Mas Yang Itu (35. Dianter)

3
0
Deskripsi

“Ini kan emang baju haram Mas, halal diliat buat Mas doang ini. Aku beli pas kita ke mall waktu itu..” — Sya.

“Kamu kenapa desah gini sih, ah mas jadi gak konsen beneran..” — Arbi.

35. Dianter

 

.

 

.

"Mau masak apa Sya?" tanya Arbi menghampiri Sya yang sudah ada di dapur. Pemuda itu meletakkan beberapa terong dan juga tomat yang baru saja dia petik dari halaman belakang.

Sya menoleh, gadis menatap Arbi. "Nah ini kebetulan Mas bawa terong, aku bikin terong balado aja deh. Sama kemaren kan masih ada lele yang belom di goreng. Mau nggak Mas? Lele goreng sama terong balado?"

Arbi mengangguk. Pemuda itu langsung membawa terong ke arah wastafel dan mencucinya. "Mau, enak kayaknya terong balado." jawabnya.

"Yaudah aku siapin bumbu buat terong baladonya dulu.." kata Sya mulai menyiapkan bumbu untuk membuat terong balado.

Arbi membawa terong yang sudah dia cuci ke tempat Sya dan langsung memeluk gadis itu dari belakang.

Sya melirik Arbi melalui sudut matanya. "Mas gak siap-siap ke percetakan?" tanya gadis itu.

Arbi menggeleng. "Enggak ah, nanti aja. Kamu nanti berangkat kerja jam berapa biar mas anter sekalian." kata pemuda itu sambil menyandarkan dagunya di bahu Sya.

"Selesai masak aku berangkat nanti, aku bawa motor sendiri aja Mas. Gapapa kok, Alex juga nanti kan ngikutin dari belakang pas aku naik motor." kata Sya sambil memotong terong.

Arbi menggeleng. Pemuda itu menarik kursi dan malah duduk di belakang Sya sambil menyandarkan kepalanya di pinggang gadis itu.

"Enggak, mas anterin pokoknya. Kamu tuh tanggung jawab mas, Sya. Lagian mas juga gak ada masalah kok nganterin kamu, mas bukan orang yang kerja kantoran yang harus diem di kantor, mas bebas mau kemana aja asal tanggung jawab mas di percetakan udah selesai.." kata Arbi.

Sya menghela nafas dan mengangguk. Gadis itu hanya bisa menurut saja apa kata Arbi, lagi pula semua itu kan bentuk kepedulian Arbi padanya jadi dia tidak mungkin menolaknya lagi.

"Kamu nanti pulangnya jam berapa?" tanya Arbi sambil menepuk-nepuk bokong Sya gemas.

Sya terus melakukan kegiatannya tanpa merasa terganggu dengan kelakuan Arbi. "Paling jam 2 aku udah pulang, gak lama lah Mas.." jawab gadis itu mulai merendam terong yang sudah dia potong ke dalam air garam.

"Mas jemput, kabarin nanti kalo kamu udah pulang.." kata Arbi.

Sya mengangguk. "Iya. Mas tolong goreng lelenya dong, tinggal goreng doang kok. Atau Mas mau goreng terongnya?" tanya gadis itu menoleh pada Arbi.

Arbi berdiri. "Mas goreng terong aja, kalo lele biasanya suka meledak gitu, mas gak mau. Nanti kalo pas meledak malah kena kamu.." kata pemuda itu bergeser ke samping Sya.

Sya mendorong baskom berisi terong yang dia rendam. "Yaudah ini Mas tirisin dulu terongnya, kalo udah lap ya Mas sampe ilang airnya. Aku goreng lelenya.." kata gadis itu.

Arbi mengangguk mengerti. "Oke." sahutnya. Pemuda itu langsung melakukan apa yang Sya perintahkan padanya.

Sya sendiri menyalakan tungku kompor yang ada di sebelah Arbi dan menaruh wajan di atasnya. Gadis itu kemudian menuju ke arah kulkas untuk mengambil sisa lele yang kemarin belum sempat dia goreng.

Mereka berdua akhirnya sibuk dengan kegiatan masing-masing, Arbi yang memasak terong balado dan Sya yang menggoreng lele. Sekitar setengah jam kemudian barulah mereka selesai memasak.

Sya membawa masakan mereka ke meja makan sedangkan Arbi mengambil air putih untuk minum. Setelah semua makanan siap mereka langsung duduk dan mulai makan.

"Em, enak Sya.." kata Arbi menoleh pada Sya. Pemuda itu baru saja memakan terong baladonya.

Sya tersenyum. "Alhamdulillah.."

"Besok kayaknya mas pengen makan sayur rebus deh Sya, pake sambel teri sama ikan asin. Pasti enak itu.." kata Arbi.

Sya mengangguk. "Kebetulan kacang panjang sama sawi di belakang udah bisa diambil Mas. Besok ya aku masakin buat Mas, besok aku ke pasar deh nyari ikan asin sama terinya juga.." kata gadis itu.

Arbi  tersenyum dan menganguk. "Makasih ya Sya, maaf kalo mas suka minta macem-macem bikin kamu repot.."

Sya menatap Arbi. "Apasih Mas, pake minta maaf segala. Gapapa lah, aku nggak ngerasa repot kok. Malah aku seneng kalo Mas minta gitu, aku jadi semangat masaknya.." kata gadis itu sambil tersenyum.

Arbi yang mendengarnya menipiskan bibirnya. "Makasih ya.."

"Iya Mas.."

Mereka berdua pun melanjutkan sarapan diiringi dengan obrolan-obrolan ringan. Sya menyiapkan bekal makan siang untuknya sendiri dan  juga untuk Arbi, setelahnya gadis itu menuju ke kamar untuk mandi.

Arbi sendiri masih di dapur untuk mencuci peralatan makan mereka. Tadi dia sudah mandi jadi tidak perlu repot untuk mandi lagi. Lagipula kalau Sya selesai mandi mereka bisa langsung berangkat nanti.

Sekitar 10 menit kemudian Arbi sudah selesai nencuci semua peralatan masak mereka. Pemuda itu mengusap tangannya dan langsung menuju ke kamar untuk melihat apakah Sya sudah siap berangkat atau belum.

"Belom selesai?" tanya Arbi melihat Sya yang masih duduk di  depan meja rias.

Sya menoleh dengan wajah cemberut. "Maaas! Ini gimana nutupinnya?" tanya gadis itu menunjuk bekas kemerahan di tulang selangkanya.

Arbi mendekat dan  duduk di atas pinggiran ranjang, pemuda itu menatap ke arah tulang selangka Sya. "Loh kok ada bekasnya? Perasaan semalem mas cuma gigit-gigit pelan aja deh.." kata pemuda itu.

Sya mendengus. "Ya biarpun pelan tetep aja ada bekasnya Mas, kulit aku kan agak terang jadi pasti keliatan. Ih, diejekin temen-temen aku nanti.." kata  gadis itu dengan bibir mengerucut.

Arbi melihat bekas kemerahan itu, tangannya terulur dan mengusapnya pelan. "Em, mas ada plester deh. Tutupin itu aja ya biar gak keliatan, kalo dibedakin pasti nanti luntur soalnya kamu nanti ngedance pasti banyak gerak.." kata pemuda itu.

"Plester apa?" tanya Sya.

Arbi membuka nakas di dekat meja rias dan mengeluarkan plester yang ada di sana. "Ini, lucu kok. Pasti jadi gemes kalo kamu pakein ini.." kata psmuda itu memberikan plester dengan gambar bebek pada Sya.

Sya melihat plester itu. "Lucu sih, yaudah aku coba pake dulu.." ucapnya dan kembali menghadap ke arah kaca, menempelkan plester yang dia pegang ke atas bekas kemerahan yang ada di lehernya.

"Gimana? Ketutup kan?" tanya Arbi.

Sya menoleh dan mengangguk. "Iya, yaudah deh gini aja gapapa.." kata gadis itu.

Sya kemudian berdiri dan menuju ke arah lemari untuk mengambil cardigan pemberian Arbi yang ingin dia pakai hari ini.

Arbi mendekat dan memeluk tubuh Sya dari belakang. Pemuda itu menggesekkan hidungnya pada tengkuk Sya.

"Ahh, Mas ih geli tau." ucap Sya.

Arbi mengecup tengkuk dan leher Sya beberapa kali. "Wangi banget kamu."

"Aaah Mas! Jangan ada bekas lagi deh, nanti malem aja kalo mau ngapa-ngapain jangan sekarang. Aku mau berangkat kerja loh." kata Sya sambil memegang tangan Arbi yang melingkari perutnya.

Arbi melepas pelukannya dan memutar tubuh Sya hingga menghadapnya. Pemuda itu langsung menangkup wajah Sya dan mencium bibirnya.

Arbi memberikan lumatan-lumatan pelan di atas permukaan bibir gadis itu. Lidahnya pun menelusup masuk ke dalam rongga  mulut Sya dan mengajak lidah gadis itu untuk saling membelit. Tangannya yang ada di pinggang Sya turun dan mulai meremas bokong gadis itu gemas.

Sya membalas ciuman Arbi, tangannya pun mengusap-usap dada bidang pemuda itu lembut. Matanya terpejam menikmati lumatan pelan yang Arbi berikan pada  bibirnya.

"Mmhh~.."

"Nggh~.."

Sya menepuk pelan bahu Arbi, memberi tanda pemuda itu kalau dia sudah mulai kehabisan nafas. Arbi pun melepas ciuman mereka.

"Kamu cantik banget.." kata Arbi sambil mengusap saliva di permukaan bibir Sya yang masih basah.

Sya memejamkan mata menikmati sentuhan lembut Arbi, dia sangat suka saat jari pemuda itu menyentuh dan mengusap bibirnya dengan lembut. "Mmh.."

Arbi mengecup puncak hidung Sya gemas. Pemuda itu juga memberikan kecupan-kecupan singkat pada pipi chubby istrinya itu. "Kamu nih badannya ramping tapi pipinya gemes banget gini, pengen mas gigit aja rasanya.." kata pemuda itu.

Sya mengerucutkan bibirnya. "Ihh Maaas, udah jam segini ah. Telat aku nanti, jangan cium-cium lagi.." kata gadis itu.

Arbi terkekeh pelan. "Iya deh, ayo berangkat. Mau dianter pake mobil apa motor aja? Mas takut kamu kepanasan, udah mulai panas soalnya di luar.." tanya pemuda itu mengusap pelan pipi Sya.

Sya mendengus. "Motor aja Mas, panas jam segini masih panas sehat. Ayo.." jawab gadis itu menggandeng tangan Arbi keluar dari kamar mereka dengan membawa cardigannya.

Arbi kemudian juga memakai jaketnya dan langsung mengantar Sya ke tempat kerjanya. Setelah sampai di sana Sya tidak lupa memberikan tas bekal yang dia pegang pada Arbi.

"Mas jangan lupa makan siang nanti.." kata Sya.

Arbi mengangguk. "Iya istriku sayang, kamu juga jangan lupa.."

Sya tersenyum. "Iyaa.."

Arbi kemudian mengeluarkan dompetnya, pemuda itu memberikan selembar uang 50 ribuan pada Sya. "Ini nanti buat jajan, siapa tau kamu pengen sesuatu di sini.." kata pemuda itu menatap Sya.

Sya menggeleng. "Nggak usah Mas, di dalem ada air kok. Makan aku juga udah bawa sendiri.." tolak gadis itu.

Arbi menghela nafas dan meraih tangan Sya, meletakkan uang yang dia pegang ke atas telapak tangan gadis itu. "Ya siapa tau kamu pengen jajan. Gapapa, ambil aja."

Sya menipiskan bibirnya dan mengangguk. "Yaudah aku ambil, makasih ya Mas.."

"Iya sama-sama. Kalo gitu mas balik ke ruko dulu. Kamu hati-hati, jaga diri di sini. Nanti kalo udah mau pulang kabarin mas, jangan lupa." kata Arbi.

"Mas mau ke ruko yang deket sini kan?" tanya Sya.

Arbi mengangguk. "Iya, kabarin loh nanti kalo mau pulang."

Sya mengangguk. "Iya Mas, nanti aku kabarin." sahutnya.

Arbi tersenyum. "Yaudah kalo gitu.."

Sya meraih tangan Arbi dan menciumnya. "Aku masuk dulu, Mas tiati ya ke rukonya. Kalo udah nyampe sana kabarin aku.." kata gadis itu.

Arbi tersenyum dan mengangguk. Pemuda itu menyuruh Sya menunduk. "Sini dulu.."

Sya menurut dan menunduk, Arbi dengan cepat mengecup kening gadis itu. "Semangat kerjanya ya.." ucapnya sambil tersenyum dan mengacak pelan rambut istrinya itu.

Wajah Sya sedikit memerah. Gadis itu mengangguk. "I--iya, Mas juga semangat kerjanya.."

Arbi mengangguk dan memakai helmnya. "Mas pergi ya.."

"Iya Mas, tiati.." kata Sya. Gadis itu melambaikan tangannya pada Arbi yang sudah menjalankan motor  dan meniggalkannya di tempat itu.

Sya tersenyum dan langsung berbalik untuk masuk ke dalam sekolah dancenya. Gadis itu sangat senang sekali. Arbi benar-benar sangat manis dan perhatian. Ahh, suaminya itu benar-benar luar biasa.

"DOOOOOR!"

"AKH!"

"Cie cie yang abis romantis-romantisan sama suami.."

"Ciee yang abis dicium keningnya, awww mau juga dong!"

Sya mendengus, gadis itu menatap teman-temannya yang sedang menggodanya itu. "Lo pada ngapain dah disini? Ngintipin gue lagi.." tanya Sya.

Zahra, Luna, Alex dan  Heru tertawa, sedangkan Rendy hanya mendenggus pelan. "Gak ngintip sih Sya, kebetulan kita lagi makan di sini terus gak sengaja liat lo sama suami lo." jawab Luna.

Zahra mengangguk. ""Betul, kan ini dinding  kaca jadi ya kita bisa liat lo Sya. Bukan ngintip ya." kata gadis itu.

"Btw, itu suami lo Sya?" tanya Rendy, pasalnya ini adalah pertama kalinya dia melihat Arbi secara langsung. Dia hanya pernah mendengar nama Arbi dari cerita teman-temannya saja.

Sya duduk di kursi kosong yang ada di depannya dan mengangguk. "Iya, itu suami gue." jawabnya.

Rendy menyilangkan tangan di depan dada. "Serius Sya? Lo mau sama cowok kayak gitu?"  tanya pemuda itu.

Sya mengerutkan keningnya. "Emang kenapa? Ada yang salah gitu sama Mas Arbi?"  tanya gadis itu heran.

Rendy berrdecak. "Haduh Sya, seenggaknya kalo nyari suami tuh yang mapan lah. Minimal punya mobil, lo cantik Sya. Banyak loh yang suka sama lo,  yang kaya, punya mobil, punya banyak duit. Masa lo malah milih cowok kayak si Arbi itu. Mending sama yang lain aja Sya.." kata pemuda itu.

Sya memutar bola mata jengah. "Mas Arbi punya mobil kok, dia punya duit, dia punya usaha percetakan, baru aja buka cabang. Usaha dia juga maju, rame terus. Dan yang paling penting Mas Arbi bertanggung jawab banget, dia juga gak sombong. Mungkin banyak yang lebih  kaya, lebih berduit tapi buat gue Mas Arbi udah paling tepat. Suami gue orang baik yang bertanggung jawab,lo gak berhak ngomongin dia seolah-olah dia orang yang gak mampu." kata gadis itu.

Sya tidak suka ada yang menghina Arbi, apalagi terkesan merendahkan suaminya itu. Arbi adalah pria yang baik dan bertanggung jawab  jadi dia tidak suka kalau ada yang menginanya.

"Heh Ren, asal lo tau ya cincin nikah Sya aja harganya 24 juta. Sama mertuanya dia dikasih kalung harga 30 juta. Keluarga suaminya Sya bukan orang susah, mereka kaya Ren. Cuma gak sombong aja, kalo mau ngeliatin sih pasti bisa keeliatan hedon mereka. Tapi kayaknya mereka emang milih sederhana aja." kata Zahra ikut membela Arbi.

Dia sudah mencari tau tentang cincin dan juga kalung yang Sya pakai, dia yang sangat kepo tentu saja menanyakan tentang harga kedua benda itu yang terlihat sangat mahal. Biarpun Sya tidak mau menjawabnya tapi dengan jiwa keponya tentu saja Zahra mencari tau sendiri.

"Percetakan baru punya lakinya si Sya juga rame terus, gue pernah dateng ke sana. Tempatnya bagus Ren, strategis. Itu tempat mahal tapi suaminya Sya bisa beli ruko di sana jadi udah jelas kalo dia tuh kaya." sahut Alex.

Rendy yang mendengar ucapan teman-temannya hanya bisa mendengus.

"Lagian punya suami kaya tapi gak bertanggung jawab ya sama aja sih Ren, malah gak ada gunanya punya laki kek gitu." sahut Luna.

Zahra mengangguk setuju.

Rendy menghela nafas. "Terserah lo pada aja deh, belain aja terus tuh cowok kampung."

Sya memejamkan mata sebentar,  gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya. "Suami gue bukan cowok kampungan, dia dulu DJ." ucapnya dan menunjukkan rekaman saat Arbi  sedang tampil beberapa waktu lalu pada teman-temannya.

Zahra langsung merebut ponsel Sya. "Nah kan anjir, pantes aja gue kayak pernah liat  muka Arbi, gak asing gitu. Dia pernah main di club kan Sya?" tanya gadis itu.

Sya mengangguk. "Pas kuliah dia sering tampil di club. Tapi sekarang dia udah berubah, dia gak mau lagi jadi DJ." jawab gadis itu.

Heru berdecak beberapa kali melihat rekaman penampilan Arbi. "Gilaaa, gak nyangka gue Sya. Laki lo keliatan kalem gitu ternyata pernah jadi DJ. Mana keren banget lagi ini dia mainnya.." kata pemuda itu.

Alex mengangguk. "Iya jir, padahal keliatan alim gitu dia. Beeh ternyata pernah jadi DJ.."

"Njir, laki lo ada tato juga Sya?" tanya Luna melihat tato yang ada di punggung Arbi.

Sya mengangguk. "Iya, punya tato dia." jawab gadis itu.

Rendy yang mendengar teman-temannya terus membahas Arbi mendengus. Pemuda itu memilih untuk berdiri dan pergi dari sana. Yang lain pun nampak tidak peduli, mereka masih melihat rekaman penampilan Arbi.

"Makanya gue tuh gak asing sama muka Arbi, emang bener keknya dia pernah tampil pas gue lagi club deh.." kata Zahra.

Sya mengangkat bahu. "Maybe.."

"Keren sih Sya laki lo. Beneran dia gak mau nge-DJ lagi sekarang?" tanya Heru.

Sya mengangguk dan mengambil ponselnya. "Iya, dia mau tobat, mau berubah katanya. Dia capek sama kehidupan kota. Makanya dia tuh milih ke desa, ngurus bisnis percetakan Almarhum Kakek sama Nenek soalnya ya dia udah capek di kota. Alhamdulillah sih katanya dia ngerasa lebih damai sekarang di desa.." jelas gadis itu.

Luna menghela nafas. "Beruntung banget lo Sya bisa dapet modelan cowok kayak Arbi.." kata gadis itu iri.

Sya tersenyum dan mengangguk. "Iya, alhamdulillah banget Lun.."

"Ngeliat gaya dia di panggung gue yakin kalo  cuma berdua sama lo doang pasti dia liar ya Sya?" tanya Zahra sambil menaik turunkan alisnya menggoda Sya.

Sya melebarkan mata sesaat, gadis itu mendengus. "Apasih ih!"

"Iyalah liar, nih liat nih. Apa coba yang Sya plesterin? Gue sih yakin pasti bekas cupangan.." kata Luna menunjuk ke arah plester yang tadi Sya tempelkan untuk menutupi kissmark yang ada di sana.

Zahra langsung tertawa. "Iya Lun bener lo, pasti bekas cupangan itu." sahutnya.

Wajah Sya semakin merah, gadis itu langsung berdiri. "Tau ah! Lo pada bahasnya malah kemana-mana. Males." kata Sya dan langsung pergi meninggalkan teman-temannya itu.

"Lho Sya! Sya ih! Syaaaa jangan ngambek dong! Syaaaa..."

.

.

"Capek hari ini?" tanya Arbi sambil mengusap kepala Sya.

Sya menoleh pada Arbi dan langsung memeluk pemuda itu. Mereka baru saja sampai di rumah setelah Arbi menjemput Sya ke tempat kerjanya.

"Capek, tadi aku dapet tugas ngajarin anak-anak baru jadi masih susah diatur.." jawab Sya.

Arbi menepuk-nepuk lengan Sya pelan. "Mau mandi air anget biar rileks? Kalo mau sekarang kita ke kamar mandi." tanya Arbi.

Sya melepas pelukannya dan mengangguk. "Iya Mas..."

Arbi mengangguk. "Iya, ayo ke kamar kalo gitu.." kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya.

Sya mendongak. "Gendong Mas.." ucapnya sambil menatap Arbi.

Arbi terkekeh pelan. Pemuda itu langsung menunduk dan mengangkat tubuh Sya. Melihat bagaimana wajah lelah gadis itu membuatnya tidak tega.

"Nanti pijitin ya Mas?"

Arbi mengangguk. "Iya, nanti mas pijitin. Mau pijit plus-plus?" tanya pemuda itu sambil tertawa.

Sya mengangguk. "Mauuu.." jawabnya.

Arbi mendengus pelan. "Iya, nanti mas kasih pijet plus-plus.." sahut pemuda itu.

Sya terkekeh pelan. Mereka langsung menuju ke kamar mandi. Keduanya menghabiskan waktu beberapa menit di sana. Sya keluar lebih dulu karena dia yang lebih cepat selesai. Gadis berjalan menuju ke lemari pakaian untuk berganti baju.

Sya membuka lemari, gadis itu terkekeh melihat baju haram yang beberapa waktu lalu dibelinya di mall. Sepertinya hari ini cocok dipakai.

"Pake ini ah, kan mau pijet plus-plus.." kata gadis itu dan langsung memakai baju haram itu.

Setelah memakai baju haram berwarna hitam itu Sya langsung naik ke tempat tidur dan bersiap menunggu Arbi di sana. Tak lama  kemudian pintu kamar mandi terbuka. Arbi keluar hanya dengan memakai celana bokser berwarna biru.

"Sya, mau pijit seka--- ASTAGHFIRULLOH! Syaaaaa kamu pake baju apa?!" teriak pemuda itu heboh.

Arbi langsung berjalan menghampiri Sya yang tengah duduk membelakanginya di tengah ranjang. Pemuda itu kaget melihat baju yang kini dipakai oleh istrinya itu.

Sya menoleh, kini mata Arbi semakin melotot.

"Masyaallah, badan kamu keliatan semua Sya!" hebohnya.

Sya menunduk, melihat dadanya yang terlihat karena baju haram yang dia pakai memang transparan. "Iya emang, terus kenapa?"

Arbi naik ke atas ranjang. "Kamu kapan beli baju kayak gini Sya? Ya ampun, ini baju apa sih? Keliatan semua gini? Masih mending baju tidur kamu yang biasanya, gak sampe nerawang keliatan semua gini. Ini keliatan semua.." kata pemuda itu menunjuk badan Sya.

Sya nyengir. "Ini kan emang baju haram Mas, halal diliat buat Mas doang ini. Aku beli pas kita ke mall waktu itu.."

"Ya ampun.."

Sya langsung menidurkan tubuhnya tengkurap di depan Arbi. "Aku siap dipijit plus-plus. Yuk Mas pijitin.." ucapnya menoleh pada Arbi.

"Aduh Sya, ini mas gak konsen kalo gini caranya."

"Ih Mas, yaudah sih mas bebas mau ngapain juga yang penting sambil mijet. Maas buruan, bokong aku ya. Tadi aku jatoh pas ngajarin mereka bokong aku duluan, sakit sekarang. Pijitin.." kata Sya menoleh pada Arbi sambil menggoyangkan bokongnya.

Arbi mengusap kasar wajahnya. "Iya, aduh gak konsen ini Sya beneran deh." kata pemuda itu.

Sya terkekeh. "Mas mau sambil grepe-grepe juga gak papa kok. Bebaaaas.." sahut gadis itu.

Arbi menghela nafas, pemuda itu langsung memijat bokong Sya. Memberikan remasan-remasan di sana dan sesekali menekannya. "Enak?"

Sya memejamkan mata dan bergumam pelan. "Mhh, agak kencengan dikit Mas.." jawabnya.

Arbi menurut dan melakukan apa yang Sya katakan. "Kamu beli baju haram ginian berapa? Gak cuma satu mas yakin.." tanya Arbi.

Sya terkekeh. "Rahasia." jawabnya.

Arbi mendengus. "Kamu nih pake rahasia-rahasiaan segala." kata pemuda itu beralih ke pinggang Sya dan memijatnya pelan.

"Mmh, enak Mas disitu. Kencengan dikit, ah! Iya itu!"

Arbi berdecak. "Kamu kenapa desah gini sih, ah mas jadi gak konsen beneran." kata pemuda itu.

Sya terkekeh. Gadis itu tiba-tiba mengubah posisinya menjadi terlentang.

"Astaga Syaaa, keliatan semua tete kamu tuh!" kata Arbi.

"Mau? Sini-sini.." kata Sya malah dengan sengaja menangkup dadanya menggoda Arbi.

Arbi berdecak kesal. Mana tahan dia kalau sudah dipancing seperti ini. Pemuda itu pada akhirnya ikut berbaring dan menurunkan dress Sya, memasukkan dada gadis itu ke dalam mulutnya.

Sya terkekeh pelan. Tangannya memeluk kepala Arbi. "Nanti pijitin lagi."

Arbi mengangguk, pemuda itu masih asyik menghisap nipple Sya yang sudah ada di dalam mulutnya. Tangannya pun merambat turun dan menyingkap gaun tidur gadis itu dan mulai meremas bokongnya.

"Eungh~ Mas.." 
 

 

            To Be Continue

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Mas Yang Itu
Selanjutnya Mas Yang Itu (36. Gara-gara Jamu)
10
6
“Mas, udah. Masssh, aku lemesh. Mas udah ya, besok lag--- ahh!” — Sya.“Maaf…maafin mas. Maaf Sya. Mas gak bisa nahan. Mas---! Mas gak bisa berhenti.” — Arbi. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan