CERITA TENTANG PERSELINGKUHAN -BAB 25-26

17
9
Deskripsi

ERIN

Erin mencoba menetralkan perasaannya. Dia tahu sekali kalau Dimas memang masih menyimpan rasa padanya. Dan dia? Memang Irawan sudah menghianatinya. Tetapi itu bukanlah pembenaran dirinya untuk balas dendam.

Ingat anak-anakmu. Pertahankan pernikahanmu Nak, kata-kata ibunya terngiang kembali.

Untungnya meskipun Erin sering –secara tidak sengaja—bertemu Dimas, dia lega karena Dimas tidak tahu prahara rumah tangganya. Lebih baik begitu. Aku tidak mau dikasihani oleh Dimas.

==

RENA

Aldi memang terasa...

BAB 25 – PENGGANTI AYAH

Erin melepas kaca mata bacanya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Bugdet untuk proposal yang dibuatnya sudah selesai. Dan dia sangat lega.

Pandangannya tertumbuk pada sesosok tubuh mungil yang tergeletak di atas sofa. Sejenak dia tersadar kalau sejak tadi Indra tertidur disana saat menunggunya bekerja. Dengan rasa haru dia memandangi Indra. Perjaka kecilnya itu tertidur dengan boneka superman dalam pelukannya.

Melihat boneka itu dia jadi teringat Dimas.

Dua hari yang lalu Erin dan Indra bertemu dengan Dimas di sebuah pusat perbelanjaan. Ini adalah pertemuan yang kesekian kalinya. Dan di luar dugaan Indra yang biasanya sulit bergaul dengan orang dewasa, langsung klop dengan Dimas.

Bahkan dia langsung mau saat Dimas mengajaknya jalan-jalan sementara Erin menyelesaikan belanjanya. Setelah mereka kembali, Erin melihat Indra membawa boneka Superman.

"Dibelikan Om Dimas," kata Indra sambil memamerkan bonekanya.

Melihat keakraban keduanya hati Erin bagai diiris pisau. Sejak Irawan menikah lagi, memang waktunya tidak banyak untuk anak-anak. Pasien dan istri kedua cukup menyita waktunya. Erin mulai rajin mengajak Indra kemana-mana sekedar mengantikan posisi Irawan. Namun tetap saja tidak bisa sepenuhnya.

"Enak sih pergi sama Mama. Tapi Mama nggak tahu kalau boneka Superman dijualnya dimana," kata Indra mengadu pada Dimas saat mereka duduk istirahat sambil minum es krim.

"Emangnya Indra nggak ngajakin papa cari boneka ini?" pancing Dimas sambil melirik Erin yang langsung salah tingkah.

"Papa sibuk, jarang ngajakin Indra. Cuma janji-janji aja," jawab Indra polos. Saat itu ingin rasanya Erin menutup mulut Indra agar jangan bicara terlalu banyak pada Dimas. Memang Indra hingga saat ini tidak tahu apa-apa. Erin dan Irawan jarang bertengkar di depan mereka.

"Kalau begitu Indra sama Om aja. Mau?"

"Emangnya Om tahu mainan yang lagi nge-trend sekarang?" mata Indra membulat.

Dimas tersenyum. "Iya dong..."

"Emangnya Om punya anak lelaki juga?" Tanya Indra menyelidik.

Erin tersenyum dalam hati.

"Belum, tetapi suatu saat pasti punya. Sekarang Indra aja dulu. Mau kan? Nanti kita cari mainan baru yang bagus-bagus," kata Dimas.

Cara terlicik yang pernah kudengar, Erin mengeluh dalam hati.

Perjaka kecil itu mengangguk bersemangat. Matanya berbinar-binar. Dimas terlihat senang. Pandangan mata itu mengingatkannya lagi saat dirinya dan Erin pacaran. Setiap Dimas punya ide yang menarik, Erin pasti akan memandangnya seperti itu.

Dan Dimas memang menepati janji. Dimas membelikan Indra mobil-mobilan Hot wheels sekalian replica jalanannya yang paling besar. Indra nyaris tidak tidur semalaman karena mainan barunya itu.

Erin resah melihat keakraban mereka. Dia resah melihat kenyataan kalau Indra kini lebih dekat dengan Dimas ketimbang ayah kandungnya. Sebenarnya dia tidak akan seresah itu kalau Dimas bukan mantan kekasihnya dulu sebelum menikah dengan Irawan.

Dimas sendiri terlihat bahagia bisa menyenangkan Indra. Setiap mereka bertemu secara tidak sengaja dan minum bertiga di restoran, Dimas seakan merasa hidupnya begitu lengkap. Ada Erin di sisinya. Dan juga anak lelaki Erin... Biarpun bukan anak kandungnya, tetapi Dimas sadar kalau dia sayang sekali pada Indra.

Erin mencoba menetralkan perasaannya. Dia tahu sekali kalau Dimas memang masih menyimpan rasa padanya. Dan dia? Memang Irawan sudah menghianatinya. Tetapi itu bukanlah pembenaran dirinya untuk balas dendam.

Ingat anak-anakmu. Pertahankan pernikahanmu Nak, kata-kata ibunya terngiang kembali.

Untungnya meskipun Erin sering –secara tidak sengaja—bertemu Dimas, dia lega karena Dimas tidak tahu prahara rumah tangganya. Lebih baik begitu. Aku tidak mau dikasihani oleh Dimas.

Erin memang sibuk melindungi rahasia keluarganya dari Dimas. Hingga pada suatu hari Irawan mengajaknya bertemu di sebuah restoran.

"Kamu bisa datang kan Rin? Penting sekali," kata Irawan lewat telpon selularnya.

Erin mengerutkan keningnya. Bukankah mereka bisa bicara di rumah? Apalagi malam ini jatah Irawan pulang ke rumah...

"Apa tidak bisa ditunda Mas? Aku ada rapat dengan klien sebentar lagi," kata Erin.

"Aku harap kamu bisa datang," Klik. Sambungan diputus Irawan.

Tidak ada alasan Erin untuk menolak lagi. Sepertinya Irawan jengkel. Belum pernah dia ngotot seperti itu.

Restoran itu cozy dan adem. Musik lembut terdengar sayup. Jam makan siang memang sudah lewat tak heran agak sepi. Hanya beberapa orang yang masih menikmati makanan di meja masing-masing.

Keduanya memesan jus jeruk dan kudapan ringan.

"Ada apa Mas? Sepertinya penting sekali," kata Erin sewaktu pesanan mereka datang.

Irawan menghela nafas.

"Tadi aku mampir ke rumah, rupanya Indra tidak sekolah ya," kata Irawan.

"Begitulah, dia libur karena anak-anak kelas enam ujian."

"Dia memamerkan mainan barunya padaku. Katanya dari Om Dimas, teman Mama,"

Erin merasa ada yang dingin mengalir di jaringan darahnya. Cepat atau lambat memang ini akan terjadi. Toh aku sudah menduganya...

"Siapa Dimas Rin?" tatapan mata Irawan menyelidik.

"Dia temanku dulu," jawab Erin mencoba tersenyum.

"Sepertinya lebih dari teman, karena kata Indra kalian begitu akrab,"

"Benar Mas, Cuma teman. Masa Mas tidak percaya,"

Irawan tertawa sinis.

"Kalau cuma teman tidak mungkin kalian begitu akrab. Bahkan dia begitu perhatian pada Indra,"

"Mas menuduh aku selingkuh?" Tanya Erin to the point.

" Apa lagi yang dilakukan perempuan bersuami bila sering bertemu lelaki lain?"

Naga yang selama ini dipaksa tidur di dalam kalbu Erin mulai terbangun. Dan Erin merasa emosinya mulai membakar relung hatinya. Hilang sudah kesabarannya. Dia menelan ludah mencoba mengontrol sang naga yang sepertinya akan menyemburkan api dari mulutnya.

"Jangan egois begitu Mas. Aku bukan Mas yang selingkuh dan menikah lagi tanpa mempedulikan orang. Aku masih memikirkan keluarga," kata Erin gemetar.

"Itu berbeda," kilah Irawan.

"Apa bedanya? Kalau Mas memikirkan keluarga pasti tidak kawin lagi,"

Irawan takjub. Belum pernah Erin membantah seperti itu.

"Aku masih punya otak, tidak lantas mengedepankan perasaan. Buat aku anak-anak segalanya," Erin seperti mendapat angin melihat Irawan yang terdiam.

"Bagaimana pun kamu tidak bisa menjaga anak sehingga ada lelaki lain yang bisa masuk begitu saja ke dalam keluarga kita," kata Irawan emosi.

Erin tersenyum mengejek.

Cukup sudah. Begitu lama dia sabar, dan kini suaminya menuduhnya selingkuh , seolah selama ini suaminya memperlakukannya dengan begitu baik...

"Mas tahu kenapa Indra dekat dengan Dimas?" Tanya Erin sambil menatap suaminya lekat-lekat.

"Karena setiap kamu selingkuh, kamu mengajak Indra," balas Irawan tak kalah pedas.

Erin menggeleng. Matanya panas dan hatinya sakit sekali.

"Karena anak kita itu kehilangan figur ayahnya. Ayahnya terlalu sibuk dengan pasien dan istri mudanya,"

Erin bangkit. Dia menyambar tasnya. Dan berlari dengan air mata bercucuran. Pergi meninggalkan

Irawan yang terdiam.

Dua menit sepeninggal Erin sesosok tubuh kekar berambut keriting panjang menyusul keluar. Lelaki berwajah sangar itu menekan sebuah nomer di telpon selularnya.

"Bos, saya sudah melaksanakan tugas. Kapan kita bisa bertemu?"

 

==

BAB 26 – KENYATAAN RENA


Rupanya Aldi belum bisa melupakan perempuan perawan tua itu. Dan mereka berdua masih ada hubungan.

Rena membanting dirinya di atas ranjangnya. Air matanya mengalir dengan deras. Hatinya sakit bukan kepalang.

Secara tidak sengaja dia memergoki keduanya tadi. Mereka duduk di café dekat toko buku. Dan Rena bisa melihat bagaimana tatapan Aldi pada perempuan tua itu. Bahkan lebih mesra dari cara Aldi menatapnya.

Dunia ini kecil. Tak heran persaingan begitu ketat. Tetapi bukannya dia sudah hampir memenangkan persaingan ini?

"Kamu yakin Aldi akan mencintaimu Rena? Dia punya pacar yang sudah dipacarinya begitu lama. Dari sejak Aldi miskin hingga sukses seperti ini," beberapa teman baiknya pernah bertanya seperti itu.

"Buktinya dia mau menikahi aku," balas Rena panas. Setiap mantan pacar Aldi disebut, emosinya muncul meledak-ledak.

"Jangan marah dulu. Kalian belum menikah. Bisa saja gagal. Makanya kamu harus pintar menjaga emosi," kata temannya tersenyum.

Dan Rena sadar kekurangannya. Dia memang kudu menahan emosi. Memperlakukan Aldi harus ekstra hati-hati. Jangan sering ngambek atau kekanak-kanakan. Nanti, nanti setelah mereka menikah barulah dia bisa menjadi dirinya sendiri. Rena yang manja dan kolokan.

Aldi memang terasa makin dari Rena jauh menjelang pernikahan mereka. Lelaki itu lebih suka bekerja di kantor hingga tengah malam daripada bertemu Rena membicarakan persiapan pernikahan mereka. Padahal tinggal seminggu lagi.

Kini Rena tahu mengapa Aldi terkesan masa bodo. Rupanya mantan kekasihnya itu menjadi penghalang.

Ketika memergoki Aldi, lelaki itu terlihat begitu berbahagia. Tertawa lepas. Sangat kontras bila dia berdua dengan Rena karena lebih sering bertengkar daripada tertawa .

Persiapan tinggal 10 persen lagi. Bagaimana bila Aldi berubah pikiran? Mau dikemanakan mukanya dari semua saudara? Teman-temannya? Membayangkan pun Rena tidak berani.

Yang pasti Rena tidak berani marah-marah dan mengancam Aldi atas penemuannya di café tadi. Dia khawatir Aldi akan membatalkan pernikahan mereka bila dia cemburuan begitu.

"Satu-satunya jalan adalah minta mantan pacar Aldi itu untuk tidak menganggu kalian. Bicara sebagai perempuan dari hati ke hati," kata kakak iparnya saat Rena meminta nasehat.

Minta perawan tua itu untuk meninggalkan Aldi? Apa itu mungkin? Perempuan itu saja sudah benci setengah mati padanya karena dia merebut Aldi. Apakah masih mau menolongnya?

Rena memandang kebaya putih tulang yang digantung di dekat lemarinya. Kebaya itu yang akan dikenakannya seminggu lagi.

Aku harus berani. Ini demi masa depan cintaku...

--00—

Lui sedang online saat HP-nya berdering.

Dia tidak kenal nomer yang menghubunginya. Deringannya berhenti sendiri. Namun sepuluh menit kemudian HP itu berdering lagi. Masih nomer yang sama.

"Halo,"

Sunyi.

"Halo?"

"Mbak Lui?"

Lui mengernyitkan keningnya. Siapa ini?

"Saya Rena Mbak,"

Ada yang copot dari dadanya. Rasa sakit dan benci menusuk kalbunya sampai dia gemetaran.

Perempuan ini yang menghancurkan semuanya... Cintanya...masa depannya...

"Ada apa?" dia bertanya ketus.

Sunyi. Sepertinya perempuan itu ragu-ragu.

"Hmm..Mbak, saya mau ketemu Mbak. Penting sekali,"

Lui kembali mengernyitkan keningnya.

"Untuk apa?"

Kembali sunyi mengkukupi.

"Tolong Mbak, saya banyak kerjaan," kata Lui. Masih tidak ramah.

"Saya mohon Mbak, biar saya yang ke kantor Mbak juga tidak apa-apa. Saya ingin sekali bertemu dengan Mbak," suara itu gemetaran.

Lui menghela nafas.

"Oke, datang saja. Saya tunggu sekarang," katanya.

Tanpa menunggu jawaban Lui langsung mematikan telpon gengamnya. Mengutuk karena harus berurusan dengan calon istri Aldi.

Sumpah, aku lebih suka mengurusi klien yang paling cerewet daripada mengurusi perempuan itu...

Sejam kemudian, Rena memasuki kantor Lui. Dia dipersilakan resepsionis ke dalam ruangan Lui. Ruangan yang didominasi merah dan biru itu terlihat apik. Televisi kecil di dalam ruang itu menayangkan film kartun Tom and Jerry.

Lui duduk di depan mejanya yang berantakan. Dipersilakannya Rena duduk di sofa sebelum dia mematikan TV dan laptopnya.

"Katamu mau bertemu aku. Ada masalah apa?" tanyanya.

Rena memandang Lui. Belum pernah dia melihat Lui sejelas dan sedekat itu. Mantan kekasih calon suaminya ini kelihatan cantik dengan blazer merah dan rok mini. Rambutnya yang panjang dijepit dengan jepitan berwarna senada. Riasan wajahnya sempurna dan makin menyiratkan aura kedewasaannya. Matanya tidak menyembunyikan kecerdasannya.

Sangat kontras dengan Rena yang memakai blus dan jeans ketat. Meski wajahnya lebih cantik dan muda, namun Rena merasa dirinya tidak apa-apa dibanding Lui. Ya, Lui mengenggam masa depan Rena dengan Aldi!

"Mbak, sebelumnya saya minta maaf. Saya Cuma mau minta tolong Mbak menjauhi Mas Aldi," kata Rena.

Gadis muda itu sempat kaget juga karena kata-katanya mengalir begitu lancar. Padahal dia sempat pesimis bisa bicara di depan Lui.

Lui dilihatnya tersenyum sinis.

"Apa hubungannya dengan saya? Toh selama ini saya tidak pernah menganggu kalian kan?"

Sampai disitu, Rena terdiam. Matanya mendadak panas. Mungkin ini namanya hokum karma. Kemarin aku merebut kekasih perempun ini. Sekarang posisinya jadi terbalik...

"Saya mohon Mbak, kami sebentar lagi akan menikah. Undangan sudah disebar. Saya sangat memohon Mbak bisa menolong saya," setetes air mata mengalir di pipi Rena. Pipi perempuan muda yang belum begitu tahu asam garam kehidupan seperti dirinya.

Rasa benci yang tadi menumpuk di dada Lui lumer. Kebenciannya hilang berganti rasa kasihan. Kasihan pada perempuan yang sudah merebut Aldi-nya. Dia masih terlalu muda.

"Jadi kamu mau aku menjauhi Aldi? Bagaimana mungkin, sekarang dia yang mendekati aku. Aku sendiri tidak peduli terhadap kalian," kata Lui jujur.

"Saya benar-benar mencintai mas Aldi, saya ingin menikah dengannya , membahagiakannya. Apa saya salah Mbak?"

Lui menghela nafas. Senyum pahit terbentuk di bibirnya yang bergincu merah.

Mungkin cinta gadis muda ini begitu besar. Kalau tidak dia tidak akan rela mengorbankan harga dirinya untuk meminta tolong padaku...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BULAN DI LANGIT JINGGA -- BAB 10-12
23
8
Mind your age ya? Agak 21+==Baru lima menit Alexa duduk, LIam Mahendra muncul diikuti Rosa di belakangnya. Senyum muncul di bibir lelaki Mahendra itu melihat Alexa.“Hi Alex,” sapanya. Dia menghampiri Alexa dan memberikan sebuah kecupan di pipi Alexa yang langsung syok berat dengan ciuman tanpa permisi itu. Selanjutnya dia duduk di depan Alex.Wajah Alexa merah padam. Dia kaget bukan kepalang kemudian salah tingkah dengan tatapan Liam yang malam ini tetap rapi jali kendati hanya memakai kaus polo berkerah dan jeans. Berapa sih umurnya? Aku harusnya mengecek lelaki ini di internet. Pasti informasi tentang dia ada di sana.Staf dapur mulai melayani keduanya makan. Liam makan dengan lahap sementara nafsu makan Alexa sudah menguap entah kemana. Mata perempuan itu terus menerus ke arah botol sampanye dan pikirannya langsung liar membayangkan apa yang akan terjadi malam itu.Tuhan, lindungi aku. Aku tidak mau tidur dengan lelaki itu.  Apalagi kami menikah hanya karena dia mabuk dan aku jadi taruhan judi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan