
Karya ini dapat dibaca secara GRATIS. Happy reading jangan lupa berikan vote dan komen ^.^
Siang itu terik matahari begitu menyengat, waktu yang sangat cocok untuk menjemur cucian. Udara pun terasa begitu gersang, membuat semua orang berbondong-bondong menyalakan pendingin ruangan. Tidak berbeda dengan seorang laki-laki yang kini tengah meringkuk di kasurnya sambil memegang pipi kananya yang berdenyut. Giginya sedang sakit saat ini, rasanya cenat-cenut udah kaya smash aja.
Kata sebuah lagu, lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. Tapi menurut Baskara, lebih baik mah sakit hati aja. Sakit gigi tuh ga nahan coy sakitnya. Udah mana gigi sakit, pipi bengkak, pusing juga kan tuh kepala. Belum lagi mood jadi anjlok banget. Ada orang berisik dikit pengen dibanting rasanya.
"Ke dokter gigi aja lah, Mas dari pada sakit gitu," ucap Yemi, adik Baskara yang melihat kakaknya kesakitan.
"Ga mau, gue takut ntar dicabut gimana coba?"
"Lo takut ke dokter gigi? Ga nyadar lo adek lo ini calon dokter gigi hah?"
Yemi adalah seorang mahasiswa Kedokteran Gigi semester 2. Masi maba.
"Ya kenapa ga lo aja yang obatin gue?"
"Kan gue masi maba, gimana si lo?"
"Yaudah yaudah, tapi lo lihat dulu nih ada kemungkinan dicabut ga? Kalau iya ga jadi ah, gue takut sumpah."
"Halah cupu lo, badan doang kingkong tapi nyali semut."
"Cepet lihatin."
Yemi menyuruh Baskara buat buka mulut, dia menggunakan senter dari hp nya untuk menerangi gigi-geligi sang kakak. Dia tadi juga udah menyiapkan peralatan pemeriksaannya. Cuma sederhana sih, paling sonde sama kaca mulut doang.
"Mana yang sakit? Ini?" Tanya Yemi sambil menyentuhkan ujung sonde ke gigi belakang Baskara.
"Whugwan wang swebwelwah," Baskara berbicara denga bahasa yang entah Yemi ga ngerti.
"Apaan dah?"
"Swebwelwahhnyaw."
"Hah?"
Baskara mengambil tangan sang adik kemudian melepaskan instrumen yang ada di mulutnya.
"Sebelahnya, tolol."
"BUNDAAAA MAS BILANG YEMI TOLOLL!!" Adu Yemi sambil teriak.
"Woyyy elahhh si cepu."
"BUNDAAA MAS NGATAIN YEMI CEPUUU!"
Basskara pengen ngeremet adiknya aja rasanya. Si bocah tengil tapi Baskara sayang banget itu emang suka nyepuin dia ke bundanya. Biasalah nyari pembelaan.
"Apa sih nih ribut banget?"
Bunda Sari dateng dari arah dapur ngeliatin ke dua anaknya entah lagi melakukan apa. Yemi terlihat memegang perlengkapan kedokteran giginya tak lupa pakai handscoon biar higienis ya. Sedangkan Baskara cuma pasrah aja dengan raut muka yang menyedihkan.
"Mas Babas ngatain Yemi, Bun."
"Biasa nih si Mas ngapain adeknya lagi ta?"
Baskara memegang pipinya yang sakit, "Mas swakwit gwigwi, bwundd. Ywemwie gwa bwenwrr obwatwin Mas."
"Ohh yaudah ke dokter langsung aja."
Yemi mengkerut heran, ini bundanya kok bisa nyerna kata-kata kakaknya sih.
"Atuttt."
"Ya Allah gitu aja takut, kalo ga diobatin tambah lama sakitnya. Ntar dianter Yemi aja ke RSGM kampusnya."
"Mwasss atuttt dicwabwuttt."
"Please deh, Mas lo tuh udah tua masih aja kek bocil."
"Bocil ngatain bocil awhhhh."
Gigi Baskara rasanya makin senut-senut karena dari tadi ngomong terus. Bunda Sari ngelusin pipi anaknya itu.
"Ututu anak bunda paling ganteng kasian banget sih. Kumur air garem dulu sana Mas biar sakitnya berkurang ntar besok dianter Yemi ke RSGM ya."
Baskara nurut aja ucapan bundanya. Ya udah lah misal ntar suruh cabut gapapa yang penting mah udah ga sakit. Ga nahan banget soalnya.
***
Keesokan harinya Baskara beneran ke RSGM. Buat yang gak tau RSGM itu apa singkatan Rumah Sakit Gigi dan Mulut, biasanya kampus yang ada FKG nya ada tuh RSGM nya. Gak cuma buat rumah sakit pembelajaran, biasanya di buka buat umum kaya rumah sakit pada umumnya.
Dia sengaja dateng pagi biar dapet nomer antrian di awal karena ini hari senin takut rame. Tadi Baskara juga sempet nganterin Yemi soalnya ada kelas pagi katanya.
Tidak lama Baskara dipanggil buat masuk ke ruangan dokter gigi. Ruangannya kaya bilik-bilik gitu jadi dia disuruh kesana. Hati Baskara makin berdegup soalnya dia beneran setakut itu. Terakhir kali Baskara ke dokter gigi kayanya waktu masih kecil dan itu gigi sulungnya dicabut. Rasanya ngeri aja ngebayangin ada tang masuk mulutnya terus nyongkel giginya. Tapi Baskara beraniin soalnya kata bundanya daripada ditunda ntar makin sakit.
"Selamat pagi, Mas." Ucap sang dokter gigi perempuan berumur sekitar 40 tahunan.
"Pagi, dok." Balas Baskara singkat.
"Silahkan duduk di kursi giginya ya."
Baskara mendudukan diri di kursi gigi yang sudah ada peralatan lain juga. Dokternya terlihat ramah dia mempersilahkan dengan baik lalu menanyai Baskara terkait keluhannya.
"Baik, Mas Baskara saya izin periksa dulu ya rongga mulutnya."
Dokter yang Baskara ketahui bernama dokter Yani itu mulai memakai apd nya. Dia pakai handscoon, masker, dan menggunakan peralatan yang Baskara sedikit tau karena Yemi juga punya.
Dokter Yani merubah posisi kursi giginya menjadi agak berbaring agar pemeriksaan jadi lebih nyaman. Dia lalu menyalakan dental lamp dan menerangi rongga mulut Baskara.
"Yang ini ya Mas yang sakit?"
Baskara merasa sebuah benda menyentuh permukaan giginya, dia mengangguk karena memang bagian itu yang terasa sakit.
Dokter Yani menyudahi pemeriksaannya, dia lalu menanyakan perihal rasa nyeri yang dirasakan Baskara.
"Ini giginya berlubang Mas, tapi ga besar kok jadi ga perlu dicabut cukup ditambal aja ya."
"Bener ga dicabut, dok?"
"Iya, Mas. Tenang aja ga perlu khawatir, tapi nanti penambalannya beberapa hari lagi ya setelah nyerinya hilang. Nanti saya akan resepkan obat pereda nyeri buat Mas Baskara ya."
"Baik, dok."
"Oh iya, karena ini kasusnya bisa masuk ke stase koas anak bimbingan saya. Mas Baskara bersedia ga misal selama perawatan didampingi oleh koas saya nantinya?"
Baskara ga terlalu paham sih tapi dia ngangguk aja itung-itung ngebantu si koas ini kan?
Tidak lama ada seorang koas masuk ke ruangan dan menyapa dokter Yani sopan. Baskara memperhatikan koas itu lekat. Cuma satu kata yang terlintas di otak Baskara.
CANTIK
Eh dua kata ding, alias ...
CANTIK BANGET
Baskara sampai ga kedip ngeliat si koas cantik ini. Rasanya senut-senut di giginya hilang digantikan cenat-cenut di hati.
"Oh iya, Mas Baskara ini kenalin koas yang tadi saya maksud. Nanti dia yang akan dampingin Mas Baskara selama perawatan tapi tenang aja masih dalam pengawasan saya kok jadi Mas ga perlu khawatir."
Koas itu tersenyum ramah sambil memperkenalkan diri.
"Selamat pagi, Mas. Saya Berlin yang akan mendampingi perawatan Mas nanti."
Baskara cuma mengangguk singkat, dia ga tau harus bereaksi seperti apa. Ini mah jangankan mendampingi selama masa perawatan, mendampingi di pelaminan juga Baskara mau.
Dalam hati Berlin agak sensi, ini pasiennya jutek banget tapi gapapa yang penting dia dapet pasien. Sudah biasa juga Berlin menghadapi banyak sekali jenjs pasien selama hampir 1 tahun dia koas.
Setelah menyelesaikan pemeriksaan hari ini, Baskara keluar ruangan bersama Berlin karena cewek itu sekalian nemenin Baskara ambil obat di bagian farmasi. Mereka berjalan beriringan dengan canggung, Berlin juga tidak berani membuka pembicaraan karena sepertinya pasiennya itu sedang sakit gigi jadi mungkin males ngomong juga. Dua sejoli itu kini masuk lift untuk turun ke lantai dasar di bagian farmasi.
"Gue Baskara."
Tiba-tiba aja cowok di depannya itu nyodorin tangan. Ini ngajak salaman? Random banget.
Berlin tersenyum singkat sambil membalas uluran tangan itu, "Berlin."
"Nama aslinya Berlin beneran? Lo orang Jerman?"
Berlin ketawa singkat, ini cowok di depannya ngejokes apa gimana sih. Tapi emang banyak yang ngira doi orang Jerman sih padahal mah nusantara tulen. Sementara Baskara udah ga sanggup lihat pemandangan didepannya, tiba-tiba dia megangin dadanya sendiri.
Sekuat apapun lo, Bas. Kalau ada Berlin ketawa cantik gitu lo harus lari!!!
Bunda tolongin, Babas!!
Berlin jadi panik lihat pasiennya gitu, dia takut ini serangan jantung, asma apa gimana sih?
"Mas? Mas Baskara gapapa?"
Baskara berusaha menetralkan perasaannya sendiri, dia lalu menggeleng.
"Gapapa."
"Syukur deh, saya pikir kenapa-napa. Tapi beneran gapapa kan?"
"Iya gapapa."
Lift berbunyi dan pintu terbuka, Berlin dan Baskara jalan lagi menuju ke bagian farmasi. Baskara disuruh duduk di ruang tunggu biar Berlin yang urus bagian obatnya. Berlin balik ke tempat Baskara, mereka nunggu dipanggil buat nebus obat karena harus antre.
"Oh iya tadi lupa jawab. Nama asli saya itu Berlian Jemima tapi karena manggil Berlian kepanjangan jadi Berlin aja." Jelas Berlin.
Baskara mengangguk paham. Namanya ternyata Berlian, pantes bersinar banget. Jadi pengen milikin deh.
"Lo angkatan berapa?" Tanya Baskara lagi.
"Saya masuk sih 2017 s1 nya, kalau koasnya baru dari tahun kemarin."
"Gue juga angkatan 17, kuliah di kampus ini juga tapi udah lulus."
Baskara tiba-tiba aja cerita, tapi emang bener kok.
"Oh ya? Dulu fakultas apa?"
"FEB ambil manajemen. Adek gue juga anak FKG loh, tapi masih semester 2 sih."
"Hahaha kebetulan banget, pasti direkomendasiin adeknya ya periksa disini?
"Iya, padahal gue takut banget ke dokter gigi tapi kayanya sekarang udah engga."
Berlin ketawa lagi, "Tuh kan dokter gigi emang ga serem, jadi ga perlu takut lagi, Mas."
"Btw, boleh panggil nama aja kalau lo mau. Kita kan seumuran biar ga formal banget."
"Hehehe, iya Mas ehh maksudnya Bas."
Mereka berdua saling melempar senyum masing-masing. Baskara ga nyangka berkat sakit gigi dia bisa ketemu tambatan hati. Fix ini mah Baskara harus mengeluarkan jurus-jurus buayanya buat naklukin mbak koas satu ini.
Sementara Berlin bersyukur ternyata Baskara orangnya ramah dan seru. Semoga aja dia juga kooperatif selama perawatan nantinya. Tenang aja sih Mbak Berlin, Mas Baskara pasti kooperatif dalam hal apapun asalkan sama Mbak Berlin.
***
085xxxxxxxx
Hallo, Baskara. Ini saya Berlin,
koas yang tadi siangπ
Baskara yang tadinya lagi diem sambil nyecroll instagram mendadak langsung bangun dari posisinya. Ini sumpah demi apa Berlin koas cantik yang tadi?
"ANJIRRRR!!!"
Baskara ngumpat seneng, dia baru aja loh mau stalking ig nya Berlin eh udah dichat duluan. Emang rejeki ga kemana. Buru-buru doi bales dong chatnya.
Baskara
Hai, Linπ
Baskara
Btw formal banget ngechatnya,
pake lo gue aja kali. Aku kamu
juga bolehπ
Berlin
Wkwkwk sorry takut ga sopan
Berlin
Oke deh, gimana nyerinya, Bas?
Udah mendingan belum?
Baskara
Udah kok, tadi gue udah minum
obatnya sambil gue kumur-kumur
juga pake air garem
Berlin
Bagus deh kalo gitu, obatnya
dihabisin dulu ya. Ntar mungkin
minggu depan kita baru atur jadwal
buat tambal giginya sama dokter Yani
Baskara
Oke, ntar kabarin aja
Berlin
Sip, kalo ada keluhan bisa chat
gue langsung ajaπ
Baskara
Siap, thanks ya.
Semangat koasnyaπͺ
Berlin
Makasih, Bas.
Get well very soonπ
Baskara ga tau yaa tapi diucapin gws sama Berlin aja tuh rasanya asdfgghkl. Lemah Baskara Lemah!! Fix ini mah harus secepatnya sembuh nyerinya biar bisa ketemu Berlin lagi.
***
Selang beberapa hari nyeri Baskara udah sembuh dan dia juga udah bikin jadwal kunjungan ke RSGM lagi buat tambal gigi. Selama beberapa hari ini dia juga chatan terus sama Berlin, modusnya sih nanyain masalah gigi tapi lama-lama menjurus ke hati yah ges yah. Berlin udah nungguin Baskara dateng sejak sepuluh menitan yang lalu di lobi rumah sakit. Baskara yang melihat Berlin langsung melambaikan tangan pada gadis itu.
"Heii!" Sapa Berlin yang keliatan seneng pasiennya udah dateng.
"Heii, Lin! Nih buat lo!"
Baskara memberikan plastik bening yang dapat dilihat isinya adalah toast dan kopi-kopian yang penuh janji. Tadi dia sengaja beli karena inget ini kan pagi yah, masih jam 8 takutnya Berlin belum sarapan.
"Buat gue?" Tanya Berlin memastikan, pasalnya tiba-tiba banget dibawain makanan. Baskara tau aja dia belum sarapan.
"Iya lah, buat sarapan. Belum sarapan kan?"
Berlin mengangguk sembari memamerkan deretan giginya yang rapi, "Hehe belum sih, tau aja. Thanks ya, Bas!"
"Anytime, Lin. Lagian jangan dibiasain ga sarapan Lin apalagi koas kan sibuk."
"Yahh gimana yah kadang kita kan harus udah berangkat pagi buat rebutan kursi. Bisa-bisa ga dapet slot kursi, pasien gue mau diperiksa dimana coba."
"Hahaha bener juga sih. Tapi tetep aja sarapan penting. Besok-besok gue kesini lagi deh anter sarapan ya biar lo ga kelupaan!"
Berlin ketawa, "Hahaha Bas apaan sih ngerepotin lo tau. Ga usah ga usah gue kan bisa gofood."
"Ya udah gue bisa jadi gofood pribadi lo. Jadinya hmm ... Basfood?"
Berlin makin ngakak denger jokesnya si Baskara. Apaan dah Basfood. Tapi lucu juga. Eh tapi tunggu, apa tadi Baskara bilang? Gofood pribadi? Maksudnya gjmana nih?
Tahan Berlin tahan! Ga boleh baper! Ini pasien lo!
"Hahaha aneh aneh aja lo. Udah yuk masuk, ntar dokter Yani dateng 15 menit lagi."
Baskara dan Berlin lalu masuk ke RSGM buat melakukan prosedur penambalan gigi Baskara yang berlugang. Tapi kayanya bentar lagi ada prosedur penambalan hati juga deh. Soon ya!
***
Ga kerasa prosedur tambal giginya udah selesei. Berlin sebenernya agak gugup karena itu adalah prosedur tambal gigi pertamanya, tapi syukurlah semuanya berjalan lancar. Setelah selesai, Berlin mengantarkan Baskara sampai luar.
"Thanks ya, Bas udah kooperatif tadi. Gue tadi degdegan parah si soalnya baru pertama kali ke pasien, biasanya kan di phantom doang."
"Hahaha santai, Lin. Gue juga puas kok sama hasilnya dan seneng juga bisa jadi pasien lo."
"Ya ampun syukur deh kalo gitu. Jangan lupa ya jangan makan keras dulu, terus kalo misal ada keluhan bisa langsung chat gue ya."
"Siap, btw boleh ngopi gak?" Tanya Baskara.
"Hmm jangan dulu deh, nunggu semingguan gitu."
"Kalo makan nasi goreng boleh?" Tanya Baskara lagi.
"Boleh kok."
"Ya udah lo bisanya kapan? Ntar gue jemput."
Berlin mengerutkan keningnya bingung, maksudnya apa nih?
"Hah? Maksudnya?"
"Tadi lo bilang boleh kalo makan nasgor, yaudah ayok. Gue ada rekomendasi nasgor enak nih."
Berlin masih dengan kecengoannya, ga expect aja ini Baskara ngajak jalan?
"Maksudnya kita makan bareng gitu?"
Baskara ngangguk dengan senyum manisnya. Aduh ga tahan Berlin sumpah.
"Iya, mau gak?"
Berlin ngangguk malu-malu sambil senyum, "Boleh hehe, besok malem gimana? Weekend juga."
"Oke, ntar gue jemput ke kosan? Atau dimana?"
"Oke ntar gue shareloc."
"Siap, see you."
Baskara melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Berlin yang langsung memegang pipinya sendiri yang kerasa panas. Aduhh dapet pasien modelan Baskara bikin jantung ga sehat ternyata.
***
Sore ini Baskara sama Berlin jadi mau pergi bareng. Yah bisa dibilang first date lah ya. Sebelum mam nasgor, Baskara ngajak Berlin buat ke mall dulu, dia mau nyari roll film gitu.
"Lo suka fotografi ya, Bas?" Tanya Berlin sembari berjalan bersebelahan dengan Baskara, masih jalan sebelahan aja belum gandengan.
"Gue emang belum cerita ya kalo gue fotografer?"
Berlin mengerutkan keningnya, "Hah? Belum, lo cuma cerita lulusan Manajemen gue pikir lo kerja di bank atau di start up gitu."
"Hahaha maunya bonyok gue si gitu, tapi gue ga tertarik. Gue lebih tertarik sama fotografi jadi gue mutusin buat bikin studio sendiri aja."
"Oh ya? Lo punya studio sendiri? Keren dong."
"Hahaha gitu deh, ntar gue ajak lo kesana."
"Boleh?"
"Ya boleh lah, Bu dokterrr."
Mereka berdua lalu masuk ke toko roll filmnya. Baskara udah nanya-nanya ke mas nya sedangkan Berlin cuma lihat-lihat aja, dia ga terlalu paham masalah kamera-kamera gitu.
"Udah dapet nih, yuk."
"Loh cepet banget."
"Gue ga mau bikin lo nunggu aja."
Berlin ga tau ini mukanya semerah apa cuma karena Baskara ngomong gitu doang. Halah lemah anda, bu dokter!!!
"Ayok, Lin."
Entah angin dari mana Baskara memberanikan diri buat menggandeng tangan Berlin, gadis itu juga ga nolak kok jadi Baskara ngerasa berarti dia dapet lampu ijo. Sementara itu Berlin cuma diem sembari berusaha menetralkan perasaannya. Susah banget rasanya buat ga baper sama Baskara, padahal mereka baru kenal.
"Mau foto box ga?" Tanya Baskara random, dia ga sengaja lihat foto box gitu di deket timezone.
"Hmm boleh deh."
Berlin dan Baskara masuk ke dalam box buat foto gitu. Mereka berdua berpose layaknya orang-orang foto box pada umumnya. Sampai ga sadar mereka terlalu dekat.
"Lin," panggil Baskara dan Berlin nengok, muka Baskara tepat didepan mukanya, jarak mereka sangat dekat bikin Berlin makin salah tingkah.
Berlin mengerjapkan matanya, dia ga tau harus apa sekarang karena Baskara yang entah kenapa malah semakin mendekatkan wajahnya.
"Gue udah laper hehe," ucap Baskara dengan cengiran di wajahnya.
Rasanya suasana romantis yang tercipta diantara mereka menguar begitu aja. Ga tau Berlin antara kesal tapi bersyukur. Tapi kesal juga karena apa coba? Karena Baskara ga jadi nyium dia? Astaga Berlin, pikiranmu itu loh!
"O-oh yaudah ayok gue juga laper." Balas Berlin dengan agak gagap.
Baskara mengambil foto yang udah dia cetak dua lembar tadi, satu buat dia satu buat Berlin. Dia tersenyum melihat muka konyol mereka berdua di foto itu.
"Muka lo lucu banget, Lin hahaha." Ucap Baskara sambil ketawa setelah mereka keluar dari boxnya.
Berlin yang melihat Baskara ngetawain ekspresi dia yang emang aneh banget di foto itu jadi kzl.
"Ihhh apaan sih, nyebelin tauuu."
"Hehehe tapi tetep cantik kok, Lin."
Blush
Rasa kesal Berlin langsung menguar digantikan rona di pipi. Baskara gampang banget nih membolak-balikan hati Berlin.
"Udah ah katanya mau makan."
"Yaudah ayok."
Baskara ngegandeng lagi tangan Berlin, dan Berlin ngebiarin aja karena dia juga nyaman kok gandengan sama Baskara. Tangan cowok itu hangat banget, genggamannya bikin ga mau lepas. Mereka berjalan menuju parkiran, Baskara melihat ke arah jam tangannya yang menujukkan waktu maghrib.
"Lin gue mau sholat maghrib dulu ya." Ucap Baskara saat mereka hendak keluar menuju parkiran yang kebetulan ada mushola juga disana jadi sekalian.
Berlin ga tau kenapa, rasanya dengan satu kalimat itu aja udah meruntuhkan dunianya. Baskara ... ternyata dia beda. Mereka berdua beda.
TBC
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi π₯°
