
Batas penggunaan listrik itu pun cukup erat berkaitan dengan tagihan listrik yang harus kita bayar ke PLN--Perusahaan Listrik Negara.
***
Riyani - Samanea Hill
088299392915

Sudah bulan Mei. Bulan depan sudah pembagian rapor lagi. Hampir setahun sudah aku berseragam putih-biru juga. Sebelumnya aku adalah murid berseragam putih-merah, yang memasang dasinya lebih mudah. Tinggal kalungkan saja di leher, lalu mengenakan topi di leher. Sudah begitu saja. Kalau di SMP, berbeda. Cara menggunakan dasi aku sebagai murid SMP itu sudah mirip dengan cara Papa mengenakan dasi setiap pergi ke kantor atau pesta pernikahan. Ribet. Sampai sekarang pun, aku belum menguasai cara menggunakan dasi. Masih sering dibantu pembantu rumah tangga. Atau, jika di sekolah, aku sering meminta bantuan teman-teman sekolah. Yang paling sering aku minta tolong adalah Sandi Malau.
Ha-ha-ha. Terima kasih banyak ke teman aku yang berwajah mirip Sadam di “Petualangan Sherina” tersebut. Sandi pun sudah banyak membantu aku. Tidak hanya di perkara pemasangan dasi, tapi ke perkara-perkara lainnya. Dia pun tak sombong dalam menjelaskan istilah-istilah yang sebelumnya tidak aku kenal. Walaupun demikan, tetap saja dia pelit. Bukan pelit dalam hal uang. Pelit yang aku maksud adalah dalam hal memberikan jawaban PR atau ulangan. Namun, tidak apa-apa. Aku bisa paham. Siapa juga yang mau pekerjaannya main disalin begitu saja. Aku juga tidak akan mau.
Selain tentang dasi, banyak hal baru yang aku alami selama lebih dari setengah tahun menjadi murid SMP. Menjadi murid SMP itu sama sekali tidak menyenangkan. Aku lebih memilih untuk menjadi murid SD. Kalau bisa, selamanya.
Sembari bermain permainan komputer, The Sims, aku lalu tertawa terbahak-bahak. Sepertinya tidak mungkin juga, menjadi murid SD selamanya. Lagi pula, ada beberapa hal yang ingin aku rasakan ketika usiaku tujuh belas nanti. Hal-hal itu, kurasa, tidak akan bisa dirasakan ketika aku masih SD. Ambil contoh, aku ingin bisa bebas menonton film. Ada beberapa film yang saat itu belum boleh ditonton oleh aku. Jika masih SD, aku pasti dibentak Mama setiap film yang aku tonton, ada adegan-adegan ala orang dewasa. Itu seperti adegan sepasang kekasih sedang berciuman. Mama pasti akan langsung menutup mataku. Atau, tayangan film itu akan langsung dipercepat oleh beliau. Tidak asyik, ah.
Sembari menunggu proses loading--karena tokoh Sims aku sedang aku ajak berjalan-jalan di Downtown, sekonyong-konyong aku teringat dengan kejadian di tahun lalu. Awal dari aku mengenal Pak Hadi, guru Biologi yang nyentrik sekali tersebut.
***
Sekonyong-konyong seorang guru lewat. Perawakannya sudah tua. Rambutnya sudah banyak yang berguguran. Yang hanya menyisakan rambut di sisi-sisi rambutnya. Untuk bagian tengah, plontos. Guru ini sedikit pendek dan gemuk. Bahkan guru ini lebih pendek dari Alfa. Kadang aku bingung cepat sekali tinggi Alfa bertambah. Namun, saat aku tahu, Alfa sering bermain bola basket bersama Yosua di salah satu lapangan komplek, aku mulai paham mengapa tinggi badannya cepat meroket. Mungkin aku harus bermain basket agar tinggiku bertambah.
“Kenapa dia?” tanya si guru berkepala plontos di tengah.
Alfa yang menjawab, “Kesandung anak tangga, Pak.”
“Wah, hati-hati kamu,” ucap si guru plontos terkekeh. “Habis mikirin perempuan, yah, kamu?”
Alfa tertawa. “Tuh, Noel, dijawab pertanyaan si Bapak.”
Aku hanya cekikikan dan tak kusangkal berwajah merah karena selorohan si guru plontos.
“Kalian kelas berapa?" tanya si guru plontos tersebut.
“Kelas 1-1," jawab Alfa. “Buruan, Noel, jalannya.”
Aku mengikuti langkah mereka dari arah belakang.
“Nama Bapak siapa?" tanya Alfa yang sepertinya tidak terlalu takut atau segan dengan guru plontos tersebut. Harus aku akui, Alfa ini tidak sama seperti aku. Pembawaan Alfa cukup supel. Dia pintar berbicara juga. Aku ingat, saat kelas 4 SD dulu, Alfa sempat menjadi penengah di tengah perkelahian antara Alvin dan Rio, yang dibantu oleh Yoga dan kawan-kawan.
“Nama saya Hadi,” jawab si guru plontos tersenyum. Oh, Pak Hadi ini membawa tas cukup besar di salah satu lengannya. “Kebetulan jam pertama saya mengajar di kelas 1-1. Saya guru Biologi.”
“Oh, Bapak guru Biologi,” ucap Alfa mengangguk-anggukan kepala. “Pak, susah nggak Biologi itu?”
“Justru Biologi lebih menarik buat dipelajari. Kalian jadi lebih mengerti seluruh makhluk hidup sama bermaknanya dengan manusia. Kita ini, kan, juga sama-sama ciptaan Tuhan yang maha esa.” jelas Pak Hadi, yang aku cukup terkesan dengan cara Pak Hadi menjawab pertanyaan Alfa.
Tak terasa aku, Alfa, dan Pak Hadi sudah berada di depan pintu ruang kelas 1-1. Pak Hadi berhenti sebentar di pintu kelas. Mendadak kedua mata Pak Hadi melotot. Aku bergidik. Alfa pun sama.
“Kali ini, saya maafkan atas keterlambatan kalian,” sahut Pak Hadi dengan suara yang sepertinya agak dikencangkan. Kepada murid-murid kelas 1-1, ia pun melotot. "Besok-besok, yang telat datang waktu jam pelajaran saya, saya setrap kalian.”
“Siap, Pak!” seru Alfa sembari memberikan tanda hormat.
“Eh, kamu, ikut saya ke meja guru sebentar,” pinta Pak Hadi. Ternyata hanya Alfa yang diminta untuk bergegas ke meja guru. Di sana, Alfa diminta Pak Hadi untuk memijat punggung Pak Hadi.
Aku dibiarkan untuk duduk. Karena di deretan depan, sudah terisi. Mau tak mau, aku duduk di deretan belakang. Di samping aku, duduk anak itu lagi, yang mirip Sadam di “Petualangan Sherina”. Sekonyong-konyong terdengar lagu “Jagoan” itu lagi.
***
Aku segera tersentak. Ada sesuatu yang membangunkan aku dari lamunanku. Listrik di rumah mati. Sampai sekarang aku masih sering menyebutnya mati lampu. Padahal, menurut Pak Fransiskus, istilah yang benar adalah mati listrik. Karena, yang padam itu tidak hanya lampu, melainkan seluruh barang yang tenaga penggeraknya adalah listrik.
Astaga, aku mendadak teringat dengan guru Fisika aku tersebut. Bagaimana kabar Pak Fransiskus?
Ah, kelas rasanya berbeda saat Pak Fransiskus tidak lagi mengajar di Marius. Meskipun demikian, cara berbicara Bu Bertha lucu juga, menurutku. Logat Batak Bu Bertha sangat terasa sekali. Saat Bu Bertha mengucapkan beberapa kata asing, aku seringkali hampir mau tertawa terbahak-bahak. Masih aku tahan, karena aku respek dengan beliau. Tidak seperti Yoshi. Anak itu benar-benar, deh. Seharusnya Yoshi bisa mengontrol diri. Bagaimanapun Bu Bertha itu seorang guru.
Oh, ternyata bukan dari PLN, pemadaman listrik hari ini. Penggunaan listrik di rumah sedikit melampaui batas. Alhasil, terjadilah pemadaman listrik. Mbak Roh segera menaikan saklarnya. Sembari melihat pembantu keluarga aku yang berasal dari Purbalingga itu menaikkan saklar, aku teringat kejadian tahun lalu lagi. Kali ini, yang aku ingat tentang Pak Fransiskus dan tugas prakarya Fisika.
***
“Oke, masukkan lembar jawaban hasil ulangan kemarin senin,” perintah Pak Fransiskus. “Kita lanjutkan pembahasan berikutnya. Sekalian Bapak mau membagi kalian ke dalam beberapa kelompok. Ada tugas kelompok. Ada kaitannya juga dengan bab berikutnya. Tentang listrik. Jadi, silahkan bikin kelompok. Satu kelompok berisi empat orang.”
Kelas kembali gaduh lagi. Setiap murid langsung mengajak yang lainnya untuk masuk ke dalam kelompoknya. Seperti aku, yang akhirnya masuk ke dalam kelompok berisi Sandi, Isabela, aku sendiri, dan Santo. Awalnya aku bingung, karena mungkin hanya aku yang tidak diajak untuk bergabung ke dalam kelompok. Hingga akhirnya, Santo mengajak aku bergabung.
“Oke, kumpulkan kertas yang berisi nama-nama anggota kelompok kalian,” seru Pak Fransiskus.
Sekitar sepuluh menit, perwakilan kelompok sudah menyerahkan daftar nama kelompok.
“Begini, tugasnya,” seru Pak Fransiskus lagi. “Kalian--Bapak tugaskan--untuk membuat semacam rangkaian listrik. Ada contohnya dalam buku paket. Kalau masih kurang paham, Bapak rasa kalian bisa bertanya ke kakak kelas kalian. Pasti mereka tahu. Atau, aktiflah mencari tahu di perpustakaan atau sumber-sumber lainnya.”
Alfa mengangkat tangan dan berseru, “Berapa lama, Pak, pengerjaannya? Dateline-nya kapan?”
Jawab Pak Fransiskus, "Bulan Oktober nanti. Sebelum pembagian rapor, harus sudah selesai. Ini akan Bapak anggap sebagai nilai ulangan akhir caturwulan kalian. Kelas sebelah pun sama."
Selanjutnya Pak Fransiskus menjelaskan materi tentang Listrik. Tentang apa listrik, penemu listrik siapa, hingga yang berkaitan tentang tugas Fisika yang beliau baru saja berikan kepada murid-murid kelas 1-1.
“Jadi, rangkaian listrik itu adalah hubungan antara komponen listrik yang dialiri aliran listri dalam kondisi tertutup. Dan, ada dua jenis rangkaian listrik. Rangkaian listrik seri dan rangkaian seri paralel.” jelas Pak Fransiskus.
Lalu, Pak Fransiskus bergerak maju ke arah papan tulis yang tadi berjalan-jalan di deretan belakang. Tadi aku sempat memperhatikan beliau sempat meladeni pertanyaan Patricia tentang rangkaian seri. Dari arah depan, dengan lincah beliau langsung menggambar dua buah rangkaian listrik.
“Yang ini rangkaian listrik seri,” seru Pak Fransiskus setelah selesai menggambar sebuah persegi panjang. Sepertinya itu kabel, lalu ada gambar baterai dan lampu yang mirip bohlam. Beliau segera menggambar yang berikutnya. “Yang ini, rangkaian seri paralel.”
Aku mengangguk-angguk saat memperhatikan penjelasan Pak Fransiskus. Saat memperhatikan bagaimana beliau menjelaskan, sepertinya aku jatuh cinta dengan ilmu Fisika. Sepertinya ilmu Fisika ini menarik juga untuk dipelajari. Aku pun tak sabar untuk membuat rangkaian listrik sebagaimana yang tadi dijelaskan oleh Pak Fransiskus. Aku juga mulai paham bagaimana listrik di rumah aku bekerja. Menurut penjelasan Pak Fransiskus tadi, rata-rata listrik di rumah-rumah itu menggunakan rangkaian listrik paralel. Rangkaian listrik seri itu bentuk sederhananya dan mudah untuk diciptakan. Bahan-bahan untuk membuat rangkaian listrik seri adalah papan kayu, kabel listrik (yang tidak terlalu panjang untuk percobaan murid SMP), tiga bohlam, sebuah saklar, dan gunting.
***
Listrik di rumah sudah kembali menyala. Tadi Kak Irma sedang membuat pizza dengan menggunakan oven. Ternyata penggunaan oven itu membuat terjadi pemadaman listrik di rumah. Penggunaan listrik di rumah menjadi melampaui batas dari yang seharusnya.
Berkat Pak Fransiskus pula, aku mengetahui bahwa setiap rumah memang dibatasi penggunaan listrik. Adanya ketentuan sendiri, yang antara rumah satu dan rumah lainnya masing-masing memiliki batas penggunaan listrik yang berbeda-beda. Batas penggunaan listrik itu pun cukup erat berkaitan dengan tagihan listrik yang harus kita bayar ke PLN--Perusahaan Listrik Negara.
Cara Pak Fransiskus menjelaskan teori-teori Fisika pun jauh lebih mudah dipahami daripada caranya Bu Bertha. Karena caranya Pak Fransiskus itulah, aku menjadi teramat menyukai ilmu Fisika. Berharap suatu hari nanti aku bisa menyamai Yohanes Surya. Kelak aku ingin bisa menciptakan mesin waktu.
Ha-ha-ha. Iya, aku cukup terobsesi dengan penjelajahan waktu. Setiap kali membuat kesalahan, aku sering mengkhayal bisa kembali ke momen aku membuat kesalahan. Selain itu, aku ingin sekali bisa mengunjungi diriku di masa depan. Kelak, di masa depan, aku menjadi apa, dan, ehem-ehem.
Aku penasaran dengan perempuan yang menjadi pendamping hidup aku di masa depan. Apakah perempuan itu Becky? Atau, adakah perempuan lain--selain Becky--yang menjadi pendamping hidup aku?
Aduh mengapa sejak menjadi murid SMP, bawaan aku selalu ingin membahas tentang cinta? Apakah ini efek dari terlalu sering menonton telenovela “Amigos”? Atau, jangan-jangan karena terlalu sering mendengar teman-teman bercerita tentang “Ada Apa Dengan Cinta”?

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
