasih yang berada tepat di depan wajah tampannya, nafsu sudah menguasai kepala laki-laki itu hingga apapun yang Prilly lakukan adalah suatu hal tabu yang membuatnya semakin terangsang.

"Errghhh..." Prilly mengerang pelan, terkejut dengan aksi dadakan Reza barusan lalu kembali menggoyangkan tubuhnya di atas tubuh sang kekasih.

Kedepan. Ke belakang. Keatas. Kebawah. Maju. Mundur. Pelan. Sedang. Lalu semakin cepat dan cepat. Reza menahan bokong Prilly yang membuat nafsunya menjadi berlipat-lipat ganda.

"Kamu cantik banget, Prill..." puji Reza dengan wajah dan mata memerah seperti orang mabuk. Tangannya meraih rambut Panjang Prilly, memegangnya agar tak menghalangi pemandangan indah di hadapannya saat ini sambil mempercepat hentakan tubuhnya.

"Mass..." Prilly mengoceh tak karuan, menggila dengan semua perlakuan pria yang dulu pernah menghancurkan hidupnya "Mas Reza..." dinding vaginanya mulai berkedut hebat, dipeluknya tubuh kekar sang pria sambil tetap melanjutkan kegiatannya di atas sana.

Sementara itu Reza yang mendengar ceracauan Prilly semakin tak terkontrol, sudah lama dia tak merasakan sex senikmat ini. As expected Prilly masih sehebat dulu. Dia selalu bisa memuaskannya. Hal yang tak Reza dapatkan dari sang istri selama bertahun-tahun mereka menikah.

Tak berapa lama Reza ikut merasakan batang kemaluannya mulai penuh dan siap memuntahkan isinya. Dengan sekuat tenaga Reza menahan dirinya agar tidak melepaskan pelurunya di dalam Rahim Prilly, tak ingin melakukan kebodohan yang berulang karena sex mereka malam ini tak menggunakan pengaman sama sekali.

Reza merasakan dirinya akan segera orgasme dan berniat melepaskan alat vitalnya dari tubuh sang kekasih tetapi gadis itu menolaknya, Prilly justru mengijinkan air mani pria itu ditumpahkan di dalam dirinya. Membuat Reza terkejut.

"Kamu yakin?" Tanya Reza, kaget dengan keputusan Prilly.

Prilly mengangguk yakin.

"I'm infertile..." akunya ditengah suara desahannya sendiri "You can throw inside me.." perintah Prilly yang kemudian membuat sang pria tertegun sesaat, entah karena rasa sedih atau justru senang mengetahui jika Prilly tidak akan bisa hamil.

Maka setelah kesepakatan bersama, Reza pun mengiyakan permintaan gadis 29 tahun itu dengan yakin dan lega. Dia tak perlu takut lagi untuk menumpahkan benihnya ke dalam rahim sang kekasih. Dia akan bebas dari tuntutan apapun. 

Sepersekian detik setelahnya Reza merasakan tubuhnya bergetar hebat seperti ada benda yang akan menyembur keluar lalu dengan erat dipeluknya tubuh Prilly, saling meneriakan nama mereka secara bersamaan.

*** 

JULI 2023.

Sudah satu bulan ini hari-hari mereka dihabiskan dengan bercinta secara diam-diam. Hotel, Apartement bahkan rumah mereka sendiri adalah tempat yang tak pernah lolos untuk dijadikan mereka menebar dosa.

Prilly sungguh beruntung karena Daniel sedang sibuk dengan berbagai seminar-seminarnya hingga membuat Daniel sangat jarang berada di rumah. Begitu pun dengan Mila, kondisi tante Anin yang belum membaik mengharuskan Mila lebih sering bolak-balik ke rumah sakit. Tak jarang pula karena lelah pulang-pergi, Mila memilih untuk menginap selama beberapa hari di rumah sang kakak dengan membawa Rayyanza.

Hal itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Prilly dan Reza, dimana ada waktu luang mereka akan memakainya untuk bertemu dan mengumpulkan peluh. Bahkan pernah suatu siang Reza tiba-tiba saja pulang ke rumah di saat Prilly sedang dititipkan Rayyanza oleh sang istri.

Flashback

"Mas, kamu kenapa pulang?" Prilly kaget melihat pria itu sudah berdiri di depan pintu rumah dengan nafas menggebu

"Aku nggak konsen di kantor, I want you."

“What??”

Reza tak mengindahkan keterkejutan diwajah Prilly lalu dengan tergesa ditariknya lengan Prilly masuk ke dalam rumah ditengah nafsunya yang sudah tak tertahan lagi.

"Rayyanza mana?" tanya Reza setelah mereka mengunci pintu.

"Dikamar lagi tidur siang." balas Prilly pelan.

"Good."

"Mas..." Prilly menahan dada Reza ketika sang pria akan menciumnya "CCTV-nya.." Prilly menoleh pada benda bulat berwarna hitam yang menempel di dinding ruangan. Khawatir adegan sex mereka akan terlihat oleh Mila.

"Udah aku matiin..." bisik Reza menyeringai nakal kemudian membalik tubuh Prilly menghadap dinding, menyingkap pakaiannya lalu dengan tanpa meminta ijin menghujamkan senjata andalannya yang sudah mengeras sejak tadi.

Prilly tak melawan, memasrahkan tubuh indahnya pada pria itu. Membiarkan kelaki-lakian Reza menyerobot masuk ke dalam kewanitaannya yang juga sudah sedikit lembab. Prilly sempat mengaduh, merasakan kejantanan Reza menelisik dengan kasar dan cepat dalam dirinya, tetapi satu menit setelahnya bukan kesakitan lagi yang Prilly keluhkan tetap kenikmatan yang tak pernah ada habisnya.

Flashback end.

*** 

Bukit Permana Residence - Cimahi Utara

“Mil…” suara lemah mamanya terdengar, Mila yang sedang berada di kamar mandi buru-buru keluar dan menghampiri sang ibu yang sudah kembali ke rumah.

“Ya Mah, kenapa?” tanya Mila dengan lembut dan sabar.

“Kamu pulang aja, nak. Kasihan Rayyanza kamu tinggal-tinggal terus.” Ujar mamanya “Mama biar sama suster aja di sini.” Lanjutnya lagi.

Mila tersenyum, mengusap tangan ibunya dengan penuh sayang “Mama nggak usah khawatir, Rayyanza udah ada yang jaga kok.” Jelas Mila.

“Jangan sering-sering dititipin ke orang, kasian Rayyanza masih kecil, dia lebih butuh kamu dari pada Mama.” 

“Mama kok gitu sih, Mila kan emang mau ngerawat Mama. Kalau bukan Mila sama teteh, siapa lagi?” ujar Mila dengan mata berkaca-kaca.

“Maafin mama ya Mil, selalu ngerepotin kamu sama teteh.” Hati Mila meleleh mendengar ucapan ibunya “Nanti kalau Mama udah nggak ada, Mila sama teteh nggak akan kerepotan lagi.” Lanjut sang ibu dengan wajah tersenyum.

Mila menangis, ini bukan pertama kalinya sang ibu berkata seperti ini. Hati Mila sakit, sebagai anak bungsu dikeluarganya, hanya ini bukti baktinya pada satu-satunya orang tua yang dia miliki. Meskipun Mila tahu, sejak kaki mamanya di amputasi, semangat hidup ibunya sudah tak lagi sama. Itu pula lah yang menyebabkan beliau sering keluar masuk rumah sakit.

“Mama nggak akan kemana-mana, sampe Rayyanza gede nanti Mama pasti masih sehat.” Hibur Mila sambil memeluk tubuh kurus Ibunya yang sudah kehilangan satu kakinya karena penyakit diabetesnya yang sudah menahun.

*** 

La Grande Apartment - Babakan Ciamis, Bandung.

post-image-666dd7937cb58.png

Reza terpesona oleh lekuk indah sosok yang kini berada di sampingnya, seseorang dengan tubuh tanpa busana yang masih terlelap tidur di ranjang apartementnya.

Wanita berambut panjang nan indah yang mampu membuat Reza kembali mendapatkan kepuasan yang tak pernah sang istri berikan. Seorang wanita yang lima tahun lalu Reza tinggalkan begitu saja yang Reza pikir akan membuatnya dibenci karena dosanya pada gadis itu di masa lampau. Kini wanita itu kembali ke dalam pelukannya meskipun harus melalui pertengkaran dan drama berkali-kali. Meskipun harus dengan perjanjian bahwa Reza akan memilihnya dari pada sang istri. Reza tak peduli karena yang terpenting wanita itu kini ada di ranjang yang sama dengannya menyajikan tubuh telanjangnya yang terekspose bagaikan sebuah seni paling artistik. 

Dia menikmati setiap inchi tubuh indah disampingnya, kulitnya yang putih dengan sebuah tato kecil bertuliskan Amore -yang artinya cinta dalam Bahasa Itali- yang terpahat di punggung sebelah kirinya, Reza menikmati sebuah tindikan dengan berlian kecil tepat dipusar rampingnya bahkan Reza juga menikmati beberapa bekas luka di tangan gadis itu yang Reza yakini diakibatkan oleh sang suami.

Telunjuk Reza bermain nakal pada pinggang kecil gadis itu, menyentuhnya pelan membuat Prilly yang masih terlelap bergerak kecil karena rasa geli. Reza tersenyum lalu mencium bibir pink Prilly agak lama hingga menimbulkan reaksi pada gadis itu.

"Hei..." Sapa Prilly menoleh ke arah Reza yang terduduk di ranjang "Jam berapa sekarang?" Prilly mengusap wajah mengantuknya kemudian bersandar pada dada Reza yang juga tanpa busana.

"Jam empat lewat." jawab Reza, memeluk tubuh polos kekasihnya.

post-image-666dd7d3998a8.png

"Shit!" Prilly terkejut "I have to go home before Daniel!" Prilly melepas pelukan Reza, terkejut mengetahui bahwa ternyata dia sudah terlalu lama berada di apartement pria itu. Entah sudah berapa kali mereka bercinta sejak pagi tadi, entah sudah berapa banyak benih yang Reza tanam dalam diri gadis itu hari ini, Reza sengaja meminta Prilly datang ke apartment pribadinya saat mengetahui jika Daniel sedang ada seminar di Bogor dan akan kembali malam hari.

"Sebentar lagi please..." ditariknya pinggang sang kekasih hingga kembali dalam pelukan Reza "Aku udah ngorbanin weekendku sama Rayyanza demi kamu." katanya, membuat Prilly mengalah dan kembali ke pelukan ayah Rayyanza itu.

Prilly paham tidak mudah bagi pria disampingnya itu untuk meminta izin pergi di saat weekend, Apalagi menurut Reza, Mila jadi lebih rewel dari biasanya. Akhir-akhir ini Reza sangat sulit untuk pergi di saat weekend, harus ada alasan jelas dan kuat agar Mila memberikannya ijin. Tak seperti sebelumnya Mila selalu membebaskan Reza kapan pun ia mau. Hal itu membuat Reza dan Prilly sangat sulit untuk bertemu. Mila menjadi sangat protektif dan tak bisa Reza tinggal terlalu lama sekalipun alasannya adalah pekerjaan.

Kadang Reza berfikir, apakah ini disebabkan oleh hubungan sembunyi-sembunyinya dengan Prilly? Karena Mila yang Reza kenal bukanlah sosok yang seperti ini. Mila tak pernah membatasi kegiatan Reza. Namun beberapa minggu belakangan, Mila mendadak menjadi sosok yang sangat berbeda. Jadi wajar saja jika saat ini Reza ingin memanfaatkan lebih lama lagi kebersamaannya dengan Prilly.

"Tapi aku nggak bisa sampai malam, Mas." Prilly bersandar di dada bidang kekasihnya "Kamu kan tahu Daniel bakalan kayak gimana kalau dia pulang dan aku nggak ada dirumah?" ucapnya sedih sambil mengusap bulu-bulu halus di tubuh sang jantan.

"Aku udah minta kamu pisah kan sama dia? Kamu bisa tinggal di sini, Prill." ini bukan pertama kalinya Reza merengek soal hubungan Prilly dengan suaminya itu, Reza sudah berpuluh-puluh kali meminta Prilly untuk menceraikan Daniel dan tinggal di apartement pribadinya, bahkan dia juga menawarkan untuk membiayai seluruh keperluan Prilly.

Tapi bercerai dari Daniel tidak semudah ucapan Reza, Daniel tak akan begitu saja melepaskannya. Mereka datang bersama dari Amerika, bagaimana mungkin bisa mereka berpisah di negara lain? Belum lagi jika Daniel tahu alasannya karena ada laki-laki lain, bukan hanya akan menjadi drama panjang tapi akan menjadi tragedi besar.

"Kamu tahu kan alesannya kenapa?" Prilly enggan membahas soal ini lagi berulang kali, Reza selalu memaksa Prilly untuk berpisah dari Daniel sementara itu Reza sendiri membutuhkan waktu untuk menceraikan Mila.

Not fair.

"Iya aku tahu, tapi aku nggak rela setiap kali Daniel mukul kamu. Dia nggak punya hak untuk ngasih bekas luka di badan kamu kayak gini." diusapnya scratch berbentuk vertikal di lengan kanan sang kekasih. Luka yang Prilly akui hasil perbuatan Daniel beberapa minggu lalu.

"Kalau aku minta hal yang sama ke kamu, apa kamu juga bisa dengan mudah menceraikan Mbak Mila?"

Reza terdiam.

"Kalau bukan karena Rayyanza, aku nggak akan sesusah ini pisah sama Mila." jawabnya, klise "Kamu tahu kan sesulit apa aku dan Mila untuk bisa punya anak?" Prilly tahu, Mila pernah di vonis mempunyai kista dan hampir tidak bisa memberikan Reza keturunan tapi ternyata di tahun ketiga pernikahan mereka, Mila hamil. Dokter bilang ini mukjizat.

"Seenggaknya Mbak Mila masih bisa kasih kamu anak." ujarnya sedih teringat jika dirinya tidak akan bisa menjadi seorang ibu "Kamu beruntung menikah sama Mbak Mila." senyum yang gadis itu berikan bukan senyum kebahagiaan, tapi senyum kekecewaan, luka yang tak akan bisa Reza obati. Dipeluknya tubuh Prilly yang masih tanpa selehai kain pun, merasa tak enak hati.

"Kalau bukan karena amanah Mama, pernikahan itu nggak akan terjadi Prill dan aku pasti masih sama kamu." katanya dengan sendu.

Prilly menatap wajah Reza, mencoba masuk ke dalam cerita sang pria yang sebelumnya pernah dia ceritakan bahwa pernikahannya dengan Mila terjadi karena amanat almarhumah mamanya.

"Aku boleh tanya sesuatu nggak sama kamu?" Prilly menatap mata pria itu dengan sendu.

"Mau tanya apa?"

"Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku waktu kamu pulang ke Indonesia? Kenapa kamu nggak cerita kalau kamu udah dijodohin? Kenapa kamu pergi gitu aja?" tanya Prilly beruntun meminta penjelasan "Apa lagi saat itu aku..." Prilly tak meneruskan ucapannya, setiap kali membahas soal ini seperti ada trigger tersendiri dalam dirinya yang membuat emosinya menjadi tidak stabil.

"Saat itu aku panik karena mama tiba-tiba kritis, aku udah nggak mikirin apapun lagi dan langsung terbang ke Jakarta malam itu juga dan waktu sampai Jakarta, semuanya sudah ditentuin, pernikahanku dan Mila. Aku nggak punya nyali untuk nolak dan aku nggak berani untuk menghadapi kamu, Prill." katanya menjelaskan apa yang terjadi lima tahun lalu membuat mata Prilly berkaca-kaca, perasaannya campur aduk. Dua tahun bersama Reza dulu bagaikan candu dan begitu Reza tiba-tiba menghilang dari hidupnya, Prilly hilang arah. Sampai akhirnya Prilly mengenal Daniel, pria itulah satu-satunya yang membuat kewarasan Prilly tetap terjaga hingga detik ini.

"Apa kamu dan Mbak Mila masih berhubungan?"

"Enggak. Terakhir kali aku dan Mila berhubungan beberapa bulan lalu." jawab Reza tentang sex-nya dan Mila "Bertahun-tahun aku nikah sama Mila, aku nggak pernah dapat kepuasan seperti saat aku sama kamu. Cuma kamu yang mengerti aku dalam segala hal, Prill."

"Are you sure? Mbak Mila kan cantik."

"I swear to God, aku udah nggak pernah nyentuh Mila lagi. You're the one for me now" aku Reza dengan wajah serius "Dan sekarang aku mau nebus kesalahanku sama kamu." gombalnya lagi.

Prilly tersenyum sendu, meraih lembut wajah Reza kemudian mencium bibir pria dengan berewok tipis di wajahnya itu penuh sayang. Mengecupnya cukup dalam hingga terdengar bunyi kecapan dari bibir keduanya ketika tautannya terlepas.

"Promise me that you will divorce Mbak Mila!" minta Prilly.

"I promise.

"Setelah kamu dan Mbak Mila cerai, aku akan langsung mengurus perceraianku dengan Daniel." ujarnya, bertransaksi dengan laki-laki yang pernah membuatnya sakit hati.

*** 

Prilly masuk menuju kamar tidurnya, diikuti oleh Daniel yang sejak tadi sudah memanggil-manggil namanya tapi tak juga Prilly gubris. Daniel sudah di rumah lebih dulu dari Prilly dan ketika pria itu memprotes sikap Prilly, gadis cantik itu pergi menghindar. Tak ingin berdebat lebih Panjang lagi dengan pria yang sudah hampir dua tahun ini menjadi suaminya.

You've changed!” oceh Daniel ketika mereka sudah berada di dalam kamar, terkejut melihat sikap Prilly tak seperti Prilly yang dia kenal.

I don’t want to argue with you." Ucap Prilly sambil mengganti pakaiannya.

You’ve gone too far, Prill!” Protes Daniel, menarik lengan Prilly yang masih dengan kegiatannya mengganti baju “I don’t know who you are right now!” lanjutnya mencemooh sikap Prilly yang mulai berani.

Prilly menghentikan kegiatannya, tak jadi memakai tshirt yang sedang Ia pegang. Hanya mengenakan bra dan underwear.

What I’m supposed to do, Niel?” suara Prilly meninggi, mengejutkan sang suami “You never trust me!” protes Prilly kesal.

I never trust you?” Daniel ikut meninggi “It's not me who doesn't believe you, but you are the one who can't be trusted, Prill!” 

Prilly terdiam.

Did you take your medicine?” tanya Daniel dengan nada interogasinya, curiga.

Prily masih tak menjawab.

I ASKED YOU!” bentak Daniel “DID YOU TAKE YOUR MEDICINE?” emosi Daniel memuncak, sebenarnya tanpa Prilly jawab Daniel sudah tahu apa jawabannya.

Daniel menyerbu laci lemari tempat Prilly menaruh obat-obatan yang Daniel maksud, kemudian terkejut melihat botol-botol obatnya masih berjejer rapih dan seperti tak tersentuh. Hati Daniel mencelos. Seharusnya obat-obatan ini hanya sisa satu botol saja untuk stock selama satu bulan. Tapi nyatanya di laci itu masih terdapat tiga botol obat yang masih terisi penuh.

“Niel…” Prilly mencoba menyentuh Daniel, dia tahu dia melakukan kesalahan.

Don’t!” tolak Daniel “Everything I have sacrificed for you, was all in vain!” Katanya dengan penuh emosi seraya menarik lengan Prilly menuju ruang kerja Daniel, Prilly tak mampu menolak Ia bisa merasakan suaminya sudah dipenuhi dengan emosi yang sudah tak bisa lagi ditahannya.

Daniel sudah diambang sabarnya.

*** 

AGUSTUS 2023

Give me tough love 
Leave me with nothin' when I come down
My kinda love 
Push me and choke me 'til I pass out
We don't gotta be in love, No
I don't gotta be the one, No
I just wanna be one of your girls Tonight
(tonight)

One Of The Girls dari The Weekend mengalun santai memenuhi Magma Lounge and bar yang berada di Hilton Hotel tempat Reza bekerja, tak jauh dari apartement rahasia miliknya. Obrolan dan tawa pengunjung terdengar samar menemani drinya dan segelas vodka ditangannya. 

post-image-666dc52b2fb09.png

Waktu menunjukan pukul enam lewat dua belas menit ketika Reza melirik jam tangannya yang mahal, celingukan kanan kiri mencari sosok yang sudah ditunggunya sejak dua puluh menit lalu.

"Tumben sendirian Pak Reza?" Roni, sang bartender yang sudah sangat mengenal Reza menyapa seraya menuangkan tambahan alkohol di gelasnya.

"Enggak sendirian kok, lagi nunggu yang biasa!" jawab Reza santai.

"Kayaknya udah lama ya saya nggak liat Pak Reza sama dia?"

"Iya nih, maklum lagi sibuk sama yang lain." Jawabnya dengan bangga sambil menyeruput alkoholnya. 

Roni tersenyum mendengar jawaban pelanggannya itu. Sudah biasa, batinnya.

Bukan dua tiga kali Reza datang ke sini. Biasanya minimal seminggu sekali pria itu pasti mampir untuk sekedar minum atau meeting dengan beberapa kliennya. Kadang Reza datang bersama teman kerjanya, kadang juga dengan wanita yang berbeda-beda. Tapi di antara banyaknya wanita yang menemani Reza, Roni paling mengenal sosok satu itu. Selain karena cantik dan sexy, wanita satu itu juga selalu ramah padanya dan tak segan memberikan Roni tip yang cukup besar.

