
“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”
Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya…
…selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah?
“Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”
*****
Hubungi dua agen Allianz berikut ini:
👉 Gloria, Surabaya, 0818858944
👉 Fanny, Tangerang, 08111817121

"Mungkin tinggal menikahi kamu saja."
"Hah? Nikah? Dikira gampang nikah itu? Kamu hidup di zaman apa, sih, Noel?"
Masih di dalam vila, yang berada di atas danau buatan. Tensinya mulai memanas. Marsha memelototi Noel. Noel hanya tertunduk dan tak berani menatap wajah Marsha. Saking takutnya, Noel sampai menggigit bibir bawah.
"Kok sekarang kamu takut begini?"
Noel hanya tertunduk malu. Mungkin sudah habis keberanian laki-laki tersebut. Mungkin pula ia sama sekali tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Ia pikir karena terjadi di alam mimpi, ia bisa seenaknya sendiri. Lupakah dirinya bahwa sesungguhnya alam mimpi itu representasi dari dunia nyata?
Apa yang terjadi di alam mimpi, sesungguhnya sudah bisa dikatakan sebagai sisi lainnya dunia nyata. Ada yang bilang, alam mimpi itu disebut pula dunia cermin. Ada pula yang menyebut bahwa alam mimpi bagian dari dunia nyata, yang hanya berbeda dimensi.
Marsha mendekati Noel, walaupun agak takut-takut. Bagaimanapun Marsha tahu diri Noel itu laki-laki. Ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Mau sekuat apa pun perempuan, tetap akan kalah dari laki-laki, apalagi jika diperhadapkan pada kondisi-kondisi tertentu. Ambil contoh, kejadian saat itu. Saat Marsha memberikan begitu saja mahkotanya yang teramat berharga ke Noel.
Noel hanya terduduk di atas sofa. Namun, perlahan-lahan ia mulai berani mengangkat kepalanya. Sembari menggigit bibir bawah, Noel menatap Marsha. Tegang sekali raut muka Noel.
Justru kali ini Marsha yang bertampang galak. Ujarnya berapi-api, "Halo, Mas, ke mana Noel yang dulu? Noel yang bujuk-bujuk aku buat ngelakuinnya, itu ke mana? Itu yang aku ngomongin, beneran loh. Bangun-bangun, aku kaget lihat ada darah. Padahal aku tidur sendiri di dalam kamar aku."
"Iya, aku minta maaf, Marsha. Aku nggak nyangka bisa sejauh itu. Aku kira nggak bakal ambil apa-apa dari kamu. Nyatanya--"
"--nyatanya kejadian, kan?" potong Marsha galak sekali. Ia membuang nafas dan membalikkan badannya. Pandangan Marsha kali ini tertuju ke arah pintu masuk vila. Ia bergegas cepat menuju pintu masuk tersebut. "Aku mau keluar, Mas."
Noel bangkit dari sofa. "Aku ikut, Marsha."
"Terserah kamu, Mas!" sembur Marsha yang masih galak-galaknya ke Noel.
Benar saja. Noel mengikuti langkah kaki Marsha. Kini kedua anak manusia itu berada di luar vila. Apes untuk keduanya. Karena mendadak di luar vila itu sedang turun hujan. Tidak deras. Hanya rintik-rintik. Marsha lalu menuju perahu yang biasanya ia dan laki-laki itu naik. Untuk sekarang ini, Marsha ingin mendayung sendiri saja. Tanpa ditemani Noel.
"Kasih aku ruang sendiri dulu." ucap Marsha yang sudah duduk di atas perahu. "Aku mau nenangin diri di atas perahu ini dulu. Lagi pengin nikmati suasana danau buatan ini tanpa adanya kamu. Lepasin dulu aja tali-talinya."
Noel mengikuti kemauan Marsha. Ia melepaskan tali-tali tersebut. Perahu itu mulai lepas ke arah permukaan danau. Marsha mulai mendayung hingga perahu itu menjauh dari pulau kecil tersebut. Dari atas perahu, Marsha menatap agak kesal Noel. Namun Marsha agak geli yang menyaksikan laki-laki itu sepertinya hendak menitikkan air mata. Noel tampak berdiri, menggigit bibir bawah, dan memberikan pandangan yang tak siap kehilangan Marsha. Jika dugaan Marsha benar, padahal perempuan itu tak benar-benar meninggalkan Noel. Lagi pula, kelihatannya mereka akan selamanya bermimpi bersama, yang selalu berada di atas danau, sembari mendayung, atau hanya berdua di dalam vila yang aneh bin menyeramkan.
"Kadang Noel itu lucu juga." kata Marsha yang terkekeh-kekeh sembari terus mendayung. "Waktu itu aja, main gagah-gagahan. Sekarang, ketakutan sendiri."
Marsha terus mendayung hingga tak terasa pulau itu makin lama makin terlihat menjauh. Yang di saat itu, Marsha berbicara sendiri, "Tapi bingung, deh. Kenapa bisa kayak begitu kejadiannya? Gue kira nggak akan sampai robek. Makanya, waktu itu, gue biarkan saja dia ngelakuinnya ke gue. Apa gue bisa hamil karena ngelakuinnya di alam mimpi ini?"
Kembali Marsha terus saja mendayung. Ia melanjutkan kata-katanya, "Vila itu juga aneh. Kenapa mendadak ada? Dulu-dulu, vila itu nggak ada. Koleksi film yang aneh juga. Kadang setiap berada di vila itu, gue bawaannya merinding terus."
Sementara itu, di atas pulau, Noel menggerutu sendiri. Ia menendang-nendang kerikil-kerikil yang berhamburan di atas permukaan tanah. Ia pun meninju pohon yang ada (yang entah itu pohon apa). Tangannya tidak kesakitan. Sepertinya rasa kesal dan kecewanya lebih besar dari rasa sakitnya. Bahkan itu termasuk saat ada darah keluar dari salah satu jari Noel.
"Kenapa sih gue seceroboh itu?" rutuk Noel dengan mata mulai tergenang air mata. "Kenapa gue nggak bisa ngendaliin diri? Kalau aja gue lebih terkendali, nggak akan muncul kejadian itu."
Noel lalu bergegas kembali ke arah vila. Di dekat pintu masuk, ia menyempatkan diri untuk melihat ke arah permukaan danau. Tampaknya hujannya akan makin deras. Pikir Noel, pasti Marsha akan mendayung kembali ke atas pulau. Sementara Noel memilih untuk masuk dan menutup pintu.
Di dalam vila yang sudah terang benderang, Noel berjalan-jalan. Di saat seperti itulah, Noel merasakan ada yang aneh. Keanehan lainnya adalah apa yang terpajang di atas dinding. Noel merasa bergidik saat memperhatikan betapa banyaknya foto berdua antara Noel dan Marsha. Untuk satu dan dua foto, Noel mengernyitkan dahi. Yang ia ingat, di luar alam mimpi yang sungguh absurd ini, ia dan Marsha itu belum pernah berjumpa. Mereka berdua teramat jarang duduk berhadapan di atas meja. Foto-foto ini bagaimana terciptanya?
"Apa sebetulnya selama ini gue dan Marsha terbawa ke suatu zaman di masa depan?" tanya Noel terkekeh-kekeh. "Foto-foto ini, sama film-film di rak itu, mereka adalah bukti bahwa di antara gue dan Marsha benar-benar ada ikatan yang melebihi ikatan pertemanan. Itu berarti Marsha itu bakal menjadi istri gue di masa depan."
Noel pun baru menyadari ada dua buah guci Cina di dekat tangga yang menuju lantai dua vila. Noel meraba kedua guci itu dengan amat hati-hati. Guci pertama itu bercorak dua ekor naga berwarna merah. Ada guratan aksara Mandarin di guci pertama, yang Noel tak bisa membacanya (tapi Marsha pasti bisa, karena perempuan itu sedikit mengerti bahasa Mandarin).
Untuk guci kedua, tergoreskan sebuah gambar seorang perempuan yang mengenakan semacam kimono berwarna ungu. Sebetulnya bukan warna ungu pula. Warna ini lebih gelap dari warna ungu. Mungkin inilah yang disebut sebagai warna nila atau beberapa orang menyebutnya sebagai indigo. Saat Noel meraba-raba kimono berwarna nila atau indigo tersebut, sesuatu terjadi. Sekonyong-konyong kepala Noel merasa pusing sekali. Kesadarannya mendadak menjadi tipis sekali hingga akhirnya ambruk di bawah tangga.
Tak hanya Noel yang merasa pusing hingga ambruk. Di atas danau itu, Marsha pun sama. Ia berhenti mendayung dan membiarkan dirinya sendiri tertidur di atas perahu. Marsha tak kuasa untuk melawan rasa kantuk yang luar biasa dahsyat menyerang dirinya. Sebelum tertidur (yang di alam mimpi pula), Marsha sempat melihat langitnya diserang oleh kabut tipis berwarna nila atau indigo.
“Mimpi kali ini benar-benar aneh banget. Sekarang pakai ada acara kabut warna nila segala, lah. Maksudnya apa kali?”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
