
"Ra."
Tangan Kinara langsung terkepal dengan kuat, bagaimana bisa teman baiknya itu berciuman dengan kekasihnya?
"Gue masih bisa terima kalo itu cewek lain Jev, tapi ini..."
Kinara menggantungkan kalimatnya, kedua tangannya terkepal kuat dengan wajah yang memerah karena menahan amarah dan tangisan yang sebentar lagi akan pecah.
"Dia temen gue Jev," kata Kinara pelan, sangat pelan hingga nyaris tak terdengar.
15
Jevan membuka matanya yang terasa berat sambil menarik selimut hingga menutupi lehernya. Karena masih mengantuk pria itu ingin kembali tidur, tapi sosok Kinara yang baru saja keluar dari dalam kamar membuat matanya tetap terbuka.
Dia tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Kinara yang kini berjalan melewatinya tampa menoleh sedikitpun.
Baru saja duduk Jevan yang berniat menyusul Kinara tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya yang membuat dia meringis pelan. Alhasil kini pria itu bersandar di sofa sambil memejamkan matanya selama beberapa detik.
Sampai akhirnya suara Kinara terdengar dan membuat dia kembali membuka matanya. Kekasihnya itu terlihat sangat rapih sekali dan cantik tentunya.
Jevan mengakui kalau kekasihnya itu benar-benar cantik.
"Lo kapan mau pulang? Gue mau pergi," kata Kinara dengan sedikit ketus.
Bukan menjawab Jevan malah asik menatap Kinara dan membuat wanita itu sedikit salah tingkah, tapi sebisa mungkin ia berusaha menutupinya.
Dia kan lagi marah.
"Mau kemana?" tanya Jevan dengan suaranya yang serak karena baru saja bangun tidur.
Suara itu membuat Kinara langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, kenapa suaranya harus begitu sih?
"Mau jalan sama cowok," jawab wanita itu yang membuat Jevan langsung menatapnya dengan tajam.
"Enggak usah bercanda, gue nanya serius." Jevan terlihat kesal dengan jawaban yang wanita itu berikan.
"Siapa yang bercanda sih? Cepetan deh Jevan lo mau pulang atau enggak? Kasihan tau Reva di tinggal sendiri," omel Kinara.
"Jawab dulu mau kemana," pinta Jevan dengan raut wajah serius.
"Mau keluar sama temen," kata Kinara.
"Siapa? Naya? Teressa? Laura?" tanya Jevan lagi.
"Bukan mereka bertiga, jadi lo mau pulang atau enggak Jevan? Temen gue udah nungguin..."
"Gue laper." Jevan tidak menjawab dan malah memotong perkataan Kinara dengan perkataannya barusan.
Kinara berdecak kesal dan menatap Jevan yang merasa tidak ada yang salah dengan perkataannya.
"Terserah! Gue mau pergi." Kinara menatap kekasihnya itu dengan jutek.
"Gue laper," kata Jevan lagi.
"Yaudah cari makanan aja di dapur. Gue mau pergi," ucap Kinara yang berusaha untuk tidak peduli.
Kini Jevan menatap Kinara yang sudah berjalan menjauhinya, tapi ketika wanita itu akan membuka pintu dengan cekatan Jevan menahannya.
"Gue enggak ngapa-ngapain kan?" tanya Jevan.
Maksudnya semalam dia tidak berbuat kasar kan?
Jevan tau kalau sedang mabuk dia sering kali berlaku kasar kalau disentuh. Reva beberapa kali mengatakan bahwa ia pernah hampir menendangnya.
"Lo nendang gue," jawab Kinara bohong.
"Sorry."
"Lo pinter ngomong maaf, tapi pinter ngulangin kesalahan juga," sindir Kinara sambil menatap kekasihnya itu dengan sinis.
"You still mad at me?" tanya Jevan.
Kinara menghela nafasnya pelan lalu mendorong pelan dahi Jevan agar pria itu menjauh darinya.
"Harusnya lo pikir sendiri gue marah atau enggak. Gue mau pergi kalau lapar cari makan aja di dapur dan cepetan pulang kasihan Reva dari semalam dia khawatir sama keadaan lo," kata Kinara yang membuat Jevan langsung terdiam.
Kinara sudah akan membuka pintu, tapi Jevan kembali menahannya.
"Beneran sama cowok perginya?" tanya Jevan sambil menahan lagi tangan Kinara dan menatapnya dengan raut wajah serius.
"Iya, gue juga bisa kalau gue mau Jevan. Sama seperti lo kalau gue mau gue enggak perlu cari cowok karena mereka sendiri yang dateng ke gue," ujar Kinara dengan senyum manisnya.
"Enggak usah pergi," pinta Jevan.
"Permintaan tidak di terima...."
"Mana tangan lo?" tanya Jevan.
Belum sempat Kinara menjawab Jevan sudah lebih dulu meraih satu tangannya dan menautkan jari kelingking mereka sambil menatap matanya.
"Gue enggak akan kayak gitu lagi janji. Snggak akan ada Ratu atau cewek lain. I'm promise," kata Jevan.
Kinara tak memberikan tanggapan apapun sejak beberapa menit setelah Jevan berbicara. Sampai ponselnya berdering dan membuat dia refleks melepaskan tangannya.
Nama Daniel yang tertera di sana membuat Kinara sedikit menjauh dan mengangkat panggilan itu.
"Iya ini udah siap. Sebentar gue turun," kata Kinara.
Kinara memutus sambungan telepon mereka lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Gue pergi Jev kalau mau makan cari makanan ke dapur aja."
Jevan tak menanggapi perkataan itu sama sekali dan malah kembali menahan Kinara yang ingin membuka pintu.
"Enggak usah pergi Ra."
Kinara berdecak kesal sambil berusaha untuk melepaskan tangan Jevan dengan paksa.
"Yaudah sebentar, gue juga mau pulang. Untuk apa gue disini kalau lo enggak ada?" kata Jevan.
Jevan terlihat sangat kesal. Pria itu berjalan dan mengambil jaket yang ada di lantai dengan kasar.
Kemudian pria itu berjalan mendahului Kinara dan keluar lebih dulu, tapi baru beberapa langkah pria itu masuk lagi ke dalam.
"Kunci mobil gue mana?" tanya Jevan dengan wajah bingung.
Pria itu mengecek semua kantong celana juga baju hingga jaketnya, tapi tidak menemukan kunci mobilnya.
"Gue enggak tau Jevan," jawab Kinara sambil menghela nafasnya lelah.
Jevan kembali masuk ke dalam untuk mencari kunci mobilnya. Setelah cukup lama Jevan mencarinya pria itu akhirnya menemukan benda itu di lantai dekat sofa.
"Ada enggak?" tanya Kinara.
Pria itu hanya mengangguk singkat kemudian kembali pergi mendahuluinya. Kinara mengangkat bahunya acuh sambil berjalan di belakang pria itu dan masuk ke dalam lift.
"Pergi sama siapa?" tanya Jevan lagi.
"Kepo banget," ujar Kinara disertai suara tawa kecilnya.
Jevan tak sempat bicara lagi karena lift terbuka dan ada tiga orang pria yang masuk ke dalam. Tatapan mata Jevan sangat tidak bersahabat. Dia menarik lengan Kinara agar berdiri di sampingnya.
Turun ke lantai dasar terasa sangat lama sekali hingga membuat Jevan kesal karena tiga pria itu beberapa kali melirik kekasihnya.
"Pendek banget rok lo." Jevan berkomentar.
"Ini biasa aja. Gue juga udah biasa make rok kayak gini," kata Kinara dengan kesal.
Jevan terlihat kesal. Pria itu merapatkan tubuhnya hingga Kinara merasa begitu sempit.
"Jevan geser ish masih lebar tuh!" omel Kinara.
Bukannya menjauh Jevan malah merangkul pinggang wanita itu dan menatap tajam ketiga pria yang masih saja melirik ke arah kekasihnya. Saat lift terbuka Jevan juga tidak mau melepaskan tangannya yang melingkar manis di pinggang kekasihnya.
"Jev lepas!" kata Kinara lagi.
Begitu Jevan melepaskan rangkulannya Kinara yang sudah keluar langsung celingukan mencari keberadaan seseorang hingga suara berat Daniel terdengar.
Kinara langsung melambaikan tangannya pada pria itu dan berlari menghampirinya. Dia meninggalkan Jevan yang berusaha mati-matian menahan emosi yang sebentar lagi akan meledak.
Daniel sialan!
Kinara bahkan tak menoleh lagi padanya dan langsung masuk ke dalam mobil.
Awas saja dia tidak akan tinggal diam!
•••••
"Jevan sama Kinara enggak usah takut."
Wajah pucat Reva mendongak untuk teman kakaknya. Gadis itu menatap pria di hadapannya dengan sendu sembari mengangguk dan berusaha mempercayai perkataannya barusan.
Setelah semalam terbangun Reva pergi ke kamar kakaknya yang ternyata kosong karena rupanya Jevan pergi setelah dia tidur.
Kamar itu sangat berantakan dengan puntung rokok yang bertebaran di lantai. Saat itu sudah jam dua malam dan Reva segera menghubungi Jevan hingga berkali-kali, tapi tak ada jawaban begitu juga dengan Kinara hingga akhirnya dia menghubungi Bryan.
Jujur Reva takut kakaknya akan berbuat yang aneh-aneh karena biasanya setelah bertemu dengan orang tua mereka pasti Jevan akan melakukan hal yang membahayakan. Pernah sekali Jevan keluar penuh luka karena bertengkar di club malam makanya Reva panik sendiri.
"Bentar lagi juga pulang Reva udah dong jangan sedih gitu." Bryan berusaha menenangkan adik temannya.
"Aku takut tau Kak soalnya kemarin Mama habis datang ke sini." Reva mengatakannya dengan mata berkaca-kaca karena menahan tangis.
Bryan tersenyum seraya mengusap kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.
"Jevan pasti bisa jaga diri, jadi jangan takut," kata Bryan.
Reva terdiam selama beberapa saat hingga akhirnya tersenyum dan mengangguk singkat.
"Maaf ya jadi ngerepotin Kakak karena jam tiga pagi harus ke sini," kata Reva dengan penuh rasa bersalah.
Mendengar itu Bryan malah tersenyum. Pasalnya dia sama sekali tidak merasa direpotkan oleh gadis itu.
"Udah santai aja, lagian enggak mungkin juga gue biarin si cantik ini sendirian," kata Bryan yang membuat Reva tertawa pelan.
"Kak Bryan nih pinter banget gombalin anak orang," ujar Reva.
"Gombalin lo doang perasaan deh." Bryan kembali membuat gadis itu tertawa.
"Hii bohong." Reva mengatakannya sambil menunjuk wajah Bryan dengan jari telunjuknya.
Bryan tersenyum sambil menatap gadis itu dengan penuh ketulusan.
"Udah enggak pernah hubungin mantan lo lagi kan?" tanya Bryan.
"Enggak, terakhir aku hubungin dia eh handphone aku dibanting sama Kak Jevan, jadi enggak mau lagi." Reva menjawabnya dengan jujur.
"Bagus dong enggak usah berhubungan lagi sama cowok tukang selingkuh," kata Bryan.
Hanya senyuman yang bisa Reva tunjukkan sebagai tanggapan dari ucapan Bryan barusan.
"Kak Bryan aku mau tanya sesuatu," kata Reva tiba-tiba.
"Hm tanya apa?" kata Bryan sambil menatap wajah gadis itu dengan serius.
"Kak Jevan... dia sama Kak Kinara cuman main-main ya?" tanya Reva.
Bryan tak memberikan jawaban dan malah menatap ke arah lain dan membuat Reva menghela nafasnya pelan.
"Kak Kinara baik aku enggak mau dia sedih karena Kak Jevan," ucap gadis itu dengan suara yang sangat pelan.
Wajah Reva mendadak berubah menjadi sendu hingga membuat Bryan ikut merasa sedih ketika melihatnya.
"Sst udah enggak usah di pikirin biar itu jadi urusan Jevan sama Kinara." Akhirnya hanya itu yang bisa Bryan katakan pada adik dari teman baiknya.
"Tapi, aku enggak bisa diem aja liat Kak Jevan sejahat itu sama Kak Kinara apalagi Kak Kinara itu baik banget. Waktu aku jatuh di kamar mandi aku telpon dia dan dia langsung dateng ke sini," kata Reva.
"Nanti coba lo ngomong sama Jevan ya? Jangan terlalu dipikirin Reva lo enggak boleh banyak pikiran, harus tenang biar keadaan lo semakin baik," kata Bryan sambil mengusap kepala gadis itu dengan sayang.
"Keadaan aku udah enggak bisa baik lagi Kak, tau gak sih? Aku itu cuman nunggu waktu aja minum obat dan segala pengobatan yang aku lakuin itu udah enggak bisa buat aku sembuh lagi, jadi aku mau selagi aku masih hidup Kak Jevan enggak sejahat itu sama orang lain terutama sama Mama dan Kak Kinara," kata Reva panjang.
Kali ini Bryan diam selama beberapa saat sebelum memberikan tanggapan atas apa yang gadis itu katakan.
"Lo enggak boleh bilang gitu Reva. Harus semangat ada gue yang bakal semangatin lo," Kata Bryan dengan senyuman manis di wajahnya.
"Hm bohong enggak?" tanya Reva dengan mata menyipit.
"Enggak dong gue serius," kata Bryan.
"Makasih Kak." Reva tersenyum tulus pada teman Kakaknya itu.
Hal itu membuat Bryan terpaku untuk beberapa saat karena melihat senyuman di wajah cantik Reva.
Wajah pucatnya sama sekali tidak membuat kecantikan di wajah gadis itu hilang.
••••
Seandainya ditanya siapa mantan kekasih yang paling berkesan untuk Kinara maka Daniel adalah jawabannya. Meskipun hubungan mereka berakhir dengan tidak baik karena Daniel yang berselingkuh, tapi ada banyak kenangan manis bersama dengan pria itu.
Daniel memperlakukan Kinara dengan sangat baik semasa mereka berpacaran dan sebenarnya kalau boleh jujur kehilangan Kinara itu adalah hal yang Daniel sesali.
Karena jujur tidak ada wanita yang bisa mengerti dirinya sebaik yang Kinara lakukan.
Sedangkan bagi Kinara hal yang selalu dia ingat tentang Daniel adalah pria itu tidak pernah meminta sesuatu yang aneh atau melebihi batas.
Hubungan mereka sangat baik hingga Daniel berselingkuh dan Kinara langsung memutuskannya saat itu juga. Kemudian mereka tidak saling berbagi kabar selama lebih dari satu tahun lamanya.
Meskipun hubungan mereka tidak berakhir baik, tapi ternyata duduk berhadapan sambil menikmati secangkir kopi sama sekali tidak membuat keduanya merasa canggung.
"Gue tadi liat Jevan, dia nginep?" tanya Daniel.
"Iya, mabuk tadi malem mau gue usir kasian." Kinara memberikan jawaban yang membuat pria itu tertawa pelan.
Daniel menatap Kinara tanpa mengatakan apapun lagi. Wanita itu semakin cantik saja setelah mereka putus.
"Makin cantik aja lo Ra," kata Daniel sambil terus memandangi wajahnya.
Kinara mendengus pelan lalu tertawa sambil menatap ke arah lain.
"Makanya enggak usah selingkuh lo," ledek Kinara.
"Brengsek ya gue?" Aku Daniel sambil tertawa.
"Banget."
"Tapi, cowok lo yang sekarang lebih brengsek dari gue sih Ra." Daniel balik meledeknya.
"Sialan, tapi bener." Kinara tak punya jawaban atas apa yang Daniel katakan karena memang benar.
"Seperti biasa ya Ra lo bego kalau udah bucin," kata Daniel.
"Iya sadarin gue Niel." Kinara membalasnya tanpa merasa tersinggung atas apa yang pria itu katakan.
"Gimana nih caranya? Selingkuh sama gue mau?" tanya Daniel.
"Kalau gitu apa bedanya gue sama lo?!" kata Kinara kesal.
Daniel lantas tertawa ketika mendengar tanggapannya kemudian ia meminum kopi miliknya sambil menatap Kinara. Mengetahui wanita itu berpacaran dengan Jevan cukup membuatnya terkejut.
Maksudnya.. ada banyak pria yang jauh lebih baik darinya dan Jevan kan?
"Masih mending sama gue lo Ra dari pada Jevan," kata Daniel yang membuat Kinara tertawa ketika mendengarnya.
"Enggak mending dua-duanya sih." Kinara menanggapi.
Daniel tersenyum tipis dan kembali memperhatikan Kinara yang sekarang asik menikmati secangkir kopi. Menurutnya Kinara itu nyaris sempurna bukan hanya cantik, tapi ia juga sangat perhatian dan penyayang.
Sayangnya wanita itu tidak pernah beruntung dalam masalah percintaan. Sebenarnya itu juga kesalahan Kinara karena selalu memilih pria brengsek dari sekian banyaknya pria yang menyukainya.
Sekali ada pria yang tulus Kinara tidak cinta dan sekalinya dia mencintai seseorang eh orang itu malah berkhianat dan menyakiti hatinya.
Sulit memang terkadang Kinara iri melihat Laura yang begitu langgeng dengan kekasihnya, berbeda sekali dengan dirinya.
••••
"Stop!"
Jevan menahan tubuh seorang wanita yang kini mendekat ke arahnya dengan kedua tangan. Dia menatap ke arah wanita itu dengan penuh keseriusan.
"Gue pacar sahabat baik lo.."
Bukan merenungi perkataan itu dia malah tersenyum. Kemudian meletakkan kedua tangan di bahu Jevan sambil menatap matanya.
"Terus kenapa?"
Pertanyaan itu membuat Jevan menatapnya dengan alis bertaut. Dia juga terlihat bingung atas respon yang wanita berikan dari apa yang baru saja dia ucapkan.
"Gue sama Kinara enggak sedekat itu untuk dibilang sahabat Jev dan yang paling penting...."
Dia menggantungkan kalimatnya. Kini kedua tangannya melingkar sempurna di leher Jevan bersamaan dengan dia yang menarik wajah pria itu agar mendekat.
"Kinara juga enggak bakal tau apa yang kita lakuin kan?"
Senyum menggodanya terbentuk dengan sempurna membuat Jevan tertawa pelan ketika mendengarnya.
Ternyata ada yang lebih gila darinya ya?
"Kalau dia enggak tau itu bukan masalah kan?" Katanya lagi.
Jevan tidak pernah bisa menolak ketika ada wanita yang dengan suka rela menyerahkan dirinya kan?
Bahkan Jevan tidak memulai apapun, tapi wanita yang dia kenal sebagai sahabat dari kekasihnya itu yang lebih dulu menyatukan bibir mereka. Dia memulai sebuah ciuman dengan tidak sabaran yang tentunya masih dapat Jevan imbangi.
Mereka berciuman ditengah gemerlap lampu diskotik dan orang-orang yang fokus dengan kegiatan mereka masing-masing. Tangan wanita itu pun mulai tak bisa diam sekarang.
Kini tangannya bergerak mengusap lengan kekar Jevan. Tak lama keduanya menjauhkan wajah mereka.
Seringaian terlihat jelas diwajah Jevan ketika dia menatap wanita yang ada di pangkuannya dengan bibir memerah. Nafas wanita itu terengah, rambutnya juga cukup berantakan dan dia langsung berpindah dari pangkuan Jevan lalu duduk di sampingnya.
Wajah Jevan kembali mendekat, dia meletakkan satu tangannya ke leher wanita itu lalu menciumi telinga hingga lehernya. Janji hanya sebuah janji karena Jevan memang benar-benar seorang pembohong.
Ah tapi, wanita di sampingnya ini lebih parah darinya.
"You're a liar." Jevan berbisik tepat di telinganya.
Tak ada tanggapan yang wanita itu berikan hingga Jevan menjauhkan wajahnya dan menatap wanita itu dengan remeh.
"Lo bilang benci gue di depan Kinara, tapi liat sekarang? Lo pengkhianat," kata Jevan.
Karena tak ada tanggapan yang diberikan Jevan tersenyum dan kembali bicara.
"Lo bilang gue brengsek di depan Kinara, tapi lihat apa yang barusan lo lakuin?" tanya Jevan sambil mengangkat dagu wanita itu hingga dia menatap matanya.
"Lo enggak pantes disebut sebagai teman."
Kinara harus tau apa yang baru saja teman baiknya itu lakukan bersama dengan kekasihnya.
Sayangnya seseorang yang selalu Kinara anggap sebagai teman baiknya itu malah tersenyum ketika mendengar apa yang Jevan katakan. Bukannya pergi dia malah mendekatkan wajahnya ke telinga Jevan dan berbisik pelan di sana.
"Iya gue enggak pantas disebut sebagai teman dan lo juga enggak pantas untuk disebut sebagai pacar kan?" bisiknya.
Jevan tertawa pelan ketika mendengarnya, tapi tak hanya itu dia kembali berbisik.
"Mau ke rumah gue Jev?"
16
"Naya mana?"
Kinara langsung menanyakan hal itu begitu dia sampai di bar tempat dimana dia dan teman-temannya biasa berkumpul. Setelah pergi bersama Daniel dia meminta pria itu untuk mengantarnya kesini karena ingin bertemu dengan teman-temannya.
Tapi, begitu sampai hanya ada Laura dan Teressa padahal biasanya Nayara yang selalu datang pertama ketika mereka ingin berkumpul.
Dibandingkan dengan kedua temannya yang lain Kinara memang lebih dekat dengan Nayara karena wanita itu sering menginap di apartemennya. Selain itu orang yang selalu menjadi tempatnya untuk bercerita adalah Nayara.
Setiap kali ada masalah Nayara akan jadi orang yang pertama kali tau bahkan untuk masalah yang sifatnya pribadi sekalipun. Mereka berdua sudah seperti saudara dan bukannya teman.
"Lagi ada jam kuliah katanya." Teressa mengatakan hal yang sebelumnya Nayara katakan di chat.
Kinara mengangguk singkat sebagai tanggapan. Mereka memang memiliki beberapa jadwal yang berbeda.
"Gue abis jalan sama Daniel," kata Kinara membuat Laura yang sedang minum tersedak seketika.
"Serius lo?" tanya Teressa tidak percaya.
Kinara mengangguk dan kembali menenggak minumannya, eh tidak minuman milik Teressa yang sudah hampir dia habiskan.
"Iya, dia minta temenin cari kado karena Kakaknya mau nikah," kata Kinara.
"Bagus sih Ra kalo perlu balikan aja lo sama dia." Teressa mengatakannya sambil tertawa.
Wajar saja dia orang yang sangat sangat menolak hubungan antara Kinara dan Jevan.
"Heh mulut lo Sa, enggak inget lo dulu mereka putus karena apa?" tegur Laura.
"Ya lagian Jevan juga sama aja kayak Daniel malah lebih brengsek Jevan, jadi mendingan lo sama Daniel aja enggak sih Ra?" ujar Teressa.
Kinara terdiam sejenak lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Gue lebih nyaman temenan sama dia sih." Kinara menanggapi.
Memang benar lebih nyaman berteman dengan Daniel dari pada berpacaran. Dulu hubungan mereka juga baik dan mungkin salah satu alasan yang membuat Daniel selingkuh karena Kinara tidak bisa di ajak aneh-aneh.
Makanya pria itu mencari wanita yang bisa memberikan apa yang tidak bisa Kinara berikan untuknya.
"Dulu lo putus karena dia selingkuh sama siapa sih Ra? Lupa gue nama cewek itu." tanya Laura penasaran.
"Shila, tapi sumpah lucu banget kalo inget tuh cewek kalo pas lewat depan gue langsung meluk tangan Daniel," kata Kinara sambil tertawa ketika mengingatnya.
"Takut Bang Daniel kembali pada mantan." Kekeh Teressa.
"Tapi, serius deh Shila itu lucu tau haha beneran waktu dia sama Daniel lewat di depan gue atau gue yang lewat depan dia pasti dia langsung meluk tangan Daniel gitu sambil ngeliatin gue sinis," ungkap Kinara masih dengan tawa kecilnya.
Memang benar waktu itu setiap kali bertemu dengan Daniel dan kekasih barunya pasti kekasih baru Daniel itu akan langsung menempel pada pria itu. Aneh sekali dia yang merebut Daniel dari Kinara, tapi dia juga yang ketakutan.
"Wajar sih Ra dia bakal gitu karena lo kan cantik," ujar Laura yang membuat Kinara tertawa pelan ketika mendengarnya.
"Dia juga cantik anjir," kata Kinara.
"Ya cakepan lo sih." Laura berkata jujur.
"Halah percuma cantik, tapi dapet cowok enggak pernah ada yang serius," kata Kinara sambil berdecak kesal.
"Bukan enggak pernah kali Ra lo aja yang belum nemu." Laura menanggapi.
"Bukan enggak nemu Lau, tapi memang Kinara nyarinya yang brengsek," sindir Teressa yang membuat Kinara berdecak kesal.
Itu benar. Kinara sama sekali tidak tersinggung karena semua yang Teressa ucapkan memang benar.
"Cariin dong Sa cowok yang bisa serius sama gue." Kinara membalas ucapannya.
"Gue sendiri aja belum nemu," kata Teressa.
"Lo anjir Lau awet bener sama pacar lo enggak putus-putus," ujar Kinara yang membuat Laura tertawa kecil.
"Laura parah gak sih? Kita bertiga jomblo dia doang yang punya pacar," kata Teressa.
"Ya terus gue harus putus gitu? Ehh Kinara juga punya pacar ya bukan cuman gue." Laura berseru kesal.
"Halah Kinara pacaran dapet sakit hati doang, tapi bego dia masih aja di pertahanin," kata Teressa gemas.
Kinara mendengus kesal ketika mendengarnya, tapi dia tidak bisa menyangkal hal itu karena memang benar selama berpacaran dengan Jevan dia lebih banyak dapat sakit hatinya.
Iya iya Kinara tau dia bodoh tidak perlu di kasih tau karena dia sudah cukup sadar untuk hal yang satu itu.
"Naya lama banget sih katanya jam tiga udah beres ini udah jam setengah lima belum muncul juga." Laura terus menggerutu sambil mengirimi pesan pada Nayara.
"Ada jam tambahan kali," kata Kinara.
"Kalo enggak dia udah pulang, tapi ketiduran." Teressa menambahkan.
Laura berdecak kesal. Dia ada janji dengan Nayara ingin pergi ke rumah Bryan, tapi wanita itu tak muncul juga padahal dia bilang akan langsung pulang kalau sudah selesai.
"Tungguin aja La," ujar Kinara.
Laura bergumam pelan sebagai tanggapan, tapi masih sambil berusaha menghubungi Nayara yang bahkan ponselnya malah tidak aktif sekarang.
Aneh sekali, sangat jarang terjadi Nayara sulit untuk dihubungi biasanya malah dia yang paling mudah.
•••••
Sudah dua jam berlalu sejak Jevan duduk di Koridor rumah sakit untuk menunggu Reva yang sedang melakukan pemeriksaan rutin. Sudah sejak lama Jevan melakukan ini sendirian karena orang tuanya tidak pernah mau menemani Reva, jadi dia yang melakukannya.
Mungkin cukup melelahkan, tapi kalau bukan Jevan siapa lagi yang akan menemani adiknya?
Sambil menunggu Reva kini Jevan mengeluarkan ponselnya dan kembali mengirim beberapa pesan pada Kinara yang sejak tadi belum membalasnya.
Jevan :
Kinara???
Dari tadi enggak bales chat gue
Kinara? bales dulu sebentar
Setelah menunggu cukup lama akhirnya pesan yang Jevan kirimkan mendapat balasan juga.
Kinara :
Kenapa?
Jevan :
Gue di rumah sakit
Nungguin Reva
Kinara :
Udah dari tadi?
Jevan :
Iya udah dari tadi
Kinara :
Oh
Jevan :
Masih marah?
Kinara :
Gak
Jevan :
Masih
Read
Jevan berdecak sebal ketika Kinara hanya membaca pesan yang dia kirimkan. Baru saja ingin mengirimkan pesan lagi pintu ruangan terbuka dan membuat Jevan langsung mendongak.
Di sana adiknya keluar bersama dengan seorang perawat yang mendorong kursi rodanya.
"Makasih Sus," kata Jevan.
Perawat itu tersenyum dan mengangguk.
"Lekas membaik ya Reva jangan lupa minum obatnya dan banyak istirahat," katanya sambil mengusap kepala Reva dengan sayang.
Reva mengangguk singkat sebagai tanggapan. Kemudian dia menatap Jevan begitu perawat itu kembali masuk ke dalam ruangan.
"Capek?" tanya Jevan dengan penuh kelembutan.
Adiknya itu kembali mengangguk dengan wajah yang terlihat sangat pucat.
"Mau pulang Kak," kata Reva pelan.
"Iya kita langsung pulang tadi udah ada Bryan. Dia yang ambil obatnya." Jevan memberitahu adiknya.
Selama ini Bryan dan Daffa memang sering kali membantunya. Terutama Bryan bukan hanya di rumah sakit, tapi terkadang ketika Jevan pergi dia akan langsung menghampiri Reva dan menemaninya hingga Jevan pulang.
Saat sampai di parkiran Jevan langsung menggendong Reva dan mendudukkan adiknya itu di depan. Kemudian dia melipat kursi roda milik Reva lalu meletakkannya di jok belakang.
Setelahnya Jevan berlari memutar dan segera masuk ke dalam mobil. Sebelum pergi dia juga memakaikan sabuk pengaman untuk adiknya.
"Kalo kamu ngantuk tidur aja nanti Kakak bangunin kalo udah sampai," kata Jevan dengan penuh kelembutan
Reva bergumam pelan sebagai tanggapan dan ketika mobil mulai melaju meninggalkan area rumah sakit Reva memejamkan matanya. Dia merasa lelah sekali bahkan terkadang Reva ingin menyerah saja, tapi kalau dia menyerah bagaimana dengan Jevan?
Rasanya Reva sudah sangat lelah harus minum obat dan pergi ke dokter yang sama sekali tidak membuat dia sembuh. Selama ini pengobatan yang Reva lakukan hanya untuk mengurangi rasa sakit saja dan itu pun hanya untuk beberapa saat.
Bahkan terkadang Reva harus menahan rasa sakit ketika berada di depan Jevan agar pria itu tidak khawatir akan keadaannya dan berakhir membawanya ke rumah sakit.
Reva sudah sangat bosan dengan rumah sakit dan bau obat-obatan.
Mungkin kalau bukan karena Kakaknya Reva sudah tidak akan mau lagi minum obat atau pergi ke dokter. Dia tidak akan memperdulikan kesehatan bahkan mungkin nyawanya sendiri.
Reva lelah, tapi sepertinya Jevan jauh lebih lelah karena harus menjaga adik yang begitu menyusahkan seperti dia.
•••••
Bersama dengan teman-temannya Kinara pergi ke club malam yang biasa dia kunjungi. Sekarang mereka tengah duduk bersama sambil menikmati minuman beralkohol.
Dan Nayara sudah ada bersama dengan mereka. Kehadiran wanita itu langsung mendapat omelan dengan Laura yang tadi berakhir pergi ke rumah Bryan sendirian.
"Nay anjir lo ya gue nungguin malah ngilang lo." Laura mengomel pada teman baiknya itu yang Nayara tanggapi dengan suara tawanya.
"Ketiduran gue La capek banget abis pulang dari kampus," kata Nayara.
"Ngomong kek gitu biar gue enggak nungguin," omel Laura.
"Tau lo Nay mana tumben banget enggak bisa dihubungin," ujar Kinara.
"Ya maap," kata Nayara sambil tertawa pelan.
"Mau turun aja enggak? Bosen gue disini." Teressa mengajak ketiga temannya untuk turun.
Dia melihat ke bawah dimana ada banyak pengunjung yang tengah menari dengan suara musik yang terdengar sangat kuat.
"Sebenernya males, tapi enggak papa deh," kata Laura.
"Ikut enggak?" tanya Teressa.
Kinara menggelengkan kepalanya pelan sambil meminum minumannya lalu melirik Nayara sebentar.
"Ikut enggak lo Nay? Gue males," kata Kinara.
"Enggak deh gue juga." Nayara ikut menolak ajakan tersebut.
"Yaudah gue sama Laura turun dulu," kata Teressa.
Kinara mengangguk saja. Dia menatap kedua temannya yang kini keluar.
Jujur Kinara bukan orang yang suka menari dan bersenang-senang dengan musik yang sangat kuat. Apalagi ditambah dengan gemerlap lampu diskotik yang membuat kepalanya pening.
Kedatangannya kesini hanya untuk minum dan kalau dulu untuk melihat Jevan yang memang selalu datang ke tempat ini.
Selain itu Kinara juga selalu minum minuman dengan kadar alkohol rendah. Dia ke tempat seperti ini hanya untuk hiburan saja karena bosan kalau hanya berdiam diri di apartemen.
"Ra."
Suara Nayara membuat Kinara bergumam pelan dan menatap temannya itu dengan alis bertaut.
"Gimana sama Jevan?" tanya Nayara.
"Jevan? Enggak gimana-gimana ya gitu aja," jawab Kinara santai.
"Lo secinta itu sama dia ya?" tanya Nayara.
"Kayaknya gue enggak perlu jawab deh. You know me so well Nay," ujar Kinara sambil tertawa pelan.
Nayara pun ikut tertawa mendengarnya.
"Tapi, gue hari ini lagi enggak chat dia sih terakhir tadi sore kayaknya," kata Kinara.
"Kenapa?"
"Apa lagi Nay kemaren gue liat dia ciuman sama cewek," ungkap Kinara dengan penuh kekesalan.
"Bego, putusin aja Ra, makan hati lo sama dia," kata Nayara.
"Nanti."
Kinara kembali minum lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Btw Nay tadi gue jalan sama Daniel, tapi bukan jalan sih gue cuman nemenin dia cari kado aja." Kinara memberitahu.
"Daniel? Lah kok bisa ketemu lagi lo Ra?" tanya Nayara.
"Ketemu di birthday party nya temen Jevan dan ternyata dia sama Jevan juga temenan, tapi enggak deket sih," kata Kinara.
"Kalo adeknya Jevan gimana Ra? Lo deket sama dia?" tanya Nayara.
"Reva? Deket lah tiap hari gue chatan sama dia eh iya dia ada jadwal check up ke Dokter tadi," kata Kinara membuat Nayara terdiam untuk beberapa saat.
Kinara juga ikut diam karena Nayara tak kembali bicara lalu dia mengambil ponselnya yang bergetar di atas meja.
Ternyata dari Jevan.
Kinara meletakkan lagi ponselnya di meja dan memilih mengabaikan pesan yang Jevan kirimkan untuknya.
"Jevan ya?" tanya Nayara ketika Kinara menaruh lagi ponselnya.
"Iya, tapi malas gue mau balesnya." Kinara menjawab dengan senyuman tipis di wajahnya.
Nayara mengangguk faham lalu menuangkan lagi minuman ke dalam gelas.
"Nay."
Nayara kembali menatap Kinara dengan alis bertaut. Dia menunggu apa yang ingin temannya itu katakan.
"Gue bingung deh," kata Kinara secara tiba-tiba.
"Bingung kenapa?" tanya Nayara.
"Jevan, gue bingung kenapa gue bisa sesayang itu sama dia. Padahal lo tau kan Nay? Sebelum pacaran gue sama dia ngobrol aja enggak pernah mungkin cuman sebatas saling tau aja, tapi kenapa ya gue bisa sayang banget sama dia??" tanya Kinara.
Nayara tak langsung menjawab. Dia hanya diam sambil menatap Kinara yang kini kembali berbicara.
"Kadang gue tuh mikir Nay, selama ini Jevan enggak pernah ngedeketin gue, jadi enggak mungkin lah dia bakal suka sama gue, tapi anehnya gue tetep aja mau sama dia mana berharap dia bakal bales perasaan gue lagi Nay." Kinara tersenyum tipis ketika mengatakannya.
"Gue enggak tau mau bilang apa Ra," kata Nayara sambil menatap temannya itu.
"Iya enggak papa gue juga cuman mau ngomong aja," kata Kinara yang menuangkan kembali minuman ke gelasnya.
"Udah Ra mabok lo nanti," ujar Nayara yang membuat Kinara tertawa pelan.
"Dikit doang kali Nay." Kekeh Kinara.
Kinara menatap lagi ponselnya yang bergetar dan sekali lagi itu dari Jevan, tapi Kinara tak berniat untuk membacanya.
Dia memilih untuk mengabaikan pesan itu. Kalau boleh jujur belakangan ini dia selalu memikirkan hubungannya dengan Jevan.
Mana yang lebih baik untuk dilakukan?
Lebih baik diakhiri atau diteruskan?
•••••
Nayara tiba-tiba menghilang dan membuat Kinara merasa panik karena tadi wanita itu mengatakan kalau dia ingin pergi ke kamar mandi. Kini Kinara berjalan menuruni tangga dan berniat mencari keberadaan teman baiknya itu.
Saat ingin masuk ke dalam kamar mandi mata Kinara menangkap sosok yang mirip dengan Nayara berjalan menjauh mengikuti seorang lelaki yang tidak Kinara lihat siapa orangnya. Melihat pakaian yang sama persis dengan yang Nayara kenakan membuat Kinara bergegas mengikutinya.
Sayangnya Kinara kehilangan sosok itu yang membuatnya berpikir bahwa dia salah lihat.
"Salah liat gue," gumam Kinara.
Kinara sudah memutar tubuhnya dan kembali berjalan masuk hingga...
"Nay."
Suara itu membuat Kinara menoleh dan mengedarkan pandangannya ke segala arah sampai mata indahnya melihat sesuatu di sudut ruangan sebelah kiri dekat pintu keluar. Meskipun terlihat sedikit ragu, tapi pada akhirnya Kinara berjalan mendekat untuk melihatnya.
Langkah kaki Kinara terasa berat ketika dia mengenali kedua orang itu, dia tidak mungkin salah. Keringat dingin mulai keluar membasahi tubuhnya dan Kinara benar-benar lemas ketika melihatnya.
Jelas sekali itu Jevan.
Jevan kekasihnya.
Bersama dengan Nayara.
Berciuman....
"Jevan."
Suara Kinara mungkin terdengar pelan, tapi sudah cukup membuat kedua orang itu langsung menjauhkan diri mereka dan menatap ke arahnya.
"Ra."
Tangan Kinara langsung terkepal dengan kuat, bagaimana bisa teman baiknya itu berciuman dengan kekasihnya?
"Gue masih bisa terima kalo itu cewek lain Jev, tapi ini..."
Kinara menggantungkan kalimatnya, kedua tangannya terkepal kuat dengan wajah yang memerah karena menahan amarah dan tangisan yang sebentar lagi akan pecah.
"Dia temen gue Jev," kata Kinara pelan, sangat pelan hingga nyaris tak terdengar.
Dan Jevan terpaku di tempatnya ketika melihat kekasihnya itu mulai menumpahkan air mata.
"Kinara."
"LO TEMEN GUE NAY!" seru Kinara dengan nafas yang memburu juga wajah yang semakin memerah.
Kinara menyentak kasar tangan Nayara yang menyentuhnya.
"Lo temen gue!"
Suara Kinara semakin mengecil bahkan matanya sudah buram karena genangan air mata.
"Lo yang ngatain gue bego karena pacaran sama Jevan dan lo yang berkali-kali minta gue putusin Jevan, tapi anjing lo malah ciuman sama dia!"
Nayara menatap Kinara dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia melihat Kinara yang menghapus air matanya dengan kasar sambil menatap ke arahnya dengan penuh rasa kecewa.
"Lo temen gue, tega lo?" tanya Kinara dengan suara yang semakin pelan.
"Ra maaf gue...."
"Lo ngatain Jevan brengsek, tapi mau juga lo di cium sama dia Nay? Murahan lo anjing." Kinara memaki dengan emosi yang sudah tidak dapat ia tahan lagi.
Tak mau lagi berada di sana Kinara langsung berbalik dan melangkahkan kakinya menjauh, tapi dia mendengar suara Jevan yang mengejarnya juga menahan lengannya.
"Kinara."
Nafas Kinara memburu hebat dia berbalik dan melayangkan tamparan di pipi Jevan membuat pria itu memejamkan matanya ketika merasakan perih di pipinya.
"JANGAN SENTUH GUE!" teriak Kinara.
Jevan dapat melihat matanya yang memerah juga pipi yang basah karena air mata.
"Lo keterlaluan! Dia temen gue Jev," kata Kinara dengan lirih.
"Kinara."
Kinara mengusap lagi air matanya dan menatap Jevan yang kini terpaku melihat tangisannya.
Tak mau lagi bicara pada kedua orang itu Kinara langsung masuk ke dalam. Dia berkali-kali menabrak tubuh seseorang karena terburu-buru untuk menghindari Jevan yang mengejarnya ke dalam.
"Kinara dengerin gue dulu," pinta Jevan.
Kinara justru mempercepat langkah kakinya.
"Ra lo kenapa?"
Teressa dan Laura langsung berdiri begitu Kinara datang dengan air mata yang membasahi pipinya.
"Sa ayo pulang sekarang," ajak Kinara.
"Ha? Iya balik, tapi Naya....."
"Jangan sebut nama itu di depan gue Sa! Ayo pulang!" Kinara berseru kuat hingga membuat Teressa dan Laura terdiam untuk sejenak.
"Oke... pulang ayo La," kata Teressa yang tidak mau bertanya lebih lanjut.
"Kinara."
Nafas Kinara semakin tak beraturan dia menatap Jevan yang kini berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam apalagi tak lama Nayara juga muncul.
"Ra please gue...."
"KINARAA!"
Teressa dan Laura berteriak kencang ketika Kinara mengambil botol minuman yang ada di meja dan melemparnya tepat ke samping Nayara yang membuat wanita itu memejamkan matanya ketika botol itu hancur berkeping-keping di tepat di sampingnya.
"Ra lo kenapa?" tanya Teressa.
Tangan Kinara mengepal dengan kuat. Dia menatap Jevan yang kini menatap matanya juga.
"Lo bilang kalau gue udah capek gue bisa pergi kan? Gue capek Jev," kata Kinara dengan penuh kecewa.
Kinara tak lagi bicara dia langsung mengambil tas dan bergegas keluar di susul dengan Teressa juga Laura yang meskipun bingung, tapi langsung mengikuti Kinara keluar.
"Gue enggak mau putus," kata Jevan sambil menahan tangan Kinara sebelum wanita itu sempat keluar.
Kinara melepas tangannya dengan kasar dan menatap mata Jevan dengan matanya yang memerah.
"Kita selesai."
Mungkin ini akan menjadi akhir dari perjuangan Kinara dan mungkin juga ini akan menjadi awal untuk Jevan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
