
“Heem, semangat kerjanya papa..” —Chacha.
“Iya, nanti kalo capek harus cium biar langsung semangat lagi..” —Hanan.
19. Kantor
.
.
"Good morning papa!!"
Hanan yang awalnya masih memejamkan mata langsung bangun karena kaget mendengar teriakan Chacha.
Pemuda itu langsung terduduk di atas ranjang. Dia mengucek matanya dan menatap Chacha yang terlihat sudah rapi dengan blouse hamil dan juga make up tipis.
"Mau kemana?" tanya Hanan menatap istrinya itu bingung.
Senyuman Chacha melebar hingga memperlihatkan deretan gigi rapinya. "Ke kantor, ikut sama lo." jawabnya.
Hanan mengerutkan keningnya. "Ke kantor? Cha serius?" tanyanya.
Chacha mengangguk. "Banget! Udah siap gini, ayo dong. Udah lama gue gak ikut lo ke kantor. Kangen gado-gado di kantor lo." jawab gadis itu.
Hanan menurunkan kakinya. Dia mendongak menatap Chacha. "Yakan nanti bisa gue beliin, bungkus dibawa pulang."
Chacha berdecak dan menyilangkan tangan di depan dada. "Mau makan di sana langsung, sana ah mandi. Gue udah selesai siap-siap loh. Udah selesai masak sarapan juga." kata gadis itu.
Hanan menghela nafas dan menarik tangan Chacha pelan, membuat gadis itu berdiri tepat di hadapannya. "Serius mau ikut ke kantor?"
Chacha mengangguk yakin.
Hanan mengusap perut besar Chacha. "Tapi nanti lo capek, kandungan lo udah 7 bulan Cha. Jangan sampe kecapekan.." kata pemuda itu sambil mengecup permukaan perut Chacha.
Chacha menghela nafas jengah. "Ya karena udah 7 bulan Bi, Adek tuh bosen di rumah mulu. Pengen ikut ke kantor gitu.."
Hanan mendongak, menatap Chacha. "Tapi nanti jangan kemana-mana. Diem aja di ruangan gue."
Chacha mengangguk sambil tersenyum. "Oke.."
Hanan berdiri dan mengusap rambut Chacha. "Oke, kalo gitu gue mandi dulu."
Chacha mengangguk. "Oke, gue ke depan.."
"Iya.."
Chacha pun keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Tadi dia sudah menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk di bawa ke kantor nanti.
"Non mau kemana? Kok udah cantik rapi gini?" tanya Bi Parti yang membawa keranjang baju kering.
Chacha menoleh. "Mau ikut Hanan ke kantor Bi.." jawabnya sambil tersenyum.
"Lho, non mau ikut aden ke kantor?"
Chacha mengangguk. "Iya Bi, udah lama gak ke kantor Hanan. Jadi kangen sama orang-orang di sana.."
"Oalah, yaudah non hati-hati ya nanti. Bibi permisi dulu mau nyetrika baju.." kata Bi Parti.
"Iya Bi.."
Bi Parti yang akan berjalan tiba-tiba kembali berbalik. "Oh iya non, non suka telor asin gak?" tanya wanita itu.
Chacha mengerutkan keningnya dan mengangguk. "Suka bi, kenapa?"
Bi Parti tersenyum. "Nanti sore bibi bawain buat non. Kebetulan anak bibi kemaren pulang dari rumah keluarga suaminya bawa telor asin banyak. Nanti sore bibi bawain buat non Chacha.."
"Eh, gak usah repot-repot bi.."
"Enggak repot non, anak bibi bawa banyak. Gak kemakan nanti kalo buat keluarga sendiri. Kalo non mau kan bisa bibi bawain.." kata wanita itu.
"Wah, makasih ya bi kalo gitu.." kata Chacha sambil tersenyum.
Bi Parti mengangguk. "Sama-sama non, kalo gitu bibi permisi dulu.."
"Iya bi.."
Bi Parti pun berjalan menuju ke ruangan tempat dia biasa menyetrika baju. Sedangkan Chacha lanjut ke ruang makan dan duduk di sana, menunggu Hanan yang sedang mandi dan bersiap-siap.
Sekitar 15 menit kemudian Hanan akhirnya datang. Pemuda itu langsung duduk di samping Chacha dan mengecup sudut bibirnya.
"Masak apa hari ini?" tanya Hanan.
Chacha tersenyum dan langsung mengambilkan lauk serta nasi untuk Hanan. "Cumi pedas manis sama bakwan jagung.." jawabnya menaruh piring yang sudah terisi ke depan Hanan.
Mata Hanan berbinar menatap masakan Chacha itu. "Mmm baunya enak banget, pasti rasanya lebih enak nih.." kata Hanan.
Chacha tersenyum. "Semoga aja.."
Hanan menatap Chacha. "Masakan lo pasti enak lah.."
"Cobain dulu.."
Hanan langsung menyendok nasi dan juga lauknya. Satu suapan penuh langsung masuk ke dalam mulutnya. Bibirnya langsung tersenyum lebar saat lidahnya merasakan betapa enaknya masakan Chacha.
"Enak?"
"Bangeeet." jawab Hanan.
Chacha tersenyum dan ikut mengambil nasi serta lauk. Dia langsung ikut menyuap nasi dan lauknya.
"Lo udah minum susu hamil kan?" tanya Hanan.
Chacha mengangguk. "Udah.."
"Bagus, vitamin nanti jangan lupa.." kata Hanan mengingatkan.
Chacha mengangguk. "Iya papa.." sahutnya sambil mengunyah nasinya.
"Bi Parti udah dateng?" tanya Hanan menatap ke sekeliling rumahnya.
"Udah, lagi nyetrika baju.." jawab Chacha.
"Ooh.."
"Eh iya, nanti dia mau bawain telor asin buat kita.." kata Chacha memberitahu Hanan.
Hanan mengerutkan keningnya. "Telor asin? Dari mana?"
"Katanya anak dia baru pulang dari rumah keluarga suaminya terus bawa telor asin banyak, nanti kita mau dikasih sama dia." jelas Chacha.
Hanan mengangguk mengerti. "Ooh, alhamdulillah dapet rejeki.."
Chacha tersenyum dan mengangguk.
Hanan gemas melihatnya, dia langsung mengusap-usap kepala Chacha. "Makan yang banyak, abis itu kita berangkat."
"Siap papa!"
.
.
"Chachaaa, ya ampuuun gemes banget.." kata Ria yang langsung menghambur memeluk Chacha sesaat setelah Chacha memasuki ruangan itu.
Chacha terkekeh pelan dan membalas pelukan Ria. "Apa kabar mbak?"
Ria melepas pelukannya. "Baik, ya ampun baru sebulan gak ketemu kamu udah makin gemoy gini. Perut kamu udah gede.." kata gadis itu.
Chacha terkekeh dan mengusap perutnya. "Iya nih mbak, makin berat aja rasanya.."
"Sehat anak kamu berarti. Pasti gemoy banget dia.." kata Ria.
"Amiin mbak, semoga aja.."
Ria tersenyum dan ikut mengusap perut Chacha.
"Yaudah ya mbak, aku pergi dulu. Nanti ngobrol lagi." kata Chacha.
Ria mengangguk. "Iya Cha.."
Chacha tersenyum dan kembali merangkul lengan Hanan. Mereka lanjut berjalan menuju ke ruangan Hanan. Saat melewati meja kerja Dilla dia kembali perpelukan dengan gadis itu. Mengobrol sebentar sebelum masuk ke dalam ruangan Hanan.
Sesampainya di ruangan itu Chacha langsung duduk di atas sofa sambil mengusap-usap perutnya.
"Adek seneng ya? Nendang terus dari tadi.." kata Chacha sambil tersenyum dan mengusap-usap perutnya.
Hanan ikut tersenyum dan menghampiri Chacha. Duduk di karpet dan menempelkan telinganya pada perut Chacha.
"Adek, nanti mau makan gado-gado ya?"
Chacha terkekeh pelan.
"Apa? Mau telornya dua? Aduh rakus ya kamu, persis mama kamu." kata Hanan sambil terkekeh.
Chacha mendengus dan memukul pelan kepala Hanan.
"Aduh, mama kamu kasar banget Dek. Masa kepala papa di pukul. Kalo papa amnesia gimana coba?"
"Tck, sembarangan deh mulutnya kalo ngomong." kata Chacha mencubit pelan lengan Hanan.
Hanan terkekeh dan mengecup permukaan perut Chacha beberapa kali. Bahkan sesekali dia menggesekkan hidungnya di sana.
"Geli Bi! Ihh Hanan! Udah ah!" kata Chacha.
Hanan mendongak dan langsung duduk di samping Chacha. "Sini kaki lo, gue pijitin." kata pemuda itu menepuk pahanya.
Chacha tersenyum dan mengubah posisinya menjadi selonjoran di atas sofa. Kakinya dia naikkan ke paha Hanan.
"Jadi bengkak kaki gue, gue gendut banget ya Bi?" tanya Chacha.
Hanan mulai memijat kaki Chacha pelan. "Mulai deh. Berapa kali sih gue harus bilang? Lo tuh gak gendut, tapi jadi makin semok, makin berisi. Makin sexy." kata pemuda itu.
"Boong."
Hanan menghela nafas. "Mana mungkin gue boong, gue tuh mengatakan yang sebenernya Cha. Lo tuh gak percayaan banget."
"Abisnya tampang lo gak meyakinkan."
Hanan memutar bola mata jengah. "Terus aja gitu.."
Chacha terkekeh pelan. "Jangan ngambek dong, sini gue cium." kata gadis itu sambil memajukan bibirnya.
Hanan langsung mendekatkan pipinya. Chacha tersenyum dan mengecup pipi Hanan, meninggalkan bekas bibirnya di sana.
"Udah, sana kerja. Gue mau rebahan." kata Chacha.
Hanan mengangguk. Dia dengan perlahan menggeser posisi duduknya dan meletakkan kaki Chacha ke atas sofa.
"Gue kerja dulu. Awas jangan petakilan, jatoh ntar." kata Hanan memperingatkan.
"Iya sayang.." sahut Chacha.
"Yaudah.."
"Nanti kalo udah jam makan siang bangunin gue ya kalo misalnya gue ketiduran." pesan Chacha sebelum menyenderkan tubuhnya pada sofa.
"Iya. Tidur aja kalo capek.."
Chacha mengangguk dan menata posisi bantal di belakangnya. Dia juga mencari posisi paling nyaman untuk berbaring.
Hanan melepas jasnya dan menutupi kaki Chacha. Dia juga memberikan ponselnya pada gadis itu.
"Ada game baru kalo lo mau main.." kata Hanan.
Chacha menatap Hanan, masih belum mengambil ponsel yang dipegang oleh pemuda itu. "Game apa?"
"Criminal Case, ada 5 seri. Lo bisa mainin semua. Nyawanya masih penuh semua." kata pemuda itu sambil tersenyum.
Mata Chacha langsung berbinar senang. "Serius?"
"Iya, lo lagi bosen kan main game di hp lo? Yaudah gue download game baru buat lo. Biar gak bosen." kata Hanan sambil mengusap kepala Chacha.
"Ihh tau banget. Jadi makin sayang.." kata Chacha dengan pipi menggembung lucu.
Hanan terkekeh pelan. "Yaudah nih, mainin sampe puas.."
Chacha langsung menerima ponsel Hanan, dia tersenyum lebar pada pemuda itu. "Maacih.."
"Iyaa, gue kerja dulu.."
"Heem, semangat kerjanya papa.." kata Chacha.
"Iya, nanti kalo capek harus cium biar langsung semangat lagi.." kata Hanan.
Chacha terkekeh pelan dan mengangguk. "Iya deh, siap." sahutnya.
Hanan mengangguk dan langsung berjalan menuju ke meja kerjanya. Dia langsung duduk dan membuka laptopnya. Memeriksa file-file pekerjaan yang dikirim oleh Dilla padanya.
Sedangkan Chacha langsung terhanyut dalam game Criminal Case yang tengah dimainkannya.
Hanan sesekali melirik Chacha dan tersenyum melihat betapa seriusnya gadis itu saat bermain game.
.
.
"Selamat siang pak.."
"Siang Pak Hanan.."
"Selamat siang Pak Hanan.."
"Siang.." kata Hanan membalas sapaan beberapa pegawainya.
Dia dan Chacha sedang berjalan menuju kantin untuk makan gado-gado. Chacha masih fokus pada game di ponsel Hanan.
Hanan hanya menggelengkan kepala melihat Chacha yang sesekali terlihat kesal entah karena apa. Yang pasti mata gadis itu fokus pada layar ponselnya.
"Selamat siang Pak Hanan, Neng Chacha.." sapa Bumah— ibu-ibu yang berjualan gado-gado di kantin.
Nama aslinya Imah tapi semua pegawai lebih suka memanggilnya Bumah. Dan wanita itu tidak masalah, justru merasa senang karena semua pegawai memanggilnya begitu.
"Bumaaah, mau gado-gado dong. Pedes ya, telornya dua." kata Chacha setelah duduk di kursi.
"Jangan pedes, sedeng aja.." kata Hanan.
Chacha menoleh pada Hanan. "Ih pengen yang pedes Bi.." ucapnya.
Hanan menggeleng. "Enggak, nanti sakit perut lagi kalo pedes. Adek nanti juga kepedesan di dalem perut. Sedeng aja. Gado-gado sedeng dua ya Bumah.." kata pemuda itu.
Bumah mengangguk. "Iya neng, jangan makan pedes. Lagi hamil gitu, nanti kasian bayinya. Kan ikut ngerasain juga.." kata wanita itu.
Hanan mengusap kepala Chacha. "Tuh dengerin Bumah, kasian Adek kalo lo makan pedes.."
Chacha menghela nafas. Dia kembali menatap Buma. "Yaudah deh, sedeng aja."
Bumah tersenyum. "Oke, bentar ya neng.."
Chacha mengangguk. Tak lama anak laki-laki Bumah yang masih SMP menghampiri mereka. "Mau minum apa Pak Hanan sama Bu Chacha?" tanyanya.
Hanan mengerutkan keningnya. "Loh Ki, kok gak sekolah?" tanyanya.
Kiki tersenyum. "Lagi libur pak, kan kelas 3 lagi ujian." jawabnya.
"Oh gitu.."
Kiki mengangguk dan kembali bertanya."Mau minum apa pak?"
Hanan menoleh pada Chacha. "Minum apa?"
Chacha berfikir sebentar. "Emm, es teh manis aja Ki.." jawabnya.
"Oke, es teh manis. Kalo Pak Hanan?"
"Samain aja Ki.." jawab Hanan.
Kiki mengangguk. "Baik, bentar ya Pak, Bu.." kata pemuda itu hendak membuatkan es teh manis untuk Chacha dan Hanan.
"Eh Ki!" panggil Chacha.
Kiki berbalik dan kembali menghampiri Chacha. "Ada apa bu?"
"Ada lumpia gak?" tanya Chacha.
Kiki mengangguk. "Ada bu, baru aja tadi selesai saya goreng." jawabnya.
"Mau ya Ki, bawain lumpianya tujuh.." kata Chacha.
"Siap bu, bentar saya siapin semua.." kata pemuda itu.
Chacha mengangguk. Gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak Hanan sembari menunggu pesanannya. Hanan tersenyum dan mengusap-usap punggung Chacha pelan, sesekali mengecup puncak kepala gadis itu sayang.
Beberapa karyawan tentu saja memperhatikan setiap gerak-gerik Hanan dan Chacha. Terutama para karyawati yang merasa iri melihat sikap Hanan pada Chacha.
'Ya ampun Pak Hanan so sweet banget.'
'Beruntung banget ya istrinya.'
'Sumpah beda banget dia kalo sama istrinya, keliatan lembut bucin gitu. Kalo pas lagi kerja serius banget, serem.'
'Masih gak nyangka gue, ternyata mereka udah lama nikah.'
'Tapi serius Pak Hanan berubah banget kalo lagi sama Chacha.'
'Sweet banget yakan? Duh kapan gue bisa kayak gitu?'
'Padahal kalo lagi serius udah mode macan Pak Hanan serem banget, tapi kalo sama istrinya udah kayak kucing. Ndusel-ndusel mulu kayaknya.'
'Definisi ketemu pawang yang tepat.'
'Istrinya juga cantik banget, kayak barbie.'
'Heem, pas pertama dikenalin jadi sekretaris gantiin Mbak Dilla gue udah salfok ke dia, cantik banget.'
'Gak heran Pak Hanan setia banget, istrinya spek barbie gitu.'
'Liat-liat, duh romantis banget dicium-cium pipinya. Gemes.'
'Aduh iri gue. Jadi pengen kan.'
'Istrinya lagi hamil aja badannya tetep bagus, lha gue belom juga nikah udah kek mak-mak anak lima.'
'Iya sih, badannya bagus banget.'
'Denger-denger sih istrinya itu dulu dancer.'
'What? Pantes aja body goals banget. Iri gue sumpah.'
'Sama, gue juga iri anjir.'
'Duh, pengen disuapin Pak Hanan juga.'
'Halah halu, beda jauh lo sama istrinya.'
'Iya anjir, gue juga sadar diri kok.'
Mereka terus membicarakan Hanan dan Chacha yang kini sedang asik memakan lumpia. Hanan menyuapi Chacha beberapa kali.
"Enak?" tanya Hanan.
Chacha mengangguk. "Enyaak.." jawabnya.
"Mau bungkus buat di rumah nanti?"
Chacha kembali mengangguk.
Hanan langsung menatap Kiki yang tengah menggoreng gorengan lain juga. "Ki, nanti bungkus 10 ya. Tapi nanti sore aja, saya ambil pas mau pulang."
Kiki menoleh dan mengangguk. "Baik pak.." sahutnya.
"Pak Hanan, Neng Chacha ini gado-gadonya. Kalo ada yang kurang nanti panggil saya aja, langsung saya tambahin." kata Bumah menaruh dua piring gado-gado di hadapan Hanan dan Chacha.
Mata Chacha langsung berbinar menatap piring gado-gado yang terlihat begitu menggoda di hadapannya itu.
"Makasih ya Bumah.." kata Hanan.
"Sama-sama pak, saya lanjut ke belakang lagi."
"Iya silahkan.."
Bumah pun kembali ke tempatnya untuk melayani karyawan yang membeli gado-gado lagi.
Sedangkan Chacha dengan begitu semangat mulai memakan gado-gadonya. Kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri saat gado-gado itu mulai dia kunyah.
Hanan yang melihatnya terkekeh pelan. Dia tau betul kalau Chacha sedang sangat menikmati gado-gadonya.
"Enak?" tanya Hanan mengusap bumbu kacang yang ada di sudut bibir gadis itu.
"Bangeet!" jawab Chacha.
Hanan menjilat jarinya yang tadi dia gunakan untuk mengusap bibir Chacha. Pemuda itu ikut memakan gado-gadonya.
"Bii.." panggil Chacha.
Hanan menoleh menatap Chacha. "Hem?"
"Aak, gamau putih telornya." kata Chacha menyuapkan putih telurnya pada Hanan.
Memang sejak hamil Chacha jadi agak tidak suka pada putih telur, dia lebih menyukai kuning telurnya.
Hanan pun membuka mulutnya dan memakan putih telur yang Chacha suapkan.
Pemuda itu mengambil kuning telurnya dan menaruhnya di piring Chacha. "Makan yang banyak tuh.."
Chacha tersenyum senang. "Makasih.."
Hanan mengusap kepala Chacha. "Sama-sama, abisin gado-gadonya.."
Chacha mengangguk. "Pasti.." jawabnya.
Hanan tersenyum senang melihat Chacha yang makan dengan lahap. Rasanya lucu sekali melihat pipi gadis itu yang menggembung saat tengah mengunyah makanan.
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
