
“OM SAKIIT! PERIH OM! PELAN-PELAN AJA! AAAH!” — Sasa.
“Gila kamu ya?! Saya bisa dikira lagi ngapa-ngapain kamu kalo kamu teriak gitu..” —Hansa.
9. Luka
.
.
"No, gue trauma sama adek lo." kata Hansa tiba-tiba.
Nino yang awalnya sedang memakan pasta langsung menatap Hansa. "Kenapa lagi dia? Bikin ulah apalagi?" tanya pria itu.
Hansa menunjukkan layar ponselnya. Ada 23 panggilan tak terjawab dan juga 189 pesan dari Sasa. Pesannya bukan hanya di chat saja, tapi juga di DM dan juga yang lain.
"Anjir, adeknya Nino bener-bener suka sama Hansa." kata Arga sambil menggelengkan kepalanya.
Egan mengambil ponsel Hansa dan membuka chat dari Sasa. "Ngakak banget anjir. Om ganteng lagi apa? Om ganteng makan ya, jangan sampe sakit kalo om sakit nanti gak ada yang nyakitin aku. Bwahahaha anjiiiir, lawak banget nih si Sasa."
Arga merebut ponsel Hansa dan melihat pesan Sasa. "Om udah tidur ya? Jangan lupa mimpiin aku ya om, soalnya aku pasti mimpiin om. Siapa tau nanti di mimpi kita saling ketemu. Hahahaha njir.."
Hansa berdecak dan mengambil ponselnya. "Gak usah ketawa lo berdua."
Egan memegangi perutnya yang terasa kram karena dia tertawa. Pria itu mengambil segelas jus stroberi di atas meja dan meminumnya. "Aduh, adeknya Nino bener-bener ya.."
Nino berdecak. Dia benar-benar tidak habis fikir dengan kelakuan Sasa. "Blok aja Han."
"Udah No, udah gue blok. Tapi dia pake nomer baru terus, bikin akun baru terus. Capek gue blokirin dia mulu." sahut Hansa.
"Emang si Sasa kalo udah ada maunya pasti gitu, dia gak bakal berenti sampe bener-bener bisa dapetin lo. Tapi tenang Han, gue bakal bilangin dia. Gue bakal ancem kalo hp sama laptopnya bakal gue sita. Dia biasanya nurut kalo udah diancem gitu." kata Nino.
Arjun menopang dagu. "Si Sasa udah beneran suka sama lo Han, ngeri gue liat dia sampek spam gitu."
"Tipikal ABG banget ya, ngechat sampe spam gitu." kata Arga mengambil kentang goreng di atas meja dan memakannya.
Egan menghela nafas. "Ya kan emang ABG, baru juga 18 taon dia. Yakan No?" tanyanya menoleh pada Nino.
Nino mengangguk. "Iya, dia bener-bener bikin pusing banget. Gue sama orangtua gue harus sedia aspirin di rumah biar gak pusing mulu gara-gara kelakuan dia." kata pria itu.
"Jangankan lo No, gue yang cuma ketemu dia di sekolah aja pusing. Dia kalo sam Abim, beeeh bener-bener menguras emosi banget.." sahut Arjun.
"Tapi cantik loh si Sasa, manis. Jago dance juga kan dia No?" tanya Egan.
Nino mengangguk. "Iya, belom lama ini dia menang lomba dance. Emang bakat dia, dari kecil udah sering lomba gitu. Ayah sama bunda gue juga dukung banget kok. Tapi ya itu, kelakuannya minus banget." kata pria itu sambil menghela nafas.
Hansa mendengus. "Si Ajo sama adeknya juga sama aja. Bisa-bisanya dia bilang gue ngajakin nonton Sasa lomba, padahal gue gak tau apa-apa. Si Sasa jadi mikirnya gue beneran dateng buat nonton dia anjir." kata pria itu.
Nino berdecak. "Sasa, Ajo, sama Bulan emang gitu. Mereka kalo udah ngumpul bertiga pasti bertingkah."
"Lha, si Ajo punya adek?" tanya Arga.
Hansa menoleh dan mengangguk. "Iya, namanya Bulan, masih kuliah jurusan Animasi di Jogja. Gue aja kaget pas dia bilang kalo dia punya adek. Gue kira dia anak tunggal. Gue juga kaget pas tau kalo dia ternyata masih sepupuan sama Nino."
"Hah?! Lha, lo sama Ajo sepupuan No?" tanya Egan kaget.
Nino yang meminus jus mangga mengangguk. Pria itu kembali menaruh gelasnya. "Iya, gue kan emang pernah cerita kalo punya sepupu namanya Andrea, nah itu si Ajo."
"Bentar deh, nama aslinya Ajo siapa sih?" tanya Arjun penasaran.
"Andrea Joseline Atmadja. Dipanggilnya Ajo." jawab Nino.
Semua terkejut mendengar ucapan Nino.
"Anjir, nama aslinya cewek banget. Modelan kek laki gitu namanya Andrea Joseline, gak cocok anjir.." kata Egan.
Nino menghela nafas. "Makanya dia lebih suka dipanggil Ajo. Dia juga gak pernah nyebutin nama aslinya, soalnya ya itu. Nama dia cewek banget." jelas Nino.
"Gila ya, sempit banget dunia. Nino sama Ajo sepupuan, si Sasa muridnya Arjun, si Abim adeknya Arjun temennya Sasa. Bener-bener dah, sempit dunia." kata Arga sambil menggelengkan kepala pelan.
"OM GANTEEEEENG!"
Hansa menoleh. Mata pria itu melebar melihat Sasa tersenyum lebar sambil melambaikan tangan ke arahnya. Aduh, kenapa harus muncul sih. Padahal dia ingin ketenangan, tapi Sasa malah muncul.
"OOOM KANGEEEEN!" kata Sasa yang langsung berlari menghampiri Hansa.
Hansa panik. "Anjir, ke sini lagi adek lo No. Urus tuh No." kata pria itu menatap Nino.
Nino mengangkat bahu. "Males, lo urus aja sendiri. Lagi gak mood gue ngurus dia. Udah capek di rumah dia bikin ulah mulu." sahut pria itu.
Hansa berdecak. Pria itu menoleh, melihat Sasa yang semakin dekat padanya.
"Udahlah Han, gak bisa kabur lo." kata Arga sambil tertawa.
Hansa berdecih, pria itu mau tidak mau tetap dia di tempatnya.
"OOOOM HAN! AKU KANGEEEEEN!" kata Sasa yang langsung duduk di samping Hansa dan memeluk lengan pria itu sambil tersenyum lebar.
Hansa berusaha melepaskan tangan Sasa yang sedang memeluknya. "Lepas ah."
Sasa menggeleng. "Gak mau. Aku kangen sama om." kata gadis itu.
Arga dan yang lain menahan tawa. Nino hanya menggelengkan kepala pelan melihat kelakuan adiknya itu.
"Kamu ngapain Sa di sini?" tanya Arjun.
Sasa menoleh pada Arjun. "Dih kepo."
Arjun melotot. Pria itu meremas tisu yang ada di atas meja. Sasa benar-benar membuatnya kesal. Gadis itu selalu memancing emosinya.
"Nih Sa.." kata Abim menaruh cilok di depan Sasa. Pemuda itu tadi sedang membeli cilok saat Sasa tiba-tiba berlari menghampiri Hansa.
Sasa menoleh dan mengangguk. "Makasih ya Bim.." ucapnya sambil tersenyum.
Abim yang memakan ciloknya mengangguk. "Yoi..." sahutnya.
Arjun menatap Abim. "Lo ngapain di sini?" tanyanya.
Abim menatap Arjun. "Baru nyari bahan buat nugas. Gue kan satu kelompok sama Sasa. Kita mau bikin karya dari kertas gitu ya Sa.." jawabnya sambil menoleh pada Sasa.
Sasa yang sedang memakan cilok mengangguk. "Betul." sahutnya.
"Weh, Hansa pinter tuh Sa, dia bisa tuh kek bikin-bikin patung atau bentuk-bentuk origami yang keren gitu. Jago dia, minta ajarin dia aja tuh." kata Arga mengompori.
Hansa langsung menoleh dan melotot pada Arga. Arga langsung mengalihkan wajahnya menghindari tatapan Hansa.
Sasa langsung menatap Hansa. "Bener om? Om pinter bikin gituan?"
Hansa melepas tangan Sasa yang memeluk lengannya. "Nggak, boong Arga." sahutnya.
"Nggak Sa, beneran. Dia pinter kok." kata Arga.
Sasa langsung tersenyum. "Oooom, om keren banget sih bisa semuanya. Emang gak salah aku suka sama om." kata gadis itu sambil memeluk kembali lengan Hansa.
Abim tertawa. "Yaudah Sa, ntar lo minta bantuan Bang Hansa aja buat bikin karyanya ya. Gue kan udah beli bahan-bahannya.." kata pemuda itu.
Sasa mengangguk. "Oke." dia kemudian menoleh pada Hansa. "Ntar ajarin aku ya om, aku pengen bikin bunga-bungaan gitu. Tadi udah beli vas soalnya." kata gadis itu.
Hansa berdecak. "Gak, saya gak bisa."
Sasa mengerucutkan bibir bawahnya. "Ihhh om kok gitu sih? Jahat!"
"Emang."
Egan menggelengkan kepala pelan. "Ya elah Han, ajarin lah. Kasian tuh si Sasa. Kan buat nugas." kata pria itu.
Hansa menatap Egan. "Ya lo aja yang ngajarin kalo gitu. Gue gak mau." kata pria itu.
Egan menghela nafas. "Kalo gue bisa udah gue ajarin, gue kan gak bisa bikin gituan." sahutnya.
"Ajarin lah bang, ini buat tugas kita bang. Gue gak mau dapet nilai jelek." kata Abim ikut membujuk Hansa.
Hansa menoleh pada Abim. "Ya itu kan tugas lo, kerjain sendiri lah. Enak banget minta gue yang ngerjain." kata pria itu.
Sasa menggembungkan pipinya kesal. "Ihhh om, kalo om gak mau bantuin aku, aku bakal cium om terus!" kata gadis itu sambil menatap Hansa.
Hansa melotot. Arga dan yang lain tentu langsung tertawa kencang.
"Hahaha, cium aja Sa cium. Baru lo cewek yang berani nyium dia. Lo cium terus dah si Hansa.." kata Arga sambil memegangi perutnya yang terasa kram karena dia terlalu kencang tertawa.
Hansa melempar sendoknya pada Arga. "Sembarangan banget lo kalo ngomong!" kata pria itu kesal.
Mata Sasa berbinar. "Bener? Jadi aku ciuman pertama om dong? Aaaaw jadi terharu, om juga ciuman pertama aku kok hehehehe.." kata gadis itu begitu senang.
Hansa berdecak. Pria itu memutuskan untuk masuk ke dalam cafe, meninggalkan semua orang yang ada di luar. Kepalanya pusing, dia benar-benar heran dengan Sasa dan juga teman-temannya.
"Ihhh om mau kemana?!" teriak Sasa sambil menatap Hansa.
Hansa tidak menyahut. Bahkan pria itu tidak menoleh sama sekali. Dia langsung masuk ke dalam cafe dan menuju ke ruangan yang ada di sana.
"Ihh kok malah pergi sih.." kata Sasa kesal. Gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Makan dulu lo Sa, kalo udah makan baru tuh susulin Hansa." kata Egan menunjuk pasta milik Hansa yang belum pria itu makan.
Sasa menatap piring berisi pasta itu. "Ihhh ini punya siapa? Masa aku di suruh makan sisaan sih om?" tanyanya.
"Punya Hansa itu." jawab Egan.
"Oh, kalo punya om ganteng gapapa deh. Aku makan hehe.." kata Sasa langsung mengambil sendok Nino dan menggunakannya.
"Sa, sendok abang itu." kata Nino menatap Sasa yang sudah memakan pasta.
"Pinjem." sahut Sasa dengan kepala yang bergoyang ke kanan dan kiri, menikmati rasa pasta yang ternyata sangat enak.
"Bim, mama tadi minta dianterin ke rumah Bude, lo yang nganterin ya.." kata Arjun menatap Abim.
Abim menggeleng. "Gak mau, kan lo yang disuruh. Lagian gue ada acara abis ini, mau futsal sama anak-anak." kata pemuda itu menolak.
"Yaelah Bim, gue males ah. Bude ngeselin banget, suka nanya-nanya gak penting." kata Arjun sambil berdecak.
Abim tetap menggeleng. "Pokoknya gue gak mau ya, lagian mana mau mama pake motor. Dia maunya naik mobil, udah anterin aja. Sampe sana langsung tinggalin." kata pemuda itu melempar plastik bekas ciloknya ke arah tempat sampah.
Arjun berdecak dan mengusap wajahnya kesal.
"Sa.." panggil Nino.
Sasa yang sedang memakan pasta mengangkat kepala menatap Nino. "Apa?"
"Jangan gangguin Hansa lagi ya? Jangan chat dia, jangan nelpon dia, jangan gangguin dia pokoknya. Ya?" kata Nino sambil menatap Sasa.
Sasa mengerucutkan bibirnya. "Apasih abang, aku kan udah bilang. Aku bakal deketin om ganteng, bakal aku pepet sampe dapet." kata gadis itu.
"Tapi Sa, dia keganggu loh. Abang gak enak sama dia. Please kamu ngertiin posisi abang.." kata pria itu sambil menghela nafas pelan.
Sasa menaruh sendoknya. Dia mengambil tas Abim yang ada di bawah meja. "Enakin aja bang." sahutnya.
Gadis itu langsung pergi meninggalkan Nino dan yang lain dan masuk ke dalam cafe untuk menyusul Hansa.
Nino berdecak kesal. Pria itu meremas kuat jari-jarinya.
"No, biarin ajalah kalo emang Sasa suka sama Hansa." kata Egan sambil menopang dagu.
Nino menoleh menatap Egan. "Biarin gimana? Yakali gue biarin Sasa gangguin Hansa terus, lo denger sendiri kan kalo Hansa bilang sampek trauma gara-gara kelakuan adek gue."
"Gak cuma Hansa, gue juga trauma sama kelakuan adek lo. Bener-bener bikin setres kelakuannya." sahut Arjun sambil memakan kentang goreng.
Abim yang mendengar ucapan Arjun mendengus.
"Hansa belum terbiasa aja, nanti juga lama-lama dia bakal biasa sama Sasa." kata Egan.
Nino memijat pelipisnya. "Tapi umur mereka beda jauh banget Gan, masa adek gue pacaran sama cowok yang hampir seumuran sama gue? 12 tahun Gan, jauh itu bedanya.." kata pria itu menatap Egan.
"Mama sama papa gue bedanya juga jauh No, ya gimana ya. Kalo kata mereka namanya jodoh gak ada yang tau. Kalo emang nantinya Sasa jodoh sama Hansa gimana?" sahut Arga mengambil jusnya yang ada di atas meja.
Abim mengangguk. "Nah iya bang, Sasa tuh sebelumnya gak pernah sesuka ini sama cowok. Di sekolah aja dia gak pernah mau kalo di deketin sama cowok-cowok. Baru ini dia suka sama cowok.." sahutnya.
Nino menatap Abim. "Cowok di sekolahan kalian gak ada yang bisa deketin Sasa apa? Masa iya Sasa harus sama Hansa?" tanya pria itu.
Abim menghela nafas dan menatap Nino. "Yang deketin Sasa banyak bang, yang pernah nembak dia juga banyak, yang sering ngajakin dia main juga banyak. Tapi semua ditolak sama Sasa, Sasa gak suka sama mereka. Sasa selalu ngomong dari dulu kalo dia itu maunya sama cowok yang lebih dewasa bang. Yang mungkin cuma Bang Hansa yang bisa bikin Sasa suka.." jawab pemuda itu.
Nino memejamkan mata sesaat, pria itu meraih minumannya.
"Lagian kenapa sih No? Lo beneran gak mau Sasa sama Hansa cuma karena umur mereka yang beda jauh?" tanya Arga.
Nino menoleh. "Gue lebih ke kasian sama Hansa kalo misalnya Sasa terus gitu. Gue tau banget Sasa tuh gimana. Jadi gue kasian ke Hansa kalo dia harus sama Sasa.." kata pria itu.
"Siapa tau kalo Sasa sama Bang Hansa dia berubah bang.." kata Abim.
Nino menghela nafas. "Gak tau lah, jujur aja gue udah capek ngadepin si Sasa. Udah bener-bener heran liat kelakuan dia kayak gitu."
.
.
"Oooom..." Sasa membuka pintu ruangan Hansa dengan perlahan.
Dia langsung berjalan pelan menghampiri Hansa yang sedang tiduran di atas sofa. Gadis itu tersenyum dan menaruh tas yang dia pegang ke atas meja, setelahnya dia langsung duduk di lantai sambil memandangi Hansa yang sudah memejamkan mata. Sepertinya pria itu tertidur.
"Hehehe om ganteng banget sih.." ucapnya sambil memandangi wajah Hansa.
Hansa benar-benar tampan. Dia adalah definisi dari sosok yang selama ini Sasa impikan. Dewasa dan tampan. Ya, itulah yang selalu Sasa impikan selama ini. Sosok pria yang selalu menjadi impiannya.
Senyuman Sasa mengurva. Gadis itu dengan begitu hati-hati menyentuh wajah Hansa. Menyusuri rahang tegas pria itu. Sasa meneguk ludahnya melihat bibir Hansa. Dia ingin menciumnya lagi.
Sasa menarik tangannya. Gadis itu memejamkan mata dan mengatur nafasnya. "Ya ampun ganteng banget sih, kan gue jadi gak tahan." ucapnya kesal.
Gadis itu kembali menatap Hansa. Sasa menggigit bibir bawahnya.
"Om kayaknya harus aku cium deh biar bangun, iya bener. Harus aku cium." kata Sasa yakin.
Gadis itu langsung mendekatkan wajahnya dan memajukan bibirnya hendak mencium Hansa lagi.
Hansa yang merasakan hembusan nafas seseorang di atas wajahnya langsung membuka mata. Pria itu melotot kaget melihat Sasa yang sudah mendekatkan wajah pada dirinya.
"HEH MAU NGAPAIN KAMU!" teriaknya dan langsung mendorong wajah Sasa menjauh hingga gadis itu jatuh terdorong ke belakang.
"Awww!" Sasa meringis pelan merasakan rasa perih di lengannya. Gadis itu jatuh terdorong dengan lengan yang mengenai pinggiran meja kaca di di belakangnya.
Hansa langsung duduk. Dia menatap Sasa yang terlihat kesakitan. "Ngapain kamu kayak gitu?" tanyanya.
Sasa mengangkat kepala dan menatap Hansa. Mata gadis itu sudah basah oleh air mata. Hansa yang melihatnya tentu saja kaget.
"Kamu ngapain nangis?" tanya pria itu heran.
"Hiks..hiks..sakit om.." sahut Sasa sambil menunjukkan tangannya yang terluka.
Hansa sedikit kaget melihat luka Sasa. Pria itu langsung turun ke bawah dan menarik tangan Sasa. "Kok bisa luka?"
"Gara-gara om hwaaa..."
"HEH! Jangan nangis!" kata Hansa membungkam mulut Sasa menggunakan tangannya.
Sasa melotot, air mata gadis itu semakin mengalir membasahi pipi. Bahkan tangan Hansa jadi ikut basah.
"Jangan nangis, udah. Saya obatin luka kamu." kata Hansa menatap Sasa.
Sasa sudah sesenggukkan, gadis itu mengangguk. Hansa pun melepas bungkamannya.
"Makanya kamu jangan asal mau nyosor, saya kan jadi kaget." kata Hansa berdiri ke arah lemari yang ada di sudut ruangan itu.
Sasa mengusap hidungnya yang sudah meler. Gadis itu melirik luka di tangannya, berdarah. Sepertinya lumayan dalam.
Hansa duduk di atas sofa. "Duduk di atas, cepetan." kata pria itu menatap Sasa.
Sasa mengangguk dan duduk di depan Hansa. Gadis itu memegangi tangannya.
"Salah kamu sendiri kan jadi kayak gini, kalo kamu gak ngagetin, saya gak akan dorong kamu." kata Hansa melihat luka di tangan Sasa.
Sasa hanya diam, gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Sini tangan kamu." kata Hansa yang sudah memegang kapas untuk membersihkan luka Sasa.
Sasa menggeleng. "Gak mau, perih." sahut gadis itu.
Hansa berdecak. "Nanti om beliin permen."
"Gak mau."
"Om beliin balon deh. Yang princess." kata Hansa terus membujuk.
Sasa menggeleng. "Om kira aku bocah!" sahutnya tak terima. Dikira dia ini bocah yang langsung luluh hanya karena akan dibelikan balon apa? Enak saja.
"Ya kan emang kamu masih bocah." sahut Hansa sambil menghela nafas.
Sasa menatap Hansa tak terima. "Aku bukan bocah! Aku udah gede!"
"Iya-iya, yang udah gede. Sini tangannya, coba liat."
"Gak mau! Perih!" kata Sasa yang tetap kekeuh.
Hansa berdecak. "Kalo udah gede tuh harusnya gak takut perih, sini tangannya."
"Ya emang kalo udah gede gak boleh ngerasa perih?! Kan boleh! Pokoknya gak mau, perih." kata Sasa yang tetap tidak mau.
Hansa mengusap wajahnya frustasi, pria itu menaruh kapas yang dia pegang. "Oke, kalo kamu gak mau diobatin ya udah." kata pria itu sambil berdiri.
Sasa melebarkan mata, gadis itu langsung mendongak menatap Hansa. "Ihhh kok om gitu sih?!"
Hansa menyilangkan tangan di depan dada. "Gitu gimana? Kamu mau di obatin gak mau kan? Yaudah saya tinggal kalo gitu." kata pria itu.
Sasa menggembungkan pipinya. "Ihh harusnya om tuh bujuk aku lagi! Om gimana sih! Ihhh gak asik!"
Hansa menaikkan sebelah alisnya. "Bujuk kamu? Kalo kamu aja gak mau, ngapain saya repot-repot bujuk kamu. Kalo gak mau ya udah, saya tinggal." kata pria itu sambil menatap Sasa.
Sasa berdecak kesal. Padahal dia kan mau Hansa membujuknya sampai mengatakan 'Kamu maunya apa sih?' dan pasti langsung akan dia jawab 'Aku mau jadi pacar om!'
Harusnya begitu, tapi karena Hansa yang malah ingin pergi dia jadi kesal sendiri. Emang nyebelin banget.
"Ooom!"
"Apa?! Saya mau pergi, masih banyak urusan penting yang harus saya selesaiin dari pada harus di sini repot-repot ngebujuk kamu. Males." kata pria itu dan berbalik hendak meninggalkan Sasa.
Sasa melotot, dia langsung menarik tangan Hansa sekuat tenaga hingga pria itu terjatuh kembali ke atas sofa.
"Yaudah obatin." kata Sasa mengulurkan tangannya ke arah Hansa.
Hansa menaikkan sebelah alisnya. "Tadi gak mau, perih katanya."
"Sekarang mau, obatin om." kata Sasa dengan pipi menggembung lucu.
Hansa berdecih. Pria itu mengambil kapas yang sudah dia tetesi antiseptik dan langsung membersihkan luka Sasa.
"ADUUH PERIH OM! OM JANGAN OM!"
"OM SAKIIT! PERIH OM! PELAN-PELAN AJA! AAAH!"
"HEH!" Hansa langsung menutup mulut Sasa menggunakan tangannya. Bisa-bisanya gadis di depannya ini berteriak.
"Gila kamu ya?! Saya bisa dikira lagi ngapa-ngapain kamu kalo kamu teriak gitu.." kata pria itu melepaskan bekapannya pada mulut Sasa.
Sasa mendengus. "Sakit om, perih tangan aku."
"Ya tapi gak usah teriak gitu, mana kamu ambigu banget teriaknya. Bisa disamperin orang-orang di luar kita."
"Gapapa, biar langsung dinikahin." sahut Sasa dengan santainya.
Hansa menoyor kepala Sasa. "Emang gak beres otak kamu." kata pria itu.
"Ihhh om ngeselin!" kata Sasa.
Hansa menarik tangan Sasa lagi dan meneteskan betadine di sana.
"AAAH SAKIT OM! PERIH!"
"OM PELAN-PELAN! OM SAKIIT! OM HANSAAAAA!"
"ADUUH OM! AAAH! OM JANGAN OOOOOM!"
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