Sebenarnya Roni tahu Reza sudah menikah, Reza sendiri pernah mengakuinya. Karena itu ketika Roni melihat Reza datang dan pergi dengan wanita-wanita lain selain istrinya, Roni tak pernah ikut campur. Selama Reza membayar dan tidak berbuat gaduh ditempat kerjanya, itu sudah cukup. Hal-hal diluar itu bukan menjadi urusannya.

"Ron, biasa ya!" sosok ramping dengan rambut panjang keemasan duduk disamping Reza, memesan minuman yang sudah Roni hapal sebelumnya.

"Oke, Mbak!" jawab Roni semangat melihat wanita yang sudah beberapa bulan ini tidak datang ke lounge tempatnya bekerja.

Wanita sexy dengan wajah sensual itu mengenakan H-line skirt seatas lutut berwarna hitam dengan belahan dikiri pahanya serta kemeja cream yang kancing bagian atasnya sengaja ia buka lebar-lebar untuk memamerkan belahan dadanya yang sintal dan cukup besar.

Reza menoleh ketika suara menggoda gadis itu menyapa pendengarannya, alkohol dingin di gelas yang sedang dia pegang kemudian Reza taruh di atas meja bar seraya melempar senyum genitnya pada sosok cantik yang sudah Reza tunggu-tunggu sejak tadi.

"Akhirnya dateng juga." ujar Reza "Kirain nggak bakalan dateng!" katanya lagi.

"Tumben kamu minta ketemu. Kirain udah lupa sama aku karena udah punya mainan baru." Ledeknya, diselingi tawa renyah pria yang sudah dikenalnya bertahan-tahun lalu "Awas baper! Aku nggak mau ya kalau sampai hubungan kamu sama Mila rusak gara-gara tuh cewek!" tembak Enzy, sahabat dari istri pria yang sedang duduk dengannya saat ini.

post-image-666ddb1f510d5.png

Roni menyodorkan segelas martini di meja mereka.

"Ya nggak lah!" sanggah Reza dengan percaya dirinya "Sama kamu aja aku nggak baper, apalagi sama dia!" lanjutnya.

"Yakin?"

"Kalau aku baper, nggak mungkin aku ada disini sekarang!" jelas Reza sambil memajukan tubuhnya pada sosok berparas blasteran itu.

"Kamu tuh nekat banget ya? Tetangga sendiri diembat juga, nggak puas kamu sama aku?"

Reza tertawa "Jangan jealous gitu dong..."

"Aku aja ngejaga banget jangan sampe Mila tahu soal kita. Ini kamu malah sama cewek sebelah rumah!" oceh Enzy yang sudah diceritakan mengenai percintaan Reza dan Prilly.

Hubungan Enzy dan Reza dimulai 4 tahun lalu, ketika Mila dinyatakan punya kista dan rumah tangga keduanya sempat terombang-ambing. Mila yang merasa tak bisa menjadi istri yang berguna untuk Reza sempat mengalami stress berat. Mila menutup dirinya dan hanya meratapi nasib buruknya. Meninggalkan Reza sendiri dalam kesepian panjang yang akhirnya 'mengundang' Enzy yang juga masih single itu masuk dalam kehidupan mereka secara diam-diam mengisi kekosongan ranjang yang Mila tinggalkan hingga menjadi sebuah kebiasaan.

Bagi keduanya ini hanya soal sex, tak ada perasaan atau emosi apa pun di dalamnya. Karena itu hingga kini perselingkuhan keduanya tetap tertutup rapih. Namun, saat Prilly hadir kembali dalam hidup Reza, Enzy sempat terlupakan beberapa saat. Reza pikir Prilly saja sudah cukup karena itulah selama dua bulan ini Reza tak menghubungi Enzy lagi. 

Tapi ternyata Reza salah,  dia juga masih merindukan sex-nya dengan Enzy.

Jahat? Bajingan? Iblis?

Jika ada kata yang lebih dari itu mungkin itulah kata yang pantas untuk menggambarkan seorang Reza Adrian.

"Terus mau sampe kapan kamu sama dia?" tanya Enzy selanjutnya.

"Sampe salah satu dari kita bosen hahaha..." tawa Reza menggema.

"Kamu nggak takut dia ngadu ke Mila? Bisa aja kan dia baper terus cerita soal kalian?" Ujar Enzy, teman satu kuliah Mila di fakultas kesehatan dulu. Keduanya bahkan sempat bekerja sebagai perawat di rumah sakit yang sama sebelum pada akhirnya Mila memutuskan untuk berhenti bekerja saat mengandung Rayyanza.

"Nope." Reza menggeleng "Dia nggak akan berani." ujarnya percaya diri.

"Kenapa kamu bisa seyakin itu?" 

Reza merapatkan duduknya pada Enzy "Karena dia juga nggak akan ngebiarin suaminya tahu soal aku sama dia." jawab Reza dengan liciknya.

"Suaminya yang abusive itu?'

Reza mengangguk "Kamu bisa bayangin nggak apa yang akan terjadi kalau suaminya tahu dia selingkuh?" tanya Reza "Dia nggak akan cerai sama suaminya salama aku belum cerai sama Mila. Jadi kamu nggak perlu khawatir, dia nggak akan berani bilang ke siapapun karena dia juga punya sesuatu yang harus dia jaga." Ucapnya dengan senyum mengembang seperti habis mendapatkan lotre. Selama ini rengekan-rengekan permintaan Reza mengenai percerain Prilly dengan Daniel hanyalah sebuah tes kecil yang Reza lakukan sebagai tameng. Berkat itu semua Reza tahu jika Prilly tak akan dengan mudah melepaskan suaminya begitu saja. Dan itulah yang Reza jadikan senjata untuk mendapatkan Prilly kembali. Hanya dengan iming-iming dongeng perceraiannya dan Mila sudah dapat membuat Prilly luluh dan percaya pada Reza.

"Dasar gila kamu ya, Za" omel Enzy, meminum alkohol di gelas miliknya.

Reza terpingkal dengan ocehan Enzy padanya, wanita satu ini memang aneh. Dia tak mau Reza menyakiti Mila, padahal dirinya sendirilah yang melakukan hal tersebut pada sahabatnya.

Munafik.

"Oke, udah cukup ngedongengnya." Reza menghabiskan minuman di gelas miliknya "Aku masih punya waktu beberapa jam. So... kita lanjut?" pria itu mengangkat kedua alisnya, memberikan isyarat pada Enzy apa yang selanjutnya akan mereka lakukan

"Lanjut kemana?" goda Enzy, berpura-pura.

"Oh come on! Nggak usah sok tarik ulur deh." katanya "Udah cukup Prilly aja yang kayak gini, kamu jangan. Aku capek tahu nggak?" Reza memasang wajah cemberutnya, membuat Enzy terpingkal dengan reaksi suami dari sahabatnya ini.

"Yaaa kirain kamu udah nggak butuh aku lagi..." Enzy menaruh gelas ditangannya ke atas meja seraya menatap Reza dengan binal.

"I always need you.." gombalnya "Aku udah bilang sama Mila kalau malam ini aku lembur." sambungnya memberitahukan wanita yang sudah empat tahunan ini menjadi partner sex Reza tanpa sepengetahuan sang istri.

Enzy mengigit bibirnya, seketika bayangan-bayangan kotor antara dirinya dan suami sahabatnya ini menari-nari dengan begitu erotis dikepalanya. Jujur saya Enzy juga menginginkan pria itu, sex dengan Reza selalu membuat estrogennya meronta-ronta. 

Dengan perlahan gadis itu mendekatkan bibirnya pada telinga Reza, membisikan sesuatu hingga membuat ayah Rayyanza ini tersenyum sumringah.

"Kebetulan..." buka Enzy "Tadi aku baru beli lingerie ..." godanya setengah berbisik seraya berdiri dari kursi bar mengajak Reza pergi dari tempat itu.

post-image-666ddd19174a9.png

*** To be continue***

Part 3 alias part ending sedang di kerjakan! Ditunggu ya kelanjutannya. Yuk komen dan like! Terima kasih yang sudah baca maaf kalo masih ada typo yaa hehehe! Tungguin Perempuan Kedua Bab 16 yaaaaa! See youu besties! xoxo😘

 

 

 

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Ketika Bumi Bertemu Langit | Bab I - Darani Bunga Widjaja
2
0
Bukannya tidak ingin, Hanya saja Tuhan belum mempercayakannya padaku***
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan