
Deskripsi
(1) Nggak Nyangka
"Pokoknya Ayu nggak mau, Buk. Ini kan jaman modern. Mana ada lagi jodoh-jodohan," sungutku pada Ibu dan Bapak yang kini duduk di hadapan.
"Mau jaman apa pun itu, tetap aja anak nggak boleh ngelawan sama orang tua!" tegas Ibu.
Aku terdiam. Memang seperti itulah Ibu. Tak ingin dibantah sama sekali. Aku memandang ke arah Bapak. Mencoba memelas. Namun rasa takut Bapak sama Ibu membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.
"Ayu sudah punya pacar, Buk."
"Memangnya siapa yang ngijinin kamu pacaran?...
22,300 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
FOTO MESRA SUAMIKU DENGAN WANITA LAIN
19
2
(1)CURHAT SAMA SAHABAT
Aku mau minta cerai saja, Rat, curhatku pada sahabatku Ratna.Memangnya apa yang terjadi? Ratna mencoba menenangkanku yang sedang menangis.Mas Ilham selingkuh, Rat. Beberapa hari ini ada nomor tak dikenal yang mengirimkan foto-foto Mas Ilham keluar masuk hotel dengan seorang wanita.Serius kamu? Bukan editan? Siapa tahu ada yang sengaja ingin merusak rumah tangga kamu, bantah Ratna.Tidak, Rat. Itu foto asli. Aku bisa memastikan kalau baju yang dipakai Mas Ilham di foto-foto tersebut adalah pakaian yang selalu aku siapkan sebelum Mas Ilham pergi ke kantor, aku meyakinkan.Yang sabar ya, Nay, Ratna mengusap pundakku.Makasih, Rat. Malam ini juga aku akan minta Mas Ilham menceraikan aku. Biar anaknya diurus sama selingkuhannya itu.Kamu ini lugu atau oon sih, Nay, Ratna mengataiku. Dahiku mengernyit.Maksud kamu apa?Makanya kalau dikasi suami hape canggih itu dimanfaatkan. Jangan cuma buat nelpon sama selpi aja.Bicara yang jelas, Rat. Serius aku tidak tahu kamu mau ngomong apa.Mana ada istri jaman sekarang yang minta cerai sama suaminya lalu pergi dengan tangan kosong. Sudah tidak jaman.Maksud kamu bagaimana, Rat? Aku tidak mengerti.Kamu harus gabung di grub kbm yang ada di efbi. Kamu baca cerita-cerita yang ada di sana dan kamu pelajari bagaimana caranya menjadi istri yang tegar serta membalas perlakuan suami kamu.Ratna menjelaskan panjang lebar tentang apa yang sering dibacanya di grub tersebut. Aku pun tertarik dan membenarkan dalam hati saran sahabatku dari kecil tersebut.Sampai di rumah, aku fokus membaca seluruh cerita-cerita yang berkaitan dengan perusak rumah tangga orang. Dalam hati aku bertekat, walaupun aku bukan gadis terpelajar dan dari keluarga kaya raya, namun aku harus tetap bisa mengendalikan suamiku.Namaku Naya Khumaira, usia 24 tahun yang sudah 4 tahun ini diperistri oleh seorang duda mapan beranak satu. Mas Ilham yang selama ini kukenal adalah sosok yang sangat baik dan juga bertanggung jawab. Apalagi dia tahu kalau aku sangat menyayangi putri semata wayangnya, Alta.Awal dia melamarku karena dikenalkan oleh seorang teman. Dia bilang sudah jatuh cinta padaku pada pandangan pertama. Aku yang masih berusia dua puluh tahun waktu itu merasa sangat tersanjung.Apalagi sebelumnya aku juga belum pernah berpacaran. Wajah Mas Ilham yang tampan dan pekerjaannya yang cukup mapan tak membuatku berfikir panjang untuk menerima perasaannya. Sikap baik dan lemah lembutnya membuat aku dan juga kedua orang tuaku tak mempermasalahkan statusnya yang pernah menikah, lalu berpisah. Toh semua orang juga punya masa lalu.Beberapa bulan kemudian dia bilang ingin serius dan meminta restu kepada keluarga ku, dan tidak butuh waktu lama, aku menerima lamarannya dan kamipun menikah.Keluarga Mas Ilham jiga tidak mempermasalahkan kehidupan sederhana keluargaku, tidak menganggap rendah aku yang hanya lulus sma, sedangkan Mas Ilham adalah seorang sarjana. Kehidupan rumah tangga kamipun adem ayem tanpa masalah.Namun akhir-akhir ini sikapnya berubah, sering pulang malam dan juga jarang sekali menyentuhku. Sebelumnya aku masih memaklumi, mungkin karena dia terlalu sibuk dan lelah saat kembali ke rumah.Sampai beberapa hari yang lalu seseorang tak dikenal mengirimkan beberapa foto di waktu dan tempat berbeda. Ternyata Mas Ilham sudah sering melakukannya.Akhirnya aku mengikuti saran Ratna. Malam ini aku mulai bergabung di grup kepenulisan tersebut. Kubaca satu persatu cerbung dan juga curhatan-curhatan yang banyak tertulis di sana. Rata-rata kasusnya sama dengan yang kualami saat ini. Suami yang berselingkuh, bahkan lebih gila lagi. Menikah diam-diam dengan direstui oleh keluarga besar suaminya.Dalam hati aku bergidik ngeri, bagaimana kalau ternyata Mas Ilham juga menikahi wanita lain dan keluarganya merestui. Apalagi setelah empat tahun menikah aku juga belum dikaruniai buah hati dari rahimku sendiri.Bisa saja hal itu akan dijadikan alasan untuk keluarga Mas Ilham untuk membiarkan Mas Ilham menikah lagi dan memberikan adik buat Alta.Alta sudah tidur, Nay? sapa Mas Ilham yang tiba-tiba sudah muncul di dalam kamar.Aku gelagapan, karena sama sekali tak mendengar kapan dia masuk. Mungkin karena terlalu serius membaca cerbung-cerbung barusan. Aku bangkit dari ranjang kemudian mencium punggung tangannya.Kulirik jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, terlalu malam untuk hanya sekedar lembur di kantor.Mas sudah makan? Naya siapin, ya?Tidak usah. Mas sudah makan tadi sama klien, jawabnya masih dengan ucapan yang lemah lembut. Mas Ilham pun langsung bergegas pergi mandi.Ya, Allah. Ini untuk kesekian kalinya Mas Ilham tidak makan malam di rumah. Selalu pulang larut malam dan setiap mandi selalu keramas. Hatiku semakin yakin, kalau dia benar-benar sudah tidak mencintaiku lagi.Selesai mandi, dia langsung membaringkan diri di ranjang. Tak ada lagi obrolan-obrolan sebelum tidur denganku. Baik itu perihal pekerjaan di kantor ataupun tentang sekolah Alta, putri tunggalnya..Keesokan paginya aku kembali menemui Ratna, untuk bertukar pikiran. Entah kenapa sehabis curhat dengannya aku selalu merasa tenang dan kembali bersemangat.Jadi apa yang harus aku lakukan, Rat? Kebanyakan yang aku baca dari cerita tersebut semua istrinya putri konglomerat, dan suami yang berselingkuh itu malah numpang hidup sama istrinya. Ya mudah saja untuk memberi pelajaran kepada suami dan selingkuhannya. La aku? Boro-boro anak orang kaya, kebutuhan bulanan Bapak dan Ibu di kampung saja masih dibiayai Mas Ilham, aku kehilangan semangat.Memang kamu itu dari dulu lugunya tidak mau hilang ya. Sudah lama tinggal di kota pun masih juga udik. Memangnya kamu pikir para pelakor-pelakor itu aslinya juga anak orang kaya? aku menggeleng.Justru mereka itu juga wanita kelas bawah yang mau hidup enak dengan morotin laki-laki hidung belang berkantong tebal seperti suami kamu itu. Mau hidup enak tapi malas kerja, imbuhnya sewot.Dalam hati aku membenarkan apa yang dikatakan oleh Ratna. Untunglah Ratna tidak termasuk wanita seperti itu. Meski dia belum menikah dan hidup sederhana hanya sebagai perawat di sebuah rumah sakit, tapi tak pernah sekalipun kulihat hidupnya melenceng yang bukan-bukan.Tapi aku merasa sakit, Rat. Setiap kali kulihat foto-foto Mas Ilham dengan wanita itu. Ingin sekali rasanya aku menanyakan langsung dan menuntut jawaban kepada Mas Ilham, kenapa dia sampai hati mengkhianati ikatan suci pernikahan kami yang hampir tidak pernah bermasalah sampai saat ini, tanpa terasa air mataku mengalir di hadapan Ratna.Iya, Nay. Aku mengerti perasaan kamu. Semua wanita pasti juga akan mengalami hal yang sama. Kamu yang sabar dulu ya? Jangan gegabah. Kalau kamu sudah hilang perasaan kepada Mas Ilham, setidaknya kamu pikirkan juga kehidupan orang tua kamu di kampung.Aku memandang nanar wajah Ratna. Benar sekali apa yang dikatakan Ratna. Bapak dan Ibu pasti merasa sangat terpukul dengan apa yang akan terjadi jika aku berpisah dari Mas Ilham sekarang. Belum lagi aku yang sama sekali tidak bekerja dan sama sekali tidak punya penghasilan.Apa lagi belum ada keturunan yang bisa mengikat kami, pastilah dengan senang hati Mas Ilham melepaskanku begitu saja, tanpa harus memikirkan memberi nafkah bulanan untuk anak kami.Jadi, Rat. Apa aku harus berdiam diri terus menerima semua ini hanya karena aku masih butuh nafkah dan harus merelakan hati dan tubuh Mas Ilham dimiliki oleh wanita lain?Ya tidak begitu juga kali, Nay. Pintar dikit dong. Setelah kamu berhasil nanti mendapatkan seluruh uang dari Mas Ilham, baru deh kamu bisa pergi dari rumah itu dengan tenang.Maksud kamu? aku masih belum mengerti.Dasar lemot, ejek Ratna. Kamu porotin dulu uang suami kamu seperti wanita tidak tahu malu itu. Setelah cukup banyak yang kamu dapatkan, baru deh kamu ungkapkan semuanya di depan semua orang dan keluarganya sehingga Mas Ilham dan wanita pelakor itu malu telah bermain di belakang kamu.Caranya bagaimana, Rat? aku yang selama ini jarang bergaul masih merasa bingung harus berbuat apa.Tenang saja, biar aku yang membimbing kamu sampai mereka berdua kena karma atas perbuatan mereka sama kamu, ucap Ratna penuh keyakinan.Mau tidak mau aku harus mengikut dengan rencana Ratna. Toh tidak ada salahnya juga di coba.Jadi sekarang aku harus pura-pura tidak tahu dulu tentang perselingkuhan Mas Ilham? lagi-lagi aku meyakinkan. Ratna mengangguk.Pokoknya, peras habis duitnya, lalu tinggalkan. Aku dan Ratnapun merencanakan sesuatu.Tunggu saja, Mas. Aku tidak akan lagi selugu itu. Kamu sendiri yang membuatku jadi seperti ini.***
(2)SANDIWARA PERTAMA DIMULAI
Mas, sapaku saat dia sedang berbaring sambil memainkan gawainya.Tumben sekali malam ini dia cepat pulang. Sebenarnya tidak terlalu cepat juga. Jam tujuh, sementara yang aku tahu dulu dia selesai bekerja jam lima sore dan sampai di rumah jam enam, itupun sudah terkena macet. Karena jarak dari rumah kami ke kantor tidaklah terlalu jauh.Sebenarnya aku sudah malas memasang wajah manis di hadapannya.Tapi demi melancarkan aksi yang disebutkan Ratna, aku harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa.Ada apa, Nay? jawab Mas Ilham lembut tanpa mengalihkan pandangan dari gawainya. Entah apa yang membuat dia tersenyum-senyum sendiri.Apa mungkin dia berani berbalas pesan whatsapp dengan selingkuhannya walaupun ada aku di sini? Keterlaluan sekali kamu, Mas.Selama ini aku memang tidak pernah berani atau segan membuka gawai Mas Ilham. Bukan karena takut atau dilarang olehnya, hanya saja aku ingin diantara kami memiliki rasa kepercayaan sebagai suami istri.Toh selama ini Mas Ilham selalu meletakkan sembarang gawainya tanpa pernah aku periksa. Bahkan jika ada pesan masuk atau dering panggilan, aku selalu menunggu agar dia membalas atau menerima panggilan itu sendiri.Aku pura-pura cuek saja, berusaha untuk tidak bersikap curiga padanya. Kalau aku mulai banyak bertanya, takutnya dia juga akan mulai lebih berhati-hati dalam bertindak. Bukankah selama ini yang dia tahu aku hanyalah gadis desa yang lugu dan tidak pernah berpikiran macam-macam dengannya?Seharusnya dia tetap berpikiran seperti itu agar dia lengah dan aku dengan mudah dapat mencari informasi dari gawainya. Siapa sebenarnya wanita dalam foto tersebut.Mas, boleh tidak kalau Naya minta sesuatu. Kalau tidak boleh ya tidak apa-apa, aku mencoba bersikap pasrah seperti biasa, padahal dalam hati jangan sampai tidak dikasi.Kamu minta apa? matanya tak sedikitpun beranjak dari layar.Tapi Mas jangan marah, ya? aku pura-pura manja.Sudah, ngomong saja.Naya tidak sengaja merusak motor Ratna, Mas.Mas Ilham kini mulai menghentikan aktifitas di gawainya. Dia pasti heran karena bagaimana bisa aku merusak motor seseorang.Kok bisa? Bukannya kamu tidak bisa naik motor?Itu dia, Mas. Tadi Nay iseng ingin sekali belajar naik sepeda motor, siapa tahu kalau sudah bisa, nanti Mas mau membelikan Nay motor, ucapku penuh harap.Buat apa sepeda motor? Kan kalau mau kemana-mana Mas bisa antar naik mobil.Nay hanya tidak ingin merepotkan Mas saja. Lagipula Nay bisa antar jemput Alta ke sekolah, biar Mas tidak usah repot-repot lagi harus pergi pagi-pagi sekali. Bukannya kantor Mas sama sekolah Alta berlawanan arah?Kulihat Mas Ilham memikirkan sesuatu dan mengangguk-ngangguk. Mungkin membenarkan apa yang baru saja aku sampaikan. Namun, apa dengan begitu dia akan langsung memberikan uang ganti rugi sepeda motor Ratna?Selama ini segala pembayaran kebutuhan rumah tangga, aku selalu minta kepada Mas Iham. Tak pernah meminta atau mau tahu berapa gaji Mas Ilham yang bekerja di kantor sebagai seorang menejer.Memangnya berapa biaya perbaikannya? akhirnya Mas Ilham menyetujui. Ada sedikit perasaan lega di hatiku.Belum tahu, Mas. Ratna tidak bilang. Katanya tidak apa-apa, tidak usah diganti. Tapi kan Nay jadi merasa tidak enak, aku tertunduk, pura-pura sungkan.Iya, tidak apa-apa. Ganti saja uangnya. Seberapa parah kerusakannya? Dua juta cukup tidak?Dua juta? Itu lebih dari cukup, Mas. Bahkan untuk sepeda motor butut Bapak di kampung saja tidak sampai tiga ratus ribu biaya perbaikannya. Awal yang bagus untuk sandiwara pertama. Setidaknya untuk pertama kalinya aku memegang uangku sendiri.Makasih ya, Mas. Mas memang selalu baik. Nay jadi makin sayang sama Mas, ternyata kalau dinikmati, aku jadi pintar bersandiwara.Tidak sia-sia instruksi dari Ratna tadi, aku haruslah bersikap seperti biasa dan terkesan manja agar Mas Ilham tidak curiga. Tidak lupa juga selalu memberikan pujian agar Mas Ilham yakin kalau aku masih istrinya yang lugu itu.
Selesai membuatkan sarapan, Mas Ilham memberikan uang cash yang disebutkannya tadi malam. Dalam hati aku merasa sangat bahagia. Ternyata dengan menahan sedikit amarah dan bersandiwara, Mas Ilham sedikitpun tidak meragukanku.Benar apa yang dikatakan Ratna. Jaman sekarang, jadi istri tidak boleh lagi lemah. Harus kuat dan mandiri. Dan yang terpenting harus pintar dan sedikit 'licik'.Ini baru awalnya saja, Mas. Tunggu saja sampai semua uangmu berpindah ke tanganku. Aku tidak akan sudi lagi tinggal satu atap denganmu. Bahkan melihat wajahmu saja pun aku tak akan pernah mau.Alta sarapan dulu ya, sayang, ucapku dengan penuh senyuman kepada anak sambungku tersebut. Bunda sudah siapkan roti bakar coklat kesukaan Alta.Terima kasih, Bunda, jawab gadis kecil yang sekarang masih duduk di kelas satu sd tersebut.Soal Alta, biar tetap Mas saja yang mengantar. Tidak usah beli motor. Nanti kalau jatuh lagi bagaimana? protes Mas Ilham.Memang Bunda mau ngatar Alta naik motor? tanya Alta sambil mengunyah roti bakarnya.Maunya sih, begitu. Biar Ayah tidak repot bolak-balik mengantar Alta, aku beralasan.Alta mau kok, Bunda. Teman-teman Alta juga banyak yang diantar naik motor sama Mamahnya.Alta, Bunda baru jatuh semalam gara-gara belajar naik motor. Nanti kalau di jalan kenapa-napa bagaimana? Boncengan lagi.Loh, Bunda jatuh? Alta bangkit dari tempat duduknya. Mana yang sakit Bunda? dia terlihat khawatir padaku.Ya, Allah. Aku baru teringat kalau tadi malam Mas Ilham tidak bertanya apakah aku terluka atau tidak. Sudah tidak penting lagikah aku di matanya? Malah anak yang bukan darah dagingku sendiri ini yang terlihat begitu mengkhawatirkan aku.Bunda tidak apa-apa, sayang. Cepat habiskan sarapannya, ya? Biar tidak terlambat ke sekolah.Kalau begitu, Alta tidak mau Bunda belajar naik motor lagi. Nanti Bunda jatuh lagi, rengek Alta. Ayah, belikan Bunda mobil saja. Alta juga kepingin di antar ke sekolah sama Bunda. Masa sama Ayah terus. Teman-teman Alta lebih sering diantar sama Mamanya. Kan Ayah lihat sendiri, cuman Bunda yang tidak pernah hadir di acara perkumpulan orang tua murid.Wah, ide yang masuk akal dari Alta. Untuk apa juga aku minta motor. Hujan ya kehujanan, panas ya kepanasan. Sementara dia dan wanita murahan itu enak-enakan naik mobilnya Mas Ilham. Lagipula untuk apa nanggung-nanggung minta dibelikan motor, kalau aku tahu Mas Ilham mungkin sanggup membelikanku sebuah mobil. Kulirik sekilas wajah Mas Ilham, dia kembali berpikir.Sudah, yuk. Nanti terlambat, ujarnya tanpa menjawab permintaan Alta.Aku pun mengantar mereka sampai ke depan pintu setelah mencium Alta dan juga punggung tangan Mas Ilham.Setelah mobil mereka berlalu, dengan cepat kuambil gawai dan langsung menghubungi Ratna.Terdengar suara tawa dari seberang sana setelah aku menceritakan soal uang yang dengan mudah diberikan oleh Mas Ilham.Tuh, kan apa kubilang. Kamu itu harus pintar-pintar. Jangan mau kalah sama pelakor itu. Enak saja dia menikmati uang yang seharusnya jadi hak kamu, kelakar Ratna dari kejauhan.iya, Rat. Meskipun aku sedikit kecewa karena ternyata perhatian Mas Ilham sudah tidak ada sama sekali. Bahkan saat aku bilang terjatuh pun dia tidak lagi menanyakan bagaimana keadaanku, keluhku.Sabar, Nay. Orang seperti itu cepat atau lambat pasti akan menerima balasannya. Kamu yang sabar ya. Aku janji pasti bakal bantuin kamu terus buat ngasi pelajaran sama mereka.Iya, Rat. Makasih ya.Iya, sama-sama. Nah, sekarang kamu harus pergi ke Bank dan buat rekening atas nama pribadi kamu sendiri.Memangnya harus ya, Rat?Ya harus dong. Dompet kamu tidak akan lagi cukup untuk menampung jumlah uangnya Mas Ilham. Bisa-bisa robek nanti, ledeknya yang membuatku sedikit terhibur.Akupun mengakhiri panggilan. Namun di dalam hati aku masih merasa sedih. Lekaki yang dulunya sangat sayang dan perhatian kepadaku kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak lagi mau tahu keadaanku.Aku jadi penasaran, wanita seperti apa yang kini sedang menjalin hubungan terlarang dengan suamiku. Apakah dia seorang wanita yang jauh lebih cantik dan terpelajar dariku? Foto yang dikirimkan kepadaku tak menunjukkan wajah wanita tersebut dengan jelas.Hanya wajah Mas Ilham saja yang terlihat jelas, mungkin si pengirim foto hanya ingin meyakinkan bahwa suamiku berselingkuh, tidak perduli dengan wanita manapun.Baiklah, Mas. Jika perasaanmu sudah mulai pudar kepadaku, aku pun juga akan bersikap demikian. Akan kupastikan rasa cintaku juga akan memudar dan akan segera hilang tanpa bekas.****(3)ALASAN ARISAN SEKOLAH
Hari ini ada pertemuan orang tua murid di sekolah Alta. Sepulang dari membuat rekening tabungan, aku menyusul ke sekolah. Seperti aktifitas harian, pagi Mas Ilham yang mengantar ke sekolah. Siangnya aku yang menjemput dengan naik ojek online.Para ibu-ibu sudah mulai berkumpul di tempat yang sudah di sepakati. Kami makan siang di sebuah foodcourt outdoor yang ada taman bermainnya. Sementara anak-anak sibuk bermain bersama. Tujuan perkumpulan kali ini untuk membentuk grup arisan dari wali murid kelas 1a, kelas dimana Alta belajar.Sebenarnya aku malas ikut acara seperti ini, selain buang-buang waktu, juga membuang-buang uang. Tapi lagi-lagi Ratna menyuruhku untuk ikut, setidaknya hanya untuk hari ini saja.Sebagai barang bukti dan juga ada Alta sebagai saksi. Dasar Ratna, pintar sekali idenya kali ini. Tapi, apa mungkin kali ini juga akan berjalan lancar seperti kemarin?Kali ini Mas Ilham pulang cepat seperti dulu. Jam enam sore sudah sampai di rumah. Tumben sekali dia tidak pergi berkencan. Apa karena wanita murahan itu lagi ngambek, karena uang jatahnya berkurang gara-gara Mas Ilham memberikanku uang dua juta tadi pagi.Tapi uang itu tidak seberapa dibanding dengan jumlah tabungan Mas Ilham. Pernah secara tidak sengaja aku melihat sendiri jumlah saldo di Atm nya Mas Ilham. Saat itu Mas Ilham menarik uang ketika kami jalan-jalan ke Mall beberapa waktu yg lalu. Ada tiga digit angka di depannya. Cukup besar untuk dia simpan seorang diri.Tentu saja, sudah bertahun-tahun Mas Ilham bekerja di sana. Tentu gajinya tidak akan main-main. Belum lagi bonus yang dia dapat kalau penjualan sudah mencapai target. Setidaknya begitulah yang dia ceritakan dulu padaku. Ya, dulu. Sebelum dia berhubungan dengan wanita itu.Atau jangan-jangan wanita tersebut sedang datang bulan sehingga Mas Ilham akan merasa rugi menemuinya karena tidak akan mendapat jatah apa-apa. Menjijikkan sekali kalau harus membayangkannya, entah sudah berapa kali mereka tidur bersama. Aku juga sudah merasa jijik jika harus melayani Mas Ilham lagi.Bagaimana tadi arisannya? Lancar? tanya Mas Ilham. Aku hanya memasang wajah kecut, tak menjawab.Kenapa, Nay? Bukannya kamu sendiri yang ingin ikut serta arisan sekolah Alta?Senang sih senang, Mas. Tapi Nay malu, aku kembali merengek.Malu kenapa? Apa mereka tahu kalau kamu bukan ibu kandungnya Alta?Bukan soal itu, Mas. Sekalipun Nay tidak pernah mengatakan kalau Alta bukan anak kandung Nay.Terus kenapa Malu?Anu, Mas, aku kembali tertunduk.Anu kenapa? Bilang saja. Atau arisan itu harus bayar iuran setiap bulan? Ya sudah, nanti Mas yang bayar, dia menawari.Memang kuakui, walau tidak memberikanku uang pegangan, namun Mas Ilham selalu cepat merespon soal pembayaran-pembayaran yang aku minta.Terkadang tanpa banyak bertanya secara detil apa-apa yang harus dibayar. Langsung tanya berapa jumlah total yang harus dibayar, kemudian dengan cepat memberikan uang dengan jumlah yang sama.Apa karena keroyalannya soal uang itu, makanya wanita itu menggoda Mas Ilham? Ah, terserah soal siapa menggoda siapa. Toh Mas Ilham juga bersalah dengan meladeni perempuan murahan seperti itu. Sudah tahu punya anak dan istri, masih juga berani bermain dengan wanita lain.Soal iuran bulanan juga sih, Mas. Tapi, masalahnya bukan cuma itu.Iya, terus apa?Nay malu. Karena mereka semua memakai banyak perhiasan. Sementara Nay hanya memakai cincin kawin satu ini saja, aku melirik mimik wajah Mas Ilham.Kulihat Mas Ilham menghela nafas. Apa mungkin kali ini aku sudah kelewatan? Dia pasti marah dan langsung menyuruhku untuk tidak usah jadi ikut. Uh, dasar Ratna. Kali ini rencananya pasti gagal.Ya, sudah. Besok saat jam makan siang, kamu nyusul Mas ke kantor, ya. Kita beli perhiasan yang kamu mau. Biar kamu tidak malu lagi.Hah, aku terkejut. Ternyata Mas Ilham mau menyanggupi permintaan konyolku ini. Ya, Allah. Apa sebenarnya yang terjadi? Di cerita yang aku baca, suaminya tiba-tiba berubah dan langsung bersikap pelit. Namun ini apa?Dia masih saja baik hati dan mau menuruti permintaanku. Bagaimana kalau ternyata semua foto-foto itu palsu dan Mas Ilham tidak pernah mengkhianatiku?Tidak, aku tidak boleh luluh. Mungkin ini hanya akal-akalannya Mas Ilham saja agar aku tidak mencurigainya. Mungkin jika dia berubah pelit, dia akan berpikir aku akan mulai menyelidikinya.Benar, Mas? Mas Ilham tidak bohongkan?Iya, buat apa Mas bohong, sahutnya datar.Terserah lah, mau datar atau bulat yang penting cair.Terima kasih ya, Mas, ucapku sambil dengan terpaksa memeluknya. Setidaknya aku harus menghilangkan rasa jijikku atas tubuhnya yang sudah nempel sana nempel sini sama wanita lain.Untung saja malam ini dia tidak minta yang macam-macam. Kalau tidak, entah bagaimana caraku menolak nya. Kamu sudah tidak bergairah lagi denganku, Mas? Sama, aku juga tidak sudi lagi disentuh olehmu. Kalau perlu sampai nanti kita berpisah, jangan lagi pernah ada hubungan suami istri diantara kita.
Keesokan harinya, setelah menjemput Alta di sekolah, aku langsung menuju kantor Mas Ilham. Kami hanya menunggu di depan saja, karena sebentar lagi Mas Ilham akan segera keluar.Naya? Ngapain di sini? suara seseorang menegurku dari dalam mobil. Diapun langsung turun menyapa kami.Eh, Mas Rafi. Lagi nunggu Ayahnya Alta, Mas, sahutku sambil tersenyum. Mas Rafi adalah rekan kerjanya Mas Ilham. Kami sempat berkenalan di hari yang sama saat temanku mengenalkanku pada Mas Ilham.Ada perasaan heran di wajahnya. Memangnya tidak boleh aku mengunjungi kantor suamiku sendiri.Mas Ilham tadi lagi telfonan di toilet, jawabnya tanpa aku bertanya.Oh, Iya Mas. Tidak apa-apa. Nanti juga turun, sahutku kemudian.Ya sudah kalau begitu. Mas duluan ya.Dia pun pergi meninggalkan kami. Tak lama Mas Ilham keluar dengan wajah murung.Ada apa, Mas? tanyaku heran.Sudah, tidak apa-apa. Masuk saja, aku dan Alta mengikutinya masuk ke mobil.Kami berhenti di sebuah toko mas tak jauh dari kantor Mas Ilham. Dia dan Alta duduk menunggu di kursi luar sembari bolak balik mengecek gawainya. Terlihat raut wajah yang penuh kekhawatiran.Apa jangan-jangan dia bertengkar dengan wanita selingkuhannya itu? Mungkin saja. Siapa tahu sebenarnya mereka sudah ada janji bertemu hari ini. Tapi kemudian dibatalkan oleh Mas Ilham karena hari ini ada janji denganku.Sudahlah. Bodo amat. Mau bertengkar atau sayang-sayangan aku sudah tidak perduli. Pokoknya sebelum uang Mas Ilham habis aku tidak akan berhenti. Biar jadi gembel kalian berdua.Dengan rasa kesal aku memilih asal perhiasan-perhiasan ini. Aku mengambil dua buah cincin, dua buah gelang dan seutas kalung dengan mainan bergambar hati. Entah berapa harganya aku pun tak tahu. Semoga saja Mas Ilham mau membayar dan tidak menaruh curiga dengan sikapku ini.Semuanya tiga puluh lima juta enam ratus tujuh puluh ribu ya, Mbak, ucap si penjaga toko.Mati aku! Mahal sekali ternyata. Bagaimana ini? Malu sekali kalau sampai harus membatalkannya. Tak lama Mas Ilham datang mendekat. Dilihatnya harga yang tertera di surat tanda terima. Dahinya mengernyit, lalu kemudian mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya ke si penjaga toko.Huft.. selamat. Mas Ilham tidak protes sedikitpun. Kenapa tidak dari dulu saja aku minta ini itu kepadanya. Ada rasa kasihan juga sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi. Pokoknya tidak ada ampun untuk kamu yang berani menduakanku.harganya kemahalan ya, Mas? aku pura-pura merasa tidak enak.Ya sudahlah, mau bagaimana lagi, ucapnya pasrah. Terkesan tidak ikhlas. Tapi mana aku perduli.Mas, aku mau ajak Alta makan es krim di Mall. Tapi duit belanja hari ini sudah habis, aku sudah mulai lebih berani.Iya, Yah. Tadikan Ayah buru-buru. Jadi Alta makan es krim sama Bunda aja, pas sekali Alta selalu mendukung setiap ucapanku.Kami kembali ke kantor Mas Ilham. Dari sana kami bisa naik taksi online karena jaraknya tidak jauh dari rumah kami. Kami sampai di depan kantor dan bergegas turun setelah Mas Ilham memberiku beberapa lembar uang merah.Alhamdulillah, lagi-lagi rencana yang dibuat Ratna berhasil. Tapi, belum saja kami melangkah, kulihat mobil Mas Ilham di cegat oleh seorang wanita. Tak membutuhkan waktu lama, wanita tersebut langsung melesap masuk ke dalam mobilnya dan mereka berhenti di parkiran.Lama aku menunggu, ada rasa panas di dada ini. Apa yang mereka lakukan di dalam mobil ditengah hari bolong seperti ini. Ingin sekali rasanya aku menghampiri dan mempermalukan mereka.Tapi pasti nanti semuanya akan menjadi kacau. Rencana-rencana yang sudah di susun Ratna dengan rapi pasti juga akan berantakan. Aku hanya bisa beristighfar di dalam hati. Tak terasa air mataku mengalir di sudut netra.Bunda kenapa menangis? tanya Alta tanpa kusadari.Eh, Bunda tidak menangis kok. Bunda cuma terharu saja dibelikan perhiasan sama Ayah, jawabku berbohong.Jadi kan kita makan es krimnya?Iya, sayang. Jadi kok. Ya udah, yuk. Kita tinggal nyebrang ke mall itu aja.Aku pun menggandeng tangan Alta untuk menyeberang ke mall yang memang letaknya hanya berseberangan dengan kantor Mas Ilham.Bagaimanapun aku berusaha untuk tidak mencintai Mas Ilham lagi, tetap masih ada rasa sakit menyelimuti hati ketika melihat dia dengan wanita lain.Selesai mengajak Alta makan eskrim, aku singgah ke rumah Ratna. Kebetulan hari ini dia sedang berada di rumah karena harus bertugas malam nanti.Aku menceritakan tentang apa yang kulihat di parkiran kantor Mas Ilham tadi kepadanya.Yang sabar dulu ya, Nay. Kamu harus kuat. Ini kan demi kamu juga, Ratna berusaha menenangkanku.Iya, Rat. Ini juga aku sedang berusaha untuk kuat walaupun sebenarnya aku ingin sekali melabrak mereka berdua.Apa dia juga pegawai di kantor Mas Ilham, Nay?Sepertinya bukan. Dia tadi berpakaian biasa saja. Pokoknya seksi lah. Pantas saja Mas Ilham tergila-gila padanya, kalau setiap saat disodori penampakan seperti itu, hatiku semakin panas.Sudah, sudah. Nih perhiasan imitasinya. Buat jaga-jaga. Perhiasan yang asli cepat kamu amankan. Kalau perlu jual aja lagi. Kamukan tidak membutuhkannya.Iya, Rat. Nanti aku jual kembali. Tapi ada satu hal dulu yang mau aku lakukan dengan perhiasan ini, Ratna pun tersenyum sumringah.Nih satu lagi, ujarnya sambil mengibas-ngibaskan sesuatu di tangannya.Akupun kembali tersenyum dengan rencana Ratna selanjutnya.***
(4)KEPINCUT WANITA MURAHANMalam ini aku akan melancarkan aksiku selanjutnya. Setelah menemani Alta belajar dan bermain sebentar, aku mengantarkan Alta untuk tidur di kamarnya.Jam sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Tak lama lagi Mas Ilham akan pulang sesuai dengan pesan whatsapp nya tadi. Malam ini aku juga harus melancarkan aksiku lagi. Sudah tidak tahan rasanya menghadapi hal seperti ini terus menerus.Baru tadi siang mereka asik-asikan indehoy di mobil, sekarangpun serasa tidak puas hingga sampai malam baru pulang. Ternyata Mas Ilham benar-benar sudah kepincut sama wanita murahan tersebut. Sampai-sampai tidak ingat lagi sama anak dan istri di rumah.Tunggu saja Mas, tunggu sampai aku tahu siapa sebenarnya wanita itu. Tak lama terdengar suara mobil dari halaman depan. Itu pasti Mas Ilham.Dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit kesabaran, akhirnya aku membukakan pintu dengan senyuman termanisku. Dengan takzim aku mencium punggung tangannya, seolah-olah dia masih pantas untuk diperlakukan dengan hormat seperti itu.Ini Mas, Nay buatin kopi, aku menyuguhkan secangkir kopi setelah melihatnya selesai mandi.Iya, terima kasih, jawabnya tenang. Alta sudah tidur?Ya sudah dari tadi lah, Mas. Mas saja yang pulangnya selalu terlambat. Makanya jarang sekali ketemu, aku mulai sewot.Ada perasaan heran di wajah Mas Ilham. Mungkin dia tahu dulunya kalau aku tak pernah sesewot ini. Selalu maklum kalau dia lembur sampai larut malam.Tapi ya itu dulu. Sebelum aku tahu bahwa dia punya wanita simpanan di luar sana.Ya maklum lah, Nay. Mas kan lembur hampir setiap malam juga buat kamu dan Alta. Kalau kerja Mas bagus, siapa tahu nantinya di promosikan naik jabatan, kan kalian juga yang bangga, Mas Ilham beralasan sambil menyeruput kopinya.Buat aku dan Alta? Ndas mu itu, Mas. Kalau benar kamu lembur ya tidak apa-apa. Selain kerjamu dapat promosi, otomatis uang lembur bisa nambah-nambah tabungan. La kalau lemburnya hanya buat nabur bibit sana sini, ya buat apa? Buat jijik iya.Tak lama kulihat Mas Ilham sudah berbaring di ranjang. Matanya terpejam dan nafasnya juga teratur. Kulirik cangkir kopinya juga sudah kosong. Cepat juga obatnya bereaksi.Tidak sia-sia Ratna memberikanku obat tidur tadi siang. Dengan begini aku bisa bebas mengobrak abrik isi gawainya Mas Ilham.Mas. Mas sudah tidur? aku menggoyang-goyangkan tubuhnya, untuk meyakinkan bahwa dia benar-benar sudah tertidur dengan lelap.Tak ada respon. Bergerakpun tidak. Baguslah, setidaknya dadanya masih naik turun menandakan bahwasanya dia masih hidup.Dengan cepat kuambil gawainya. Berkali-kali kucoba dengan nomor sandi yang lama. Ternyata gagal. Berarti Mas Ilham sudah mulai takut kalau aku akan mencoba membuka pesan darinya. Sejak kapan rupanya dia mulai sembunyi-sembunyi dariku. Sudah main rahasi-rahasian rupanya dia. Dasar laki-laki licik.Tapi kemudian aku teringat. Sandinya bisa saja diganti. Tapikan anunya tidak.Akhirnya kunci gawai terbuka setelah aku menempelkan anu, maksudnya ibu jarinya Mas Ilham. Selicik-liciknya kamu, ternyata masih ada juga sisi bloon nya. Dia menggunakan perlindungan ganda sekaligus. Tanpa dia sadari kalau hal itu yang membuatnya jadi semakin mudah diketahui.Kubuka satu persatu aplikasinya. Ternyata mereka jarang berinteraksi di aplikasi whatsapp. Apa karena chat mereka langsung dihapus begitu Mas Ilham sampai ke rumah? Mungkin memang seperti itulah adanya. Kalau tidak dari whatsapp, dari mana lagi mereka berkomunikasi?Setelah itu kulanjutkan dengan membuka aplikasi mesenger. Ya Allah, rasanya jantung ini mau copot saat membaca percakapan demi percakapan mereka. Banyak sekali obrolan-obrolan mesum yang membuatku jijik. Belum lagi foto-foto tidak pantas yang dikirimkan oleh wanita itu. Astagfirullah alaziim.Sakit sekali rasanya hatiku melihat ini semua. Aku sama sekali tidak menyangka kalau lelaki baik yang sudah empat tahun hidup bersamaku ini bisa menjadi pria mesum dan mampu mengeluarkan kata-kata menjijikkan seperti itu.'Mas, kapan kamu menceraikan istri kampungmu itu,' isi salah satu dari ratusan bahkan ribuan chat mereka.'Jangan buru-buru sayang, nanti siapa yang mau mengurus Alta? Memangnya kamu mau?''Kalau ngurus Mas sih aku mau-mau saja.' itulah beberapa hal yang membuatku semakin membenci Mas Ilham.Viona Cantika. Itu nama akun sosial media wanita tersebut. Ku telusuri akunnya satu persatu. Banyak sekali foto-foto yang tidak pantas dia pajang di akunnya. Wanita seperti inikah yang membuat Mas Ilham berpaling dariku?Aku sudah membaca seluruh isi percakapan mereka. Aku juga sudah mengcopy dan mengirimkannya ke gawaiku sebagai barang bukti yang akan kupergunakan nantinya. Setelah membersihkan semua jejak, aku kembali meletakkan gawai di tempatnya semula.Sekarang giliran lemari yang jadi sasaranku. Dengan mudah aku mengambil sertifikat rumah dan menggantinya dengan sertifikat palsu yang sudah kusiapkan sebelumnya. Tentu saja ini juga adalah anjuran dari Ratna.Aku saja tidak berfikir sampai sejauh ini. Berbahayakah nantinya kalau semua ini ketahuan? Apakah ini termasuk sebuah pencurian, walaupun aku mengambilnya di rumahku sendiri?Ah, entahlah. Rasa benci dan juga muak telah membuatku tidak bisa berpikir jernih lagi. Dengan rasa takut dan tangan yang gemetaran aku memindahkan dokumen tersebut ke bawah kasur di samping Mas Ilham untuk kuamankan besok pagi. Semoga kali ini nasib baik masih berpihak padaku..Kulihat Mas Ilham bangun pagi dengan wajah yang segar. Mungkin karena tidurnya sangat nyenyak semalam. Aku dan Alta sudah menunggu di meja makan. Aku sudah tidak tahan lagi sebenarnya berlama-lama di rumah ini.Tega-teganya dia hanya menganggapku sebagai pengasuhnya Alta. Memang kuakui kalau kasih sayangku kepada Alta begitu besar. Tak pernah sedikitpun aku menganggapnya sebagai anak tiri. Tapi ya tidak begini juga caranya.Mas, Nay boleh bekerja tidak? tanyaku lebih memberanikan diri.Kamu mau kerja apa? Mas Ilham mulai memakan sarapannya.Kerja dari rumah lho, Mas. Ada teman Nay yang menawarkan. Hitung-hitung buat uang tambahan. Nay juga kepingin megang uang sendiri, kaya istri-istri yang lain. Jadi kalau mau beli apa-apa itu tidak melulu minta sama Mas, sindirku.Ya, kalau memang kamu mau seperti itu ya sudah. Mas dukung, jawabnya santai.Benar, Mas? Mas Ilham mengangguk.Tapi.. Tapi apa lagi?Nay harus punya rekening pribadi atas nama Nay sendiri Mas. Biar nanti keuntungan yang di dapat bisa langsung di transfer.Ya sudah, kan tinggal dibuat.Masalahnya.. Masalah apa lagi?Masalahnya ada syaratnya, Mas.Syarat apalagi? Jangan aneh-aneh la, Nay. Kalau aneh-aneh itu namanya penipuan. Investasi bodong. Sudah kalau kamu mau kerja jualan online saja. Tidak pakai modal.Nay juga maunya begitu, Mas. Tapi teman Nay bilang untungnya sedikit. Itupun kalau ada yang mau beli.Lha terus syaratnya apa lagi?Isi rekening harus minimal sepuluh juta, Mas. Itupun hanya untuk bukti rekening koran atau apalah namanya. Nay juga tidak mengerti. Pokoknya uang sepuluh jutanya tidak dipakai. Cuman sebagai bukti saja kalau rekening kita itu aktif. Berarti kan kita tidak rugi apa-apa.Terserah kamu sajalah, Nay. Mas berangkat dulu ya? Ayo Alta.Jadi boleh ini, Mas?Iya, iya. Buat saja. Tapi nanti setelah di transfer balikin lagi, ya?Iya, Mas. Terima kasih ya.Iya, nanti kirim saja nomor rekening yang baru kamu buat, nanti langsung Mas transfer.Iya, Mas. Terima kasih ya, Mas.Ingat, langsung dibalikin ya?Dibalikin? Maaf ya, tidak akan.Selepas mengantar mereka pergi, dan memastikan kalau mobil Mas Ilham sudah menjauh, cepat aku ikut keluar. Kebetulan hari ini Ratna baru selesai shift malam. Jadi pagi ini aku bisa menemuinya di rumah sakit, lalu bisa pulang bersama.Sesampainya di rumah sakit aku menceritakan segala yang sudah terjadi malam tadi dan juga pagi ini. Hal baik dan juga hal buruk yang sedang kualami. Aku dan Ratna duduk bersisian di kursi panjang koridor luar rumah sakit, kebetulan pagi ini belum banyak yang datang.Sabar, Nay, sabar, lagi-lagi kata itu terucap dari Ratna. Sebentar lagi juga kamu bebas dari laki-laki seperti itu.Tapi aku harus ngasi pelajaran dulu sama pelakor itu, Rat. Tidak tenang aku kalau dia masih enak-enakan sama suamiku.Yaelah, masih bilang suamiku. Masih cinta? ledek Ratna.Ini bukan soal cinta tidak cinta, Rat. Ini hanya soal harga diri. Harga diriku rasanya sudah diinjak-injak habis oleh mereka.Wah, ngeri juga ya kalau Naya si gadis lugu dari kampung sudah marah, Ratna cekikikan.Sialan kamu, Rat. balasku.Sudah tenang saja, pokoknya kamu ikuti saja rencana awal kita. Kuras habis uangnya, lalu tinggalkan. Gampang kan? aku mengangguk, mengiyakan semua kata-kata Ratna.Terus, kalau nanti aku pisah sama Mas Ilham aku harus lari kemana, Rat? Mas Ilham tidak mungkin membiarkanku hidup tenang begitu saja.Kalau soal itu, nanti saja dipikirkan. Kalau perlu, kamu cari suami baru yang bisa melindungi kamu dari Mas Ilham.Hush, kamu ini bicara apa sih, Rat. Cerai saja belum kok sudah mau cari suami baru.Ya, kan tidak apa-apa. Hitung-hitung buat cadangan, biar kamu tidak terlalu patah hati nantinya.Ratna, Ratna. Omongan kamu itu seperti aku ini laku saja. Sudah jelek, orang kampung, cuman lulus sma, berstatus janda, pula. Mana mungkin masih ada yang mau, aku tertunduk lemah.Eh, sudah, sudah. Kok jadi ngelantur begini. Pokoknya sekarang, fokus dulu ke Mas Ilham. Habisi dulu dia sampai sehabis-habisnya. Titik.Oh, jadi seperti itu rencana kalian. Licik juga ya? tiba-tiba terdengar suara dari arah samping tempat kami duduk.Deg! Mati aku, orang itu...***
(5) RENCANA KETAHUAN
Kemudian dia melangkah mundur, lalu berjalan meninggalkan kami. Aku dan Ratna saling berpandangan dengan wajah yang khawatir. Seketika aku bangkit dan mengejarnya.Mas Rafi, aku meraih lengannya.Dia menghentikan langkahnya, kemudian menatap tanganku yang masih memegangi lengannya. Setelah sadar, aku buru-buru melepaskannya.Maaf, Mas. Nay lancang, ucapku.Tidak apa-apa. Kalau mau, pegang saja sepuasnya, godanya.Aku tertunduk malu dengan ucapannya barusan.Mas Rafi, soal tadi...Jangan buat alasan kalau Mas salah dengar, ya. Mas tidak budeg, sergahnya sebelum aku mengutarakan ucapanku.Lagi-lagi aku tertunduk diam. Merasa kalau permainan ini sudah berakhir dan harus menerima kalau Mas Ilham akan membuat perhitungan denganku.Bukankah Mas Rafi dan Mas Ilham adalah teman sekantor? Tentu dia akan lebih membela temannya dari pada aku yang jarang-jarang bertemu dengannya.Apalagi kalau sampai dia juga termasuk salah satu lelaki yang juga suka main perempuan. Pastilah mereka juga akan kompak untuk saling membela dan melindungi.Mas, Nay minta tolong ya. Apapun yang Mas Rafi dengar, jangan beritahukan sama Mas Ilham, aku mencoba membujuknya.Kalau tahu suami kamu punya wanita lain, kenapa masih bertahan? Cerai sajalah! Kenapa harus memainkan permainan konyol seperti ini. Yang ada kamu tambah sakit hati nantinya.Nay sih maunya begitu. Lebih cepat lebih baik. Tapi kalau Nay minta pisah sekarang.. aku kembali tertunduk.Dia diam tak bergeming, kurasa memandang ke arahku. Hanya saja aku tak berani membalas tatapannya.Ya sudah. Mas tidak akan bilang apa-apa sama Ilham.Aku mulai berani mengangkat wajahku, Benar Mas? aku tersenyum memandangnya.Hem.. tapi ada syaratnya, ya? dia penuh percaya diri.Waduh, ternyata dia sama saja dengan Mas Ilham. Lelaki hidung belang yang hanya ingin mengambil keuntungan dari wanita lemah sepertiku.Maaf, Mas. Nay tidak bisa. Walaupun sebentar lagi Nay akan berpisah, namun Nay bukan wanita seperti yang Mas Rafi bayangkan. Nay tidak mau menyerahkan diri sama lelaki manapun walaupun Mas Rafi ngancam Nay. Kalau Mas Rafi mau ngadu, ya sudah ngadu saja. Nay sudah pasrah, ucapku dengan tegas.Mas Rafi memandang heran kepadaku, dahinya mengernyit. Mungkin salut karena walaupun aku gadis kampung yang lugu, tapi aku masih dapat menangkap gelagat tidak enak darinya.Kamu ini ngomong apa sih, Nay? Kamu pikir Mas laki-laki rendahan seperti suami kamu? Kamu pikir Mas mau ngambil kesempatan sama kamu?Aku kaget mendengar perkataannya. Apa iya aku salah bicara? Lalu syarat apa yang akan diajukannya?Kalau bukan itu, Mas mau apa? Atau jangan-jangan Mas Rafi mau bagian uangnya juga ya, yang Nay ambil dari Mas Ilham? lagi-lagi aku berasumsi sendiri.Kulihat Mas Rafi mengacak-acak rambutnya sendiri. Mungkin gerah dengan tuduhan-tuduhan yang baru saja aku lontarkan kepadanya. Tapi, kalau bukan itu, dia mau apa lagi?Dengar ya, Nay. Mas sama sekali tidak butuh uangnya Ilham. Jadi kamu tidak usah khawatir, sedikitpun Mas tidak akan mengambil uang yang akan menjadi hak kamu, ucapnya tegas.Ada rasa tidak enak dalam hatiku. Sudah menuduh, ternyata salah.Jadi syaratnya apa, Mas? kulihat dia sedikit berpikir.Mas harus ikut dalam permainan kamu, ujarnya.Maksud Mas, apa?Ya, Mas mau bantuin kamu. Syaratnya kamu tidak boleh menolak. Titik.Dengan tanda tanya besar yang ada di pikiranku, aku menyetujuinya. Kalaupun tidak setuju, la aku bisa apa? Sudah sukur dia tidak mengadu sama Mas Ilham. Aku mengangguk tanda setuju, diiringi senyuman manis dari wajah tampannya.Ngomong-ngomong, Mas Rafi ngapain pagi-pagi ke sini? Siapa yang sakit? tanyaku memecah keheningan.Mama, darah tingginya kambuh lagi. Jadi hari ini Mas tidak masuk ke kantor. Jagain Mama, sahutnya.Oh, begitu. Mas Rafi anak yang baik, ya, pujiku Kalau ada riwayat darah tinggi, Mamanya jangab dikasi mikir yang berat-berat, Mas. Kasi berita baik saja setiap hari.Gimana tidak banyak pikiran, Nay. Anak laki-laki satu-satunya belum menikah sampai sekarang, keluhnya.Lho, nikah yang tinggal nikah to, Mas. Masa Mas Rafi belum punya calon.Memang belum. Calon yang Mas mau, dulu sudah di gondol maling, ujarnya.Kok bisa? Bodoh sekali wanita yang menolak Mas Rafi demi laki-laki lain.iya, Nay. Dia memang bodoh, imbuh Mas Rafi. Kamipun tertawa, seolah ketegangan dan ketakutanku tadi berangsur hilang.Mas Rafi mengeluarkan gawai dari kantong celananya, kemudian ada notifikasi pesan whatsapp dari gawaiku.Itu nomornya Mas. Simpan ya, kalau Mas hubungi harus diangkat. Jangan diabaikan, perintahnya.Aku menyimpan nomor tersebut dan pamit untuk kembali menemui Ratna. Dalam hati aku masih berfikir, sejak kapan Mas Rafi menyimpan nomorku?Bagaimana, Nay? tanya Ratna masih terlihat khawatir.Sudah aman, Rat. Dia tidak akan mengadu.Dia itu siapa, Nay?Dia teman kerjanya Mas Ilham. Dulu aku sempat dikenalin sama Mas, Bagas. Teman sekampung kita itu lho, Rat. Yang juga ngenalin aku sama Mas Ilham.Oh, sukurlah kalau dia tidak mengadu. Jantungku sudah hampir mau copot tadi.Apalagi aku, Rat. kami berduapun tertawa.Setelah menjemput Alta di sekolah, aku langsung kembali ke rumah. Tak lupa aku megirimkan nomor rekening yang sebenarnya sudah dari kemarin kubuat.Tak lama, ada notifikasi masuk dengan jumlah transferan sepuluh juta.Alhamdulillah, batinku dalam hati..Keesokan paginya aku kembali menemui Ratna di rumah sakit. Hari ini dia bertugas pagi dan baru pulang pada sore hari. Baru sebentar saja aku menemuinya, kemudian dia pamit lagi karena harus merawat pasien-pasiennya.Lagipula kedatanganku kali ini juga untuk menjenguk Mamanya Mas Rafi. Tak lupa sekeranjang buah sudah aku siapkan ketika menuju ke rumah sakit. Tentunya atas saran Ratna juga.Baik-baik kamu sama Mas Rafi, Nay. Jangan buat dia tersinggung. Kartu as kamu berada di tangannya, celetuk Ratna. Salah sedikit saja, tamat riwayat kita.Mas Rafi keluar dari ruangan VIP tersebut untuk menemuiku setelah kuhubungi barusan.Ayo masuk, ajaknya.Nay di sini saja, Mas. Tidak enak nanti dilihat orang, aku menolak secara halus sambil memberikan keranjang buah-buahan.Dengan senang hati Mas Rafi menyambut buah tangan dariku.Kok repot-repot, sih, ujarnya sungkan. Memangnya tidak enak sama orang yang mana?Ya sama Mamanya Mas Rafi. Kan yang rekan kerja Mas Rafi itu, Mas Ilham. Bukan istrinya.Tapikan sebentar lagi sudah tidak suami istri lagi, Nay.Dih, Mas Rafi kok ngomong begitu, sih.Ya, siapa tahu dengan melihat Nay, Mama Mas bisa langsung sembuh.Kok bisa begitu? Memangnya Nay dukun? Mas Rafi tertawa mendengar celotehku.Tak lama muncul seorang wanita yang menyapa Mas Rafi, dia muncul dengan...Mas Ilham?Bukankah itu wanita yang bernama Viona? Kenapa Mas Ilham bisa berada di sini bersama wanita murahan itu? Tanpa sadar mataku mulai menghangat. Apa Mas Rafi juga mengenal wanita ini?Jadi, Mas Rafi sudah lama tahu tentang perselingkuhan Mas Ilham, dan dia diam saja? Malah berpura-pura tidak tahu dan ingin membantuku? Jahat sekali.Naya? Kamu sedang apa di sini? tanya Mas Ilham tampak gugup.Wanita tersebut tampak salah tingkah juga karena kini mereka tertangkap basah sedang jalan berdua.Mas ilham yang sedang apa di sini? Bukannya seharusnya Mas Ilham berada di kantor? Siapa wanita ini, Mas? aku pura-pura tidak tahu, ingin mendengar alasan apa yang akan diberikannya padaku.Anu, Nay. Ini dulu teman sekantornya Mas sama Mas Rafi juga. Tapi sekarang dia sudah tidak bekerja di sana lagi, aku melirik Mas Rafi, dan dia mengangguk membenarkan ucapan Mas Ilham.Terus, kenapa Mas Ilham bisa pergi berdua sama dia? kemudian Mas Ilham menarik lenganku menjauh dari mereka. Entah kebohongan apa yang akan dikatakannya.Mas datang sendiri ke sini. Tadi dapat ijin dari kantor, mewakili untuk menjenguk Ibunya Rafi. Terus tidak sengaja ketemu sama Viona di pintu masuk. Katanya dia juga mau menjenguk juga. Bagaimanapun juga, kan dia juga pernah bekerja sama dengan Rafi, Mas Ilham masih beralasan dengan kebohongannya.Bertemu tanpa sengaja? Omong kosong. Dasar pembohong. Dia pikir aku tidak tahu kalau dia sedang berbohong dan mengarang cerita? Ingin sekali rasanya aku melabrak dan menjambak rambut wanita tersebut.Darahku sudah naik sampai ke ubun-ubun dan hampir tidak bisa dikendalikan lagi. Apalagi melihat senyum sinis wanita murahan itu memandangku dari atas sampai ke bawah. Dia pikir dia lebih baik dari aku apa?Hampir saja air mata ini jatuh jika aku tidak harus berpura-pura percaya.Kamu sendiri sedang apa di sini, Nay? Kok bisa sama Rafi? dia balik mencurigaiku.Tentu saja aku harus bersikap tenang, aku bukanlah wanita yang suka main gila dengan laki-laki lain dan menghianati pasangan seperti dirinya.Nay ke sini mau ketemu Ratna, Mas. Tidak sengaja bertemu Mas Rafi. Taunya Mamanya Mas Rafi sedang dirawat di sini.Oh, begitu. Sudah masuk ke dalam? sepertinya dia percaya.Belum lah, Mas. Kan Nay baru saja datang. Lagipula Nay juga tidak enak masuk ke dalam tanpa suami. Nanti dipikir yang macam-macam, sindirku.Kulihat dia gelagapan, mungkin merasa bersalah karena seenaknya saja pergi berduaan dengan wanita lain.Ya sudah yuk, masuk. Mumpung lagi ada di sini, ada raut keterpaksaan terpancar di wajahnya.Akupun dengan terpaksa menurutinya, sebenarnya aku juga sudah malas. Mengingat Mas Rafi juga bersekongkol dan mengetahui bahkan juga mengenal wanita selingkuhannya. Aku jadi menyesal karena sudah berbaik sangka dan mau saja percaya kepadanya.Percaya kalau dia tulus ingin membantuku. Tapi mau tidak mau, aku harus ikut masuk ke dalam. Aku harus membuktikan kepada wanita itu, siapa istri Mas Ilham sebenarnya.Dengan terpaksa dan rasa jijik aku menggandeng lengan Mas Ilham di depan kedua orang itu. Wajah wanita itu terlihat marah dan tidak suka. Mungkin dia cemburu karena lelaki yang menjadi kekasihnya itu masih terlihat mesra dengan istri sahnya.Sebisa mungkin aku memasang senyum palsu di depan Mas Ilham agar dia tidak curiga kalau aku sudah tahu tentang kebusukannya. Kalau soal Mas Rafi, terserahlah kalau dia mau mengadu. Toh sejumlah uang dan surat rumah sudah aman berada di tanganku.Mamanya Mas Rafi menyambut kami dengan sangat ramah. Wajahnya masih terlihat lemah, namun masih berusaha tersenyum menyambut kedatangan kami.Sesekali kulirik wajah Viona yang tak henti-hentinya memandangku yang sedari tadi terus menerus mendekap kepada Mas Ilham.Mas, mumpung belum ke kantor, anterin Nay jemput Alta sekalian, ya? pintaku dengan manja.Kulirik Viona semakin memasang wajah marah ke arah Mas Ilham. Mas Rafi juga melirik ke arahku, namun dengan seketika aku membuang pandangan. Malas untuk bertatap muka.'Kalian semua sama saja,' batinku dalam hati.I Iya, Nay, sahut Mas Ilham ragu-ragu. Tak lama Viona buru-buru pergi sambil memasang raut wajah yang tidak senang.Aku duluan, Raf, ucap nya ketus. Kemudian buru-buru keluar dari ruangan dengan mengehentak-hentakkan kaki tanpa pamit kepada aku dan Mas Ilham.Rasakan itu. Sana pulang naik angkot. Enak saja mau kesana kemari naik mobil suamiku. Tunggu saja sampai mobil inipun nanti akan aku ambil dari kalian berdua.Tak lama, Mas Ilhampun pamit kepada Mas Rafi dan mamanya. Aku hanya diam dan tak mau lagi bicara ataupun sekedar tersenyum kepada Mas Rafi. Kami berlalu pergi meninggalkan ruangan dengan tatapan nanar Mas Rafi kepadaku.Apa yang terjadi padanya?***ย (6) MEMINTA HAK BATIN KARENA CEMBURUPagi ini aku sudah bertekad untuk menggadaikan surat rumah. Aku merasa sudah tidak tahan lagi tinggal serumah dengan Mas Ilham.Apalagi tadi malam dia mulai bersikap nakal dan mencoba meminta haknya sebagai suami. Menjijikkan sekali jika aku harus berbagi dengan wanita lain. Sudah menggauli yang sana, masih juga mau menggauliku.Bukan tanpa sebab dia meminta haknya, sepertinya ada rasa cemburu dihatinya melihat pertemuanku dengan Mas Rafi kemarin.Kalau bisa kamu jangan sering-sering bertemu dengan si Rafi itu, Nay. Mas tidak suka, ujarnya.Lho, memangnya kenapa, Mas?Tidak suka saja.Itukan temannya Mas Ilham sendiri. Lagipula Nay juga tidak sengaja ketemu sama Mas Rafi. Nay juga tidak mungkin macam-macam dengan Mas Rafi. Mas kan tau sendiri Nay Bagaimana. Selama ini apa pernah Mas lihat Nay aneh-aneh sama laki-laki lain? bantahku sekaligus memberikan sindiran kepadanya.Mas Ilham terlihat salah tingkah. Mungkin malu karena kemarin baru kepergok jalan berdua dengan wanita lain.Iya, Nay. Mas percaya sama kamu. Tapi Mas tidak percaya sama si Rafi itu.Tidak percaya bagaimana?Si Rafi itukan dulu sempat naksir sama kamu. Cuman keduluanan Mas yang ngajak kamu nikah.Ada-ada saja sih, Mas ini. Mana mungkin laki-laki seperti Mas Rafi naksir gadis kampung seperti Nay.Sudahlah, pokoknya kamu jangan mau ketemu lagi sama dia, ya?Iya, iya. Terserah Mas saja, aku menurut. Tapi bukan karena aku menghargai dia sebagai suami lagi, tapi karena aku memang malas untuk bertemu dengan mas Rafi lagi.Nay, Mas kangen, ucap Mas Ilham mulai merayuku. Dia pikir aku masih tertarik apa, dengan rayuannya.Maaf, Mas. Nay sedang datang bulan, sergahku. Dosa ya dosa saja, dari pada tidak ikhlas.Diapun tidur dengan wajah kecewa. Rasakan itu, Mas. Jangan harap bisa menyentuhku lagi..Aku keluar rumah tak lama setelah Mas Ilham dan Alta berangkat. Aku sudah berdiri di luar pagar menunggu ojek online pesananku. Tiba-tiba sebuah mobil melintas di depanku. Kulihat seseorang turun dan langsung menghampiri.Mas Rafi? Mau apa dia ke sini pagi-pagi? Jangan-jangan ingin bertemu dengan Mas Ilham dan mengadukan tentang rencanaku. Tapi kenapa harus ke rumah? Bukankah dia bisa lebih leluasa kalau mengatakannya di kantor?Naya, kamu mau kemana? sapanya dengan antusias.Mas mau ngapain ke sini? tanyaku sinis. Mas Rafi telat. Mas Ilham sudah berangkat ke kantor.Tak lama driver ojek onlineku pun sampai. Baru saja aku hendak naik ke boncengan, namun dengan cekatan Mas Rafi menarik tanganku.Apa-apaan ini, Mas? tanyaku heran. Dia mengeluarkan dompet dan menyerahkan selembar uang merah kepada driver itu.Maaf, Bang. Penumpang ini biar saya saja yang antar, ucapnya ramah.Lho, banyak sekali ini, Mas, jawab si pengemudi.Tidak apa-apa, Bang. Anggap saja rejeki Abang. Dengan wajah sumringah driver itupun pergi meninggalkan kami.Aku masih terheran-heran dengan sikapnya. Mau apa sih dia ini?Mas Rafi apa-apaan sih? tanyaku kesal.Tanpa banyak kata dia langsung menarik dan memasukkanku ke dalam mobil tanpa meminta persetujuan. Dia menutup pintu dengan rapat, lalu berputar untuk masuk ke arah pintu yang satunya.Pakai sabuk pengamannya. Atau mau Mas yang pakaikan? ancamnya.Seperti kerbau yang dicucuk hidung aku langsung menurut. Sepertinya dia juga sedang kesal.Tapi kesal sama siapa? Bukankah seharusnya aku yang merasa kesal dan harus marah sama dia? Bukankah selama ini dia sudah bersekongkol dengan Mas Ilham dengan menutupi perselingkuhan mereka?Kita mau kemana ini, Mas? tanyaku. Dia masih diam saja.Jangan-jangan dia mau membawaku ke kantor lagi. Waduh, gawat ini. Malah sekarang sertifikat rumah lagi aku pegang. Bagaimana kalau Mas Ilham nanti menggeledah seluruh isi tas dan juga gawaiku?Mas Rafi! bentakku. Kita mau kemana? lagi-lagi aku kesal dengan kediamannya.Ih, karena kesal aku memukul lengannya yang sedang fokus menyetir. Tak lama dia meminggirkan mobil dan berhenti di jalanan yang cukup sepi. Ada apa ini? Apa dia marah karena barusan aku memukulnya? Apa dia akan membalasku dengan perbuatan yang tidak-tidak?Padahal kan pukulan tadi tidak terlalu kuat. Tidak mungkin dia merasa sakit hanya karena sentuhan seperti itu.Dia menatap tajam ke arahku. Apa dia benar-benar marah?Kenapa nomor hape Mas kamu blokir? Bukankah kita sudah melakukan kesepakatan kemarin? Mas Rafi terlihat gusar.Benar saja, kemarin tak lama setelah Mas Ilham mengantarku pulang dari rumah sakit, Mas Rafi menghubungiku beberapa kali. Karena merasa kesal dan marah aku mengabaikannya, kemudian langsung memblokirnya.Kenapa diam saja, Nay? Mas tanya kenapa kamu blokir nomornya Mas?Nay tidak mau lagi berhubungan sama Mas Rafi. Mas Rafi pembohong, jawabku kesal bercampur takut. Takut kalau-kalau dia marah dan melakukan yang tidak-tidak denganku.Memangnya, Mas bohong soal apa? dia itu pura-pura atau bagaimana sih.Ternyata selama ini Mas Rafi sudah tahu kalau Mas Ilham berselingkuh dengan wanita bernama Viona yang datang kemarin dengan Mas Ilham. Iya kan? todongku.Iya benar. Mas sudah tahu, jawabnya tanpa rasa bersalah. Tuh kan. Dasar pembohong.Jadi selama ini Mas bersekongkol kan dengan Mas Ilham?Buat apa Mas sekongkol sama dia? Tidak ada untungnya juga buat Mas.Terus kenapa kemarin Mas Rafi pura-pura kaget dan bilang mau bantuin Nay? Buat apa coba? Mas cuma pura-pura saja kan buat menjebak Nay agar Mas Ilham marah dan langsung buat perhitungan dengan Nay?Naya.. Naya. Kamu itu sudah suudzon saja sama Mas. Mas memang benar-benar ingin membantu kamu. Buktinya sampai sekarang Ilham belum tahu apa-apakan soal rencana kamu itu? Atau jangan-jangan kamu mau Mas ngadu nih? kulihat dia mulai mengeluarkan gawai dari kantongnya.Terserah Mas saja. Nay sudah pasrah. Bagaimanapun juga Mas Rafi juga sudah berbohong sama Nay. Seharusnya kalau memang Mas mau membantu, sedari awal Mas Rafi kasi tahu sama Nay kalauMas Ilham itu selingkuh. Jangan diam saja begini.Mas Rafi mengambil nafas panjang, seperti hendak melepaskan beban berat.Kalau bukan Mas yang memberi tahu kamu, lantas siapa lagi yang kemarin mengirimkan foto suami kamu di hotel itu? ujarnya pelan.Apa? Aku terkejut mendengar pengakuan Mas Rafi. Jadi, selama ini dia yang mengirimkan foto-foto tersebut? Pantas saja kemarin dia bisa langsung tahu nomorku.Jadi, nomor itu, nomornya Mas Rafi? tanyaku merasa bersalah.Mas sengaja beli nomer baru, biar tidak ketahuan kalau-kalau kamu nekat mengadu sama Ilham.Aku tertunduk malu. Merasa bersalah telah menuduhnya yang bukan-bukan. Apa sekarang ini dia malah marah kepadaku dan mengurungkan niatnya untuk membantuku?Maafin Nay ya, Mas. Sudah berpikiran buruk sama Mas Rafi. Nay pikir Mas bekerja sama dengan Mas Ilham.Lagian kamu, sudah tahu suami selingkuh. Masih saja mau mesra-mesraan dengannya, sindir Mas Rafi.Itukan cuma ekting, Mas. Biar pelakor itu kepanasan, jawabku kesal.Bukan cuma dia yang panas kali, Nay.Memangnya siapa lagi, Mas? Apa pacarnya Mas Ilham lebih dari satu? tanyaku penasaran.He eh, terserahlah, jawabnya pasrah.Iya, terserah. Nay juga tidak perduli mau pacarnya satu, dua atau sepuluh sekalian. Toh sebentar lagi juga Nay akan berpisah.Nah, gitu dong, ucapnya sambil tersenyum. Sekarang kamu mau kemana?Anu, Mas. Nay mau menggadaikan surat rumah. Buat bekal Nay nanti kalau sudah berpisah. Mas kan tahu sendiri kalau Nay ini tidak bekerja dan tidak punya penghasilan.Kalau mau menggadai nanti urusannya repot, Nay. Jual saja. Kebetulan teman Mas ada yang mau membeli rumah. Kamu mau jual berapa?Benar, Mas? Kira-kira rumah seperti itu laku berapa ya? Kalau Nay kasi harga tiga Milyar, ada yang mau tidak, ya?Tiga milyar, ya? Ya sudah, sini mana nomer rekening kamu? Biar selanjutnya nanti Mas yang urus.Eh? Kenapa Mas Rafi enteng sekali bicara soal uang tiga milyar. Apa dia sedang mengejekku? Mana mungkin dia langsung memberikan uang sebanyak itu tanpa syarat-syarat atau apapun itu.Kok melamun? Mana?Apanya, Mas?Kok apanya? Ya nomer rekening kamu lah.Sekarang juga?Tahun depan, sindirnya. Ya sekarang lah.Akupun menunjukkan nomer rekening yang baru aku buat kemarin. Benar saja, tak butuh waktu lama, sejumlah uang dengan barisan angka nol berderet-deret masuk ke rekeningku. Tanpa matrai, tanpa tanda tangan, dan tanpa ribet.Ya, Allah. Terima kasih karena engkau telah melancarkan semuanya. Semuanya jadi begitu mudah karena engkau mengirimkan Mas Rafi kepada hamba, doaku dalam hati seraya meneteskan air mata.Terima kasih ya, Mas, ucapku tulus sambil menyerahkan sertifikat rumah tersebut. Terserah Mau dijual kemana dan berapa harganya, aku sudah tidak perduli.Iya, sama-sama. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang? Biar Mas antar.Tidak, Mas. Nay ada keperluan lain. Nay turun di sini saja, ya? Biar Mas bisa langsung balik ke kantor.Hari ini saya tidak masuk kantor, mau balik ke rumah sakit.Oh, mamanya Mas masih dirawat, ya?Tidak, baru saja keluar tadi sebelum Mas ke rumah kamu.Terus ngapain lagi, Mas kerumah sakit?Ini, mau meriksa lengan Mas. Takutnya patah, baru dipukul orang tadi.Eh? Dia sedang mengejekku? Aish.. malunya aku.Maaf, ya Mas. Nay tidak sengaja tadi, aku berusaha hendak mengusapnya, namun kuurungkan karena takut kalau nanti dia salah paham dan menganggapku wanita nakal.Ya sudah, Mas. Nay turun di sini saja, ya. Nay masih ada urusan.Mas antar saja.Tidak usah, Mas. Nay naik gojek saja. Sekali lagi terima kasih ya, Mas. Akupun langsung keluar dari mobil.Nay, panggil Mas Rafi.Iya, Mas?Nomer Mas jangan di blokir lagi, ya. Nanti Mas hubungi kamu, perintahnya..Akupun sampai di rumah Ratna. Dia sudah bersiap-siap menemaniku untuk pergi ke Bank ataupun tempat yang bisa dengan cepat mendapatkan uang. Dia tercengang setelah mendengar penjelasanku tentang Mas Rafi tadi.Serius, Nay? Semudah itu? dia masih belum percaya.Iya, Rat. Rasanya ini seperti mimpi. Seumur-umur, baru kali ini aku megang duit segitu banyak.Mas Rafi baik sekali ya, Nay. Jangan-jangan, dia naksir kamu lagi, ledek Ratna.Dih, kamu ini apa-apaan sih, Rat. Dari pada naksir calon janda, ya mending dia naksir yang masih gadis seperti kamu. Punya pekerjaan lagi, aku mencoba mengelak dan menepiskan rasa itu.Rencananya setelah ini kami akan mencari sebuah rumah, yang nantinya bisa langsung aku tinggali begitu berpisah dari Mas Ilham. Sebenarnya kalau memikirkan Alta, aku jadi tidak sampai hati. Tapi mau bagaimana lagi, bagaimanapun aku tetap tidak mau lagi kembali hidup bersama Mas Ilham.Aku juga tidak bisa pergi dengan tangan kosong. Setelah semuanya selesai, aku juga berniat untuk membawa Bapak dan Ibu untuk tinggal bersamaku. Selama ini aku hanya sibuk mengurus anak orang, malah tidak sempat mengurus orang tua sendiri.Mungkin inilah takdir dari Allah agar aku bisa lebih berbakti dan membahagiakan mereka.***(7)KEDATANGAN WANITA PELAKOR
Hari ini hari Minggu. Tumben sekali Mas Ilham tidak kelayapan. Biasanya ada saja alasannya untuk keluar rumah tanpa membawa aku dan Alta.ย Selesai makan siang kulihat dia sedang asik bermain bersama Alta. Sungguh pemandangan yang sudah sangat langka selama beberapa bulan ini. Baru kemarin aku merencanakan ingin mengajak Ratna mencari rumah baru, tapi harus ku batalkan karena Mas Ilham belum juga beranjak dari rumah.ย Mau tak mau aku juga harus berdiam diri di rumah sambil kembali membaca novel-novel online yang ada di grup KBM. Walaupun sepotong-sepotong jalan ceritanya, yang penting aku sudah bisa mencerna cara-cara apa saja yang akan aku pakai nantinya.ย Bukannya pelit atau ingin berhemat, masalahnya aku sama sekali tidak mengerti caranya membeli koin untuk membaca semua cerita itu sampai tamat. Jadi, yang ada saja aku baca. Ada puluhan judul tentang mereka yang nasibnya serupa denganku. Jadi aku merasa hidupku tidaklah sendiri.ย Tengah asik membaca, terdengar suara bel dari pintu depan. Dengan malas aku bangkit untuk membukakan pintu. Siapa pula yang datang siang-siang begini. Mengganggu istirahat siang saja.Setelah membuka pintu, betapa terkejutnya aku melihat siapa yang datang. Dengan senyum sinis dia menanyakan tentang keberadaan Mas Ilham.ย Viona? suara Mas Ilham tiba-tiba muncul dari arah belakangku.ย Aku menoleh ke arahnya, berharap dia memberikan alasan yang masuk akal sedang apa wanita ini berada di rumah kami. Rumah yang sudah aku jual tentunya.ย Kulihat wajah Mas Ilham kaget dan pucat. Mungkin dia juga tidak menyangka kalau Viona akan senekat itu untuk datang.Ada perlu apa, ya? tanyaku masih mencoba untuk bersikap tenang dan pura-pura tidak tahu.ย Aku mau ketemu sama Mas Ilham. Tadi kebetulan lewat sini. Jadi sekalian mampir. Bolehkan? nadanya terlihat percaya diri sekali.ย Memangnya pantas ya, seorang wanita datang berkunjung sendirian ke rumah seorang laki-laki yang sudah beristri? ketusku.Raut wajahnya sedikit memudar. Mungkin tidak menyangka kalau aku akan seberani ini menjawab.ย Lho, Mas Ilhamnya saja tidak keberatan. Ya kan, Mas? Mas Ilham terlihat gusar memandangku.ย Kenapa wanita tidak tahu malu ini nekat untuk datang ke rumah ini? Apa sekarang mereka sudah akan terang-terangan mengakui hubungan terlarang mereka?ย Tak lama Alta juga muncul dan langsung berdiri di sampingku.ย Bunda, Tante ini siapa?ย Belum sempat aku menjawab, Viona langsung menyapa anak sambungku tersebut.ย Eh, ini Alta, ya? Wah, cantik sekali. Mirip sama Ayahnya. Kenalin, nama Tante Viona. Ini Tante bawa oleh-oleh buat Alta, Viona tampak merayu dengan kata-kata manisnya.ย Sebuah papperbag di sambut gembira oleh Alta. ย Entah apa isinya, aku pun tak tahu.ย Kok tidak ada yang mempersilahkan aku masuk, sih? ucapnya lagi sambil melihatku dan Mas Ilham secara bergantian.ย Oh, Iya. Masuk saja, Vi, sahut Mas Ilham. Kulihat senyum seringai dari bibirnya, merasa menang karena Mas Ilham mengijinkannya untuk masuk.ย Tanpa banyak kata aku berjalan cepat menuju ke ruang tengah hendak masuk ke kamar. Muak melihat sikap mereka yang semakin tidak tahu diri. Terdengar suara langkah Mas Ilham mengikutiku sampai ke kamar.ย Kamu apa-apaan sih, Nay. Ada tamu kok pasang wajah cemberut begitu, sergah Mas Ilham.ย Ngapain wanita itu datang ke sini, Mas? Mas juga mau bilang kalau dia cuma mampir?Ya biarin ajalah, Nay. Masa orang mau bertamu kamu larang, Mas Ilham tetap membelanya.ย Memangnya kalau Mas Rafi tiba-tiba datang buat menemui Nay di rumah ini, Mas tidak akan marah?ย Kok bawa-bawa Rafi, sih?Ya, aku sengaja menyebut namanya agar Mas Ilham menjadi cemburu. Bukankah dia tidak suka dengan kehadiran Mas Rafi diantara kami? Tidak ada salahnya juga aku menjual nama Mas Rafi untuk melancarkan aksiku, toh dia juga tidak tahu.ย Kan Mas sendiri yang mulai. Nay tidak sengaja ketemu Mas Rafi saja, Mas sudah terlihat tidak senang. Apalagi ini, ada wanita yang dengan sengaja menemui Mas secara terang-terangan. Nay tidak boleh marah?Mas Ilham terdiam, mungkin membenarkan apa yang barusan aku ucapkan.ย Ya sudah, Mas minta maaf. Mas yang salah. Mas juga tidak tahu mau apa si Viona datang ke sini. Kita keluar saja, ya? Tidak enak tamu dibiarkan lama menunggu. Mas usahakan agar dia tidak berlama-lama di sini.Ternyata masih ada juga rasa sungkan Mas Ilham kepadaku. Tidak terlalu kasar dan berlebihan berbuat dzholim kepadaku. Apakah sebenarnya masih ada rasa cinta yang dulu kepadaku?ย Lalu untuk apa dia menjalin kasih dengan wanita lain dan melakukan hubungan terlarang itu? Tidak! Jangan sampai aku terkecoh dengan sikap manisnya. Selingkuh ya tetap selingkuh. Tidak ada hal yang baik dengan itu.ย Bagaimana ini? Rasa panas di hati sudah tidak dapat tertahankan lagi. Tapi kalau sampai aku meledak dan marah, semuanya akan sia-sia. Aku masih butuh sebuah mobil lagi saja. Setelah itu, akan pergi meninggalkan Mas Ilham.Baiklah, kali ini aku akan mengalah. Kubiarkan saja mereka melakukan sandiwaranya. Dan aku juga akan tetap melakukan permainanku.ย Akhirnya dengan berat hati aku mencoba tersenyum. Setidaknya sampai aku berhasil mengerjai wanita tak tahu malu itu.ย Ya sudah, Mas. Nay tidak apa-apa. Mungkin karena Nay terlalu cinta kali, ya. Makanya Nay jadi cemburu buta, jawabku dengan rasa mau muntah.ย Iya, dong Nay. Mas kan cintanya cuma sama kamu, Mas Ilham mencolek daguku.ย Akupun kembali keluar dari kamar dengan menggandeng lengan Mas Ilham seperti di rumah sakit kemarin. Terlihat wajah Viona yang tadinya penuh percaya diri mulai muram. Pasti lagi-lagi dia cemburu melihat kemesraan kami.Maaf, ya Viona. Tadi kami tinggal agak lama. Maklumlah Mas Ilham ini, pantang berduaan di kamar. Nakalnya kambuh, bisikku di telinga Viona agar tak di dengar Alta.ย Wajah Viona semakin menegang, tak ada lagi senyuman seperti tadi.Mas Ilham juga tidak tahu apa yang barusan aku katakan. Dia terlihat tak banyak bicara. Aku jadi ingin tahu apa yang mereka renacanakan.ย Sebentar ya, Mas, Viona, aku buatin minum dulu, akupun mendekati Alta dan meletakkan gawaiku di dalam papperbag yang di bawa Viona tadi.ย Alta memang selalu terbiasa menungguku untuk membuka sesuatu pemberian dari seseorang. Apalagi dari seseorang yang baru saja dikenalnya. Niatnya jadi urung untuk membuka hadiah dari Viona karena aku keburu merajuk dan langsung berlari ke kamar.ย Ayo, Alta. Bantu Bunda bawain buah buat Tante Viona, ya. Sengaja aku membiarkan mereka agar leluasa untuk bicara.ย Aku dan Alta pergi menuju dapur dan menyiapkan minuman. Sengaja aku berlama-lama agar mereka bisa bicara panjang lebar. Sekiranya sudah cukup waktu yang kuberikan, aku dan Alta membawa secangkir teh dan potongan buah untuknya.ย Kulihat mereka seperti baru saja terdiam melihat kami datang. Entah apa yang mereka bicarakan. Akupun pamit sebentar sambil membawa papperbag tadi.ย Ngapain kamu kesini Viona? tanya Mas Ilham dari isi percakapan mereka yang aku rekam di gawaiku tadi.ย Aku membawanya ke kamar mandi agar suara percakapan tersebut tidak didengar oleh mereka.ย Aku kangen, lo Mas. Ngapain sih hari libur begini kamu di rumah. Seharusnya kan kamu sama aku. Aku mau di temani belanja ini, suaranya terdengar seperti merayu.ย Belanja apa lagi? Kan baru kemarin aku kasi kamu uang, jawab Mas Ilham yang sedikit memelankan suaranya.ย Ya sudah habislah, Mas. Aku kan juga harus ke salon dan perawatan. Biar makin cantik dan bikin kamu makin cinta sama aku.Darahku seperti mendidih mendengar percakapan mereka.ย Iya, tapi tidak dengan datang ke rumah ini juga. Kalau Naya sampai curiga bagaimana?Halah. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau istri kamu itu selalu percaya sama kamu. Buktinya sekarang dia masih baik-baik saja.Itu tadi karena aku yang bujuk. Sekarang kamu pulang saja sana.Kok aku diusir sih, Mas. Tega sekali kamu.Besok sepulang kerja kita bertemu. Jadi kamu tidak usah khawatir.Benar, Mas?Iya, kamu jangan lama-lama di sini.Ya sudah, tapi aku mau ke toilet sebentar, ya?Dasar wanita murahan. Bisanya cuma morotin suami orang. Mau bergaya kok pakai duit orang. Dasar tidak tahu malu.ย Akupun bergegas keluar dari kamar mandi dan kembali ke ruang tamu.ย Lho, Viona mana, Mas? tanyaku.ย Baru saja pulang, Nay, sahut Mas Ilham sedikit lega.ย Kok cepat?Namanya juga mampir, ngapain lama-lama.Tehnya juga tidak dihabisin?Nay, Nay. Bagaimana mau habis, teh kamu itu rasanya asin, Mas Ilham menggeleng-gelengkan kepala.ย Ha? aku pura-pura kaget. Astagfirullah, Mas. Nay pasti salah naro. Pasti gulanya tertukar sama garam.Makanya jangan mikir yang macam-macam Nay. Mas sama Viona tidak ada hubungan apa-apa. Kamu sih tidak percaya.Bukan begitu, Mas. Nay cuma kepikiran sama tukang ojek kemarin.Kenapa dengan tukang ojek? tanya Mas Ilham yang heran karena aku lari dari jalur cerita tentang Viona.ย Ya, gitu Mas. Genit-genit gimana gitu. Nay jadi risih. Tapi kalau tidak begitu, Nay mau kemana-mana naik apa lagi?Benar tukang ojeknya genit? Kamu diapain?Ya tidak di apa-apain, hanya saja selalu cari-cari alasan untuk mengobrol dan tanya ini itu sok akrab. Belum lagi nanti sedikit-sedikit berhenti mendadak. Mau tidak mau ya Nay mendekat juga ke badannya, ucapku berbohong. Padahal selama ini ojek yang aku tumpangi, drivernya selalu baik dan sopan.ย Kelihatannya Mas Ilham percaya dan sedikit terpancing.ย Ya sudah, lain kali naik taksi online saja! perintahnya.ย Ya sama saja, Mas. Malah terkadang tambah parah. Jarak yang tadinya dekat, malah diputar-putar biar makin jauh. Mereka bilang, biar makin panjang ngobrolnya, semoga saja Mas Ilham percaya dengan cerita karanganku.ย Soalnya kan dia tidak pernah naik ojek ataupun taksi online. Semoga saja dia tidak curiga dan menganggap semua itu benar.ย Mau beli mobil lagi pun, kamu juga belum bisa nyetir, Nay, sepertinya lampu hijau dari Mas Ilham sudah menyala.Kalau itukan Nay bisa belajar, Mas. Ratna nyetirnya juga jago, lho. Begitu-begitu, Bapaknya ย Ratna juga punya mobil jeep di kampung.Ya sudah, besok kamu ikut les nyetir saja dulu. Nanti kita ambil cicilan saja. Biar kamu enak kemana-mana sama Alta. Mas tidak perlu ngantar-ngantar lagi.Terserah kamu saja lah, Mas. Aku juga tidak sudi kemana-mana diantar sama kamu lagi.ย Tapi, Mas. Nay tidak mau mobil cicilan. Kan bikin pusing bayar bulanannya.Kan, Mas yang bayar.Beli cash saja Mas. Biar hidup kita lebih tenang, aku beralasan agar mobil yang nanti kumiliki tidak di tarik debt colector karena tidak lagi dibayar oleh Mas Ilham.ย Bukankah setelah kami berpisah, dia pasti akan menghentikan aliran uangnya untuk keperluanku?ย Kalau beli cash, nanti uang tabungan kita habis dong, Nay.Baguslah, memang itu tujuanku. Setelah uangmu semua habis, aku juga sudah tidak akan berada di dekat kamu lagi. Silahkan kamu kerja banting tulang dari awal lagi untuk mempercantik gundikmu itu.Soal tabungankan, masih bisa mulai dari awal lagi, Mas. Toh juga sekarang ini keperluan kita juga masih segitu-segitu saja. Atau Mas ada bajet pengeluaran lain lagi, selain untuk kebutuhan Nay dan Alta? sindirku.ย Mas Ilham gelagapan, seolah-olah mulai curiga kalau pembicaraannya dengan Viona tadi terdengar olehku.ย Kamu ini bicara apa sih, Nay. Ada-ada saja. Memangnya Mas punya keperluan apa lagi?Ya sudah, kalau begitu sekarang saja kita beli mobilnya ya, Mas, rengekku.ย Aku tidak mau lagi menunda-nunda, apalagi besok dia mau memberikan uang buat si pelakor itu. Daripada buat dia, mending aku habisin dulu uangnya Mas Ilham.ย Besok-besok sajalah, Nay.Sekarang, Mas! Besok Nay mau belajar seharian sama Ratna. Kebetulan besok dia libur.Mas Ilham akhirnya menyerah dan mengikuti semua keinginanku. Takut juga dia rupanya kalau terjadi apa-apa denganku.ย ***(8)GAGAL BELI MOBIL
Lagi-lagi aku dibuat kesal. Bukankah showroom mobil yang jadi langganan Mas Ilham tutup pada hari Minggu? Mas Ilham baru saja selesai menghubungi seseorang yang aku yakini sebagai pegawai dealer tersebut.ย Mas Ilham sudah sering berkomunikasi dengan pria yang usianya masih di bawah Mas Ilham itu, karena mobil yang Mas Ilham pakai sekarang adalah hasil dari mencicil selama tiga tahun. Walaupun sebelum menikah denganku mobil tersebut sudah dia lunasi.ย Aku mencoba untuk mengajaknya mencari showroom yang lain saja, siapa tahu ada yang beroperasional di hari merah. Namun Mas Ilham menolak dengan alasan sudah nyaman dengan layanan dari showroom langganan keluarga mereka.ย Alhasil, besok Mas Ilham akan bernegosiasi dengan mereka via telpon saja. Sedangkan kalau lancar dan selesai, mobil akan langsung di antar ke rumah.ย Aku jadi tak punya alasan lagi untuk memilih mobil mana yang aku inginkan. Ah terserahlah, mobil yang paling murah sajapun aku tidak apa-apa. Toh kemudian aku bisa menjualnya lagi untuk modal usahaku nantinya.ย Pokoknya surat-surat atas nama Nay ya, Mas, rengekku.ย Ya ampun, Nay. Sejak kapan sih kamu jadi matre begini, Mas Ilham menggeleng-gelengkan kepala.ย 'Ya sejak kamu mengkhianatiku,' jawabku dalam hati.ย Aku tidak ingin setelah berpisah nantinya mobil tersebut harus dibagi lagi menjadi harta gono gini. Namun ada satu hal juga yang masih mengganjal dihatiku. Takut hal itu terjadi sebelum aku sempat mengurus surat perceraian.ย 'Besok sajalah aku tanyakan kepada Mas Rafi,' batinku dalam hati..ย Seperti biasa setelah sarapan aku kembali mengantar Mas Ilham dan Alta sampai ke teras depan. Setelah itu dengan terpaksa aku memilih nomer Mas Rafi dan menghubunginya.ย 'Naya? Ada apa pagi-pagi menelpon?' tak sampai dua kali nada tuut Mas Rafi langsung mengangkatnya.ย 'Eh, maaf, Mas. Nay mengganggu, ya?' aku jadi merasa tidak enak.ย 'Ah, tidak. Mas senang kamu menghubungi Mas.'ย 'Oh, syukurlah, Mas. Nay kira Mas merasa terganggu karena Nay nelpon pagi-pagi'ย 'Tidak kok. Ada apa, Nay?'ย 'Begini, Mas. Nay mau menanyakan perihal rumah ini. Apakah sudah jadi, Mas Rafi menjual ke temannya Mas Rafi. Takutnya tiba-tiba sudah mau pindah, padahal surat cerai Nay belum selesai.'ย 'Memangnya kamu sudah mengurus surat perceraian, Nay?' Mas Rafi terdengar antusias.ย 'Rencana hari ini, Mas. Nay mau pergi sama Ratna untuk mengurusnya, sekalian mau cari rumah buat Nay tinggali nantinya.'ย 'Biar Mas yang mengantar kalian, ya? Kebetulan Mas juga punya teman seorang pengacara yang bisa dipercaya. Kamu tinggal bawa bukti-buktinya saja agar bisa mempercepat proses.'ย 'Jangan Mas, nanti ngerepotin,' aku menolak secara halus. 'Lagipula kan tidak enak kalau Mas Rafi bolos kerja hanya karena mau mengantar urusan Nay yang tidak ada hubungannya sama Mas.'ย Terdengar suara tawa dari seberang sana.ย 'Tidak apa-apa, Nay. Mas tidak masuk kantor selama sebulan juga perusahaan itu tidak akan bangkrut. Lagipula kita kan sudah punya perjanjian, kamu tidak boleh menolak lho.'ย 'Itu bantuan atau ancaman, Mas?' sindirku. Suara tawa itu kembali terdengar jelas di telinga.ย 'Terserah kamu saja mau menganggapnya apa, yang jelas sebentar lagi Mas langsung menuju ke rumah kamu. Soal rumah itu, kamu tidak perlu khawatir. Pergunakan saja waktu yang kamu butuhkan, Mas jamin rumah itu akan berpindah tangan tepat pada waktunya.'ย 'Oh, syukurlah Mas. Nay jadi lega. Kalau begitu kita bertemu di rumah Ratna saja ya, Mas? Nanti Nay kirimkan alamatnya. Tidak enak kalau sampai dilihat tetangga kalau Nay di jemput sama laki-laki lain. Biar bagaimanapun kan, Nay masih jadi istrinya Mas Ilham.'ย 'Lho, kemarin Mas jemput kamu di rumah kok.'ย 'Kalau itu sih namanya penculikan,' geramku. Dia kembali tertawa. Akupun segera mengakhiri panggilan..ย Aku sampai di rumah Ratna yang juga sudah siap menunggu kedatanganku. Aku sudah menjelaskan kalau kali ini Mas Rafi memaksa untuk mengantar kami.ย Ya tidak apa-apa juga kali, Nay. Kan kita malah untung tidak keluar biaya naik taksi kesana kemari, ucap Ratna girang. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya.ย Kamu ini, Rat. Aku jadi tidak enak berhutang budi terus sama dia.ย Sudah, kamu tenang saja. Kan dia sendiri yang menawarkan bantuan. Kan sudah aku bilang, kalau Mas Rafi itu pasti ada hati sama kamu, lagi-lagi Ratna menggodaku.ย Sudahlah, Rat. Jangan ngawur terus. Kalau aku sampai baper kamu harus tanggung jawab ya? rajukku.ย Cie.. cie..., Ratna kembali menggoda.ย Apa sih.ย Kalau jadinya seperti itu, ya suruh Mas Rafi yang tanggung jawab dong, Nay. Kok malah aku?ย Habis kamu sih, terus-terusan menggodaku. Ratna kembali tertawa.ย Tak lama Mas Rafi menghubungi dan mengatakan kalau dia sudah menunggu di luar. Tak ingin berlama-lama, kamipun langsung berangkat.ย Maaf ya, Mas. Lagi-lagi Naya membuat repot Mas Rafi, ujarku.ย Tidak apa-apa, Nay, jawabnya dengan penuh senyuman. Ratna menyikut lenganku menandakan kalau yang tadi dia katakan benar adanya.ย Aku menyerahkan semua dokumen-dokumen serta bukti foto, rekaman suara dan juga hasil percakapan mereka melalui mesenger. Mudah-mudahan dengan semua bukti ini, akan mempercepat proses perceraian kami.ย Setahuku Mas Ilham sudah tidak punya simpanan lain lagi selain yang ada di rekeningnya saat ini. Itupun akan segera habis setelah mobil yang aku minta dia belikan.ย Tak pernah ada kulihat brankas atau peti harta karun yang dia sembunyikan di rumah seperti di kebanyakan cerita yang aku baca. Aku sudah mencari-cari bahkan sampai menggeledah semua ruangan.ย Sama sekali tak ada brankas ataupun ruang rahasia di rumah itu. Bahkan rumah itupun tak sebesar dan semewah rumah si tokoh dalam cerita. Aku tahu rumah itu rumah yang Mas Ilham bangun dari hasil menjual rumah lamanya saat berpisah dengan Ibunya Alta.ย Karena aku tidak ingin hidup dalam bayang-bayang wanita lain meski mereka sudah berpisah. Pun demikian juga dengan saat ini, aku tidak akan pernah mengijinkan ada wanita lain yang juga hidup di tempat aku pernah memadu kasih dengan Mas Ilham.ย Ada rasa kasihan juga aku melihat nantinya rumah itu akan jatuh ke tangan orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, daripada rumah tersebut ditinggali oleh wanita murahan seperti Viona.ย Rencananya kamu mau cari rumah di daerah mana, Nay? tanya Mas Rafi.ย Nay juga belum tahu, Mas. Kalau bisa jangan yang mahal-mahal. Soalnya sisa uangnya mau Nay pakai juga buat usaha kecil-kecilan.ย Kamu mau buka usaha apa?ย Itu juga belum kepikiran, Mas.ย Buka toko kue saja, Nay. Kamukan dari dulu hobi dan mahir membuat kue. Bahkan waktu aku sweet seventeen kamu sendiri yang membuatkan kue tart untukku, Ratna yang duduk di sebelahku menimpali.ย Oh, ya? sahut Mas Rafi. Bagus dong, Nay. Boleh juga itu ide Ratna. Kalau begitu kenapa tidak membeli ruko saja? Lantai dua dan tiga bisa kamu pergunakan sebagai tempat tinggal.ย Aku dan Ratna saling berpandangan, kemudian tersenyum karena saran dari Mas Rafi sangat masuk akal. Dengan begitu aku tidak perlu lagi menyewa tempat untuk nanti menjalankan usaha.ย Bapak dan Ibu juga pasti setuju, walaupun mereka belum tahu apa yang sedang terjadi dengan rumah tanggaku. Aku yakin, apapun keputusanku, mereka pasti akan mendukung demi kebaikanku sendiri.ย Akhirnya setelah melihat-lihat, aku menjatuhkan pilihan di daerah agak ke pinggir kota. Selain harganya murah, daerah ini masih ramai dikunjungi orang. Membuka usaha di sini, juga tidak ada salahnya. Daerah ini juga atas rekomendasi Mas Rafi. Banyak juga koneksinya. Padahal dia cuma karyawan biasa seperti Mas Ilham.ย Tapi apa iya, karyawan biasa seperti Mas Rafi bisa sesuka hati tidak masuk kantor seperti hari ini? Kalau dia dapat sangsi atau bahkan dipecat gara-gara aku bagaimana?ย Kamipun sudah melaksanakan kesepakatan dan depe pembayaran. Sisanya akan diurus Mas Rafi setelah akte kepemilikan berganti dengan namaku.ย Berulang-ulang kali aku mengucap syukur atas semua yang sudah aku peroleh. Berkat Ratna dan Mas Rafi aku bisa bebas dari pernikahan yang tidak sehat dan juga mendapatkan hak yang tadinya ingin diambil alih oleh wanita lain.ย Dengan begini, aku bisa dengan mudah menjalani hidupku meski tanpa ada yang memberi nafkah. Namun lagi-lagi aku teringat akan Alta. Apakah nanti dia akan membenciku setelah mengetahui semuanya?ย Ah, seandainya saja Alta sudah dewasa dan bebas memilih, tentu aku akan dengan senang hati membawa dan membesarkannya meskipun dia bukan anak kandungku.ย Bagaimanapun, aku yang sudah merawat dia dengan ketulusan sejak dia masih balita. Rasa itu tidak akan mungkin hilang begitu saja.ย Setelah selesai, Mas Rafi mengantar aku dan Ratna ke sekolah untuk menjemput Alta. Tadinya dia ingin mengajak kami makan siang, namun dengan halus aku menolaknya karena tak ingin Alta menunggu terlalu lama.ย Setelah mengantar kami, Mas Rafi pamit agar Alta tidak melihatnya. Bukan apa-apa, statusku sekarang masih sah menjadi istri dari Ayahnya. Akan tidak mengenakkan kalau sampai dia keceplosan dan mengatakannya kepada Mas Ilham.ย Eh, tumben Tante Ratna ikut jemput Alta, ucap gadis berambut ikal itu dengan wajah manisnya.ย Iya sayang, Tante Ratna lagi libur kerja. Mau ngajak Alta dan Bunda jalan-jalan. Alta mau kan? sahut Ratna yang juga sangat menyayangi Alta.ย Mau sekali Tante. Memangnya kita mau kemana?ย Mmm... terserah Alta saja. Makan eskrim kesukaan Alta juga boleh. Kita main ke mall yuk.ย Horee.. mau Tante. Alta senang sekali.ย Aku tersenyum melihat kedekatan mereka berdua. Walaupun ada sedikit kesedihan melihat senyum Alta yang entah nanti dapat kulihat lagi atau tidak.ย ***(9) PULANG PAGI ALASAN MEETING
Jam sudah menunjukkan hampir jam dua belas malam. Namun belum ada tanda-tanda Mas Ilham akan pulang. Bahkan gawainya pun tidak aktif saat ku hubungi. Sudah hilangkah kesadarannya, saat bersama wanita murahan itu?Tanpa terasa menetes juga air mataku. Tapi bukan, bukan aku menangisinya. Hanya saja aku terlalu sedih melihat Alta yang nantinya akan terabaikan saat aku dan Mas Ilham berpisah.Siapa yang nantinya akan mengurusnya, sementara orang tua Mas Ilham juga tinggal di luar kota. Hanya sesekali saja datang untuk menjenguk. Aku dan Mas Ilham sama-sama merantau dan tidak punya keluarga lain di kota ini. Lalu bagaimana dengan Alta nantinya?Apakah setelah bercerai, Mas Ilham akan segera menikahi Viona? Sementara Viona sendiri tidak ada niatan untuk mengurus Alta.Aku tersentak saat mendengar suara bel dari depan. Rupanya aku tertidur di kamar Alta. Ku lirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dengan rasa kesal aku bangkit untuk membukakan pintu.Mas Ilham pulang dengan wajah yang begitu merasa bersalah.Memang ada ya, bertemu klien sampai pagi seperti ini? berangku menatapnya.Maaf, Nay. Mas ketiduran tadi, jawabnya gugup.Ketiduran? Ketiduran dimana? Mas Ilham punya rumah lain? aku sudah tidak bisa untuk menahan diri lagi. Bukan hanya soal kepulangan dia yang terlambat. Namun juga karena mobilku yang dia lupakan.Mas Ilham terlihat panik, sebisa mungkin dia menyembunyikan kegelisahannya.Bukan begitu, Nay. Tadi pulang kerja Mas diajak Rafi ke rumah. Sekalian menjenguk ibunya. Karena terlalu lama mengobrol, Mas lelah dan ketiduran di sana. Tadi Mas sama Mas Rafi ada meeting dadakan soalnya.Mas Rafi? Bukankah hari ini Mas Rafi tidak masuk kantor? Dasar pembohong.Sudahlah, Nay. Mas lelah. Kamu tidur saja lagi. Mas mau mandi, dia langsung ngeloyor masuk ke kamar.Aku menyusulnya masuk ke kamar. Ternyata dia sudah berada di kamar mandi yang juga berada di kamar kami. Kupungut satu persatu pakaian yang dia letakkan di tempat tidur seperti biasa.Lagi-lagi aku terkejut. Ada banyak beberapa noda lipstik yang melekat di kemejanya. Sungguh mereka sudah tidak ada rasa segan lagi terhadapku. Secara terang-terangan dan mulai berani menunjukkan tingkah menjijikkan seperti ini.Dengan wajah gusar kubawa pakaian kotor mas Ilham ke dapur dan kumasukkan ke tabung mesin cuci. Tempat dimana aku selalu menumpuk pakaian kotor. Tak lupa sebelum itu ku foto bekas noda lipstik tersebut. Bukti sekecil apapun pasti akan berguna dikemudian hari.Kamu belum tidur, Nay? tanya Mas Ilham saat aku kembali ke kamar.Diapun baru selesai mandi dan tentu saja habis keramas. Menjijikkan sekali jika harus kuingat saat dia bersama Viona. Namun aku harus tetap sabar dalam bertindak.'Sabar, Nay. Tahan saja dulu sebentar lagi. Toh juga sebentar lagi mereka akan menerima balasannya.' Aku menguatkan diri sendiri di dalam hati.Lupa ya, sama janji hari ini? aku menuntut Mas Ilham dengan sinis.Janji apa, Nay? pura-purakah dia?Mana mobil yang Mas janjikan?Yang sabar lah, Nay. Besok-besok kan bisa.Besok-besok kapan lagi? Kan kemarin Mas sendiri yang sudah berjanji.Kamu ini kenapa sih, Nay. Makin hari makin suka menuntut. Minta inilah, minta itulah. Kamu itu berubah, tahu.Berubah? Tentu saja aku harus berubah. Aku bukan lagi istrimu yang lugu dan selalu menurut. Kamu duluan yang berubah dan membuat aku jadi seperti ini, Mas.Jadi maunya, Mas, Nay tidak boleh ikut menikmati hasil jerih payah, Mas? Memangnya sudah cukup dengan hanya dikasi makan dan tempat tinggal saja? Lalu apa bedanya Nay sama pembantu atau pengasuh? Bahkan pembantu sekalipun dapat jatah gaji setiap bulan.Mas Ilham terdiam mendengar uneg-unegku kali ini. Tak pernah sebelumnya dia mendengarku mengomel sampai panjang lebar seperti ini.Siapa sih yang sudah mempengaruhi kamu jadi seperti ini, Nay? Mana Naya yang dulu penurut dan menerima Mas apa adanya?Apa adanya yang bagaimana, Mas? Mas kan bukan orang yang tidak mampu. Masa tidak boleh Nay menikmati apa yang seharusnya menjadi hak Nay selama ini. Kalau bukan semuanya Mas berikan untuk Nay dan Alta, lalu buat siapa lagi? Apa ada orang lain yang lebih berhak?Sudahlah, Nay. Mas tidak mau ribut tengah malam begini. Mas lelah. Kamu juga harus tidur. Besok Mas tanyakan lagi soal mobil itu.Bohong! sergahku. Mas Ilham tampak terkejut karena suaraku agak membentak.Benar, Mas tidak bohong. Tadi Mas cuman lupa.Lupa? Seenaknya saja dia bilang begitu. Mudah sekali dia bilang lupa karena mendapatkan kesenangan dari wanita lain. Sudah cukup kesabaranku, Mas.Sini uangnya. Biar Nay beli sendiri saja besok. Biar Mas tidak usah repot-repot lagi, seruku.Sebenarnya uang hasil penjualan rumah ini kemarin masih bersisa banyak. Masih cukup untuk membeli sebuah mobil mewah sekalipun. Bahkan setengah dari hasil penjualan rumah tidak habis untuk membeli ruko yang harganya tidak terlalu mahal itu.Namun, bukankah tujuan awalku memang hanya agar Mas Ilham kehabisan uang dan wanita tersebut tidak lagi menikmati apa yang menjadi hak aku dan Alta?Ya ampun, Nay. Sejak kapan kamu tidak percaya sama Mas? Makin lama kamu makin terlihat matrialistis.Terserah Mas mau beralasan apa. Bilang saja kalau memang tidak ada niat untuk membelikan Nay mobil. Bilang saja kalau Mas tidak ikhlas membelanjakan uang Mas untuk Nay.Kamu kok jadi kasar seperti itu sih, Nay. Ini akibat bergaul sama ibu-ibu arisan ini. Otak kamu sekarang hanya dipenuhi oleh uang dan dan barang-barang mewah. Paling buat gaya-gayaan saja.Ibu-ibu arisan? Boro-boro arisan. Bertemu dan berkumpul dengan mereka lagi saja aku tidak mau. Bukankah itu hanya agar kamu membelikanku perhiasan kemarin. Lagipula, apa perubahanku saat ini terlalu mencolok?Jadi aku harus bagaimana? Atau aku bermain pelan-pelan saja? Toh juga Mas Rafi sudah berjanji untuk tidak menjual rumah ini dulu. Dengan begitu rumah ini masih aman dan kami masih bisa menempatinya untuk sementara waktu.Tapi, bagaimana jika Mas Ilham mulai curiga dan tiba-tiba memeriksa sertifikat rumah yang sudah aku ganti dengan yang palsu. Pasti dia akan langsung menuduh dan menangkapku. Bisa-bisa aku dilaporkan ke polisi karena maling di rumah sendiri.Ya, sudahlah. Untuk hari ini biarkan saja dulu. Aku harus mengatur siasat yang lebih halus lagi agar Mas Ilham tidak lagi menaruh rasa curiga terhadapku.Dengan kesal akupun melangkah keluar kamar.Mau kemana, Nay? tanya Mas Ilham.Tidur di kamar Alta, ucapku berlalu pergi meninggalkannya..Akupun masuk ke kamar Alta dan menguncinya dari dalam. Tidak sudi rasanya tiba-tiba dia masuk dan ikut tidur bersama kami.Dulu Mas Ilham sangat sayang kepadaku dan juga Alta. Terkadang kami juga tidur bertiga dan sering bercanda dengan Alta sebelum tidur. Tapi tentu saja hal manis seperti itu tidak pernah terjadi lagi.Setelah foto-foto Mas Ilham dikirimkan Mas Rafi kepadaku, aku baru menyadari. Ternyata perubahan sikap Mas Ilham sudah sejak enam bulan yang lalu. Hanya saja kemarin-kemarin aku tidak ngeh, karena terlalu percaya bahwa Mas Ilham benar-benar sedang bekerja keras sampai larut malam untuk aku dan Alta.Sungguh mata ini tidak dapat lagi terpejam. Iseng akupun membuka akun sosmedku, mencoba membaca kembali kisah-kisah prahara rumah tangga di grub kbm. Namun tiba-tiba saja hati ini terdetak ingin melihat akun Viona.Akupun mengetik di kolom pencarian, setelah bertemu kembali dengan foto profil tersebut, aku langsung mengkliknya. Astagfirullah alaziim, mataku kembali menghangat. Kulihat ada beberapa buah foto yang baru diunggahnya beberapa jam yang lalu dengan caption,'Terima kasih sayang, sudah menjadikanku cantik dan bersinar.'Kulihat beberapa foto lagi, wanita berambut lurus hasil catokan itu sedang menunjukkan skincare yang baru saja dibelinya. Bukan main-main dengan merek yang tertera. Mungkin agar yang melihat tahu bahwa dia sanggup untuk membeli skincare mahal.Juga ada foto sepasang tangan yang saling menggenggam. Tidak salah lagi, tangan besar itu adalah tangannya Mas Ilham. Di tangan satunya, kulihat melingkar sebuah gelang emas yang berkilauan.Aku yakin sekali, terakhir bertemu dengan Viona, gelang tersebut belum melingkar di pergelangan tangannya. Jadi ini semua karena itu? Hanya karena ingin menyenangkan hati Viona, lalu dengan mudah dia abai dengan janjinya kepadaku? Baik, kita lihat saja nanti.Yang penting aku fokus dulu dengan surat cerai, sambil pelan-pelan memulai usahaku. Terserah lah, kalau memang tidak bisa lagi aku mendapatkan mobil tersebut, setidaknya aku sudah bisa pergi dengan tanpa tangan kosong..Keesokan harinya seperti biasa aku menyiapkan sarapan. Hanya saja kali ini tak ada tegur sapa untuk Mas Ilham. Aku rasa diapun menyadari aku yang sedari tadi diam saja.Bunda, ayo sini sarapan, ajak Alta.Alta sarapan saja dulu ya, sayang. Biar bunda cuci piring dulu. Bunda belum lapar, aku beralasan agar tak duduk semeja dengan Mas Ilham. Melihatnya sajapun aku sudah malas.Nay, sapa Mas Ilham. Aku hanya diam tak menyahut. Masih sibuk dengan aktitas mencuci piring yang biasanya aku lakukan selepas mereka pergi.Nay, sapa Mas Ilham lagi. Aku masih diam. Coba cek rekening kamu, Nay. Mas sudah transfer semua tabungan. Tapi tidak sampai seratus juta. Belum cukup untuk membeli sebuah mobil yang kamu mau.Aku merasa tersentak. Benarkah Mas Ilham mentransfer seluruh isi tabungannya untukku? Ada apa ini? Dia tidak jadi pelit bin medit seperti tokoh-tokoh cerita pada umumnya? Kenapa?Apa dia masih mencintaiku? Masih ingin terus bersamaku dan tidak ingin Viona menggantikan posisiku? Atau ini hanya karena agar aku tetap bersamanya hanya sebagai pengasuh Alta saja?Ah, berbagai pikiran berkecamuk di dadaku. Bagaimana mungkin Mas Ilham bisa langsung luluh melihatku marah malam tadi? Apa didalam hatinya masih ada rasa takut kehilanganku?Lalu bagaimana hubungannya dengan wanita itu? Bagaimana kalau aku jujur dan bilang kalau aku sudah mengetahui semuanya saja? Haruskah aku suruh dia untuk memilih dan kembali lagi hidup normal denganku setelah meninggalkan wanita itu?Tidak! Aku harus meyakinkan hatiku untuk tidak lagi luluh terhadap sikap manisnya. Bukankah soal uang Mas Ilham memang tidak pelit sedari dulu?Memang aku yang bersalah karena tak ingin meminta yang macam-macam. Seandainya saja dari dulu aku meminta ini dan itu, dia pasti juga akan dengan rela memberikannya seperti sekarang ini.Satu-satunya yang tidak bisa kumaafkan adalah perbuatan khianatnya. Dia telah menyalah gunakan kepercayaanku dan tega berbuat dosa dengan wanita lain. Untuk yang satu itu, aku sama sekali tidak bisa memaafkannya.Setelah Mas Ilham dan Alta berangkat, aku masuk ke kamar Alta untuk mengambil gawaiku. Benar saja, sejumlah uang masuk ke rekeningku pagi ini. Terselip juga sebuah pesan whatsapp darinya. Dia mengirimiku gambar skrinsut dari saldo rekeningnya yang hanya bersisa lima ratus ribu.'Sisanya Mas simpan ya, Nay. Takut ada apa-apa di jalan.'Ya, Allah. Manis sekali sikapnya pagi ini. Apakah aku harus merasa bersalah ataukah hal ini memang pantas dia terima?***(10) ANTARA MERASA LEGA DAN SEDIHSudah tidak ada pilihan lain. Akhirnya aku harus bersabar dulu mengahadapi Mas Ilham. Biar ku ikuti dulu apalagi kali ini permainannya. Sudah beberapa hari sejak dia mengirimkan semua tabungan ke rekeningku, aku tak pernah lagi merengek minta dibelikan mobil.ย Biar sajalah dulu. Toh pelan-pelan nanti aku bisa beli sendiri. Saat ini secara diam-diam aku mengambil les menyetir, karena tidak mungkin Ratna mengajariku menyetir jika tidak ada mobilnya.Hari ini Mas Rafi mengabarkan kalau berkas perceraianku sudah diterima di pengadilan agama berkat kepiawaian pengacara kondang yang ditunjuknya untuk mengurus perceraianku. Ada sedikit rasa lega, namun entah kenapa ada juga rasa sedih di hati ini. Aku juga tidak tahu kenapa.ย Hari ini kebetulan Alta akan dijemput oleh mama temannya untuk bermain bersama di rumahnya, tentu saja setelah minta ijin dengan Mas Ilham dan kebetulan kami juga sudah mengenal keluarga mereka.ย Kesempatan baik ini aku dan Ratna manfaatkan untuk membenahi ruko yang kini sudah sah menjadi milikku. Mas Rafi benar-benar sudah banyak membantuku. Namun akhir-akhir ini dia tak pernah lagi mengirimkan foto-foto Mas Ilham dan Viona.Yang penting kamu sudah tahu, Mas cuman tidak mau kamu terus-terusan bersedih kalau melihat tingkah suamimu itu, Mas Rafi beralasan.ย Beberapa tukang cat sudah datang dan mulai mengerjakan pekerjaan mereka. Bahkan sampai hal seperti inipun Mas Rafi juga yang menawarkan bantuan. Kenapa Mas Rafi bersikap sebaik ini denganku. Atau hanya karena rasa iba saja melihatku? Lalu bagaimana caraku nanti membalasnya?ย Hari sudah hampir sore, Ratna juga harus masuk kerja. Kamipun pulang setelah mempercayakan kunci ruko dengan tukang yang sudah dipercaya oleh Mas Rafi.ย Ratna mengantarku ke rumah temannya Alta dengan sepeda motornya. Setelah itu dia pamit untuk berangkat ke rumah sakit.ย Aku dan Ratna dulu punya mimpi yang sama menjadi seorang perawat. Kami sudah berjanji untuk sama-sama mendaftar di universitas di kota. Sayang, begitu lulus SMA, Bapak di PHK dari pabrik tempatnya bekerja.ย Mau tidak mau aku harus mengurungkan niatku, dan lebih memilih bekerja untuk mengurangi beban hidup mereka.ย Alta main apa disana tadi? tanyaku saat kami sudah berada di taksi online.ย Banyak Bunda, main boneka, berenang, terus makan cemilan, Alta terlihat gembira.ย Wah, tidak tidur siang dong, godaku. Alta tertawa sambil menutup mulutnya. Aku membelai rambut ikalnya yang kini tergerai itu.ย .Hari-hari selanjutnya, seperti biasa aku sempatkan diri untuk melihat ruko pagi-pagi sekali. Merancang gambaran apa-apa saja yang aku butuhkan untuk toko kueku nanti.ย Sampai ke lantai tiga, semua dinding aku cat berwarna putih. Setelah itu nanti, baru kuputuskan untuk memberi ornamen warna apa.ย Selesai dari ruko, aku langsung menuju tempat les menyetir. Cukup mudah bagiku mempelajarinya, karena semasa masih dekat dengan Mas Ilham, dia pernah sesekali mengajariku.ย Namun saat itu aku tak ingin melanjutkan, karena kurasa Mas Ilham akan selalu berada di sisiku untuk mengantar kemanapun aku akan pergi. Seandainya waktu yang indah itu dapat terulang kembali.ย Sebelum jam dua belas aku sudah sampai di sekolah Alta. Akhir-akhir ini hari-hariku begitu melelahkan. Tapi aku harus membiasakan diri untuk hal seperti ini. Bukankah nantinya aku juga harus bekerja untuk menafkahi hidupku dan juga orang tuaku. Kurasa tak ada salahnya juga untuk latihan.Malam ini aku kembali memainkan gawaiku. Mencari-cari barang yang aku butuhkan untuk usahaku melalui situs belanja online. Mas Ilham juga sibuk dengan gawainya. Terserahlah. Aku juga tidak ambil pusing. Malah bagus, dia jadi tidak punya waktu untuk menggangguku.ย .Nay, hari ini Mas pulangnya telat lagi, ya. Ada meeting nanti sore, Mas Ilham meminta ijin.ย Tuh, kan, mulai lagi. Hampir saja kemarin aku tertipu dengan kebaikannya. Ternyata dibalik semua itu, memang dia ada maunya.ย Lembur lagi ya, Mas? aku pura-pura percaya.ย Biasalah, Nay. Sekarang ini kan si Rafi itu jarang masuk kantor karena ibunya masih sakit. Jadi semua kerjaan Mas yang handel lah, ucapnya dengan percaya diri.ย Ibunya Mas Rafi masuk rumah sakit lagi ya, Mas? entah kenapa tiba-tiba aku jadi khawatir.ย Ah, tidak. Hanya dirawat di rumah saja. Heran Mas lihat peraturan kantor. Kok bisa sering-sering libur hanya untuk masalah seperti itu. ย Kalau Mas jadi bos nya, sudah Mas pecat saja si Rafi itu, gumam Mas Ilham yang terlihat tidak senang.ย Kok Mas gitu, sih. Kalau memang ibunya sakit mau bagaimana lagi? Bukannya Mas Rafi itu anak tunggal? Kalau bukan dia yang merawat ibunya siapa lagi?Tapi kan, tidak dengan mengorbankan pekerjaan, Nay, Mas Ilham tampak kesal.ย Itu kan, Mas. Lebih mementingkan pekerjaan di luar ketimbang bersama anak dan istri, ketusku.ย Lho, kamu kok jadi membela Rafi sih, Nay?Nay tidak membela siapa-siapa, Mas. Nay cuma tidak suka Mas terus-terusan pulang larut malam. Masa sama anak sendiri tidak ada perhatian. Mas kan Ayahnya Alta.Soal Alta kan ada kamu. Percuma juga Mas nikah sama kamu, kalau buat jaga Alta saja kamu tidak bisa.Jadi, maksud Mas, Nay hanya dijadikan pengasuh, begitu?Sudahlah, Nay. Mas kan sudah kasi kamu banyak uang. Apa susahnya sih, jangan ikut campur urusan Mas. Kalau Mas bilang lembur ya lembur.Kenapa Mas jadi kasar ngomongnya? Memang salah kalau Nay bertanya?Sudahlah. Sudah sukur Mas nikahi kamu sehingga hidup kamu bisa enak seperti sekarang ini. Mulai sekarang kamu jangan lagi ikut campur urusan Mas. Mas sudah bosan diatur-atur. Pokoknya kalau kamu ngatur-ngatur atau ngelarang Mas pulang malam lagi, Mas tidak akan mau memberi kamu atau orang tua kamu uang lagi.Diapun pergi sambil menarik tangan Alta. Ya Allah, apa yang terjadi dengan Mas Ilham. Tidak pernah sebelumnya dia memperlakukan aku sekasar ini. Apa yang sudah dilakukan wanita itu terhadap Mas Ilham?ย Baiklah Mas, kalau matamu sudah buta karena Viona, aku juga tidak akan sungkan lagi.ย Setelah Mas Ilham pergi, cepat aku menghubungi Mas Rafi.ย Hallo, Nay! sahut Mas Rafi ramah.ย Halo, Mas Rafi. Maaf Mas, Nay mengganggu lagi, aku benar-benar merasa sungkan.ย Kamu ini apa-apaan sih, kan sudah Mas bilang, Mas senang kalau kamu menghubungi Mas, kata-katanya begitu menenangkan setelah sakitnya hatiku karena perlakuan Mas Ilham barusan.ย Begini, Mas. Nay mau tanya, apa benar hari ini Mas Ilham ada lembur lagi? Biasanya dia tidak pernah bilang kalau pulang malam. Tapi kali ini, tumben-tumbenan dia pamit sama Nay. Mas Rafi diam tidak menjawab.Kenapa, Mas? Kenapa Mas Rafi diam saja? Apa ada yang Mas Rafi sembunyikan?Tidak enak kalau harus ngomong ditelpon Nay. Bagaimana kalau kita bertemu saja. Mas jemput kamu, sekarang ya?Lho, Mas Rafi apa tidak bekerja? Nay tidak enak, karena kata Mas Ilham Mas Rafi sudah jarang masuk ke kantor. Kalau nanti Mas dipecat gara-gara Nay, bagaimana?Dih, kamu khawatir juga sama Mas, ya? ledeknya.ย Mas Rafi ini, Nay serius lho.Wah, kalau Nay serius, Mas lebih serius lagi ini. Tinggal ngajak Nay bertemu sama mama dan papa saja nanti.Hish, Mas Rafi ini lho. Bercanda terus dari tadi, dia tertawa mendengarkan aku yang mulai sewot.ย Iya, Nay. Maaf-maaf. Sebenarnya Mas itu bukannya tidak masuk kantor, hanya saja sedang bolak-balik mengurus proyek yang baru. Ilham mana tahu soal ini, sedangkan pekerjaannya sudah banyak yang terbengkalai di kantor.Benarkah seperti itu, Mas? tanyaku penasaran.ย Sudahlah, Nay. Mas jemput kamu sekarang, ya?Iya, Mas. Kalau begitu, kita bertemu di ruko saja ya? ย Biar Nay naik ojek saja. Kan Nay sudah bilang kalau... Iya, iya. Tidak enak dilihat tetangga kan? sahutnya sebelum aku menyelesaikan ucapanku.ย Iya, maaf ya, Mas. Mas Rafi jangan tersinggung, ya?Iya, tidak apa-apa. Mas juga mengerti, kok.Terima kasih, Mas. Nay siap-siap dulu,ya?Ya sudah, terserah kamu saja. Aku mengakhiri panggilan.ย Tak lama, akupun sampai di ruko tersebut. Kebetulan para pekerja juga sedang melakukan perbaikan. Kulihat Mas Rafi sudah duluan sampai dan berbincang dengan kepala tukang kenalannya itu.ย Dia tersenyum begitu melihatku datang. Lalu mengajakku untuk berjalan-jalan ke lantai dua.ย Bagaimana, Nay? Kapan kamu mau mulai membuka usahanya? Sepertinya sebentar lagi ruko ini akan selesai di renofasi. Paling hanya tinggal membuat dapur memasak untuk lantai dua saja. Biar orang tua kamu betah dan nyaman tinggal di sini.Iya, Mas. Nay juga maunya cepat-cepat. Tapi ya pelan-pelan saja dulu, biar selesai juga perceraian Nay. Kulihat pandangan matanya berbinar kala menatapku.ย Mas, soal pembicaraan kita di telpon tadi... Hari ini anaknya Viona ulang tahun, Nay, ucapan Mas Rafi barusan begitu mengejutkanku.ย Apa, Mas? Anaknya Viona? sungguh hatiku terluka mendengar penuturan Mas Rafi.ย Benar, Nay. Wanita bernama Viona itu adalah seorang janda beranak satu. Dulu dia mantan sekretaris di perusahaan, namun sudah mengundurkan diri karena sudah sering jadi bahan pergunjingan di kantor.Jadi bahan pergunjingan bagaimana, Mas?Mas Rafi terlihat gusar dan berat untuk mengatakannya. Dia menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan.ย Semua orang di kantor sudah tahu kalau Viona dan Ilham ada hubungan.Apa? lagi-lagi aku menjadi malu mendengar ucapan Mas Rafi.ย Jadi semua orang sudah tahu, Mas? Dan mereka masih terus melanjutkan hubungan yang memalukan itu? Sungguh Nay sendiri yang merasa malu mendengarnya, Mas.Mas Ilham memang sungguh keterlaluan. Tega-teganya dia menelantarkan dan menjauhi anak sendiri demi membahagiakan anak orang lain. Dan kini, dia rela tidak pulang ke rumah untuk berlama-lama bersama anak kandungnya, karena ingin merayakan ulang tahun anak yang bukan darah dagingnya sendiri?ย Terbuat dari apa hatimu itu, Mas. Sungguh benar-benar tidak punya perasaan. Sungguh hatiku merasa sedih, merasa sedih karena memikirkan Alta yang mulai tak lagi diperdulikan.ย Nay, kamu yang sabar, ya. Jangan sampai terpuruk karena masalah ini, Mas Rafi berusaha menenangkanku.ย Tidak, Mas. Justru hal ini yang membuat Nay semakin yakin dalam mengambil keputusan, ucapku meski air mata ini tak dapat lagi terbendung.ย Mas Rafi hanya diam dan memandang nanar ke arahku. Malu sekali rasanya hati ini merasa dikasihani oleh Mas Rafi yang notabenenya bukan siapa-siapaku.ย Bahkan untuk ngobrol sedekat inipun kami belum pernah sebelumnya. Tidakkah Mas Rafi merasa risih dengan keadaanku saat ini?ย Kalau mau menangis, menangis saja, Nay. Mas mengerti sekali perasaan kamu. Jangan sungkan jika kamu butuh teman untuk bercerita. Mas akan selalu ada untuk kamu, entah dia sadar atau tidak, tapi kata-kata itu cukup menenangkan perasaanku.ย Dan tangisku pun semakin pecah di hadapannya.Tunggu saja kamu Mas. Kalian berdua benar-benar akan merasakan balasannya. Tidak akan ada lagi kata maaf untuk kalian yang sudah menyakiti aku dan Alta.ย ****
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan