CERITA TENTANG PERSELINGKUHAN BAB 15-16

17
2
Deskripsi

IRAWAN

Hesty memang sangat cemburuan sekarang. Dia bahkan selalu ikut kemana pun Irawan pergi. Termasuk bila dia praktik. Perlakuan Hesty ini tak pelak membuat Irawan merasa tidak nyaman.

Apalagi Irawan ingin segera menyelesaikan masalah ini. Dia ingin menjelaskan kepada Erin. Dia tidak ingin Erin terlanjur berpikir buruk dan kemudian minta cerai. Apa yang akan terjadi pada anak-anak mereka.

Baru hari keempat Irawan bisa melepaskan diri dari Hesty. Dengan alasan memeriksa pasiennya yang gawat, Irawan...

BAB 15 – ANTARA DUA PILIHAN

Hati Irawan gundah bukan kepalang.

Dia bangkit dari ranjangnya dan berdiri depan jendela. Di luar masih gelap gulita. Maklum jam masih menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

Istrinya Hesty masih tertidur pulas. Dan sepertinya sedang bermimpi indah. Berbeda dengan dirinya yang kebingungan menghadapi situasi ini. Lelaki ini merasa terjepit di antara dua pilihan. Istri yang sudah memberinya dua anak. 

Atau istri tempat cintanya berlabuh.

Kejadian di ruang praktik dua hari yang lalu benar-benar memukul ego kelaki-lakiannya. Sejak itu dia memang belum bertemu dengan Erin. Hesty benar-benar menyita perhatiannya dan seolah tidak mengizinkan Irawan untuk berhubungan dengan istri tuanya lagi.

"Aku takut mas tidak akan kembali lagi ke sini," kata Hesty beralasan.

Hesty memang sangat cemburuan sekarang. Dia bahkan selalu ikut kemana pun Irawan pergi. Termasuk bila dia praktik. Perlakuan Hesty ini tak pelak membuat Irawan merasa tidak nyaman.

Apalagi Irawan ingin segera menyelesaikan masalah ini. Dia ingin menjelaskan kepada Erin. Dia tidak ingin Erin terlanjur berpikir buruk dan kemudian minta cerai. Apa yang akan terjadi pada anak-anak mereka.

Baru hari keempat Irawan bisa melepaskan diri dari Hesty. Dengan alasan memeriksa pasiennya yang gawat, Irawan pulang ke rumahnya dan Erin. Dia nyaris pingsan ketika PRT mengatakan Erin dan kedua anaknya tidak ada di rumah

"Ibu sudah tiga hari ini pergi. Saya disuruh jaga rumah pak," kata perempuan itu.

"Ibu bilang mau kemana?"

Perempuan itu menggeleng.

Irawan mengutuki sikapnya yang pengecut. Seharusnya dia tegas pada Hesty sehingga bisa segera bertemu Erin. Bukannya membiarkan masalah ini jadi berlarut-larut dan puncaknya Erin minggat entah kemana.

Dengan lunglai dia masuk ke kamarnya. Ranjang tetap rapi. Kamar Indra dan Annie juga tetap rapi. Mainan kedua anaknya menimbulkan rasa kangen yang luar biasa dalam sanubari Irawan.

Dia duduk di ranjang Indra. Menimang-nimang replica pesawat tempur milik Indra yang kebetulan ada di sana. Anak lelaki sulungnya ini bercita-cita menjadi pilot pesawat tempur.

Indra mengoleksi banyak replica pesawat. Pesawat-pesawat itu juga dipasang di langit-langit kamarnya. Memang Erin dan dia selalu membelikan mainan bentuk pesawat untuk Indra.

"Kita harus menabung Mas, aku ingin Indra masuk sekolah penerbang yang bagus. Dan itu pasti mahal," suara Erin terngiang lagi.

Waktu itu Irawan mengangguk. Dan mereka memang menabung untuk Indra.

Sekarang apa yang akan terjadi pada Indra?

Irawan memegang kepalanya yang terasa sakit. Matanya panas. Dia tidak menyangka bisa terjebak dalam persoalan sepelik ini. Belum pernah dia merasa begitu terpukul.

Sebelum kehadiran Hesty semuanya serba normal. Dan dia merasa nyaman meskipun dia tidak mencintai Erin.

Dia memang mencintai Hesty. Hesty-lah yang membuat hidupnya yang monoton berseri lagi... Siapa sangka semuanya akan jadi sepelik ini.
 

           --00—

Dua ratus kilometer dari Irawan.

Erin sedang menggoreng singkong dan pisang di dapur. Anak-anaknya sedang bermain dengan kakek mereka. Sepertinya anak-anak sangat menikmati liburan panjang mereka di kota kecil itu.

Indra juga sangat menyukai kakek dan neneknya. Kakeknya jago membuatkan dia mainan. Mainan yang paling disukainya adalah pesawat terbang dari stereo form. Kakek bukan hanya mengajarkan dia mengukur dan membuat badan pesawat, tetapi juga membantunya membuat baling-baling pesawat.

"Kan pesawat sekarang tidak pakai baling-baling Kek," kata Indra penuh semangat.

Sang kakek tersenyum. "Betul, tetapi waktu jaman kakek pesawat itu pakai baling-baling."

Kesibukan Indra melegakan Erin. Bahkan Annie juga tidak cengeng seperti biasa. Dia sibuk bermain dengan boneka. Mereka bahkan tidak bertanya kemana ayahnya.

Irawan.

Nama itu seperti pisau bermata dua yang membuat hatinya sakit. Untungnya orang tuanya tidak begitu detil menanyakan mengapa suaminya tidak mengantarnya pulang ke kota kecil itu. Kedua orang tua itu terlalu gembira melihat kedua cucunya yang sudah mulai besar.

Pasca insiden di klinik, Erin menunggu telpon dari Irawan untuk menyelamatkan rumah tangga mereka. Namun Irawan tidak pernah menelpon. Malah dia seperti hilang ditelan bumi.

Akibatnya Erin merasa frustrasi. Yang dia tahu rumah tangganya sudah berantakan karena ada perempuan lain. Dia malah berpikir, kemunculan Irawan nantinya pasti akan mengajukan talak. Ya, rumah tangga mereka diambang perceraian.

Masalahnya Erin tidak tahu apa salahnya. Selama ini dia merasa sudah berusaha semaksimal mungkin menjadi isteri yang baik. Meskipun sedih, Erin memang harus menerima kenyataan pahit. Irawan tidak pernah mencintainya kendati sudah tujuh tahun mereka mengarungi bahtera rumah tangga.

"Kapan suamimu kesini Rin?" suara ibunya mengejutkan Erin yang sedang mengatur gorengan panas di pinggan ceper.

Erin mencoba bersikap wajar.

"Mas Irawan sibuk dengan pasiennya Bu. Ibu kan tahu pasiennya banyak," kata Erin tersenyum.

Ibunya mengerutkan keningnya.

"Kalian baik-baik saja kan?"

"Kok Ibu bertanya begitu?"

Ibunya tersenyum. Dia menarik tangan Erin untuk duduk di ruang tengah.

"Ibu bisa melihat kamu punya masalah Nak," kata perempuan tua itu arif.

Pertahanan Erin langsung runtuh. Dia menangis tergugu di depan ibunya. Perempuan tua itu tidak bicara apa-apa.

"Ada perempuan lain nak?" suara bijak itu terdengar setelah isakan erin mereda.

Erin mengangguk.

"Mas Irawan menikah lagi Bu,"

Dengan ahli ibunya menyembunyikan kekagetannya.

"Saya tidak tahu apa kesalahan saya. Selama ini kami baik-baik saja. Sampai saya mendengar dia punya hubungan dengan perempuan lain. Dan sewaktu saya menjemputnya di klinik, perempuan itu juga menjemputnya. Dari situlah saya tahu Mas Irawan sudah menikah lagi,"

Ibunya menyodorkan sehelai tisu. Dengan gemetar menahan perasaan Erin menghapus air matanya.

"Tabah ya nak, terkadang perempuan bersuami sering menghadapi hal seperti ini," kata ibunya.

Sebutir air mata mengalir di pipi Erin.

"Saya tidak tahu mengapa harus menghadapi hal ini," kata Erin.

"Jangan berpikir demikian. Seharusnya yang kamu lakukan adalah mempertahankan suami kamu itu nak. Jangan sampai dia jatuh ke tangan perempuan itu," kata ibunya.

Erin terdiam.

Apakah aku bisa? Di klinik saja Mas Irawan begitu takluk pada perempuan itu.

Ibunya tersenyum.

"Kalian sudah menikah tujuh tahun. Sudah memiliki anak yang manis-manis. Kamu jangan egois untuk balas dendam, minta cerai atau apa pun. Kebahagiaan anak-anakmu di atas segalanya,"

Erin kembali menghapus air matanya. Suara tawa Indra dan Annie di halaman luar seolah menguatkan kembali semangatnya yang sejak lima hari lalu drop.

"Inilah saat kamu berjuang menjadi perempuan sesungguhnya. Mempertahankan rumah tanggamu dari gangguan perempuan kedua," tambah ibunya lagi.

"Caranya?"

"Banyak cara, yang penting tanggalkan dulu rasa sakit hati dan keegoisan di dalam hati. Setiap kamu merasa sedih dan sakit hati. Ingat anak-anakmu," ibunya tersenyum.

Erin terlihat bingung.

"Maksud ibu?"

Ibunya menghela nafas.

"Caranya adalah sabar. Lelaki itu mahluk yang sulit Nak. Mereka kadang gampang goyah. Kamu belum kehilangan suamimu, Cuma Irawan goyah. Dan tugas kamu menguatkan dia,"

"Apakah saya bisa Bu? Perempuan itu begitu berpengaruh untuknya. Bahkan hingga sekarang Mas Irawan belum menghubungi saya," Tanya Erin serak.

Perempuan tua di depannya mengangguk-angguk.

"Dia akan menghubungi kamu Nak. Ibu yakin. Saat ini perempuan itu pasti sedang mencoba membuat suamimu lupa pada keluarganya. Tetapi kamu lebih unggul karena kamu sudah memiliki dua anaknya,"

Erin merasa dadanya sedikit lapang. Dia memeluk ibunya. Kemudian menghapus air matanya.

"Terima kasih ibu," bisiknya.

Ibunya tersenyum. Membelai rambut anak perempuannya. Sebuah pertanyaan tiba-tiba terlintas di pikiran Erin.

"Ibu, kok ibu begitu ahli soal mempertahankan suami dari perempuan kedua?"

Kembali ibunya tersenyum. Pandangan matanya menembus ke luar. Ke tempat lelaki tua di halaman yang sibuk bermain dengan cucu-cucunya. Ayah Erin.

"Ibu juga pernah mengalaminya, dan ibu menang." kata perempuan tua itu singkat. Setetes air mata mengalir di pipi cekung milik perempuan itu.

Erin tercekat.  Tenggorokannya kering. Hanya satu kata yang keluar dari sana.

"Ibu..."

==

BAB 16 – MEMILIH DARI DUA

Aldi meremas kertas yang tadi ditulisnya. Melemparnya ke dalam tong sampah. Ada lusinan kertas yang mengalami nasib serupa. Dia memang sedang menyusun draft untuk rapat redaksi, tetapi sejak tadi belum lagi kelar.

Rena tiba-tiba muncul di ruangannya. Membawa piring berisi aneka gorengan dan segelas kopi. Ciuman mesra mendarat di pipi Aldi. Sejak mereka resmi pacaran, Rena tidak sungkan-sungkan melakukan itu. Bahkan kelakuannya itu menjadi gunjingan di kantor.

Dasar Rena masih remaja dan masih suka pamer. Dia menganggap gunjingan orang adalah sebuah hal yang tidak penting. Yang penting dia sudah mendapatkan Aldi, penulis sukses dan sebentar lagi mereka akan kawin.

Rena tidak hanya memamerkan Aldi di kantor dan ke keluarganya. Baru sebulan mereka jadian, Rena berhasil membawa Aldi ke teman-temannya. Memperkenalkan Aldi seolah Aldi menjadi barang baru yang patut dikagumi.

Dia memang bangga sekali dengan Aldi. Bukan hanya karena Aldi terkenal, tetapi juga memiliki mobil mewah yang bisa membawanya kemana-mana. Kalau dulu Rena selalu berpanas-panasan dalam kendaraan umum, kini semenjak dengan Aldi dia bisa keluar masuk mobil mewah. Apalagi Aldi bersedia mengantarnya kemana-mana bak supir pribadi.

Kalau dulu pacaran dengan Lui, Aldi menjadi invisible, kini dengan Rena dia menjadi too visible. Suatu keadaan yang baru dan kadang membuat lelaki itu terkaget-kaget.

Lui.

Mengingat nama itu membuat Aldi merasa murung.

"Mas kenapa? Sakit ya?" Rena bergayut manja.

Aldi mengeleng.

Rena menatap Aldi mesra. "Nanti kita jalan ke mall ya, kata temanku ada perancang jas yang terkenal. Persiapan untuk kita nikah nanti,"

Seperti biasa Aldi mengangguk.

Semenjak mereka jadian, yang paling banyak mereka lakukan adalah jalan-jalan ke mall. Padahal sewaktu Aldi pacaran dengan Lui, mereka selalu berjalan ke toko buku atau hiking bersama.

Inilah bedanya pacaran dengan perempuan dewasa dengan perempuan yang masih muda...

Mendadak Aldi teringat Lui lagi. Rasa kangennya yang dulu hilang dikarenakan rasa jenuh dengan hubungan mereka muncul lagi. Dia ingin ngobrol dan bercanda lagi dengan Lui. Tetapi apakah itu masih mungkin mengingat hingga saat ini dia tidak berhasil menghubungi Lui.

Perempuan itu seolah hilang dari muka bumi.

Mungkin aku sangat menyakiti dia sehingga ini terjadi. Aku jadi berpikir apakah langkahku sudah salah? Melepaskan dia sementara memilih perempuan lain?

Aldi menghela nafas kembali. Seharusnya sejak pertama dia sudah tahu bahwa dengan memilih Rena, dia akan kehilangan Lui. Tetapi kenapa dia tidak terima rasa kehilangan ini?

Pukul 17.00 sore, Aldi dan Rena sudah meluncur ke mall terbesar di kota itu. Sepanjang jalan Rena mengoceh berbagai hal. Termasuk model undangan yang akan disebarkan nanti kepada para tamu. Sementara Aldi tidak begitu antusias menanggapi. Dia menyerahkan semua persiapan itu kepada Rena.

Dia mencoba menghilangkan bayangan Lui di kepalanya. Semenjak pertemuan terakhir di café itu, dan kemudian Lui pergi meninggalkannya, Aldi mulai membanding-bandingkan Rena dengan Lui.

Lui yang tiga puluhan, sementara Rena yang masih dua puluhan yang membuatnya muda kembali. Lui yang dewasa dan pengertian, sementara Rena yang manja. Lui yang memanjakannya sementara Rena yang selalu meminta perhatiannya. Lui yang mandiri sementara Rena yang sangat tergantung. Lui yang tahu suasana hatinya sementara Rena yang terlalu menuntut tanpa peduli kondisinya...

Semakin dia membandingkan, semakin dia merindukan Lui.

Sedang apa dia? Bekerja mungkin. Lui kan workaholic. Apakah dia memikirkan aku? Apa dia sudah melupakan aku dan benci setengah mati?

"Mas, kok dari tadi melamun? Mikirin apa sih?" tegur Rena. Bibirnya cemberut. Seperti biasa perempuan muda itu merajuk bila dia bicara tidak diacuhkan.

"Aku Cuma memikirkan novelku yang tidak jadi-jadi," elak Aldi.

"Bohong. Mas pasti sedang mikirin dia," tuduh Rena to the poin.

Rena memang tidak pernah memanggil Lui dengan nama. Melainkan dengan dia. Simbol kebencian dan kecemburuan yang teramat dalam. 

"Kok kamu nuduh aku begitu sayang?"

"Dari tadi Mas terus-terusan melamun," Rena cemberut. "Mas masih cinta dia ya?"

Aldi tersenyum.

"Loh aku kan mau kawin sama kamu. Hubungan kami sudah berakhir,"

"Putus boleh saja, tetapi siapa tahu Mas masih cinta," kata Rena tajam.

Aldi mengangkat bahu. "Terserahlah kalau tidak percaya,"

Kebisuan melanda keduanya. Mendadak perempuan di sampingnya menangis.

"Aku takut kehilangan Mas. Aku takut Mas diambil Dia," katanya terisak.

Aldi menepuk bahu Rena. "Jangan cengeng begitu deh, kan aku sudah memilihmu,"

"Janji ya tidak akan berhubungan lagi dengan Dia," Rena menghapus air matanya. Kemudian bersandar manja di bahu Aldi.

Ini bukti keegoisan, pikir Aldi tersenyum kecut.

Dulu Rena begitu dewasa. Dia malah rela Aldi tetap berteman dengan Lui meskipun mereka sudah putus. Sekarang justru tidak boleh sama sekali setelah dirinya putus dengan Lui.

Aneh. Kok tiba-tiba Rena jadi cemburuan dan kekanak-kanakan begini.

Mobil mewah itu membelok ke pelantara parkir sebuah mall. Tangis Rena sudah lenyap, berganti keantusiasan yang luar biasa. Dengan bergandengan tangan mereka masuk ke dalam gedung megah itu.

Aldi benci suasana mall. Dia lebih suka tempat yang sunyi karena sebagai penulis dia bisa lebih konsentrasi. Mall tidak lebih dari tempat hedonisme dan membuat orang menjadi konsumtif. Bila ke tempat seperti ini, lelaki itu bisa mengeluarkan berlembar-lembar uang ratusan ribu sekedar memenuhi keinginan Rena –demi persiapan pernikahan mereka--.

Berbeda dengan Lui. Lui hanya suka ke mall dengan ketiga sahabatnya. Perempuan itu tidak pernah mengajaknya karena tahu Aldi benci suasana mall. Dan uang yang dihabiskan adalah uangnya sendiri..

Kok aku masih saja membanding-bandingkan mereka berdua?

Biaya yang dikeluarkan untuk mendesign sebuah jas pernikahan begitu mahal. Tanpa berpikir panjang Rena langsung setuju. Dan demi gengsi, mau tidak mau Aldi juga mengangguk seperti burung beo.

Kalau Lui pasti bertanya dulu padaku. Karena uang sebanyak itu terlalu banyak bila hanya dihabiskan untuk mendesign sebuah pakaian.

Selesai menghabiskan puluhan lembar uang seratus ribu, Rena menarik tangan Aldi masuk ke sebuah kedai pizza. Mereka duduk berdua dan mengorder sebuah pizza ukuran sedang.

Rena kelihatan sangat berbahagia. Mulutnya mengoceh tanpa henti. Dia sedang membayangkan bagaimana hebohnya pesta pernikahan mereka. Bagaimana kerennya pakaian pengantin mereka.

Sementara Aldi hanya mengangguk-angguk dengan mata menerawang. Dan jantungnya nyaris copot begitu melihat sosok orang yang sangat dirindukannya.

Lui. Perempuan itu sedang makan pizza dengan Dina dan Lita. Dandanannya tidak seperti pulang kerja. Dia memakai sweter pink dan jeans ketat. Rambutnya yang panjang dikuncir ke atas memperlihatkan lehernya yang jenjang.

Tanpa pakaian kerja yang resmi dan hanya dengan pakaian seperti itu Lui kelihatan berbeda. Dewasa dan menawan. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dilihatnya saat masih pacaran dengannya.

Dia kelihatan begitu menunjukkan kematangannya sebagai perempuan, tetapi justru itu membuatnya makin seksi.

Lui dilihatnya tertawa gembira. Tidak ada tanda-tanda dia stress.

"Mas, lagi ngeliatin siapa sih," teguran Rena menyadarkannya.

Aldi menggeleng. Dia mencoba tersenyum dan berkonsentasi dengan pizzanya dengan sosok Lui di kepalanya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya CERITA TENTANG PERSELINGKUHAN BAB 17-18
17
3
ERINErin menelan ludahnya yang pahit.Berarti benar, dia tidak pernah mencintaiku.Keduanya terdiam. Irawan makin salah tingkah. Sementara perempuan di depannya cuma terpaku dan membisu. Reaksi yang jauh dari bayangannya. Semula dia berpikir Erin akan berteriak dan menangis histeris seperti yang dilakukannya di klinik beberapa hari yang lalu. Tetapi perempuan ini hanya terdiam tanpa reaksi.Erin, aku pasti menyakiti kamu. Aku minta maaf. Tetapi nasih sudah menjadi bubur. Aku sudah mengawini Hesty, suara Irawan terdengar.Sekarang apa rencanamu Mas? Tanya Erin pelan.Irawan menunduk dan mengacak-acak rambutnya.Aku tidak mau bercerai denganmu. Kasihan anak-anak, kata Irawan tak kalah pelannya.Ibu benar. Anak-anak adalah senjataku. Dia tidak mungkin bisa melupakan anak-anak meskipun dia bisa menafikan aku.==LUIAda 10 miscall di ponselnya saat dia kembali. Dan lima message. Semuanya dari penghianati alias Aldi.Isinya bisa langsung ditebak Lui tanpa harus membacanya terlebih dahulu.Aldi minta maaf, minta kesempatan bertemu lagi untuk menjelaskan semuannya.Lui menghela nafas.Ada rasa tergoda untuk mengakomodir keinginan Aldi. Apalagi dia tidak bisa memungkiri kalau rasa kangennya pada lelaki itu begitu membuncah. Tetapi tiba-tiba dia teringat kembali bagaimana hatinya hancur akibat perbuatan Aldi yang selingkuh.Semua message Aldi dihapusnya dengan gemas. Dia mengambil tas dan kembali keluar ruangan untuk menjemput Erin mengajaknya pulang.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan