
“KALIAN SEMUA GAK BISA NGERTIIN AKU!” — Sasa.
“Kamu tuh kemana sih Sa?” — Nino.
15. Ngamuk
.
.
Hansa dan Sasa kini duduk bersebelahan dengan semua anggota keluarga Sasa yang juga duduk di hadapan mereka.
"Han, maksud lo gimana?" tanya Nino sambil menatap Hansa.
Hansa menatap Nino. "Gue bakal nikahin Sasa." jawab pria itu.
Ayah dan Bunda saling berpandangan, mereka berdua menatap Sasa yang sedang menggenggam tangan Hansa.
Nino memijat pangkal hidungnya. Pria itu menatap Hansa. "Lo diapain sama Sasa? Bilang ke gue Han, biar gue hukum nih anak. Lo jangan takut Han, jangan dengerin apa yang dia mau." kata pria itu.
Bunda mengangguk dan menatap Hansa. "Iya Han, kamu jangan dengerin Sasa. Dia itu emang suka semaunya sendiri. Biar nanti tante yang ngasih pelajaran dia." kata wanita itu.
Entah apa yang sudah Sasa lakukan sampai Hansa jadi seperti ini. Anak bungsunya itu benar-benar sangat nakal. Dia tidak habis fikir, kenapa putrinya ini sangat ingin menikah dengan seorang pria yang usianya jauh berbeda.
"Bunda sama abang kenapa sih? Om Han tuh mau nikahin aku, kenapa kalian malah gitu sih?" kata Sasa menatap Nino dan Bunda bergantian.
Nino langsung menoleh pada Sasa. "Nikah-nikah?! Kamu apain Hansa? Kamu ancem dia? Kamu tuh kenapa sih Sa? Otak kamu kemana? Kamu pikir apa yang kamu lakuin ini bener? Udah gila kamu Sa!" kata pria itu dengan emosi yang sudah memuncak.
Naya langsung menghampiri Nino dan memegang lengan suaminya itu. "Mas tenang.."
"Gimana mas mau tenang?!" kata Nino.
Pria itu kembali menatap Sasa. "Kamu udah gede ya Sa, gak semua yang kamu mau harus kamu dapetin. Abang gak bisa biarin kamu kayak gini. Udah cukup kelakuan kamu selama ini bikin abang, bunda, sama ayah pusing." kata Nino.
Sasa menunduk takut. Gadis itu meremas kuat tangan Hansa yang ada di genggamannya.
Nino mengusap wajahnya kasar. Nafas pria itu memburu karena emosinya yang sudah memuncak. Setelah menarik nafas dalam dan menghembuskannya Nino kembali menatap Sasa.
"Udah cukup ya Sa, abang capek sama kelakuan kamu yang makin ke sini makin jadi. Kamu gak kasihan sama ayah sama bunda? Tiap kamu bertingkah ayah sama bunda pusing Sa, kita harus minum aspirin biar gak makin pusing." kata Nino.
Bunda mengangguk. Wanita itu menatap Sasa. "Abang kamu bener Sa, bunda sama ayah capek liat kamu tiap hari bertingkah terus. Bunda udah sabar selama ini, tapi buat sekarang udah gak bisa lagi. Sekarang bukan cuma bunda, ayah sama abang kamu, tapi orang lain udah kamu bawa-bawa. Dan bunda gak mau kyak gitu. Bunda gak mau kamu berbuat seenaknya ke Hansa.." kata wanita itu.
Hansa menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Dia mendengar semua perkataan Nino dan juga Bundanya Sasa. Sebenarnya dia bisa saja mengatakan yang sejujurnya pada mereka tapi sekali lagi, dia takut kalau video itu benar-benar Sasa sebarkan di media sosial.
Ayah yang sedari tadi diam akhirnya menoleh pada Sasa. "Sasa, kamu udah 18 tahun. Udah bukan anak-anak lagi, ayah pernah bilang kan kalo semakin dewasa umur kamu semakin kamu harus sadar kalo kamu gak bisa dapetin semua yang kamu mau. Ada hal yang bisa kamu dapetin tapi ada juga yang gak bisa kamu dapetin." kata pria itu sambil menatap Sasa.
Sasa menunduk, tidak berani menatap sang Ayah. Gadis itu hanya diam mendengar semua perkataan Ayah Nares.
"Pernikahan buat hal yang bisa asal dilakuin, pernikahan itu kesepakatan dua orang. Kamu gak bisa maksa Hansa buat nikahin kamu. Kamu masih kecil Sa, pikiran kamu soal pernikahan masih dangkal. Kamu gak tau apa itu pernikahan yang sebenarnya. Ayah gak mau putri kesayangan ayah jadi egois gini..." kata Ayah.
Bunda mengusap-usap lengan Ayah. Wanita itu tau pasti Ayah sedang memendam kemarahan. Ayah bukan tipe orang yang akan meluapkan emosinya. Pria itu lebih cenderung menyimpan emosinya sendiri.
"Denger kan kata ayah apa? Kamu gak boleh egois, apalagi maksain kemauan kamu ke orang lain. Kalo itu masih ke keluarga kita gak masalah. Tapi ini ke orang lain, dan yang kamu paksain itu hal yang gak main-main. Sekarang biarin Hansa pulang." kata Nino sambil menatap Sasa.
Sasa menggeleng. Gadis itu menoleh pada Hansa. Seolah memberi tanda Sasa menunjuk ponselnya yang ada di atas meja.
Hansa berdecak, biar bagaimanapun juga akan susah untuk bisa lepas dari Sasa dan cara liciknya. Dia benar-benar tidak mau di cap sebagai om-om cabul yang suka melecehkan anak SMA.
Sebenarnya bisa saja dia menyewa hacker atau apapun itu untuk menghapus video yang ada di ponsel Sasa. Tapi masalahnya adalah video itu sudah dikirim juga ke teman-temannya yang tidak dia kenal semua. Akan susah mengetahui dimana saja mereka sudah menyimpan videonya.
"Aku tetep mau nikah sama Om Han." kata Sasa.
"Sasa!"
"Gapapa No, kalo emang Sasa maunya gitu gue bakal nikahin dia." kata Hansa sambil menatap Nino.
Nino melebarkan mata. "Han, lo gak usah kayak gini. Jangan kebawa sama Sasa. Gue tau banget lo kayak gimana. Sasa gak pantes nikah sama lo. Dia emang perlu dikerasin dikit." kata pria itu.
Hansa menggeleng. "Gak No, gapapa. Gue bakal nikahin Sasa."
"Hansa, umur kalian beda jauh. Sasa gak akan bisa jadi istri yang baik buat kamu. Dia aja gak bisa masak. Dia masih anak kecil." kata Bunda.
Sasa langsung menatap Bundanya itu. "Aku bakal belajar bun. Demi Om Han aku bakal belajar jadi istri yang baik."
"Bunda gak mau Sa, kamu tuh masih anak kecil. Belum waktunya nikah."
"Aku udah gede. Udah 18 tahun bun! Aku bukan anak kecil! Aku udah bisa nentuin apa yang aku mau. Dan aku mau nikah sama Om Han!" kata Sasa kekeuh.
"Kamu masih anak kecil! Kamu masih sekolah!"
"Aku udah gede!"
"Kamu gak boleh nikah!"
"Aku mau nikah pokoknya!"
"UDAH!"
Bunda dan Sasa langsung diam. Mereka sama-sama menatap Ayah yang baru saja berteriak. Pria itu mengusap wajahnya kasar. Kepalanya terasa berdenyut mendengar perdebatan antara Bunda dan juga Sasa.
Kepala Ayah terangkat dan menatap Sasa. "Kenapa? Kenapa kamu maksa banget mau nikah sama Hansa? Apa yang udah terjadi?" tanya pria itu.
Sasa menggeleng. "Gak ada. Aku emang mau nikah sama Om Han." jawab gadis itu.
Ayah memijat pangkal hidungnya. Pria itu mengalihkan pandangannya pada Hansa. "Kamu bener mau nikahin Sasa?" tanyanya.
Hansa terdiam, tapi remasan Sasa di tangannya membuat pria itu mengangguk. "Iya om.." jawabnya.
"Kenapa? Kenapa tiba-tiba kamu mau nikahin Sasa? Kalian baru kenal beberapa bulan, kamu juga gak suka sama Sasa. Kenapa sekarang tiba-tiba kamu mau nikahin dia? Pasti dia udah lakuin sesuatu kan biar kamu nikahin dia?" tanya Ayah Nares menebak.
Pria itu tau, Hansa tidak menyukai Sasa karena sikap pecicilan dan tengil putrinya itu. Pasti Sasa sudah melakukan sesuatu sampai Hansa tiba-tiba mau menikahinya.
"Bilang ke om, apa yang udah Sasa lakuin ke kamu." kata Ayah Nares.
Sasa langsung menatap Ayahnya itu. "Aku gak lakuin apa-apa---..."
"Ayah nanya ke Hansa bukan kamu." potong Ayah Nares sambil menatap Sasa tajam.
Sasa langsung menunduk takut.
Ayah Nares kembali menatap Hansa. "Jawab Han, apa yang udah Sasa lakuin ke kamu?" tanya pria itu.
Hansa terdiam, pria itu bingung harus menjawab apa. Kalau jujur pasti Sasa akan melakukan sesuatu yang lebih lagi. Tapi kalau tidak jujur dia bingung harus mengatakan apa.
"Jawab aja Han, apa yang udah Sasa lakuin ke lo." kata Nino.
Hansa memejamkan mata sesaat. "Sasa punya video."
Ayah, Bunda, Nino dan Naya mengerutkan kening. "Video?" gumam mereka.
Sasa menoleh pada Hansa. Gadis itu menatapnya kesal.
"Video apa?" tanya Nino.
Sasa mendengus. Gadis itu kemudian menoleh pada Nino. "Video waktu Om Han megang dada aku. Kalo Abang sama semuanya gak ngizinin aku nikah sama Om Han, aku bakal sebarin video itu biar sekalian aja semua tau. Biar viral." jawabnya.
Mata Nino melebar kaget. Gigi pria itu bergemeletuk menahan amarah. "SASA!"
"APA? ABANG MAU APA?! KALO KALIAN GAK NGIZININ AKU NIKAH SAMA OM HAN AKU BAKAL SEBARIN VIDEO ITU KE MEDIA SOSIAL!"
Plak!
"Sasa!" Bunda menampar pipi Sasa. Wanita itu sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kelakuan Sasa benar-benar membuatnya emosi.
Sasa memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Bunda. Gadis itu menatap sang Bunda yang masih diam mematung setelah menamparnya.
Sasa mengambil ponselnya dan langsung berdiri. Dengan emosi Sasa mengambil vase bunga yang ada di meja dan melemparnya ke arah tv hingga layar tv itu pecah.
"ARGHHHHH!" Sasa berteriak setelah meluapkan emosinya itu.
Naya dan Bunda tentu saja kaget karena itu. Mereka berdua tidak mengira kalau Sasa akan melakukan hal itu.
Setelahnya Sasa berlari menuju ke arah tangga dan naik ke kamarnya. Tak lama kemudian Sasa turun membawa tas ransel. Sambil berjalan Sasa menendang semua guci dan vas yang ada di ruang tamu. Dia juga membanting beberapa piring hiasan yang ada di tembok.
"SASA! UDAH GILA KAMU!" teriak Nino sambil menghampiri Sasa.
Sasa tidak peduli, gadis itu mengambil stick golf yang ada di dekat lemari dan memukul lemari besar yang ada di sana hingga kacanya pecah.
"KALIAN SEMUA GAK BISA NGERTIIN AKU!" teriaknya sambil terus memukul semua benda yang ada di hadapannya menggunakan stick golf itu.
"SASA STOP!" teriak Nino.
Sasa menatap Nino sengit. Gadis itu menuju ke arah aquarium besar berisi beberapa ikan hias milik Nino.
"ABANG NGESELIN! ABANG GAK NGERTI PERASAAN AKU! ARRRRGHHH!" dengan sekuat tenaga Sasa mengayunkan stick golf yang dia pegang ke arah aquarium itu hingga pecah.
Semua ikan yang ada di dalamnya langsung terjatuh dan menggelepar di lantai. Nino yang melihatnya tentu saja sangat syok.
Setelah puas menghancurkan barang-barang yang ada di dalam rumah gadis itu berlari keluar dan memecahkan kaca jendela di depan. Setelahnya dia menendang semua pot bunga milik Bunda yang ada di depan hingga pecah. Gadis itu benar-benar menggila.
Nino mengejar Sasa namun pria itu langsung berhenti saat melihat keadaan teras yang sudah sangat kacau. Semua pot bunga berserakan di lantai.
"Sasa! Udah gila kamu!" teriaknya.
Di dalam rumah semuanya masih syok, mereka benar-benar tidak menyangka kalau Sasa bisa melakukan hal seperti ini. Keadaan di dalam benar-benar kacau, hampir semua barang pecah dan berserakan di lantai.
Bahkan Hansa pun tidak berfikir kalau Sasa bisa melakukan hal semacam ini.
Naya yang sedang memasukkan ikan-ikan hias milik Nino ke dalam baskom memejamkan mata sesaat. Dia masih kaget karena Sasa yang emosinya meledak seperti tadi.
Ayah juga masih diam, pria itu seolah tidak percaya putri kesayangannya bisa melakukan hal seperti ini. Namun pria itu juga tidak bisa menampik kalau emosi Sasa yang meledak-ledak seperti ini pasti menurun darinya.
Sewaktu muda dia juga seperti ini, jika emosinya sudah menuncak maka dia tidak akan ragu untuk menghancurkan semua barang yang di lihatnya. Tapi Ayah masih syok kerena sifat tempramennya itu menurun pada Sasa. Selama ini Sasa tidak pernah menunjukkan emosi yang berlebih seperti tadi. Apa mungkin tadi adalah puncaknya? Gadis itu sudah benar-benar emosi hingga tidak bisa lagi menahan semua amarahnya.
"Ya Allah, bisa-bisanya Sasa kayak gini.." kata Bunda yang membawa tempat sampah sambil memunguti pecahan-pecahan guci dan juga gelas yang ada di lantai.
Nino juga sudah masuk ke dalam, pria itu menggepalkan tangannya melihat beberapa ikan hiasnya yang sudah mati di lantai. "Udah setres tuh anak.."
Naya nenarik nafas pelan dan menghembuskannya. Wanita itu masih memasukkan beberapa ikan hias Nino yang hidup ke dalam baksom. Berusaha menyelamatkan ikan-ikan itu agar tidak mati juga.
"Ya Allah, ini ada apa Buk? Kenapa jadi begini semua? Di depan pot juga pada hancur? Ada apa ini?" tanya Bi Yuni yang sedang menggendong Nila. Wanita itu tadi mengajak Nila keluar karena Naya yang menyuruhnya.
Dia sangat kaget melihat keadaan rumah yang begitu berantakan. Apalagi di depan jendela dan juga pot bunga pecah.
Bunda menoleh. "Nila duduk aja di sofa?"
Nila yang takut mengangguk. Bi Yuni pun mengantarkan Nila untuk duduk di sofa, di samping Ayah. Setelahnya wanita itu ikut membersihkan semua pecahan-pecahan kaca yang ada di bawah.
"Kakek kenapa?" tanya Nila mendekati Ayah Nares.
Ayah menoleh dan menggeleng. Pria itu langsung menarik Nila ke dalam pelukannya. "Gapapa kok.." jawabnya.
Hansa kemudian berdiri, pria itu melihat keadaan tv yang sudah rusak parah. "Nanti semuanya biar saya aja yang ganti, Sasa ngamuk gini juga karena saya.." kata pria itu.
Nino yang sedang mengambil ikan bersama Naya menoleh. "Apasih, gak usah Han. Lo gak salah. Emang Sasa aja yang udah gak bisa di kontrol. Lo gak usah repot-repot." kata pria itu.
Hansa menggeleng. "Enggak, tetep aja dia kayak gitu karena gue. Biar gue ganti semua." kata pria itu.
Nino berdecak. "Dibilang gak usah, gue minta tolong aja ke lo. Tolong cari Sasa ke rumah temen-temennya. Gue nanti kirim alamatnya ke lo, gue minta tolong banget supaya lo bisa bawa dia balik lagi ke sini. Gue yakin dia pasti ke rumah salah satu temennya.." kata pria itu sambil menatap Hansa.
Hansa mengangguk. "Yaudah kalo gitu, gue cari dia dulu. Permisi om, tante.."
"Iya, tolong ya Han. Bawa Sasa pulang.." kata Ayah.
Hansa menoleh dan mengangguk. Pria itu langsung berjalan keluar untuk segera mencari Sasa. Di depan dia sangat kaget melihat keadaan yang tak kalah kacau. Banyak pot bunga yang pecah.
"Emang udah gila si Sasa.." gumamnya.
.
.
"Aku kan udah sering bilang, Sasa itu gak bisa dikasarin. Kalo kita kasar ke dia, dia bakal makin nekat. Kita kalo ngomong ke dia harus sabar.." kata Naya.
Bunda yang ada di depan Naya memijat keningnya. Agak menyesal juga karena tadi dia menampar Sasa hingga membuat gadis itu mengamuk.
"Bunda gak nyangka dia bakal senekat itu Nay, rumah sampe diancurin gini sama dia." kata Bunda.
Ayah memejamkan mata sesaat. Pria itu menarik nafas pelan dan menghembuskannya. "Semua salah ayah, ayah yang nuruin gen itu ke Sasa. Ayah dulu juga kayak Sasa. Kalo udah gak bisa nahan emosi bakal hancurin barang-barang.." kata pria itu.
"Sasa udah bener-bener keterlaluan, dia sampe hancurin semuanya." kata Nino. Masih kesal karena beberapa ikannya mati akibat ulah Sasa.
Naya berdecak dan menoleh pada Nino. "Mas, kalo mas nanti emosi lagi waktu Sasa pulang yang ada di bakal ngamuk lagi. Mas tuh kalo ngadepin Sasa harus tenang." kata wanita itu berusaha membuat Nino mengerti.
Sasa ini tipe orang yang kalau di kasarin maka dia akan semakin terbakar dan semakin kasar. Jadi jika berbicara dengan Sasa harus pelan, harus mengerti dulu keadaan gadis itu. Ya setidaknya selama ini itulah yang Naya rasakan. Itulah kenapa selama ini jika Sasa sedang emosi maka Naya sebisa mungkin akan tenang jika berbicara dengannya.
Kalaupun ingin menasehati maka harus dengan kata-kata yang pelan dan tidak menyentak. Harus sabar.
Nino menoleh pada Naya. "Gimana mas bisa tahan emosi kalo kelakuan Sasa kayak gini? Rumah dia hancurin, aqurium mas di hancurin gini sampe ikannya banyak yang mati.." kata pria itu.
Naya mendekat dan mengusap lengan Nino. "Kalo mas emosi gini, masalahnya gak akan selesai. Yang ada pas pulang nanti Sasa bakal lebih ngamuk lagi. Dia mungkin gak cuma hancurin rumah, mobil sama yang lain bakal dia hancurin juga mas.." kata wanita itu terus memberi pengertian pada Nino.
Ayah menyandarkan punggungnya pada sofa. "Terus gimana, ayah takut Sasa bakal ngamuk lagi.." kata pria itu.
"Apa kita turutin aja maunya Sasa? Biarin dia nikah sama Hansa?" tanya Bunda.
Nino langsung melotot. "Bunda! Bunda yang bener aja lah!" kata pria itu.
Bunda berdecak dan menatap Nino. "No, kamu liat kan dia bisa kayak gini. Rumah aja dia hancurin. Bunda takut dia makin nekat nanti, bisa aja dia bakar rumah kalo udah nekat banget. Kamu mau rumah bunda dibakar sama dia?" tanya wanita itu sambil menatap sang putra.
Ayah menoleh pada Bunda. "Ayah juga mikir gitu bun, ayah takut Sasa makin nekat nanti."
"Ya tapi gak harus kita turutin kemauannya lah. Nikah loh. Nikah itu perkara serius. Kita gak bisa asal izinin dia nikah gitu aja, apalagi ini sama Hansa yang umurnya beda jauh sama dia, yang jelas-jelas gak suka sama Sasa." kata Nino.
Dia semakin heran, kenapa Ayah dan Bundanya malah berfikir untuk mengizinkan Sasa menikah dengan Hansa disaat jelas-jelas mereka tau kalau hanya Sasa yang menyukai Hansa tidak dengan sebaliknya.
Bunda menatap Nino, wanita itu juga tidak sepenuhnya setuju tapi melihat kenekatan Sasa hari ini rasanya mengizinkan Sasa menikah dengan Hansa adalah jalan terbaik agar anak gadisnya itu tidak semakin menggila.
"No, bunda cuma gak mau dia makin ngamuk-ngamuk. Lagian Hansa juga setuju kan? Dia bilang dia mau kan nikah sama Sasa.." kata wanita itu.
"Ya karena diancem bun. Hansa diancem sama Sasa makanya dia mau." sahut Nino cepat. Pria itu mengusap wajahnya frustasi.
Ayah mengatur nafasnya. Pria itu menatap Nino. "Terus gimana No?"
Nino terdiam, dia juga tidak tau. Sasa benar-benar liar. Dia sampai tidak tahu harus melakukan apa. Kelakuan adiknya itu kadang di luar nalar.
"Aku gatau yah. Padahal kita juga gak manjain Sasa dari dulu, kita gak selalu nurutin apa yang dia mau. Kita gak selalu ngasih apa yang dia mau. Tapi aku bingung kenapa dia bisa kayak gini. Aku heran kenapa dia bisa senekat ini cuma karena pengen nikah sama Hansa yang baru pertama kali dia temuin." kata Nino sambil menyandarkan kepalanya ke sofa.
Naya menghela nafas. "Sasa pernah bilang kalo pas pertama ketemu sama Hansa tuh dia ngerasa kayak Hansa tuh emang yang dia cari. Dia ngerasa kalau badannya tau kalo yang selama ini dia tunggu tuh Hansa. Dia pernah ngomong gitu ke aku.." kata wanita itu.
Nino memijat pelipisnya yang berdenyut. "Dari sekian banyak manusia, kenapa harus Hansa sih? Kenapa harus orang yang umurnya gak beda jauh sama aku?" kata pria itu.
Naya menoleh menatap Nino. "Sasa bahkan bilang, dia gak peduli kalaupun umur Hansa udah 50 tahun. Asalkan itu Hansa dia gak masalah, yang pasti dia cuma mau Hansa." kata wanita itu mengingat percakapannya dengan Sasa.
Ayah dan Bunda saling berpandangan. "Terus gimana? Dia sampe sekarang juga belum pulang gini.."
"Assalamualaikum..."
Semua langsung menoleh pada Hansa yang baru saja datang. "Waalaikumsalam..."
"Duduk dulu Han.." kata Nino.
Hansa mengangguk dan duduk di sofa single yang ada di sana. Pria itu menghela nafas menatap Nino.
"Gue udah datengin semua alamat temen Sasa yang lo kirim, tapi mereka bilang gatau Sasa kemana. Mereka juga coba ngechat sama nelpon Sasa tapi nomer Sasa gak aktif..." kata pria itu.
Bunda langsung menutup mulutnya khawatir. Dia menoleh pada Ayah. "Yah, Sasa kemana yah? Ya Allah Sa.."
"Serius Han? Mereka itu temen-temen deket Sasa. Gue yakin cuma ke mereka aja Sasa bisa kabur." kata Nino.
Hansa mengangguk. "Iya No, Abim sama Rehan aja tadi juga bantuin gue nyari ke beberapa rumah temennya yang lain tapi gak ada. Sasa gak ada sama mereka." jawabnya.
Nino berdecak. Pria itu memijat pangkal hidungnya. "Kamu tuh kemana sih Sa.."
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
