Episode 16: Rabu, 20 Agustus 2025

0
0
Deskripsi

Pendapatan Amber meningkat dan dia menjadi perempuan yang kaya. Amber membeli rumah impiannya. Amber mempekerjakan seorang pelacur untuk menjadi pembantunya. Dia juga memberi pekerjaan sebagai manajer pribadinya, kepada salah satu teman SMPnya yang diajak selingkuh oleh direkturnya dan mengalami kesulitan finansial di Jakarta.

Seorang penata rias dan penata rambut mendandani Amber di sebuah ruang make up khusus untuk Amber. Setelah itu, Amber yang sedari tadi memakai kemeja, mengganti kostumnya dengan bantuan seorang penata kostum. Wajah Amber sudah dipoles menjadi lebih cantik. Rambutnya diikat setengah dan dibagi menjadi dua, menyisakan anak rambutnya. Amber memakai crop top tidak berlengan ketat berwarna hitam, celana training berpotongan di depan, dan sneaker putih. Tidak hanya Amber, tapi ada juga penari latar yang bekerjasama dengan Amber, sedang bersiap-siap. “Gosh, I really need to smoke,” keluh Amber.

“Amber, you really need to stop smoking. It’s not cool,” tegur penata rambut.

“I can’t. I’m nervous right now.”

“Is somebody nervous? Let me give you a hug, boo,” ujar penata kostum sambil merentangkan tangannya. Amber memeluknya, kemudian penata rias dan penata rambut ikut berpelukan.

Seorang panitia masuk ke dalam ruangan untuk memberi tahu mereka bahwa sebentar lagi mereka akan tampil. Maka Amber, koreografer, penari latar, penata kostum, penata rias, dan penata rambut membuat lingkaran. Mereka sama-sama berharap untuk menampilkan yang terbaik untuk ribuan penonton di luar sana. Mereka mengulurkan tangan dan melakukan yel-yel.

Kemudian, Amber keluar dari ruang tata rias dan berdiri di panggung Coachella.

Sepulangnya dari California, Amber kembali ke Lampung untuk melihat rumah yang akan dia beli. Rumahnya bertema gelap dan elegan, . Sofa ruang tamu warna hitam dan chandelier di atas. Di dapur terdapat meja panjang dengan banyak bangku berjejer, serta meja untuk memasak. Kamar utamanya luas dan kedap suara. Di dalam kamar utama, ada ruangan untuk baju-baju Amber. Di dalam ruang baju, ada kamar mandi. Amber naik ke lantai dua yang luas dan terdapat empat kamar tamu. Di tengahnya, ada sofa berwarna hitam dan chandelier di atasnya, kalau para tamu ingin bersantai atau mengobrol. Di luarnya ada balkon yang menghadap pemandangan kota Bandar Lampung. Amber berdiri di sana, angin sepoi-sepoi berhembus.

Pada malam Senin, Amber mengendarai mobilnya sendiri. Dia pergi jauh dari rumah barunya. Amber sampai di area yang terkenal dengan banyak perempuan muda berpakaian terbuka, menunggu di pinggir jalan. Sesampainya di sana, para perempuan itu berebut mencegat mobil Amber, “Om! Om!” 

Amber berhenti dan membuka jendela mobil, “Hai.”

Para perempuan itu terkesiap, “Guys! Guys! Ada Amber Norah, guys!” perempuan lain yang tak jauh dari mereka berlari menghampiri Amber. Dia memarkir mobilnya di pinggir jalan dan turun dari mobil. Dia melihat para gadis yang mengerubunginya dan mengambil foto dengan ponsel mereka masing-masing. “Kak, ngapain di sini, Kak? Bawa cowok, nggak?”

Amber tidak menghiraukan rasa heran dan pertanyaan mereka, tapi dia bertanya, “Siapa yang paling muda di sini?”

“Siapa, ya?”

“Griselle, Kak.”

Seorang gadis lebih tinggi dari Amber dan bertubuh langsing maju ke depan Amber, “Aku, Kak.”

“Boleh ikut aku bentar, nggak?”

Griselle menengok ke arah teman-temannya dan mereka mengisyaratkannya untuk mengiyakan Amber. “Um… iya, Kak.”         

Amber tersenyum dan menggandeng lengan Griselle. “Pinjam dulu, ya, temannya. Nanti aku balikin lagi, kok.” Amber dan Griselle masuk ke dalam mobil. Mobil itu pergi, meninggalkan para perempuan lain kebingungan.

Mereka berdua diam di mobil Amber. Griselle yang grogi akhirnya bertanya, “Kak, kita mau ke mana, ya?”

“Beli camilan bentar. Terus ngobrol-ngobrol.”

Ngobrol apa, Kak?”

“Umur kamu berapa?”

“16, Kak.”

“Anak ke berapa?”

“Anak kedua.”

“Dari berapa saudara?”

“Tiga bersaudara.”

“Kakakmu di mana?”

“Kakakku kerja, Kak. Jadi tukang kuli.”

Amber mengangguk. “Orang tua kerja apa?”

“Ayahku udah meninggal. Tinggal ibuku yang udah nggak kerja lagi karena udah mulai sakit-sakitan.”

Amber mengangguk lagi. “Omong-omong, warung pada tutup semua, ya?”

“Iya, Kak.”

“Jam satu subuh ini, ternyata udah tutup, ya? Terus, kamu jadi PSK dapat berapa sebulan?”

“Sebulan bisa dapat dua juta, paling banyak.”

Amber menyeringai. “Buat apa dua juta itu?”

“Buat bayar SPP sekolahku sama adikku. Buat kebutuhan sehari-hari juga.”

“Berapa jadi pengeluaran kamu?”

“SPPku 500.000 per bulan. Kalau SPP adikku 300.000 per bulan. Jadi untuk biaya sekolah, 800.000 per bulan. Belum lagi beli make up sama skincare, baju baru buat mangkal. Terus biaya buat kebutuhan sehari-hari di rumah.”

“Kakak kamu, kan, kerja. Kenapa nggak dia aja yang jadi tulang punggung keluarga? Lagipula kamu masih sekolah.”

“Iya, Kak. Kakak aku sering judi. Um… ya… keluargaku memang berantakkan, Kak.”

Amber mengangguk. “Bisa masak?”

“Bisa, Kak. Lumayan.”

“Bisa bersih-bersih.”

“Bisa juga, Kak.”

“Jadi pembantuku, ya?”

“Ya?”

“Jadi pembantuku. Aku baru aja beli rumah dan aku butuh pembantu. Nanti kamu bersih-bersih di rumahku, habis pulang sekolah. Sekalian masak makan malam buat aku. Kalau libur sekolah, kamu tetap datang sore, kok.”

“Oh, jadi pembantu pulang-pergi gitu, Kak?”

“Iya. Kamu sebulan dapat dua juta, kan? Kalau kamu jadi pembantuku, aku gaji kamu lima juta per bulan.”

“Ha? Serius? Tapi… kenapa harus aku, Kak? Kenapa bukan yang lain? Kenapa gajinya tinggi amat?”

“Kenapa? Kamu nggak mau digaji lima juta per bulan?”

“Bukan begitu, Kak. Maksudku… kenapa Kak Amber milih aku? Kan, teman-temanku juga pelacur.”

“Entahlah… aku pikir kamu masih muda, jadi kamu punya banyak kesempatan buat ngewujudin cita-cita kamu. Aku mau bantu kamu.”

Griselle mengatupkan bibirnya, “Tapi aku belum tahu mau jadi apa. Aku belum punya rencana apa-apa habis lulus SMA.”

Nggak apa-apa, nanti kamu pasti tahu, kok. Rencanain aja dari sekarang. Kalau kamu kuliah, aku sekalian bayar biaya kuliah kamu.”

“Yang benar, Kak?”

“Iya.”

Griselle tertawa, tapi dia juga terharu. “Terima kasih, ya, Kak.”

“Syaratnya, kamu tinggalin pekerjaan kamu sekarang, mulai malam besok. Terus kamu ikut aku.”

“Iya, Kak. Aku bisa mulai kerja besok.”

“Tapi kalau kamu sebagai pembantu berani maling barang-barang aku, ataupun apa pun yang punyaku, aku bakal punya banyak cara buat mempermalukan kamu. Aku bakal lapor ke kepala sekolah kamu, ekspos kamu di Instagram aku, dan lapor kamu ke kantor polisi. Ingat, ya, aku punya uang. Itu berarti aku punya kuasa yang jauh lebih besar daripada kamu. Jadi kamu nggak usah macam-macam sama aku. Dulu aku punya teman yang galak minta ampun di kelas. Tapi waktu aku marah sama dia, dia merasa diintimidasi. Kalau kamu berani petantang-petenteng sama aku, tanggung sendiri resikonya. Seharusnya kamu bersyukur kalau aku pilih kamu, di antara pelacur lain.”

“I-i-iya, Kak.”

“Ya udah. Aku balikin kamu di tempat tadi, ya. Eh bentar, itu ada warung. Kita mampir dulu, ya. Siapa namamu tadi?”

“Griselle, Kak.”

“Oke. Kita mampir dulu, ya, Selle. Aku mau beli camilan buat kamu. Boleh dibagi ke teman-teman kamu sama keluarga kamu. Tapi, nggak usah dibagi ke kakakmu.”

“Kak, terima kasih banyak, ya.”

Amber dan orang tuanya pergi ke Jakarta untuk menghadiri wisuda Zavian. Ada paman, bibi, dan nenek dari pihak ibunya di situ. Ketika Amber dan orang tuanya berfoto bersama Zavian, Amber melihat salah satu teman SMPnya sedang berfoto dengan seorang wisudawan. “Zav, gua mau nyamperin Aurora, ya.” Amber berjalan santai ke arah seorang wanita berambut panjang dan lurus itu. “Aurora!”

Aurora menengok dan wajahnya langsung cerah ketika melihat Amber. “Hai, Amber!” mereka berdua berpelukan. “Ih… ya, ampun. Nggak nyangka, loh, Amber udah sesukses ini. Selamat, ya.”

Makasih.”

“Omong-omong, ini adik sepupuku, Yohan.”

“Amber,” Amber bersalaman dengan adik sepupu Aurora.

“Yohan.”

“Eh, Amber. Mau mampir ke food court sini, nggak? Aku lapar. Temenin aku makan, yuk.”

“Di mana?”

“Tadi Yohan ngasih tahu. Semoga kita nggak nyasar, ya.”

Di food court, Amber dan Aurora menyantap pesanan mereka masing-masing. Aurora tersenyum kepada Amber dan Amber tersenyum juga. “Apa, Ra?”

“Ya, nggak apa-apa, loh. Kangen. Udah lama nggak ketemu.”

“Jadi, kegiatan kamu apa aja, Ra, sekarang?”

“Aku kerja jadi manajer pemasaran di perusahaan asuransi, sih.”

“Keren, dong. Tapi, kenapa muka kamu mendung, gitu?”

Aurora merengut dan dia menopang kepalanya. “Hmmm… Gimana, ya, jelasinnya? Ini soal gaji, sih. Memang, aku masih bisa hidup layak dan bergaya, walaupun bukan hidup mewah. Tapi setiap akhir bulan, uangku agak seret. Ya, namanya tinggal di Jakarta, ya, Mber. Terus aku harus transfer uang bulanan buat orang tuaku di Lampung. Tapi ada yang lebih parah dari soal gaji.”

“Kenapa, Ra?”

“Aku diajak selingkuh sama direktur aku. Makanya aku mau resign. Risih aku, tuh. Tapi aku bingung mau kerja di mana lagi.”

Sebenarnya, wajar kalau Aurora ditaksir, sampai ada yang mau mengajak dia selingkuh. Aurora tinggi dan ramping, kulitnya putih dan mulus. “Gaji kamu berapa sebulan?”

“Enam juta per bulan.”

“Hmmm… iya, sih. Kamu juga, kan, butuh bergaya, ya. Belanja di mall, makan di restaurant bagus.”

“Iya, Mber.”

Amber menatap Aurora yang masih merengut sambil mengaduk-aduk minumannya dengan lemas. “Mau, nggak, jadi manajerku?”

“Ha?” mata Aurora membelalak, “Sebentar. Kamu belum punya manajer? Kamu terkenal kayak gini, belum punya manajer?” Amber menggigit bibirnya dan menggeleng. “Ih, kamu ini dari SMP nggak pernah berubah, ya. Kamu ini terlalu mandiri, loh. Jadi siapa yang selama ini ngatur jadwal, negosiasi sama orang lain, dan lain-lain?”

“Ya… aku sendiri.”

“Wow. Orang kantor pun butuh manajer, apalagi selebriti kayak kamu, Mber.”

“Entahlah, awalnya aku kira aku nggak butuh manajer, asisten, dan segala macam itu, lah. Tapi makin ke sini, aku sadar aku butuh manajer.”

“Iya, loh, Mber. Kamu, kan, sibuk.”

“Jadi, awal karir aku sebagai musisi itu, aku pergi ke luar negeri itu sendirian. Tapi, aku udah buat janji, sih, sama kenalanku. Misalnya kalau ke Amerika, aku buat janji sama produserku di San Francisco. Kalau ke New York, aku nginep di apatermen sepupuku. Pokoknya begitu, deh. Makanya, aku mau kamu jadi manajer aku.”

“Mber… serius?”

“Ya, serius, lah.”

“Tapi aku nggak tahu kalau aku masih ngerti musik atau nggak.”

“Ra, pede aja. Kamu, kan, aktif ikut paduan suara waktu kita SMP. Lagipula, kamu masih mau ketemu sama direktur kamu di kantor? Di Jakarta juga, uang kamu seret tiap akhir bulan. Mending, kamu pulang ke Lampung, deh, terus kerja sama aku. Aku bisa gaji kamu sepuluh juta per bulan.”

“Ha? Serius?”

“Iya, lah, Ra. Masa aku main-main.”

Aurora berteriak, walaupun mulutnya tertutup. Aurora bertepuk tangan dan menggoyangkan tubuhnya dari atas ke bawah. “Mber, peluk!” Aurora berdiri dan merentangkan tangannya. Amber berdiri dan memeluk Aurora. “Terima kasih banyak, ya, Mber.”

“Iya, Ra. Sama-sama.”

“Kak Amber!” panggil Griselle dari kamar.

“Apa, Selle?” teriak Amber dari kamar mandi.

“Aku pinjam buku Kak Amber, boleh, kan?”

“Bentar, bentar,” Amber keluar dengan handuk di kepalanya dan bath rope. “Apa, Selle?”

“Aku mau pinjam buku Kak Amber, boleh, kan?”

“Boleh, yang mana?”

“Belum tahu, sih. Nanti aku lihat-lihat, deh. Sekalian mau bersihin rak buku.”

“Oh, ya udah.” Amber duduk di meja riasnya dan mulai berdandan.

“Kak, ini catatan Kak Amber di Komunitas Sastra Athena, ya?” Griselle memegang sebuah buku catatan tebal berwarna biru muda.

Amber menengok ke arah Griselle dan langsung panik, “Bukan! Itu buku harian!” Amber buru-buru mengambil buku itu. Dia meletakkannya di laci dan menguncinya.

“Oh… maaf.”

“Ambil buku yang lain aja. Jangan catatan.”

“Iya, Kak.”

Dalam mobil, Amber membaca kembali buku harian yang sudah lama tidak dia tulis. Aurora duduk di sampingnya, mengendarai mobil, dan melirik buku Amber. “Kamu mau nulis lirik lagu?”

Nggak, ini buku harianku.”

“Oh.”

“Habis talk show di sekolah nanti, aku mau nulis buku harian lagi, lah.”

“Rabu, 20 Agustus 2025

Noah, lama tidak berbicara denganmu.

Dulu, aku selalu berpikir bahwa hidup akan lebih baik kalau aku punya banyak uang. Nyatanya, hidupku jauh lebih baik dari apa yang aku bayangkan, dengan menjadi kaya raya. Aku membeli rumah impianku, buku-buku yang ingin aku baca, baju-baju yang sudah lama aku idamkan, dan mobil bagus. Hal-hal pribadi seperti inilah yang selama ini aku bayangkan. Bayangkan, Noah. Aku yang dulu pengangguran dan sibuk mencari sugar daddy, sekarang menjadi tulang punggung keluarga. Aku mengirim banyak uang untuk orang tuaku dan aku membayar biaya kuliah Zavian.

Ternyata penghasilanku tidak hanya untuk keluargaku saja. 

Namaku sudah dikenal lebih baik di dunia dan jadwalku semakin sibuk. Maka ketika aku tinggal di rumahku pada pertama kali, aku tahu bahwa aku membutuhkan seorang pembantu dan manajer.

Mungkin kamu berpikir bahwa aku akan bertanya kepada orang lain, siapa yang bekerja sebagai pembantu dan bersedia bekerja di rumahku. Cara itu tidak salah, kok. Tapi aku tahu cara yang lebih baik. Aku pergi ke tempat di mana pelacur biasa mangkal. Di sana, aku bertemu dengan Griselle, pelacur paling muda di antara perempuan lain. Sekarang dia menjadi pembantuku dengan gaji lebih tinggi daripada pekerjaannya sebagai pelacur. Aku memilih pelacur muda seperti Griselle karena aku sangat yakin bahwa seorang perempuan harus bisa lebih dari pelacur. Maka aku menjadikan Griselle pembantuku, menyekolahkannya, dan aku akan membayar biaya kuliahnya nanti. Setelah itu, dia harus mendapat pekerjaan yang layak dan berhenti menjadi pembantuku. Aku memilih yang paling muda karena Griselle masih di bawah umur dan seharusnya tidak bekerja seperti itu. 

Lalu, aku juga bertemu dengan Aurora. Ingat, kan? Dia teman SMP kita, Noah. Aku masih ingat wajahnya dan suara sopranonya. Dia memiliki suara yang indah, tapi dia tidak pernah mau menjadi penyanyi dengan alasan, “Aku takut dikejar paparazzi.” Dia juga tertarik dengan dunia manajemen, maka dari itu dia bekerja sebagai manajer pemasaran di Jakarta. Ternyata Aurora tidak betah di kantornya. Direkturnya mengajak Aurora selingkuh dan tiap akhir bulan uangnya hampir habis. Jadi, aku merekrutnya untuk menjadi manajerku. Sekarang Aurora tinggal di Lampung lagi dan aku gaji dia lebih tinggi daripada di kantor sebelumnya.

Uangku masih banyak dan tidak akan pernah habis. Aku bahagia karena uangku tidak hanya untukku dan keluargaku. Tapi aku bisa menolong dua perempuan untuk memiliki karir yang lebih bagus. Aku ingin memberi pekerjaan untuk perempuan lain. Aku ingin membuat mereka berdaya dengan penghasilan mereka sendiri. Salah satu masalah orang dewasa adalah mencari pekerjaan. Aku belajar dari pengalaman pribadiku yang susah mencari pekerjaan sampingan. Apa mungkin aku perlu punya penata rias pribadi? 

Bersambung…

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Episode 17: Minggu, 26 April 2026
0
0
Amber berkolaborasi dengan idolanya, Blazh dan anggota Knight of Voice lainnya. Amber dan Blazh digosipkan media sedang berkencan. Saat Amber sedang naik daun, dia bertemua Noah dengan perempuan lain di karpet merah.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan