Chapter 76: Gagal Lagi (Mengejar Perguruan Tinggi Negeri)

1
1
Deskripsi

Sekaligus untuk menuliskan kesedihan aku ke dalam kolom status Facebook. Yang aku baru sadari, untuk apa juga kulakukan? Bukankah lebih baik jika aku tuliskan ke dalam buku harian aku saja? 

*****

Bagas

0812-2390-6180

post-image-67da36b80e89a.jpg

*****

DANA / OVO:
082125530358
Rekening Bank :
BRI
708901018369532 atas nama Imanuel Lubis
PayPal :
paypal.me/nuellubis
Trakteer :
https://trakteer.id/nuellubis

Tangerang, Agustus 2008

“Noel!” 

Aku tersentak. Tergegas untuk terbangun dari kesedihan aku. Memangnya apa lagi yang membuat aku sedih, selain pengumuman kelulusan SNMPTN itu. Hanya itu. 

Kututup peramban. Tadi aku terpaksa membuka situs itu dari ponsel Sony Ericsson aku. Sekaligus untuk menuliskan kesedihan aku ke dalam kolom status Facebook. Yang aku baru sadari, untuk apa juga kulakukan? Bukankah lebih baik jika aku tuliskan ke dalam buku harian aku saja? 

Sebelumnya aku mengecas ponsel terlebih dahulu. Tadi dayanya sedikit melemah. Kurang lebih tersisa 54%. Ketika tiba dari Bandung tadi, memang belum sempat mengecas lagi. Oh, kurang lebih tiga hari yang lalu, salah satu pamanku baru saja dipanggil Tuhan. Upacara penguburannya sekitar 2-3 hari. Tulang itu dikubur di Bandung juga. Itu juga berdasarkan kesepakatan di antara anak-anaknya dan juga keluarga besar Mama. 

“Noel!”

Aku segera bangkit berdiri. Suara itu memanggilku. Kuintip dari jendela. Ternyata itu Roni, tetangga sebelah kiri rumah aku. Dulunya dia itu teman SMP aku. Tidak sekelas, tapi seangkatan. Aku dan Roni sama-sama kali pertama menjadi murid SMP Marius sejak Juli 2001. Tanggalnya aku tidak pernah lupa: 16 Juli 2001. Yang beberapa hari setelahnya, ada Sidang Istimewa MPR. Abdurrahman Wahid diberhentikan sebagai presiden. Kemudian Megawati terpilih sebagai wakil presiden. 

Kubuka pintu. Roni tersenyum berbinar-binar menatapku. Selama aku berjalan menghampiri dia yang menungguku di luar pagar rumah, suatu kenangan muncul di dalam kepala. 

*****

Tangerang, September 2001

“Gue juga baca komik Dragon Ball," ujar aku tersenyum. “Bahkan gue nonton kartunnya setiap jam sembilan pagi.”

“Lebih seruan komiknya, sih,” balas Roni. “Saking serunya, gue susah banget cari yang volume 42. Katanya, itu volume terakhirnya Dragon Ball, yah.”

Aku mengangguk. “Gue punya yang volume 42.”

“Serius?” tanya Roni terperanjat. Ia terlihat antusias. 

Aku tak menyangka akan menemukan penggemar Dragon Ball saat sudah menjadi murid SMP. Padahal, saat masih SD, teman-teman lebih menyukai Crayon Shinchan atau Detective Conan. Mungkin saat itu hanya aku satu-satunya penggemar Dragon Ball. 

Lalu aku hanya mengangguk. 

Roni makin terlihat antusias. Dengan mata berbinar-binar, ia berkata, “Besok bisa bawa nggak ke sekolah? Gue pinjam, dong. Nanti pasti gue balikin.”

“Hari senin aja,” jawab aku. “Gue cari dulu komiknya.”

“Eh, lu tinggal di perumahan yang sama kayak gue, kan?” tanya Roni yang kelihatannya sangat antusias untuk membaca Dragon Ball volume 42. “Lu tinggal di blok apa? Gue di blok B.”

“Blok C.” jawabku, yang dalam hati cukup senang dengan antusiasme Roni ini. 

“Gue ke rumah lu, yah, Noel,” kata Roni. 

Di saat itulah, Sandi menghampiri aku dan Roni. Kata Sandi, “Ngomongin apaan, kalian? Asyik banget kayaknya.”

“Si Noel ternyata punya volume terakhir Dragon Ball.” jawab Roni. 

Sandi menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepala. “Gue kira apaan, ternyata Dragon Ball. Masih lebih bagus Detective Conan. Kalau lu punya volume terbaru Detective Conan, gue pinjam, dong, Noel. Eh, lu baca Nube juga, nggak?”

Aku menggeleng. Untuk Detective Conan, sebetulnya aku sempat tertarik untuk membaca komik detektif tersebut. Aku mulai tertarik saat melihat Dean asyik membaca komik itu saat jam istirahat sekolah. Dua tahun lalu, sebelum kelulusan sekolah, banyak teman yang membicarakan Detective Conan. Aku ingat adik kelas aku, Ikbal, sempat bertanya apakah aku mengoleksi Detective Conan juga. Kujawab saja tidak.

“Nanti sore, sekitar jam tiga, habis Ashar, gue ke rumah lu, yah, Noel,” seru Roni. “Rumah lu nomor berapa?”

“Nomor sepuluh.” jawabku. 

“Oke, gue ke rumah lu jam tiga nanti,” kata Roni untuk yang kali terakhir. 

Sekonyong-konyong masuklah Rio dan Maulana. Rio segera menghampiri aku, Roni, dan Sandi. Katanya dengan ekspresi yang menyebalkan, “Lu ngapain si Noel, Ron?”

Roni terkekeh-kekeh. “Nggak ada masalah apa-apa, Bro. Gue cuma mau minjem komik Dragon Ball volume 42. Ntar sore, mau main ke rumah dia.”

“Eh, Noel, gue juga mau dong main ke rumah lu,” kata Rio. “Mau minjem komik Dragon Ball. Ada nggak lu yang volume 25? Itu yang tentang manusia buatan.”

Aku mengangguk. “Ada, yang volume 25.”

“Wah, serius?” tanya Rio terperanjat. “Pinjam, dong.”

Sandi menghela nafas. “Apa serunya sih Dragon Ball? Seruan juga Detective Conan.”

Bel sekolah berbunyi. 

*****

Tangerang, Agustus 2008

Sekarang aku duduk di teras rumah Roni. Roni duduk di dekat aku. Lebih tepatnya, aku dan Roni duduk berhadap-hadapan. Roni bilang mamanya sedang mengikuti suatu ibadah persekutuan wanita di gereja. Adiknya yang bungsu sedang les privat. Yang nomor dua pergi berenang bersama teman-teman ekskulnya. Sementara papanya ada urusan keluarga di Depok. Hanya Roni yang sendirian di rumah. 

Tadi aku disuguhi air putih. Kuminum lagi segelas putih yang sudah tersisa setengah. Roni juga ikut minum air putih. 

“Masih ingat aja,” ujar Roni terkekeh. “Gue dulu, seingat gue, yah, emang pernah minjem komik, tapi kayaknya Conan, deh, yang gue pinjem. Masa Dragon Ball?”

“Emang Dragon Ball, kok,” kataku ngotot. 

Roni kembali terkekeh-kekeh. “Yah, udah, yah, udah, Dragon Ball. Betewe, Bro, tetap semangat, lah, meski impian lu masuk UI kandas lagi.”

Thank's,” kataku tersenyum. “Lu sendiri lulus atau nggak SNMPTN kali ini? Eh, tahun lalu, seingat gue, lu sempat nyobain STAN, gimana tuh?”

“Yang STAN gagal, Bro,” ucap Roni masih nyengir. “Yah, udah, deh, gue nganggur beberapa bulan, tapi sempet gawe sih di tempat Amangboru gue. Lumayan buat ngisi waktu luang. Sekalian persiapan buat SNMPTN tahun ini.”

“Gawe apaan kalau boleh tahu?”

“Usaha percetakan gitu. Lumayan, lah, dapet uang saku. Oh, iya, semangat, Bro. Jangan lesu gitu. Seenggaknya lu gagal lagi dapet perguruan tinggi, lu kan emang dari sebelum daftar, udah jadi mahasiswa. Lah, gue, kalau nggak keterima lagi, alamat jadi pengangguran lagi. Mungkin bakal kepikiran buat ngegawe aja. Sebelum pengumuman SNMPTN, bahkan Amangboru gue sempet nawarin gue gawe sambil ngejar kesempatan kuliah di Amrik. Ngejar green card, yang kebetulan mimpi gue sejak SMP. Puji Tuhan, ternyata emang udah rezeki gue, Bro, kuliah di perguruan tinggi negeri.”

“Lu keterima di mana?"

“UNJ. Jurusan Sastra Inggris. Kebetulan banget sama mimpi gue mau ngejar green card ke Amrik. Sama ngejar impian punya pasangan bule.”

Baik aku dan Roni mendadak tertawa terbahak-bahak. Kenyataannya, dari akun Friendster Roni yang kubaca sebelum tes SNMPTN, Roni sendiri yang menuliskan dirinya sudah memiliki pacar. Seingatku, pacarnya itu Jawa dan bukan orang asing. 

“Semangat, Bro,” kata Roni mengacungkan tangan. “Udah, lah, Bro, fokus aja ke kampus lu yang sekarang. Kampus lu sekarang juga udah bagus banget. Banyak murid SMA ngebet masuk sana, tapi katanya sedikit yang masuk. Temen gue, yang anak Marius, begitu gagal SPMB tahun lalu, coba ikut tes masuk di kampus lu, gagal keterima. Akhirnya dia malah kuliah di Serang.”

“Gitu, yah, Bro,” Kembali aku minum air putih. Aku minum sambil menganggukkan kepala. 

Sekonyong-konyong terdengar suara klakson motor. Ternyata papanya Roni baru saja pulang dari Depok. Papanya membawa sekotak martabak. Aku pun dibagi. 

post-image-67db7d0455dab.png

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Chapter 77: Bertemu Sosok dari Masa Lalu
1
0
Astaga, perempuan yang berada di hadapan aku ini Grace? Grace yang dulu main menyelinap masuk ke ruang praktik Dokter Lauren? *****Sambel Pecel Bu Iin087808877092*****DANA / OVO: 082125530358 Rekening Bank : BRI 708901018369532 atas nama Imanuel Lubis PayPal : paypal.me/nuellubis Trakteer : https://trakteer.id/nuellubis
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan