Episode : Kukira, Itu Hanya Sekadar Mimpi

2
0
Deskripsi

“Aku kaget. Entah kenapa sewaktu baca artikel ini, potongan tweet tadi, serasa pernah melihatnya di mana gitu. Mirip juga sama mimpiku waktu itu. Déjàvu, kah, ini?"

Cerpen ini juga masih termasuk ke dalam salah satu chapter Me Déjàvu

*****

Napasku terengah-engah. Kedua mataku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ini di mana? Sepertinya aku baru kali pertama ini ke tempat ini. Seperti di sebuah hotel, apartemen, losmen, atau, yah, sejenis tempat untuk menginap. Nyata juga. Segala yang kulihat terasa nyata.

Sempat aku berpikir tengah bermimpi. Sebab, yang kuingat, aku masih di komplek aku. Sejak kapan aku bisa berada di sebuah hotel? Siapakah yang membawa aku ke dalam hotel? Bukankah segala sesuatunya memiliki proses? Tidak simsalabim langsung begini, langsung begitu?

Aku terus saja berjalan. Jarang aku bisa masuk ke dalam sebuah hotel. Mungkin nyaris belum pernah. Ups, pernah, deh, beberapa kali masuk ke tempat penginapan, entah untuk jenis yang mana. Itu pun bisa dihitung dengan jari-jari di kedua tangan aku sejauh ini. Seperti saat aku mengikuti ret-reat SMA. Itu disebutnya apa, tempat aku dan teman-temanku menginap?

Hotel yang mana aku menginap saat sidi di tahun 2005 itu juga lumayan bagus. Atau, saat keluargaku pergi berlibur bersama keluarga besar atau perkumpulan rohani di komplek. Itu losmen atau bisa dibilang hotel? Atau, vila? Entahlah, aku  bisa membedakan mana hotel, losmen, vila, atau, yang disebut sebagai cottage. Bahkan aku keliru menyebut suatu apartemen sebagai hotel.

Itulah kenapa aku bingung tempat ini benarkah hotel? Atau, hanya sebuah apartemen? Sepertinya memang hotel. Sebab, aku melihat ada seorang yang berprofesi sebagai bellboy. Bellboy itu hanya ada di hotel, kan.

Mataku tertegun. Tampak di kejauhan, aku sepertinya melihat sosok perempuan yang aku kenal. Tidak kenal secara akrab, namun setiap melihat foto perempuan itu, aku seperti merasa nyaman saja dengan perempuan tersebut. Yah, nyaman adalah kata yang paling tepat, terlepas apakah aku benar-benar mengenal dia secara akrab atau tidak.

Aku segera mempercepat langkahku. Ingin segera aku memastikan apakah dia perempuan yang sesuai dugaanku. Entah kenapa juga napasku makin tersengal-sengal. Beberapa orang memgomel-ngomel dengan caraku berjalan. Menurut salah seorang pengunjung, dia risih dan cara berjalanku amat mengganggu. Aku minta maaf kalau mengganggu. Sebab aku ingin memastikan apakah itu benar perempuan yang sama.

Ternyata memang dia. Ini mimpi atau realita? Bagaimana bisa aku akhirnya berjumpa dengan dia, yang sudah kutaksir berminggu-minggu? Aku sudah begitu berhasrat sekali bisa berjumpa dengan dia. Eh, sebentar, laki-laki itu siapa dia?

Aku hanya bisa memandangi dia dari jauh. Mungkin dia tidak menyadari keberadaan aku. Dia dan laki-laki itu tampak asyik sekali duduk berdekatan seperti itu. Si laki-laki berkacamata dan bermata sipit itu sedang sibuk pula menyetel gitarnya. Segera laki-laki itu memainkan dua lagu. Satu lagu berbahasa Indonesia yang aku bingung itu lagu apa. Satu lagu lainnya merupakan lagu berbahasa Inggris.

"…I maybe not yours and you're not mine
But I'll be there for you when you need me
It is only me
Believe me girl it's only me
Yeah it's only me…"

Si dia tertawa. Manis juga dirinya saat tertawa lebar begitu.

Laki-laki, yang entah siapa namanya, ikut tertawa juga, namun masih sibuk menyetel gitarnya.

"…go easy on me, baby
I was still a child
Didn't get the chance to
Feel the world around me
Had no time to choose
What I chose to do
So go easy on me…"

“Kamu nggak lagi curhat, kan, Cheng,” ucap si dia yang masih tertawa.

“Menurut ngana?” Laki-laki itu mengernyitkan dahi, nyengir. Dia yang disebut Cheng berhenti memainkan gitarnya.

“Apaan, sih?” ujarnya yang agak tersinggung, namun masih tertawa kecil.

Laki-laki itu kembali memainkan gitarnya dan memainkan sebuah lagu.

"…I want your psycho, your vertigo shtick
Want you in my rear window, baby, you're sick
I want your love
Love, love, love, I want your love…"

Laki-laki itu berhenti memainkan gitarnya dan menatap dia yang kusuka begitu intens dan lama. Si dia, yang kulihat, terlihat kikuk dipandangi seperti itu. Entah kenapa aku cemburu melihat adegan tatap-tatapan antara si dia dan laki-laki yang kelihatannya seorang musisi.

Laki-laki itu berdeham dan berkata, "Ehem, Cia,..."

"Yah, Cheng,..."

"Boleh nanya sesuatu?"

"Nanya apa?"

"Kamu lagi deket sama siapa?"

"Maksudnya?"

"Iya, lagi deket sama cowok mana?"

"Errr..." Kelihatannya dia cukup canggung ditanyakan pertanyaan seperti dia. Bagaimanapun si dia bukan remaja lagi. Dia sudah berusia di atas dua puluh tahun. Pasti paham, jika ditanyakan seorang laki-laki pertanyaan tersebut.

"Kamu cantik, Cia, nyadar nggak?"

"Makasih, Cheng."

Tangan si laki-laki itu mulai nakal menyentuh rambutnya. Hampir menyentuh. Sayangnya, itu batal. Ada segerombolan orang menghampiri mereka. Salah seorang perempuan berceletuk begini, "Cie, Cici sama Koko, mesra nih yee..."

Seperti itu teman si laki-laki yang berkata, "Udah jadian Cheng sama Cia? Udah lu tembak?"

Teman laki-laki yang lainnya menimpali, "Kan, lu suka sama dia, Cheng. Tembak, lah. Hajar aja nanti setiap pemberitaan. Kayaknya banyak yang dukung lu sama dia."

Sepertinya wajah si laki-laki memerah. Laki-laki itu juga agak menundukkan kepalanya. Teman-temannya (yang aku baru tahu mereka ternyata personel boyband) begitu asyik menggodai si laki-laki. Si dia juga makin canggung. Tampak dia mengambil ponsel dan sibuk apa, aku tidak tahu. Kelihatannya si dia ingin mengalihkan rasa canggung ke sesuatu. Teman-teman si dia malah ikut-ikutan menggoda dia.

"Cici cocok, tau, Ci, sama Kokoh Cheng," kata salah seorang perempuan yang aku tidak tahu namanya siapa.

"Kenapa nggak jadian aja, Ci?" timpal teman perempuan dia yang lainnya.

Teman-teman si laki-laki yang disebut Cheng itu pula ikut memanas-manasi agar dia dan Cheng segera berpacaran. Cheng risih dan meminta mereka semua menyingkir dulu dengan alasan mereka semua mengganggu aktivitas Cheng dan dia yang sedang berlatih gitar dan olah vokal. Kini, kembali tinggal antara dia dan Cheng (serta mungkin aku yang belum disadari keberadaanku).

"Cheng," Si dia membuka obrolan.

"Iya, Cia," jawab Cheng.

"K-kamu naksir aku?" tanya si dia agak ragu-ragu.

Cheng mengangguk takut-takut, tersenyum. "Makanya, dari tadi aku terus menerus bawain lagu-lagu cinta, yang tema jatuh cinta. Itu luapan isi hati aku sama kamu, Cia. Sejak kejadian di studio itu, waktu acara di bulan Agustus itu, kayaknya aku naksir kamu. Kamu mau nggak jadi cewek aku?"

"Yah, gimana, yah," kata dia yang kelihatannya takut untuk mengutarakan isi hatinya ke Cheng. "Menurut aku, kamu itu lumayan. Jago nge-dance juga. Mahir bawain gitar. Tapi,..."

Jangankan Cheng, aku saja deg-degan mendengarkan kelanjutan kata-kata dia.

"...maaf, yah, Cheng, aku cuma anggap kamu temen aja. Aku susah lihat kamu lebih dari sekedar temen."

"Oh, karena kamu lagi naksir cowok lain, kan?" Kelihatannya Cheng belum terima dirinya ditolak dia.

"Maksudnya kamu?" Si dia  mulai tersinggung. Sewot begitu.

"Gosipnya udah ke mana-mana, Cia. Yang katanya, kamu sering berhubungan sama CEO-CEO itu. Si Jacky itu, yang aku maksud. Apa jangan-jangan kamu naksir dia? Atau, sama si Farhan, anak Pak Moha itu? Ada temanku bilang, kamu lagi pedekatein dia. Bener, kan?"

Kelihatannya si dia mulai tersinggung. "Kamu apaan, sih? Aku sama Jacky atau Farhan, sama mereka berdua, yah sama aja kayak perasaan aku ke kamu. Nganggep mereka cuma sebatas temen. Kalo sama Farhan, bukan pedekatein dia. Aku deket sama dia cuma mau minta saran bisnis. Kan, kamu tau sendiri Farhan punya usaha restoran gitu. Aku minta saran Farhan gimana mulai dan ngembangin bisnis. Gitu, Cheng."

Si laki-laki itu sepertinya berat sekali menerima keputusan dia yang ternyata hanya menganggap dirinya sebatas teman. Laki-laki itu mengembuskan napas dan mengambil rokok elektrik kepunyaannya.

Sampai di sini, sekonyong-konyong aku tersadar. Ah, ternyata hanya mimpi. Bangun-bangun aku sudah berada di atas sofa bed aku. Masih pukul 03:00 subuh.

Lantas, hari-hari berlalu. Selang sekitar sebulan dari mimpi aneh tapi nyata itu, saat kubuka media sosial aku, muncul artikel tentang laki-laki bernama Cheng dan boyband-nya. Beberapa penggemar meledeki Cheng yang baru saja ditolak oleh dia. Yang kubaca dari komentar salah seorang penggemar, Cheng di-friendzone oleh dia.

Aku bingung sekaligus kaget. Air liur aku tertelan begitu saja. Apa maksud mimpi aku nyaris sebulan yang lalu? Ini maksudnya apa? Entah mengapa aku merasa dekat sekali dengan dia. 

Benar-benar bingung. Itu mimpi atau bukan? Kukira hanya sekadar bunga tidur. Nyatanya, itu melampaui imajinasi aku. Bukan sekadar halusinasi ataupun delusi. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya #139 The Little Adventure of Nuel : Ada Cerita Menarik di 17-an
1
0
Cerita ini bagian dari novel online “The Little Adventure of Nuel.Biar makin menikmati, baca saja dulu chapter- chapter sebelumnya. Per tanggal 23 April 2023, kaver “The Little Adventure of Nuel berubah. Dan, setiap chapter akan konsisten menggunakan kaver barunya. Perubahan kaver untuk kali kedua pada tanggal 25 Juli 2023.*****Aku--melalui IN's Online Shop--ikut memasarkan Minyak Kutus-Kutus dan air beroksigen Oxy Water. Call my online shop in Instagram @_inonlineshop_ dan 0877-9175-6320.Jika ada yang mau membantuku secara finansial, kalian bisa mentransfer nominal yang kalian inginkan ke BRI 708901018369532 atas nama Immanuel Lubis.Author seperti aku juga butuh uang untuk menyambung nyawa. Dan, mulai tanggal 29 Mei 2023, aku memutuskan untuk menggratiskan novel ini. Bacanya gratis! *****Khusus Tangerang, Catering Dapoer Fays 0812-8630-8285 ! 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan