
“Ah, saya liatnya Pak Hanan pendiem banget.” — Nadia.
“Dia gitu kalo di depan banyak orang. Kalau lagi di rumah, apalagi pas berdua sama saya doang. Aduh mesum banget, saya aja sering sampe gak bisa jalan gara-gara dia..” — Chacha.
33. Bertemu
.
.
"Bi, bangun! Biii! Udah pagi.." kata Chacha sambil menggoyangkan lengan Hanan yang masih melingkari tubuhnya.
Hanan malah semakin erat memeluk Chacha. Kepalanya semakin merasuk ke dalam ceruk leher Chacha. Hidungnya menggesek pelan area itu.
"Hanan, bangun ah. Geli jangan gitu!" kata Chacha menjauhkan lehernya dari jangkauan suaminya itu. Geli sekali rasanya.
"Mmmhh.." Hanan bergumam pelan. Kini posisi kepalanya pindah ke bawah. Ke belahan dada Chacha.
Chacha memejamkan matanya emosi. Wanita itu langsung melotot saat merasakan nipplenya yang mulai dihisap oleh Hanan.
"Hanan!!" Chacha mendorong tubuh Hanan menjauh. Wanita itu langsung duduk dan menutupi dadanya.
Hanan berdecak kesal dan langsung membuka matanya. Pemuda itu menatap Chacha. "Cha, kok gue di dorong sih?"
"Lo tuh udah pagi bukannya bangun malah makin ndusel." ucap Chacha.
Hanan memajukan bibir bawahnya. "Kangeeeeen Cha, udah lama gak ndusel." sahutnya.
Chacha memutar bola matanya jengah. "Lo dari siang, sore, malem, pagi udah ndusel terus masih kurang juga?"
Hanan mengangguk. "Kurang, kurang banget. Belom puas."
Chacha berdecih. "Udah. Sekarang bangun, kerja. Ayo, gue mau ikut. Mau liat Nadia kalo di tempat kerja kayak gimana." kata wanita itu.
Hanan menghela nafas dan menatap Chacha. "Chaa.."
"Apa? Buruan ah bangun, mandi."
Hanan menarik tangan Chacha ke dalam selimut. "Tidurin dulu." ucapnya.
Chacha memutar bola matanya jengah. "Hiiih, engasan banget sih. Belom juga ngapa-ngapain udah bangun aja."
"Manjaaa kalo ada lo, maunya bangun terus biar lo yang nidurin hehe.." sahut Hanan sambil nyengir.
Pemuda itu menarik Chacha mendekat. "Morning sex dulu sayang.."
Chacha berdecak kesal. "Morning sex apaan, lo dari kemaren siang ngajakin ngeseks mulu. Anjir, bisa-bisanya sih gue nikah sama manusia mesum kayak lo." ucapnya.
Hanan hanya nyengir. "Ya lo mau aja, lo kan juga suka gue ajakin ngeseks."
Chacha mendengus. Tangannya sudah bergerak memainkan Pucha. "Ya masa gue nolak.."
Hanan terkekeh pelan. Dia menarik wanita itu mendekat dan memeluknya. Mengecupi pipinya beberapa kali.
"Gemes banget sih.." ucapnya.
Chacha mengangkat kepala dan menatap Hanan. Dia langsung naik ke atas paha pemuda itu. "Masukin gak?"
Hanan mengangguk semangat. "Iya dong.." jawabnya.
"Sekali aja ya? Gue mau ikut ke tempat kerja lo pokoknya." kata Chacha.
Hanan mengangguk. "Iya.."
Chacha mengangguk, wanita itu maju dan memposisikan tubuhnya tepat di atas milik Hanan.
"Pelan-pelan.." kata Hanan sambil mengusap wajah Chacha..
"Heem.." sahut Chacha.
Wanita itu memegang milik Hanan dan mengangkat pinggulnya pelan. Begitu merasa bahwa sudah pas dia menurunkan pinggulnya pelan.
"Mmhh~.."
Hanan tersenyum menatap wajah Chacha yang begitu cantik. Bahkan setelah bangun tidur wajah Chacha terlihat begitu cantik.
"Ngapain senyum-senyum?" tanya Chacha menatap Hanan yang tersenyum aneh sambil menatapnya.
Hanan terkekeh dan mencubit hidung wanita itu pelan. "Gapapa, cuma seneng aja liat muka lo kalo lagi keenakan." jawabnya.
Chacha mendengus pelan. Rona merah tipis mulai menodai wajahnya.
Hanan terkekeh pelan. Tangannya mengusap dada wanitanya itu. Ada banyak bercak merah di sana. "Pasti mereka sedih banget ya tiga minggu gak gue pegang-pegang.." ucapnya.
Chacha menunduk dan menatap dadanya. Wanita itu menghela nafas pelan dan mengangguk. "Heem, kalo pas malem aneh banget. Biasanya ada yang tiba-tiba grepe-grepe tapi kemaren gak ada.."
Hanan meremas dada Chacha pelan. Memainkan nipplenya gemas. "Kasian banget gak ada yang grepe-grepe.."
Chacha mempoutkan bibirnya. Wanita itu memeluk leher Hanan. Sedikit menjaga jarak dengan tangan Hanan yang masih terluka.
"Gak nyenyak gue tidur, gak enak banget gak ada yang ngelus tete gue." kata Chacha.
Hanan tertawa pelan. "Sama, gue juga gak nyenyak tidur. Gak ada yang ngelus Pucha. Biasanya kan lo kalo malem suka tiba-tiba megang dia.."
Chacha tertawa dan menggerakkan pinggulnya pelan. Hanan mendesis saat merasakan miliknya yang dijepit kencang di bawah sana.
"Padahal ada Nadia, kemaren pas dia ke sini sexy banget. Montok dia. Gak suka lo?" tanya Chacha.
Hanan berdecih. "Jijik gue, males banget liat tuh orang."
Chacha tertawa. "Sexy lho dia, montok Bi. Lo gak suka? Tetenya gede kemaren gue liat.." tanyanya.
"Gak suka, mau tete dia segede bola basket gue gak bakal suka. Gue cuma suka sama punya lo aja. Sama onde-onde gemes ini.." ucap Hanan sambil meremas dada wanita itu pelan.
"Enghh~"
"Males banget gue liat muka dia. Bawaannya kesel mulu." kata Hanan.
"Dia pasti ngira gue cewek panggilan deh.." kata Chacha sambil mengecup leher Hanan.
"Hah?"
Chacha menghisap pelan leher Hanan, menambah bekas kemerahan di sana. "Kemaren pas dia dateng kan gue cuma pake kaos lo aja. Dia pasti tau kalo kita abis ngeseks, gue juga sengaja nunjukkin hasil karya lo ini." kata wanita itu menunjuk lehernya.
Hanan terkekeh pelan. "Biarin aja, ntar pas di tempat kerja dia pasti syok kalo tau lo istri gue." ucap Hanan.
Chacha mengangguk. "Iya.."
"Lagian lo kenapa gak bilang kalo lo istri gue kemaren?" tanya Hanan sambil mengusap bibir Chacha.
Chacha mengangkat bahu. "Gapapa, biar dia kaget aja ntar." jawabnya.
"Dasar.."
Chacha tersenyum. "Ish, kelamaan pake ngobrol segala. Gak mulai-mulai nih kita wikwiknya." kata wanita itu.
Hanan tertawa. "Ya lo sih, udah tinggal goyang doang kan? Daritadi udah masuk juga.." ucap pemuda itu.
"Hish, dasar."
"Ayo sayang, goyang dong." kata Hanan mengangkat pelan pinggul Chacha.
"Eungggh~.."
.
.
Hanan dengan senyuman lebar merangkul pinggang Chacha sambil berjalan menuju ke dalam ruangannya.
Rio yang sudah ada di dalam ruangan mendengus pelan melihat kedatangan mereka.
"Lebar amat senyumnya. Takut robek tuh bibir gue liatnya." kata Rio.
Hanan menoleh. Pemuda itu menatap Rio kesal. "Lo ngapain ngasih tau Chacha kalo gue luka?" tanyanya.
Rio menaikkan sebelah alisnya. "Kalo gue nggak ngasih tau Chacha gak mungkin sekarang lo senyum lebar udah kek orang setress gitu."
Hanan mendengus. Dia duduk di atas kursinya dan menarik Chacha agar duduk di atas pangkuannya.
"Heeem, baguuus. Baguuuuus, terus aja lo berdua kek gitu. Emang gak keliatan gue ada di sini. Udah kek dunia milik berdua aja." kata Rio sengit.
Chacha tertawa pelan. "Kayak ada yang ngomong ya mas, apaan ya?"
"Setan kali. Biarin aja." sahut Hanan. Kepalanya bersandar pada bahu Chacha. Tangannya mulai membuka beberapa berkas yang sudah ada di atas mejanya.
"Sialan emang nih manusia dua. Tau gitu gak gue kasih tau si Chacha, biar Hanan merana di sini." gumam Rio kesal.
Rio memilih untuk duduk membelakangi kedua orang asik pada dunia mereka sendiri. Bisa sakit mata dia melihat kemesraan dua manusia yang tidak ada akhlaknya itu.
"Mas, jangan gitu ah.." kata Chacha mendengus kesal. Bibir Hanan dari tadi terus mencuri kecupan di lehernya.
"Biarin ah." sahut Hanan.
Chacha memukul pelan paha Hanan. "Ish!"
"Selamat pagi Pak Rio, Pak Hana— eh?" Pak Wisnu sedikit kaget melihat keberadaan Chacha. Apalagi posisi wanita itu tengah dipangku oleh Hanan.
Chacha langsung berdiri dan menatap Pak Wisnu, begitu juga Hanan yang langsung berdiri.
Pak Wisnu menatap Chacha bingung. Pria yang sudah menginjak usia setengah abad itu heran. Siapa wanita ini?
Hanan menarik tangan Chacha untuk mendekati Pak Wisnu. "Ah maaf pak, saya kurang sopan di tempat bapak. Oh iya, kenalkan ini Chacha. Istri saya.." ucap pemuda itu mengenalkan Chacha pada Pak Wisnu.
Chacha mengulurkan tangannya. "Saya Chacha pak, maaf sudah tidak sopan di tempat bapak."
Pak Wisnu menerima uluran tangan Chacha dan tersenyum. "Ohh ini istri Pak Hanan. Maaf pak, saya tidak tau.." kata pria itu.
Hanan tersenyum. "Iya pak ini istri saya, dia ke nyusul ke sini setelah tau kalau saya luka. Khawatir katanya."
Pak Wisnu mengangguk mengerti. Dia tersenyum. "Wajar pak kalau khawatir. Namanya juga istri ya mbak, kalau denger suami luka pasti khawatir. Apalagi jauh kan ya.." kata pria itu.
Chacha tersenyum. "Iya pak, padahal saya sama anak saya di rumah tiap hari mikirin terus. Dapet kabar kalau Mas Hanan luka saya langsung ke sini.."
Pak Wisnu nampak kaget. "Loh, Pak Hanan sudah punya anak? Saya kira masih pengantin baru.."
Hanan tersenyum. "Sudah pak, umur 9 bulan. Kalo nikah udah lama pak, udah dari zaman kuliah saya sama istri saya nikah."
"Wah udah lama juga, saya kira masih pengantin baru loh.." kata Pak Wisnu.
Hanan dan Chacha hanya tersenyum mendengar ucapan Pak Wisnu.
"Maaf pak saya telat.."
Semua langsung menoleh ke arah pintu. Di sana ada Nadia yang berdiri. Perempuan itu berjalan menghampiri Pak Wisnu.
"Eh?" Nadia kaget melihat Chacha yang ada di sana.
"Nadia, ini istrinya Pak Hanan." kata Pak Wisnu.
Mata Nadia melebar kaget. Gadis itu menatap Chacha. Jadi perempuan yang kemarin dia kira adalah perempuan panggilan itu ternyata istri Hanan? Ah sial.
Chacha tersenyum pada Nadia. "Halo Mbak Nadia.." sapanya ramah.
Nadia meremas jari-jarinya kesal. Dia menatap penampilan Chacha. Perempuan di depannya itu hari ini terlihat begitu cantik, bahkan hanya dengan dress biasa dan make up tipis wanita itu terlihat begitu cantik.
Tubuhnya yang tinggi, wajah bulatnya, bibir tebalnya, dan yang paling membuatnya iri adalah bentuk badan wanita di hadapannya ini. Sangat cantik dan proposional.
Nadia iri!
Pantas saja Hanan tidak tertarik padanya, ternyata dia memiliki istri yang begitu sempurna.
"Oh iya, makasih ya mbak. Kata Mas Hanan mbak sering bawain makanan ya? Makasih banget loh mbak karena udah perhatian ke suami saya." ucap Chacha.
Rio yang ada dibelakang menahan tawanya melihat wajah Nadia. Pasti gadis itu malu.
"I-iya bu.." sahut Nadia.
Pak Wisnu menatap Hanan dan Chacha. "Pak Hanan kalau memang belum pulih gapapa kerja dari villa. Gak usah memaksakan diri ke kantor."
Hanan menggeleng. "Gapapa pak, sekarang ada istri saya. Saya jadi lebih semangat, dia pernah jadi sekretaris saya jadi pasti bisa bantuin kerjaan saya di sini juga." kata pemuda itu.
Pak Wisnu mengangguk. "Oh begitu. Ya sudah, kalau begitu saya pergi dulu ya pak. Saya ada rapat dengan investor luar."
"Iya pak silahkan.."
"Saya pergi ya mbak, semoga mbak suka di sini." kata Pak Wisnu menoleh pada Chacha.
Chacha mengangguk. "Iya pak.."
Pak Wisnu berbalik dan berjalan keluar dari ruangan itu. "Mari Pak Rio.."
"Iya pak.." sahut Rio.
Chacha kembali menatap Nadia. "Mbak Nadia pasti capek ya kerja di sini. Apalagi harus ngikutin suami saya terus, katanya kemaren mbak yang pergi nemenin Mas Hanan ke lokasi ya?"
Nadia mengangguk. "Iya bu.."
"Saya seneng deh, di sini ada yang perhatian ke suami saya. Apalagi mbak kayaknya peduli banget ke Mas Hanan, bawain makan juga. Aduh, saya makasih banget loh mbak.." kata Chacha.
Nadia meremas roknya. Dia malu dan juga kesal pada Chacha yang terus saja berbicara dan menyebut kata 'suami' di depannya.
"Udah, ayo temenin kerja lagi. Mbak Nadia juga pasti mau lanjutin kerjaannya." kata Hanan merangkul pinggang Chacha.
Chacha menatap Hanan sebentar dan mengangguk. Wanita itu kembali menatap Nadia. "Ah iya, silahkan kerja mbak. Maaf saya malah ngajakin mbak ngobrol terus." ucapnya.
"Iya bu, gapapa. Saya permisi dulu." kata Nadia dan pergi meninggalkan ruangan itu. Meja kerjanya ada di luar, hanya terhalang pintu kaca saja.
"Puas banget gue liat mukanya.." kata Rio setelah Nadia pergi.
"Pasti malu banget," sahut Hanan.
Pemuda itu membawa Chacha kembali ke meja kerjanya. Dia menarik pinggang wanita itu dan memangkunya.
"Ketikin ya, tangan mas sakit." kata Hanan menyandarkan kepalanya di bahu Chacha.
Chacha mendengus. "Dasar.." ucapnya kesal.
Hanan terkekeh pelan dan mengecup pipi wanita itu beberapa kali. Rio yang melihatnya langsung memutar kursinya, jengah melihat dua manusia itu.
Chacha mengetik laporan yang Hanan baca. Wanita itu sesekali mengecup bibir Hanan saat menyadari bahwa Nadia seringkali mengintip ke dalam ruangan itu. Seru sekali melihat perempuan gatal itu kesal.
.
.
"Ngeliatin apasih? Bukannya makan." kata Chacha menoleh pada Hanan.
Mereka sedang ada di kantin. Istirahat untuk makan siang. Rio sedang pergi video call dengan Jia, jadilah mereka makan berdua di sana.
"Ngeliatin lo, cantik banget." sahut Hanan.
Chacha berdecak dan memasukkan potongan ayam ke dalam mulut Hanan. "Hih, mulutnya lancar banget kalo gombal."
Hanan menggigit ayam yang ada di mulutnya. "Gue gak gombal, gue jujur."
"Iya deh iya." sahut Chacha.
"Mau minum gak? Gue pesenin." tanya Hanan.
"Boleh, es teh ya."
Hanan mengangguk. Pemuda itu berdiri dan memesan es teh untuk mereka. Chacha tersenyum saat Hanan kembali membawa dua gelas es teh di tangannya.
"Makasih.." ucap Chacha sambil tersenyum.
"Sama-sama.." sahut Hanan.
Chacha meminum es tehnya dan melanjutkan kegiatan makannya.
"Mbak Nadia! Sini mbak.." panggil Chacha saat melihat Nadia yang baru saja masuk ke area kantin.
Nadia menoleh ke arah Chacha dan Hanan. Dengan malas gadis itu berjalan menghampiri mereka. Malas sekali rasanya melihat kemesraan dua orang ini.
"Sini mbak gabung sama kita. Kayaknya kantinnya penuh. Mending mbak gabung aja sama kita." kata Chacha ramah.
Nadia melihat ke sekelilingnya. Memang area kantin sudah penuh, tidak ada meja kosong. Akhirnya perempuan itu menghela nafas dan duduk di samping Chacha.
"Wah, mbak Nadia bawa bekal ya?" tanya Chacha.
Nadia membuka kotak makannya dan mengangguk. "Iya bu, saya selalu bawa bekal." jawabnya.
Chacha mengangguk-angguk. "Kalo di rumah biasanya saya juga bawain Mas Hanan bekal. Kalo gak sempet saya anter ke kantornya pas jam makan siang.."
"Ah gitu ya.."
Chacha tersenyum. "Tapi sejak punya anak, apalagi sekarang lagi aktif-aktifnya agak susah mau masak sama nganter makanan ke kantor. Anak saya suka rewel.."
Nadia yang sedang memegang sendok menoleh pada Chacha. "Anak?"
Chacha mengangguk. "Iya, anak saya sama Mas Hanan. Umur 9 bulan, lagi aktif-aktifnya mbak. Aduh, kangen banget saya sama dia. Pasti lagi main sama oma sama utinya sekarang di rumah.." kata wanita itu.
"Jadi kangen sama Leen ya sayang. Gak sabar pengen pulang terus main sama dia.." kata Hanan memegang tangan Chacha.
"Iya mas.." sahut Chacha.
Nadia kaget. Jadi istrinya Pak Hanan sudah punya anak. Ah sialan, setelah punyak anak saja badannya masih sebagus ini. Apalagi dulu sebelum memilik anak? Pasti lebih bagus, pantas saja Pak Hanan terlihat begitu bucin.
Nadia mendengus pelan. Gadis itu menunduk dan mulai memakan bekalnya.
"Mas, aku mau nyobain ikannya. Aaak.." kata Chacha membuka mulutnya.
Hanan langsung menyuapkan ikan bakar yang dia makan pada Chacha. "Gimana? Enak?"
Chacha mengunyah ikan di dalam mulutnya. Wanita itu mengangguk. "Enak mas. Mas mau ayam gak? Aku suapin.."
"Mau dong.." kata Hanan membuka mulutnya.
Chacha terkekeh pelan. Wanita itu langsung menyuapkan ayam dan nasi untuk Hanan. "Pelan-pelan aja mas, belepotan loh.."
Hanan tersenyum saat Chacha mengusap bibirnya. "Makanan di sini enak tapi lebih enak masakan kamu.."
"Maaf ya mas, tadi gak sempet masak. Abisnya mas sih ngajakin 'main' dulu. Jadi gak sempet masak aku, kalo tadi masak kan kita bisa bawa bekal kayak Mbak Nadia.." kata Chacha.
Hanan mengerucutkan bibirnya. "Kan mas kangen sayang, gapapa gak bawa bekal. Nanti kan pulangnya kamu bisa masakin mas.."
"Iya deh.."
Nadia memegang erat sendoknya. Hatinya semakin panas mendengar obrolan antara Hanan dan Chacha. Tentu dia paham maksud dari kata 'main' yang Chacha ucapkan tadi.
"Mbak Nadia kalo ada waktu mampir aja ke tempat Mas Hanan. Nanti saya masakin, saya jago masak loh mbak.." kata Chacha menoleh pada Nadia.
Nadia yang awalnya menunduk langsung menoleh pada Chacha. Gadis itu menggeleng. "Ah, enggak usah bu. Saya sibuk akhir-akhir ini.."
Chacha mengedipkan mata beberapa kali. "Oh Mbak Nadia sibuk ya? Berarti selama ini Mbak Nadia bela-belain nganter makanan buat Mas Hanan di tengah kesibukan ya? Aduuh saya sebagai istrinya merasa gak enak, suami saya jadi ngerepotin mbak ya.."
Hanan menunduk, menahan bibirnya yang hampir saja melengkungkan senyum lebar. Haduh, Chacha bisa aja bikin Nadia malu. Bangga dia sama istrinya ini.
Nadia menunduk malu, gadis itu meremas kuat pinggiran roknya. Dia merasa seperti tengah dipermalukan sekarang.
"Maaf ya mbak, kayaknya suami saya selama di sini ngerepotin mbak ya. Duh gak enak saya. Mana kemaren pas luka mbak juga ya yang nganter ke rumah sakit?" tanya Chacha.
Nadia mengangguk pelan.
"Duh, makasih banyak ya mbak. Saya gatau lagi kalau di sini nggak ada Mbak Nadia gimana suami saya ini. Dia ceroboh, cerewet juga. Untung Mbak Nadia sabar ya orangnya." kata Chacha.
Nadia berdecih pelan. Hanan cerewet? Bahkan sejak pertama mereka bertemu Hanan hanya berbicara dengannya beberapa kali. Itupun hanya menjawab dengan jawaban singkat.
"Iya bu.." sahut Nadia. Dia sebenarnya sudah kesal dan ingin segera pergi dari sana.
"Sayang mau ayam lagi.." kata Hanan menatap Chacha.
Chacha menoleh. "Ambil sendiri mas, ini ayamnya." kata wanita itu menunjuk piring berisi ayam yang ada di depannya.
Hanan menggeleng. "Pengen disuapin. Mas kangen disuapin sama kamu.." ucap pemuda itu.
"Manja banget sih, gak malu sama Mbak Nadia?" tanya Chacha.
Hanan kembali menggeleng. "Gapapa sayang, Mbak Nadia juga pasti ngerti. Kita udah lama gak ketemu, wajar kalo kangen-kangenan." sahutnya.
Nadia memegang erat sendok di tangannya. Hanan benar-benar berbeda saat dengan istrinya. Pemuda itu begitu lembut dan juga manja. Berbeda sekali dengan sikapnya pada perempuan lain termasuk dirinya.
"Ekhem, saya sudah selesai makan. Saya permisi dulu Pak, bu.." kata Nadia menutup kotak makannya dan berdiri dari tempatnya duduk.
Chacha menatap Nadia. "Loh, udahan mbak?"
Nadia mengangguk. "Iya bu, saya permisi dulu." ucapnya dan langsung pergi meninggalkan area kantin.
Hanan dan Chacha saling berpandangan, mereka tersenyum senang melihat Nadia yang pergi.
"Lo emang paling hebat kalo urusan bikin cewek gatel pergi." kata Hanan.
Chacha tersenyum bangga. "Iyalah, gue gitu."
Hanan tersenyum. "Pinternya istriku.."
Chacha menoleh dan mendengus. "Jijik Bi.." sahutnya.
Hanan malah terkekeh pelan mendengar itu.
.
.
"Sialan! Malu banget gue!" ucap Nadia memandang wajahnya di cermin. Gadis itu tengah berada di kamar mandi.
Nadia mengusap wajahnya. "Padahal gue juga cantik tapi kenapa sih Pak Hanan gak pernah liat gue? Ya emang sih istrinya cantik banget. Brengsek! Gue iri banget liat badannya."
Nadia mengambil tisu basah dan mengusap bibirnya. Dia harus merapikan make upnya setelah makan siang tadi. Lipsticknya luntur dan harus dipoles lagi.
Selesai dengan make upnya, Nadia merapikan kemejanya yang sedikit kusut. Gadis itu membuka dua kancing kemejanya. Memperlihatkan sedikit belahan dadanya.
"Eh, Mbak Nadia di toilet juga?"
Nadia menoleh, dia melihat Chacha yang baru saja masuk ke sana.
"Bu Chacha.."
Chacha berdiri di samping Nadia dan mencuci tangannya. Wanita itu melihat penampilannya di cermin.
Chacha mengambil ikat rambut dari dalam tasnya. Wanita itu mengikat rambutnya dan mencuci muka.
"Mbak Nadia kayaknya masih muda ya? Umur berapa mbak?" Tanya Chacha sambil membersihkan make up di wajahnya.
"Saya umur 24 bu.." jawabnya.
"Masih muda, kita gak beda jauh umurnya. Dulu saya nikah sama Mas Hanan waktu masih kuliah mbak, jadi saya gak sempet kerja kayak Mbak Nadia sekarang.." kata Chacha.
Nadia menatap bayangan wajah Chacha yang ada di cermin. Oh jadi Pak Hanan nikah muda ya. Tapi rumah tangga mereka terlihat seperti masih baru. Kehangatan dan kemesraan mereka masih begitu terasa.
Biasanya di usia pernikahan yang sudah lebih dari 2 tahun sang pria akan bosan. Tapi hal itu tidak terlihat pada Hanan. Pemuda itu justru terlihat sangat mencintai Chacha.
Chacha membuka tas kecilnya. "Aduh.."
Wanita itu menoleh ke arah Nadia. "Mbak bawa foundation?" tanyanya.
Nadia membuka tas makeup kecil yang dia bawa. "Bawa bu.." jawabnya dan memberikan foundation miliknya pada Chacha.
Chacha tersenyum an mengambilnya. "Saya minta ya mbak. Saya lupa gak bawa."
"Iya bu.."
Chacha mengusap lehernya menggunakan tisu basah. Dan begitu foundation yang ada di sana terhapus beberapa bercak kemerahan langsung terlihat.
Nadia sedikit kaget melihat itu.
"Aduh maaf ya mbak. Saya gak enak jadinya, mbak harus liat ginian.." kata Chacha mulai menutupi kismark di lehernya menggunakan foundation yang dia minta dari Nadia.
Nadia tersenyum tipis. "Gapapa bu.."
Chacha mulai meratakan foundation di lehernya. "Mas Hanan emang suka gatau tempat kalo udah mulai. Saya kadang sampe bingung nutupinnya."
Nadia menatap Chacha. Wanita itu terlihat sangat cantik meski tanpa make up. Semua yang ada di wajahnya begitu sempurna meski tanpa polesan make up sekalipun.
Chacha terkekeh pelan. "Dia kalau dirumah, aduh manja banget. Kadang anak saya aja kalah manja. Minta suapin, tidur harus dikelonin, mandi aja kadang minta dimandiin.." ucapnya.
Chacha menoleh pada Nadia. "Tapi saya agak seneng juga pas dia ke sini. Saya gak capek kalo malem. Soalnya kalo malem dia suka gatau waktu."
"...."
Chacha mengelap wajahnya menggunakan tisu. Wanita itu tersenyum simpul melihat bayangan wajahnya di cermin. Dia mengusap bercak kemerahan hasil karya Hanan di bawah dagunya.
"Mas Hanan itu aslinya mesum banget. Dari kemaren sampe tadi pagi saya gak dikasih waktu istirahat. Diserang terus.." ucapnya sambil tertawa.
Chacha menggembalikan foundation milik Nadia. "Saya malu banget waktu mbak kemaren dateng. Saya gak sempet rapihin baju, asal ngambil aja baju Mas Hanan."
"Gapapa bu.."
Chacha mengambil lipstick dan memoles bibirnya. "Mbak Nadia pasti ngiranya Mas Hanan kalem ya?"
Nadia mengangguk pelan.
Chacha mendengus. "Enggak mbak. Dia aslinya mesum banget. Saya aja kadang sampe kewalahan ngadepinnya. Gak kuat saya ngimbangin dia. Mesum banget.."
"Ah, saya liatnya Pak Hanan pendiem banget."
Chacha terkekeh pelan. "Dia gitu kalau di depan banyak orang. Kalau lagi di rumah, apalagi pas berdua doang sama saya. Aduh mesum banget, saya aja sering sampe gak bisa jalan gara-gara dia.."
Nadia meremas jari-jarinya kuat.
"Eh aduuh, kok saya malah cerita soal gituan sih. Aduh maaf ya mbak.."
Nadia menggeleng. "Gapapa bu. Kalau begitu aya permisi dulu." ucapnya dan langsung pergi dari toilet.
Chacha tersenyum puas. Dia sangat senang melihat Nadia yang sudah pergi.
"Enak aja lo mau gangguin suami gue. Sorry aja, lo bukan level gue. Cuih, dasar cewek gatel." ucap Chacha sambil merapikan penampilannya.
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
