Wonder Mama

0
0
Deskripsi

Wonder Mama

Awal tahun 2020 jadi harapan baru untuk semua orang, berharap menjadi tahun yang jauh lebih baik ketimbang tahun – tahun sebelumnya. Tak terkecuali untuk satu keluarga yang beranggotakan empat orang ini, Ayah yang berharap hewan peliharaannya segera laku, Mama yang ingin segera pensiun dari dunia pendidikan, Sendy mengharapkan kenaikan gajinya, dan Windy anggota keluarga paling bontot mengandai – andaikan Handphone baru.

Walaupun di penghujung 2019 beredar isu – isu tidak menyenangkan...

Selamat hari Ibu buat para ibu hebat diluar sana:)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Deadlane
0
0
*Kriiiiiiiiing. . . Terdengar suara alarm dari kamar Rio.“Yaampun ini anak begadang lagi kayaknya, alarm aja ga digubris. Katanya hari ini ada presentasi di kampus” Gerutu Mama dalam hati setelah mendengar suara alarm berkali – kali.*DUK DUK DUK. . . “RIOOO! BANGUN! UDAH JAM BERAPA INI” Teriakan Mama yang begitu lantang di balik pintu kamar.“Mmmh, iyaaa maaah” jawab Rio setengah sadar.“HWAAAAAAAA!!!!!! UDAH JAM 8! Presentasi belum dikerjain pula. Mati gue” Ucap Rio setelah menyadari bahwa dirinya sudah telat. Tanpa basa – basi Rio bergegas ke kamar mandi.10 menit berlalu, dimana mandi hanya memerlukan waktu 3 menit, dan sisanya terbuang oleh usaha Rio mengeluarkan sisa makanan yang sudah tercerna. Panik melanda dirinya, bersiap – siap pun menjadi tak karuan, terasa seperti dikejar bom waktu.Selesai mengenakan baju, Rio teringat akan temannya, Lita. Karena Rio sudah berjanji akan datang ke rumahnya pada pukul 06.30, meminta bantuan untuk mengerjakan presentasinya tersebut. Sontak Rio langsung mencari handphone, dan betul saja, total terdapat 8 panggilan tak terjawab dan belasan pesan dari Lita.*tuuuuut. . . tuuuuut. . . tuut- “Halooo”“Lit sorry banget, gue baru bangun, kesiangan gue. Tadi gue tidur jam 5 soalnyaaa” Rengek Rio setelah telfonnya diangkat oleh Lita.“Lagian siapa suruh tidur jam segitu, yaudah sekarang juga lo berangkat ke rumah gue!” Jawab Lita bernada kesal.“Iya maaf, gue mainan game dari jam 9 malem terus ga kerasa udah jam segitu aja. ini gue lagi siap – siap” Sahut Rio.“Yaudah cepetan!” Bentak Lita dan langsung mematikan panggilannya.“Waduh, jangan sampe Lita marah beneran sama gue. Kelar udah kalo dia ga jadi bantuin bikin presentasi” Ucap Rio.Dengan berakhirnya panggilan telepon tersebut, Rio segera menyelesaikan persiapannya yang tadi sempat terpotong karena Lita. Setelah dirasa sudah tidak ada lagi yang dilupakan, Rio berpamitan kepada Mamanya.Sepanjang perjalanan, hanyalah presentasi yang ada di kepala Rio. “Total ada 5 kali kamu absen di kelas Bapak ya, Rio. Jadi, Bapak harap presentasi kamu ga mengecewakan, supaya bisa menutupi kebolongan absen kamu. Tolong diingat ya”. Perkataan dari Pak Didi tersebutlah yang membuat “presentasi” itu tidak ingin angkat kaki dari pikirannya. Disituasi seperti ini, membuat Rio berfikir bahwa presentasi tersebut yang akan menentukan jalan hidup Rio untuk kedepannya.Sesampainya di depan rumah Lita, Rio beranjak dari motor tuanya. Namun mendadak kepala Rio terasa pusing. Mungkin, kurang tidur menjadi hal yang paling masuk akal akan gejala tersebut.“Kalo mau pusing jangan sekarang ya, kepala! Nanti aja pas urusan gue udah kelar!” Kata Rio dalam hati.“Ehem . . Ketok kek kalo udah sampe, malah diem pegangin kepala. Otaknya ketinggalan ya? Haha” terdengar suara Lita dari balik pintu yang baru terbuka.“LITA!!! Kaget gue!. . . Kepala gue pusing nih. Aduuuh” Jawab Rio.“Ya lagian siapa suruh mainan game sampe jam 5. Udah cepetan masuk sebelum kepala lo lepas” Ledek Lita.Hanya mengangguk jawab Rio.“Lo tunggu disini ya, gue mandi dulu. Sekalian siapin buku sama laptopnya. Jadi pas gue selesai, langsung ngerjain” Ucap Lita yang dilanjut dengan meninggalkan Rio di ruang tamu.Tak sanggup menjawab apa yang baru saja Lita ucapkan karena menahan rasa pusing, Rio hanya mengikuti apa yang Lita perintahkan. Setelah dirasa semua sudah siap, Rio berbaring di sofa sembari menatap langit – langit. Menunggu Lita yang tak kunjung selesai dari mandinya.15 menit kemudian, akhirnya Lita datang menghampiri Rio. Akan tetapi, Rio heran melihat ekspresi Lita seperti sedang ketakutan. Seolah Lita ingin mengisyaratkan sesuatu.“Heh! Lo kenapa Lit?” Tanya Rio.“. . .” Terlihat gemetar seluruh badan Lita.“Kenapa Lit?! Jangan buat bing-” Belum selesai Rio bertanya, tangan Lita segera menutup mulut Rio.“Pokoknya, kalo gue bilang ‘ayo’, kita langsung lari secepet mungkin ya” Potong Lita bernada rendah.Ekspresi serta perbincangan barusan membuat Rio semakin bingung. Rasanya banyak pertanyaan yang ingin Rio tanyakan pada Lita. Seperti ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi, mengapa seluruh tubuh Lita terlihat gemetar, serta bagaimana nasib presentasinya. Namun, Rio lebih memilih untuk diam, setelah terdengar suara langkah yang berasal dari arah belakang rumah Lita.Ketegangan berhasil menghilangkan rasa penasaran Rio. Keadaan menjadi sunyi, suasana pun semakin mencekam karena suara langkah kaki tersebut semakin mendekat. Hingga pada akhinya . . .*Kreeek . . .“AYO!” Teriak Lita yang langsung menghilangkan kesunyian.Segera mereka berusaha meninggalkan ruangan tersebut menuju pintu depan. Tak sempat Rio melihat sosok yang baru saja membuka pintu belakang, membuat Rio penasaran akan wujudnya. Saat Rio mencoba menoleh kebelakang, terlihat satu anak panah sedang melayang menuju arahnya.Dengan sigap Lita menutup pintu depan. Panah menancap tepat di pintu bagian dalam. Pucat, dan keringat dingin membasahi wajah Rio.“Fyuhhh, syukur tepat waktu kita. Kalo engga, itu panah bakalan pas ada di kepala lo sekarang! Cepetan bantuin gue tahan ini pintu, jangan bengong!” Kata Lita.“Bentar bentar, ini sebenernya kenapa sih? Ada apa? Kenapa gue mau dipanah?” Tanya Rio.“Lo kenapa amnesia gini? Lo yang mulai! Gara – gara lo ga permisi tadi lewat depan dia, dia murka sekarang!” Bentak Lita.“HAH?! Maksudnya?” Tanya Rio lagi.“Inituh jalur kekuasaannya dia, Rio! Udah buruan bantuin, udah ga kuat ini gue nahan!”Penjelasan yang Lita sampaikan malah membuat Rio semakin bingung, sebab Rio merasa tidak melewati siapapun, juga Rio masih berusaha untuk memahami apa yang dimaksud Lita tentang ‘jalur kekuasaannya’. Namun, Rio mencoba mengikuti perintah Lita agar tidak terjadi apa – apa.“GUBRAK. . . GUBRAK. . .” Terdengar dobrakan dari dalam pintu.“Rio, kalo kita berdua udah ga sanggup buat nahan pintu ini lagi kita nyerah aja. udah gaada jalan kabur lagi buat sekarang”. Sembari mengerahkan semua tenaga, Lita mencoba menyampaikan strategi terakhir kepada Rio. Dan . . .“AAAAAAAA. . .” dorongan yang kencang membuat Rio dan Lita tersungkur di tengah jalan.“Uhh. . . LIT! Lo gapapa?!” Tanya Rio gelisah.“Bergerak sedikit aja, panah ini bakal jadi aksesoris baru di kepala kalian” Ucap seseorang dari arah pintu.“Pak- pak- pak-” Terbata – bata Rio setelah menyadari dari mana ucapan itu berasal.“M- Maaf Sir. Didi, tolong maafin temen sa- saya” Pinta Lita.“Lit, inikan Pak. . . Aww!” Belum selesai Rio bicara, Lita langsung menggenggam lengan Rio dengan kuat.“Dieeem” Bisik Lita pelan – pelan.“Baru pertama kalinya kamu lewat sini, Jagoan?” Ucap Sir Didi.“I- Iya Sir, dia baru pertama kali.” Jawab Lita.“DIAM! Saya tanya DIA!” Bentak Sir Didi.“Iya Pak- eh Sir. (padahal gue lumayan sering ke rumah Lita. Tapi kenapa gue ngerasa kaya baru pertama kali ya, semua kerasa asing)” Pikir Rio. Ia memilih berbohong agar masalah cepat selesai menurutnya.“Cih. . Bukan berarti kamu bisa seenaknya lewat gitu aja ya!” Ujar Sir Didi.“Saya minta maaf Sir” Ucap Rio.Lagi dan lagi, keadaan menjadi semakin tak berbentuk. Semua kejadian sebelumnya membuat pikiran Rio terisi penuh tentang ‘apa yang sebenarnya sedang terjadi’, sedangkan Lita, takut, panik, gelisah, semua bercampur menjadi satu.“Kita mati langkah sekarang” Pikir Lita.“Maaf? Boleh aja. Dengan satu syarat, anak ini harus kembali lagi kerumahnya, lalu balik lagi kesini dan ‘PERMISI’ depan saya!” Ucap Sir Didi sambil menunjuk pada Rio.“Pulang lagi Sir?!” Tanya Rio.“Iya, kenapa? Ga bisa? Tenang aja, masih ada pilihan kedua yang jauh lebih sederhana” Tambah Sir Didi.“Apa Sir?” Tanya Rio lagi.“Kalian saya persilahkan buat lari sekarang juga. Tapi, akan ada yang menemani kalian, bukan saya, tapi ini!” Sambil mengacungkan anak panah pada mereka.“. . .” Terdiam Rio dan Lita setelah mendengar pernyataan Sir Didi.“Diam berarti kalian setuju sama pilihan yang kedua ya? Baiklah, kalian punya waktu sampai hitungan ke tiga buat lari. Satu. . .” Ucap Sir Didi.“LIT AYO LIT!!!” Dengan sigap Rio berusaha membangunkan Lita secara paksa.“Dua. . .” Semakin membara Sir Didi berhitung.“Aduh, gue gamau mati! GUE GA MAU MATIII RIOOO!” Tangisan Lita tidak terbendung lagi.“Gimana ini, GIMANAAAAAAAAA!” Teriak Rio, membuat arah lari mereka jadi tak terarah.“TIIIGAAAAA!!!!!!”“AAAAAAAAAAAAAAAAA-. . .-AAAAAAAAAA!!!”“Woy! Malah teriak lagi lo. Enak tidur enak???” Ucap Lita.“Yaampun, belum mati kita. Lo gapapa kan Lit? Ada yang luka ga? Masih bisa lari ga? Sini gue gendong! Yang penting kita selamat, ayo Lit cepet!” Penuh semangat Rio serukan itu semua.“Idih kenapa sih lo? Ngawur! Udah cepetan sana cuci muka, terus kerjain nih presentasi” Ucap Lita.“Haaa?” Rio baru sadar, yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi.“Mimpi apa lo sampe teriak gitu? Hahahaha, mangkanya kalo ada Deadline tuh kerjain, bukan cuma dipikirin. Sampe mimpi buruk gitu lho hahaha” Ledek Lita.“Fyuuuh. . Minta aer anget dulu boleh Lit? Biar tenang nih gue” Ucap Rio.“Iyeee haha. Eh entar ceritain dong barusan mimpi apa, gue perhatiin gerak – gerik lo tadi, kayaknya seru banget tuh mimpinya hahaha” Tambah Lita.“Sialan lo. Yang jelas mimpinya bikin gue pengen buru – buru ngerjain ini skripsi” Jawab RioTamat 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan