
Bahkan jutaan rasa sakit yang kalian berikan, rasa sayang itu akan selalu ada
Yogyakarta, kota dengan seribu impian setiap mahasiswa. Bisa kalian bayangkan kota ini dijuluki dengan kota pendidikan, banyak sekali kampus negeri dan swasta yang setiap tahunnya mencetak lulusan hebat. Dan aku akan pastikan jika aku ada disalah satu lulusan hebat itu.
Enam jam bukan waktu yang sebentar untuk duduk di gerbong kereta. Belum lagi, dinginnya AC membuatku cukup kesulitan untuk tidur.
Disepanjang perjalanan aku melihat banyak sekali pemandangan indah. Sesekali aku juga membayangkan kesulitan nanti yang aku hadapi selama kuliah. Sebenarnya aku tidak yakin bisa bertahan selama itu, aku tidak yakin apakah kekuatan yang aku bangun ini bisa membawaku kepada impian yang sejak dulu aku inginkan.
Aku terlalu lemah. Tapi aku punya tuhan yang setiap saat ada untuk ku, meskipun berkali-kali rasa ragu itu datang, aku hanya mencoba menghapus dengan membayangkan keberhasilan yang nanti akan aku raih.
Selama enam jam kereta melewati banyak sekali hamparan sawah, jembatan panjang bahkan rumah-rumah warga yang nampak padat. Ketika melihat-lihat rumah kecil yang aku lewati, aku tersenyum kecil membayangkan jika suatu saat nanti aku punya uang dan bisa membeli rumah. Aku akan membeli rumah yang cukup untuk aku seorang dan aku akan hiasi rumah itu dengan berbagai bunga indah, serta aku akan berikan kebahagiaan rumah itu meskipun hanya aku sendiri penghuninya.
‘Sebentar lagi kita akan sampai di stasiun Yogyakarta, penumpang diharapkan mempersiapkan diri. Jangan lupa seluruh barang bawaan anda, jika terjadi kehilangan maka itu bukan tanggung jawab pihak kami. Terimakasih sudah melakukan perjalanan bersama kereta kami’
Lamunanku langsung buyar mendengar pemberitahuan itu. Aku berdiri dan memeriksa beberapa barang bawaan, dua koper yang tidak terlalu besar. Bahkan aku juga mengecek isi tasku yang berisi barang-barang penting.
Beberapa menit kemudian kereta berhenti. Dengan tangan kecilku ini aku menarik kedua koper yang cukup berat. Tapi petugas stasiun langsung bergerak cepat membantuku. Aku tersenyum dan mengucapkan terimakasih karena telah dibantu.
Setelah turun aku melanjutkan menggeret kedua koper menuju luar stasiun. Aku mencari-cari Sekar yang sejak setengah jam lalu sampai di stasiun.
"Arini!!!" Teriak Sekar dari arah Kiri. Aku tersenyum kecil dan melambaikan tangan.
Sekar berjalan kearah ku, dia memelukku dengan sangat erat. Sementara itu aku hanya bisa tersenyum kecil. Meskipun hatiku hancur berkeping-keping tapi aku tidak ingin memperlihatkan semua kehancuran itu dihadapan Sekar. Bukan karena aku malu, tapi aku tidak ingin membuka lembaran baru yang akan aku mulai ini dengan kesedihan.
"Aku kangen sama kamu" ujar Sekar. Pelukan kami berakhir, Sekar menilik-nilik wajahku.
“Aku juga kangen sama kamu”
"Aku lihat-lihat, kamu kaya kurusan. Kamu gak papa kan Rin? Bapakku tadi telpon dan ceritain apa yang terjadi. Tapi kamu tenang aja, aku pastikan semua anggota keluargamu tidak tahu kalau kamu kuliah disini sama aku"
"Aku gak papa Sekar, makasih ya udah mau aku repot kan" balas ku dengan perasaan sungkan
"Jangan bilang kaya gitu, kita kan sahabat. Ya sudah kita langsung ke kosan, kamu pasti capek kan? Aku udah pesen taxi"
Sekar menggandeng tanganku dengan erat dan membantuku membawa satu koper. Hatiku menghangat, meskipun aku belum pernah diperlakukan baik oleh keluargaku tapi aku bahagia tuhan memberikan orang lain yang memperlakukan layaknya keluarga.
Kami berdua masuk kedalam taxi, selama di perjalanan aku mendengar cerita Sekar yang sudah sibuk menjadi seorang mahasiswa. Sekarang Sekar satu tingkat diatas ku, karena tahun kemarin aku harus bekerja dulu jadi, mau tidak mau aku harus menyusul di tahun ini.
Selang lima belas menit, Taxi berhenti di kawasan kosan yang lumayan asri. Kata Sekar kosan ini cukup dekat dengan kampus. Jaraknya hanya lima menit dari sini.
"Nah.. kamar kamu yang ini nomer 48, kamar aku yang nomer 51, di ujung sana. Kalau ada apa-apa kamu tinggal panggil aku aja. Semua penghuni disini rata-rata mahasiswi, jadi kamu gak perlu khawatir. Harga kosannya juga lumayan murah, aku udah bilang ke yang punya kos. Nanti malam dia akan datang buat minta data-data kamu sama uang masuk satu bulan. Dia juga bakalan minta nomer hp kamu. Jangan khawatir yang punya kosan itu baik banget, bahkan aku udah anggap dia sebagai ibu aku sendiri loh.. dia emang jarang keseni tapi, tiap kali keseni pasti bawa banyak makanan dan semua penghuni pasti kebagian".
Aku hanya mengangguk dan melihat-lihat kamar kosan yang tidak terlalu besar, tapi cukup untukku seorang. Didalamnya ada satu tempat tidur, lemari dan kamar mandi yang cukup bersih.
"Kosan nya lumayan, mudah-mudahan aku bisa betah disini ya Sekar"
"Aminn, mudah-mudahan kamu betah. Kemarin aku udah bilangkan, harganya 500rb perbulan. Udah ada wifi sama kamar mandi didalam, untuk harga segitu menurut aku worth it sih. Kalau kamu mau masak, disana ada dapur umum, nanti tinggal iuran gas. Terus masalah galon, nanti kamu bakalan disasih sama yang punya kosan. Pokonya disini udah serba enak, peraturannya cuman gak boleh bawa lawan jenis main kesini, kecuali temen kampus yang banyakan gitu. Kalau pulang diusahakan jangan sampe jam sebelas, soalnya deket gerbang ada cctv-nya"
Aku mengangguk mendengar semua penuturan Sekar. Sebenarnya bagiku yang selalu dikucilkan dirumah, tinggal sendiri tidak ada masalah sama sekali, mungkin untuk kedepannya aku akan belajar banyak untuk mengatur kembali keungan seminim mungkin dan tentu saja, aku harus melatih skill memasak lagi. Sayang rasanya jika harus membeli makanan dari luar.
"Yaudah kamu istirahat dulu ya, kalau ada apa-apa bilang aja jangan sungkan"
"Makasih ya Sekar, maaf aku ngerepotin"
"Udah.. jangan bilang kaya gitu"
Sekar pergi ke kamar nya, dan kini hanya tinggal aku seorang. Dengan badan yang cukup lelah, aku membuka koper dan mesukan baju-baju kedalam lemari. Tidak banyak sebenarnya barang aku bawa. Hanya baju-baju dan beberapa berkas yang mungkin akan aku butuhkan suatu saat nanti, seperti fotocopy kartu keluarga, akte, ijasah dan lainnya.
Aku sudah merencanakan ini sejak awal, jadi aku tidak akan membiarkan sedikitpun terlewatkan. Aku tidak ingin kembali ke rumah yang membunuh mimpi dan juga harapanku.
**
Baru sejenak aku memejamkan mata selepas sholat isya, ketukan pintu membangunkanku. Aku berjalan dengan badan lelah dengan mukena yang belum aku lepas.
“Nak Arini ya? Saya yang punya kos”
Arini tersenyum dan mempersilahkan perempuan setengah baya itu masuk kedalam kamar.
"Iya Bu" balas Arini sedikit bingung.
"Sekar pasti udah bicara banyak hal soal kosan ini kan? Soalnya Sekar bilang kalian kampung, jadi ibu gak terlalu khawatir sama penghuni yang baru"
"Iya Bu, saya sama Sekar satu kampung, kami juga dulu satu sekolah"
"Oalah, sekarang satu kampus juga kan? Kalau boleh tahu kamu ngambil jurusan apa?"
"Iya Bu satu kampus, saya ambil Hukum, kebutuhan baru masuk, soalnya gap year"
“Gak papa, anak saya juga yang ketiga gitu, gak kuliah dulu satu tahun. Sekarang udah semester lima di UNPAD, mudah-mudahan kamu betah ya disini. Jangan sungkan sama ibu dan juga penghuni yang lain, disini semua keluarga. Kalau nanti mau bayar-bayar bisa kirim aja ke nomer rekening ibu, atau kalau semisalnya ibu lagi ada disini bisa langsung ke ibu. Maklum, ibu udah punya cucu, jadi setiap hari banyak kegiatan”
"Iya Bu, saya mau bayar untuk dua bulan" ujarku menyodorkan beberapa lembar uang merah kepada ibu kos.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan betah ya. Kalau kamu ada masalah keuangan bilang saja, ibu gak pernah memberatkan orang yang belum punya uang, yang penting bilang nya baik-baik”
Arini mengangguk, hatinya merasa sedikit lega. Pasalnya Arini masih belum mendapatkan pekerjaan untuk membayar uang kosan di bulan-bulan yang akan datang. Arini masih merasa takut jika pekerjaan akan sedikit sulit untuk didapat di kota baru ini.
Setelah mengobrol cukup lama sang punya kosa pamit. Arini merapihkan mukena, kemudian membuka buku catatan keuangan.
Untung saja, tabungan dari hasil kerja selama kurang lebih sebelas bulan dan tabungan dari masa-masa sekolahnya nominalnya cukup besar. Belum lagi dengan percaya dirinya Arini menjual motor karbu yang diberikan pamannya, nominalnya cukup jika disatukan dengan pemasukan lainnya.
Arini juga sudah membayar uang pendaftaran satu juta dan uang semester sebesar empat juta. Jika dikurangi dengan ongkos dan juga uang kosa selama satu bulan maka sisa saldo Arini masih ada di angka tiga juga lebih.
Meskipun angkat itu cukup banyak, tapi Arini harus segera mencari pekerjaan. Karena Arini tidak tahu kebutuhan apa yang harus dirinya hadapi setelah kuliah. Belum lagi Arini harus membeli beberapa alat elektronik seperti penanak nasi, setrika dan jangan lupa piring, gelas, sendok yang tidak Arini punya sedikitpun.
Arini berkutat menulis pengeluaran yang harus dia keluarkan esok hari, karena Arini harus secepatnya membeli barang-barang penting itu. Arini juga tidak lupa menyertakan setiap ongkos yang akan dirinya keluarkan. Karena Arini masih belum tahu dengan seluk beluk kota ini.
"Padahal aku cuman tinggal sendiri, tapi begitu banyak barang yang harus aku beli. Andai saja ayah dan ibu memberikan dukungan layaknya kak Santi. Mungkin, aku gak bakalan se-bingung ini"
Aku berujar lirih dan menatap langit-langit kamar dengan lelehan airmata. Malam ini malam pertama tidur di tempat asing, dan malam ini mungkin akan njadi bab baru bagiku.
**
Hari ini Abhi pulang telat, sudah beberapa Minggu ini Abhi masih sibuk dengan perusahaan nya yang tengah menggarap proyek besar. Belum lagi pekerjaan di desa yang cukup banyak.
Andai saja Abhi bisa mengundurkan diri dari jabatan kepala desa, mungkin dirinya tidak akan sepening ini. Tapi desakan para warga membuat Abhi tidak enak hati. Untung saja Abhi menolak ikut pemilihan bupati, jika saja Abhi terpilih menjadi bupati. Mungkin pekerjaan itu akan membuat dirinya sulit untuk bertemu dengan istri dan anaknya.
"Loh kamu belum pulang Sak?" Abhi masuk kedalam rumah dan melihat adik iparnya yang tengah menonton bola.
"Belum Mas, tadi di suruh teteh buat disini dulu sampai Mas Abhi pulang" ujarnya yang masih anteng dengan pertandingan bola.
"Teteh kamu udah tidur?"
"Udah kayanya dari jam delapan tadi Naren juga udah tidur, kenapa mas? Takut naik ke kamar ya? Takut di pulul sama teteh?" Tanya Saka dengan wajah jail nya.
"Enggak, hanya saja teteh kamu itu lumayan cerewet kalau lagi marah. Tapi cerewet juga dia selalu terlihat cantik"
"Iyuh... Benar-benar ya, mas ini udah kepincut sama teteh, cantik dari mana coba, yang ada teteh tuh mirip ibu-ibu pasar. Tiap hari kerjaannya ngomel-ngomel terus, kayanya satu hari gak ngomel kaya berasa kurang hidupnya "
Abhi terkekeh mendengar ucapan adik iparnya, tidak salah tapi bukan berarti benar juga. Karena bagi Abhi Nara itu sosok bidadari yang tidak akan pernah Abhi biarkan siapapun memandangi kecantikannya.
"Gimana kuliah kamu? Bentar lagi kamu skripsian?"
"Iya mas,masih bingung mau ngambil penyelia dari sekarang atau enggak. Aku mikir kayanya bakalan nunda setahun, soalnya bisnis alat pendakian ku lagi rame-rame nya. Aku gak mau ninggalin kesempatan itu sedikitpun"
"Itu bagus sih, tapi bukan berarti kamu gak beresin skriykamu. Mas juga selesaikan skripsi saat bisnis lagi maju-majunya. Sempat mau berhenti sejenak, tapi mas mikir gimana kalau seandainya tahun depan mas nunda lagi, dan tahun depannya juga seperti itu. Skripsi itu cuman 6 SKS. Gak sulit, yang sulit itu rasa malas. Lagian kamu bisa ambil penelitian dari bisnis kamu, pasti gak bakalan susah"
“Iya juga sih, nanti aku pertimbangin lagi deh mas”
"Harus, habis lulus S1, kamu langsung ambil S2. Kalau bisa luar negeri. Biar kamu bisa melebarkan sayap bisnismu itu ke arah yang lebih luas lagi. Pendidikan di India bagus, tapi kalau kamu ambil pendidikan di luar Indonesia juga lebih bagus. Contohnya Singapura, mereka negara yang memiliki pendidikan maju, sistem pendidikan nya juga memiliki banyak sekali pengetahuan dengan teknologi tinggi. Jadi, jangan berpuas hati hanya kerena bisnismu sudah mulai lancar, kalau bisa kamu kembangkan dan majukan terus"
Sama sedikit merenung dengan ucapan kakak iparnya. Ada baiknya memang Saka mengenyam pendidikan di luar Indonesia. Pasalnya sejak beberapa lalu Saka memiliki beberapa ide perihal bisnisnya itu. Namun, Saka masih sulit untuk menggali ide itu. Bukan karena aperihal biaya, yah.. meskipun Saka belum memiliki tabungan yang banyak, tapi Saka yakin jika perihal biaya dia bisa mengusahakannya. Tapi, ini perihal kemampuan yang belum Saka kuasai. sama ingin idenya nanti bisa diterima oleh banyak orang dan bisa membantu banyak orang.
“Malam ini kamu nginap disini, pikirkan lagi apa yang mas barusan bilang. Lusa kamu akan kembali ke kampus kan? Setelah itu kamu coba ambil keputusan”
Abhi pergi meninggalkan Saka, yang duduk termenung di ruang tamu. Pikiran laki-laki itu berkecamuk, banyak hal yang Sama pikirkan tenganymasa depan yang sudah mulai dirinya bangun. Tapi jika Saka kuliah ke luar Indonesia, apakah orangtuanya akan mengizinkan? Saka tahu bagaimana sifat ibunya itu.
Pacarnamu
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
