(GRATIS) PADA LANGIT ---BAB 1-5

34
1
Deskripsi

 

ANDINI HANDOKO besar dari keluarga yang mapan secara materi, namun kurang kasih sayang. Didukung wajah rupawan dengan uang saku tidak berseri, Andini hidup sebebas-bebasnya, hingga suatu saat dia hamil.

Keluarga Handoko pun mencarikan suami "sementara" untuk anak semata wayang mereka sekaligus menutup aib.

Pilihan jatuh pada anak tukang kebun keluarga, PRASETYO atau PRAST, mahasiswa teknik mesin semester akhir yang cerdas namun kurang beruntung secara ekonomi.  

Prast setuju menikah dengan...

BAB I -- AWALNYA


Pagi baru merekah. Cahaya matahari hangat menerpa rumah mentereng dua kavling di kawasan perumahan elit Jakarta Selatan itu.

Rumah megah tersebut hanya ditinggali tiga penghuni inti: Tuan Handoko, Nyonya Handoko dan putri satu-satunya mereka Andini Handoko. Sementara penghuni yang lain adalah sejumlah pelayan, supir dan tukang kebun yang memastikan ketiga penghuni inti tidak kekurangan satu apa pun.

Andini sudah bangun di pagi buta itu. Dia bahkan sudah keluar dari kamar mandi meskipun dengan wajah muram.

Gadis itu melempar tubuhnya di atas ranjang.

Ah sialan. Kenapa jadi begini?

Dia kembali melihat test-pack yang masih dalam genggaman.

Ada garis dua di test-packnya.

Kini lebih jelas, tidak samar-samar seperti tadi.

Sepertinya gue benar-benar hamil. Kalau Mama dan Papa tahu bisa gawat.

Andini melempar test-pact ke sudut ruangan dengan gusar.

Kalut.

Mati gue. Siapa sih yang "nembak" di dalem. Kan udah dibilang play safe. Sialan.

Kini gadis itu duduk dan mulai berhitung. Sejumlah wajah lelaki melintas satu persatu di kepalanya.

Sayangnya Andini gagal menebak siapa ayah janin yang dikandungnya.

Mukanya merengut kebingungan. Dia tidak menyangka kenikmatan sesaat bisa berimbas seperti ini.

Gue belum siap punya anak. Asli gue belum siap. Terus gue minta pertanggungjawaban siapa atas anak ini? Gue kan tidur sama banyak lelaki.

Andini Handoko cantik. Dia mewarisi wajah mamanya yang bulat telur dengan alis bak semut beriring. Rambut panjangnya hitam mengilat bak bulu gagak.

Tubuh Andini juga tidak tercela karena sejak kecil dia sudah dibiasakan sang mama rajin merawat diri. Mengunjungi salon masuk dalam agenda mingguan dan ada dana khusus dari orang tuanya untuk hal yang satu itu.

Kecantikan alami yang dirawat secara intensif itu menjadikan Andini makin kinclong. Begitu dia dewasa Andini bagai bunga cantik yang mengundang banyak kumbang dan kupu-kupu. Andini menggunakannya dengan baik untuk mendapatkan perhatian dari laki-laki.

Perhatian yang tidak dia dapatkan dari kedua orang tuanya yang selalu sibuk.

Akibatnya sekarang dia hamil.

***

Jam kuliah sudah selesai.

Mahasiswa fakultas teknik keluar dari ruang kuliah masing-masing. Mereka rata-rata lelaki. Hanya sesekali ada mahasiswa perempuan yang terlihat.

Prasetyo atau kerap disapa Prast memasukkan buku ke dalam tas kumalnya. Dia terburu-buru keluar dari ruang menuju plataran parkir. Pemuda itu sudah telat 15 menit. Pemilik bengkel tempat kerjanya pasti mengomel.

Dosennya sih, pakai acara telat segala. Terus kelas jadi molor deh.

"Prast!"

Prast menoleh dan memperlambat langkahnya.

"Buru-buru amat. Ngobrol dululah," Rico sang sahabat menyusul.

Berbeda dengan Prast yang bertubuh tinggi atletis dengan rambut lurus dan wajah friendly, Rico bertampang agak oriental. Tubuhnya juga tidak setinggi Prast, hanya otaknya sama-sama encer seperti Prast.

"Iya, gue harus ke bengkel. Gue harus kerja, Man!" kata Prast.

"Terus tugas Prof Hadi gimana? Bikin bareng yuk," kata Rico serius.

"Nanti malem deh gue bikin desainnya. Gue buru-buru nih," kata Prast.

"Ngapain sih cari duit melulu. Sesekali lu juga butuh refreshing," kata Rico mengeleng-gelengkan kepala.

Prast tersenyum kecut.

Itu lu yang duitnya banyak. Kalau gue kan harus kerja sambilan buat bayar uang kuliah. Orang tua gue cuma tukang kebun, gue ngga mungkin membebani mereka.

Kini Prast dan Rico sudah tiba di parkiran. Prast mengambil motor metiknya yang terparkir di bawah pohon.

"Jadi gimana?" kejar Rico masih penasaran.

"Nanti deh gue kabarin," Prast menyalakan motor setelah rapi dengan helmnya.

"Ya udah. Gue tunggu ya," kata Rico.

"See you Ric," kata Prast sebelum meninggalkan Rico.

 

===

BAB 2 – KENYATAAN

 


Kantin kampus ramai.

Andini menikmati teh botol sendirian sambil berselancar di dunia maya. Gadis itu mengecek media sosial milik teman-temannya. Saking asyiknya dia tidak sadar ketika ada orang duduk di sampingnya.

"Dee, kok lu ngga bales pesan gue," kata orang itu.

Andini mengangkat wajahnya. Matanya yang bulat indah itu menatap lelaki di sampingnya.

Tatapan sekilas, kemudian dia kembali ke gadgetnya.

"Gue lagi malas berhubungan dengan orang," jawab Andini asal-asalan.

"Termasuk sama gue?"

"Iya, termasuk sama lu Rud," kata Andini pada lelaki di depannya yang ternyata Rudy.

Rudy tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Pulang yuk," ajaknya.

"Yuk deh," Andini bangkit dari duduknya.

Kedua berjalan beriringan ke mobil Rudy. Rudy membuka pintu mobil, dan dengan anggun, Andini masuk ke dalam.

Mobil mewah itu menderum pergi. Meninggalkan debu kemarau yang kering.

Debu yang berterbangan mengenai dua mahasiswa teknik yang sedang nongrong di parkiran.

Mereka adalah Prast dan Rico. Keduanya sedang nongkrong sambil merokok menunggu jam kuliah.

"Enak juga punya mobil mewah, bisa gandeng cewek cantik," kata Rico. Keduanya memang sedari tadi memperhatikan Andini dan Rudy.

"Ngga semua cewek materialistis Man," sanggah Prast menghembuskan asap rokoknya.

"Materialistis sih ngga, tetapi diajak hidup susah belum tentu mau," kata Rico tidak mau kalah.

"Cewek tadi kebetulan juga kaya, jadi dia belum tentu materialistis," kata Prast.

"Lu kenal?"

Iyalah gue kenal. Itu Andini Handoko. Anak tunggal majikan bokap gue. Hidupnya bak puteri raja negeri dongeng, tapi sang princess sepertinya ngga bahagia.

"Hey Prast," Rico menepuk bahu Prast. "Lu ngelamunin cewek tadi? Too far untuk kitalah."

Untuk gue mungkin. Tapi untuk lu mungkin nggak.

"Wajar kan? Dia cantik," kata Prast.

"Kadang lelaki butuh perempuan yang bikin percaya diri. Kalau cewek model tadi, lu pasti minder dan terus-terusan sport jantung takut dia diambil orang," jelas Rico tergelak.

Prast ikut tertawa.

Angin kemarau bertiup kencang, membawa debu kemana-mana.

Prast dan Rico bangkit dari duduknya.

"Balik ke ruangan yuk," kata Prast.

"Oce."

***

Mobil mewah milik Rudy berbelok ke sebuah apartemen elit.

"Loh kok kesini, katanya mau nganterin gue pulang," kata Andini.

"Mampir dululah di tempat gue, ada yang mau gue tunjukin," kata Rudy sambil menarik rem tangan.

"Jangan lama-lama gue banyak tugas kuliah," kata Andini cemberut.

"Sebentar kok," balas Rudy.

Keduanya berjalan menuju unit yang ditempati Rudy.

Unit yang ditempati Rudy luasnya 90m2. Cukuplah untuk dia tinggal sendirian. Orang tua Rudy pengusaha kelapa sawit di Riau dan Rudy tinggal di Jakarta seorang diri dengan rekening bank yang selalu gendut.

Andini mengenal Rudy di kampus, dan keduanya langsung lengket bak terkena lem aibon. Tentu saja Rudy bukan hanya lelaki yang dikencani Andini saat ini. Ibarat six course menu, Andini suka mencicipi menu yang berbeda di saat bersamaan.

Selain Rudy, Andini juga kencan dengan Rey, Abimanyu dan Toni. Keempat lelaki ini punya kesamaan: kaya, popular dan suka padanya.

Andini tambah bersemangat mengencani keempatnya karena mereka saling kenal dan bersahabat.

Ini hanya kencan ya, bukan pacaran. Jadi tidak ada komitmen yang mengikat. Mereka bebas merdeka, sama-sama bahagia dan puas tentu saja.

Andini melepaskan cardigan krem yang sedari tadi menutupi blus halterneck-nya. Dia kemudian berdiri di samping lemari berisi koleksi hotwheel cars milik Rudy ketika lelaki itu menghampiri dengan sebuah bungkusan.

"Buat lu," katanya.

"Aih so sweet," ujar Andini. "Gue buka yaa."

Rudy mengangguk.

Isi bungkusan itu parfum impor yang harganya cukup mahal.

"Sini gue semprot," kata Rudy.

Andini memberikan botol parfum pada Rudy. Rudy menyingkirkan rambut panjang Andini yang menutupi leher, dan menyemprot parfum itu di belakang telinga sang dara. Kemudian hidungnya langsung mendarat di bahu mulus Andini.

Lelaki itu menciumi bahu dan leher hingga akhirnya ke tengkuk Andini. Perempuan itu mendesah manja merasakan cumbuan di tempat itu.

Dia bahkan tidak sadar ketika dengan cekatan Rudy menarik pita blus halternecknya hingga bagian atas tubuhnya terbuka.

"Lu cantik banget, dan wangi," kata Rudy sambil terus mencumbu Andini.

Andini tidak menjawab. Darah di dalam tubuhnya bergolak dan dia ingin Rudy berbuat lebih padanya.

Andini mau lebih...

Rudy mengandeng Andini ke kamar tidurnya dan kemudian membuka pakaiannya sendiri. Saat tubuh mereka saling bergelut, Andini lupa kalau dia punya banyak tugas kuliah.

Yang dia tahu, dia ingin bermain cinta dengan Rudy.

***

Jelang pukul 10 malam, Andini terbangun.

Dia rupanya ketiduran setelah bercinta dengan Rudy beberapa kali. Perutnya mulas dan badannya yang patah-patah membuat dia terjaga.

Andini segera ke kamar mandi dan mencuci muka. Setelah itu dia melangkah ke dapur, mengecek isi kulkas.

Rudy masih punya cold noodle di dalam kulkas. Baunya masih enak untuk disantap.

Andini mengambil sumpit dan mulai makan. Sayangnya baru beberapa suap, perutnya bereaksi. Andini pun muntah-muntah di wastafel.

Rudy yang baru keluar dari kamar buru-buru menghampiri Andini.

"Lu masuk angin?" tanya lelaki itu sambil mengancingkan kemejanya.

Wajah Rudy sepertinya cemas. Andini jadi ingin jujur soal kondisinya. Dia berharap Rudy mau menerima dirinya yang hamil setelah itu.

Papa dan Mama mungkin bisa memaafkan gue bila ada yang mau tanggung jawab. Meskipun gue ngga tahu anak ini anak siapa.

"Gue bukan masuk angin. Gue hamil," kata Andini tanpa tedeng aling-aling.

Wajah cemas Rudy berubah pucat pasi seperti melihat hantu.

"Bukan anak gue kan?" tembaknya setengah panik.

"Anak siapa lagi? Gue kan tidurnya sama lu," jawab Andini tenang.

Rudy tersenyum.

"Lu pikir gue ngga tahu lu tidur sama siapa aja? Jangan menjebak gue deh," katanya.

Andini mengambil air dari dispenser dan menyesapnya habis.

"Pokoknya lu harus tanggung jawab," kata gadis itu.

"Coba lu tanya dulu sama Rey, Abimanyu dan Tony. Siapa tahu ada yang 'nembak' di dalam. Jangan gue kena imbasnya dong," kata Rudy.

Andini agak tercekat mendengar kalimat terakhir Rudy.

Loh, dia kok tahu aku kencan dengan tiga orang itu?

Skak Mat.

Andini tahu semuanya pasti tidak akan mau mengaku.

Kini dia sendirian menghadapi kemarahan orang tuanya.

 

+++

 

BAB 3 – BALAS BUDI


Andini berbaring di ranjangnya dengan pandangan yang menerawang. Sesekali dia mengusap matanya yang berair.

Ya, dia sudah menangis sejak kemarin, dan matanya mulai sakit.

Andini sedang menghadapi masa paling gelap dalam kehidupannya sebagai anak tunggal keluarga Handoko. Dia hamil dan tidak jelas siapa ayah bayi yang dikandungnya.

Sebelum melapor pada Papa dan Mama, Andini sempat mencari keberadaan Tony, Abimanyu dan Rey. Namun tidak ada satu dari lelaki itu pun yang bisa ditemui. Sepertinya Rudy sudah menceritakan kehamilannya dan para lelaki itu sebisanya menghindar dari jangkauan Andini.

Belakangan Andini tahu kalau Rudy sudah mengambil cuti kuliah dan pulang ke Riau. Sementara Andini tidak pernah tahu alamat rumah Rudy di Riau.

Rey tiba-tiba sudah menghilang entah kemana. Menurut salah satu temannya, dia ke Singapura untuk mempersiapkan skripsinya.

Sementara Tony dan Abimanyu juga tidak diketahui keberadaannya. Bisa jadi mereka masih di Jakarta tetapi mencoba menghindari Andini sebisanya.

Meskipun kalut luar biasa, Andini tidak punya rencana untuk mengugurkan kandungannya. Gadis itu pernah menonton film soal remaja yang mengugurkan kandungan kemudian meninggal. Membayangkan saja sudah membuat Andini ngeri.

Kemarin malam akhirnya Andini mengaku pada Papa dan Mamanya. Seperti yang dia duga, keduanya murka dan menginterogasi siapa ayah dari janin di kandungannya.

Ketika Andini tidak bisa menjelaskan, Mama langsung histeris sementara Papa memukul-mukul dinding hingga buku-buku jarinya berdarah.

Selanjutnya Papa dan Mamanya pun bertengkar.

Papa menyalahkan Mama.

Mama menyalahkan Papa.

"Inilah akibatnya kalau kamu ngga bisa menjaga anak. Jadi pelacur dia. Sampai hamil tapi tidak tahu benih siapa," kata Papa kasar.

"Kok Papa jadi menyalahkan Mama? Ini karma untuk Papa yang suka tidur dengan perempuan muda," kata Mama tidak kalah garangnya.

Andini yang melihat pertengkaran Papa dan Mamanya cuma bisa tergugu, menangis karena kedua orang tuanya saling menyalahkan tanpa ada solusi. Bahkan ketika Andini akhirnya pergi dari tempat itu, Papa dan Mamanya masih berdebat.

Sikap kedua orang tuanya memang sangat buruk. Secara materi Andini memang tidak kekurangan, tetapi keluarga kecil mereka itu tidak punya ikatan cinta sama sekali.

Papa sibuk dengan perusahaan dan perempuan simpanan dimana-mana.

Mama sibuk dengan teman-teman sosialita dan, Andini yakin Mamanya juga punya pacar.

Mereka tidak pernah mesra kalau bertemu. Selalu mirip kucing dan tikus. Andini berada di tengah-tengah.

Kadang Andini berpikir Papa dan Mamanya mungkin masih bersama karena dirinya. Padahal dia tumbuh besar sendirian tanpa bimbingan, apalagi kasih sayang keduanya.

Sudah 24 jam dia berkurung di dalam kamar. Bahkan Andini tidak merasakan lapar sama sekali meskipun makanan untuknya diantar asisten rumah tangga langsung ke kamar.

Andini terlalu sedih.

Namun hari ini Papa dan Mama tiba-tiba mengunjungi kamarnya.

Mereka membawa solusi untuk kehamilannya.

Bukan, itu bukan solusi.

Itu ultimatum.

Orang tuanya sudah menemukan calon suami sementara untuk Andini. Mereka akan dinikahkan secara sah namun rahasia. Kemudian setelah bayinya lahir, "suami" Andini akan membawa bayi itu dan menceraikan Andini.

Andini bisa meneruskan hidupnya kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

"Ini hanya kurang dari setahun sayang, setelah itu kamu bebas dan bisa meneruskan masa muda kamu," kata Mama.

"Bayiku? Kenapa aku tidak boleh mengasuhnya?" tanya Andini.

"Itu masa lalu kamu Nak. Lupakan. Biar suami kamu yang mengurusnya. Itu masuk dalam perjanjian nikah kalian. Nanti kita akan memberikan uang yang banyak sebagai kompensasi," kata Mama lagi.

Andini memandang Papa dan Mama tidak percaya.

"Kenapa aku harus menikah? Toh aku tidak bisa memiliki anakku," kata Andini.

"Supaya jangan terkesan kamu hamil di luar nikah. Paham?" kata Papi.

Andini memang paham, kalau semua dilakukan oleh Papa dan Mama untuk menutup aib yang dia sebabkan.

Yang membuat Andini penasaran, siapa lelaki yang yang bersedia menikahinya.

Kalau Papa dan Mama bilang cuma suami "sementara" dan harus pergi dengan bayi yang dia lahirkan, tandanya orang itu tidak sederajat dengan mereka.

Bisa jadi salah satu dari bawahan Papa!

--00—

Prast baru melepas baut dari kalburator mobil ketika namanya dipanggil. Anak muda itu menoleh.

Dia melihat ayahnya berdiri tak jauh dari mobil yang sedang ditanganinya. Prast mengelap tangannya yang kotor karena bekas oli di wearpack-nya dan bergegas mendekati sang ayah.

Dengan takzim, Prast mencium tangan ayahnya yang kelihatan rapi dengan kemeja sederhana dan peci hitam di kepala. Lelaki setengah baya itu tersenyum melihat anak lelakinya.

"Tumben Ayah menyusul Prast ke bengkel?" tanya Prast keheranan.

Sejak kuliah, Prast memang tinggal terpisah dari keluarganya. Dia menyewa kosan sempit dekat kampus dan bengkel.

"Kamu punya waktu? Ayah perlu bicara hal penting," kata Ayahnya.

Prast mengangguk.

"Tapi Prast harus selesaikan mobil itu dulu ya," katanya.

"Ayah bisa tunggu," kata ayahnya.

Prast kembali ke mobil dan meneruskan pekerjaannya. Dia sama sekali tidak konsentrasi karena bisa melihat duduk ayahnya gelisah. Untungnya kerusakan mesin mobil itu tidak parah, sehingga Prast bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.

"Bray, tolong dicek dong. Gue ada tamu nih," kata Prast pada rekan bengkelnya.

"Okesip," kata temannya tersenyum.

Prast mendekati Ayahnya.

"Kita ngobrol di warung saja Yah, sekalian ngopi," kata Prast mengandeng ayahnya.

Lima belas menit kemudian keduanya sudah duduk berhadap-hadapan ditemani kopi panas.

"Ayah kesini minta tolong sama kamu Prast," kata Ayah.

"Tolong apa Yah," tanya Prast penasaran.

"Kamu ingat kan ketika mau masuk kuliah dan kita tidak punya uang muka? Ayah akhirnya berhasil mendapatkan uang untuk kamu tanpa harus membayar," cerita Ayah.

Prast mengangguk. "Kalau ngga salah dari Pak Handoko. Iya kan?"

"Nah, sepertinya kita harus membalas kebaikan Pak Handoko. Kemarin Pak Handoko bertemu Ayah, dia minta tolong. Inilah kenapa Ayah mencari kamu," cerita Ayah.

Prast makin penasaran.

"Pak Handoko lagi ada masalah," kata Ayah.

"Masalah?"

"Anaknya hamil," kalimat Ayah terhenti karena wajah Prast langsung berubah.

Andini, si princess hamil?

"Apa hubungannya dengan Prast Yah. Prast tidak menghamili dia," kata Prast serius.

"Ayah juga tahu. Maksudnya, Andini hamil tetapi tidak tahu siapa ayah anaknya. Pak Handoko minta kamu mau menikahi Andini," kata Ayah.

Apa?

 

 

###

BAB 4 – SILENT WEDDING


Prast memang tidak pernah melupakan bantuan yang diberikan Pak Handoko pada keluarganya. Karena pertolongan ayah Andini-lah akhirnya Prast bisa kuliah dan menjelang tamat seperti sekarang ini.

Itu sudah hampir lima tahun yang lalu.

Saat itu Prast diterima di sebuah kampus elit di Jakarta dengan beasiswa penuh. Sayangnya beasiswa tidak menanggung uang pembangunan. Secara Prast masuk kategori mahasiswa miskin, dia diminta "hanya" membayar 20 juta rupiah.

Meskipun kisaran "hanya", tetapi cukup berat untuk keluarga Prast yang ayahnya bekerja sebagai tukang kebun dan ibunya yang menjadi buruh cuci. Selain itu Prast masih memiliki satu adik perempuan yang sudah masuk kelas 10.

Saat sedang kalut, Pak Handoko muncul sebagai pahlawan tanpa topeng yang bersedia membantu.

Kata Pak Handoko, uang itu tidak perlu dibayar dulu. Nanti saja bayarnya.

Kapan-kapan.

Sekarang Pak Handoko menagih bantuan tersebut, tetapi bukan dalam bentuk uang.

"Jadi?"

"Jadi kamu menikah dengan Non Andini," kata Ayah.

Prast tercenung. Dia menatap ayah yang sepertinya menjadi lebih tua dari biasa. Kemungkinan besar ayah juga merasa berdosa karena tidak punya pilihan selain mengadaikan sang putra untuk membayar utang.

"Selain itu ada persyaratan lain," kata Ayah.

"Apa itu," tanya Prast.

"Begitu Non Andini melahirkan kamu harus menceraikan dia," kata Ayah.

Prast tersenyum kecut. Dasar orang kaya.

"Dia hanya butuh status bahwa menikah dan hamil," ujar Prast sinis.

Ayah mengangguk.

"Ada satu lagi persyaratan," kata Ayah sambil mengaruk pipinya yang tidak gatal.

Semoga bukan ide yang lebih gila, Prast membatin.

Prast memandang Ayah.

"Bayinya, kamu harus merawat bayinya," kata Ayah yang kini tidak berani menatap anaknya.

Prast geleng-geleng kepala.

Mentang-mentang kami berutang budi, Pak Handoko jadi sewenang-wenang. Sudah meminta aku menjadi suami sementara anaknya, setelah itu aku harus merawat bayi yang ingin mereka singkirkan. Aku tahu banyak orang kaya yang aneh, tapi Pak Handoko itu bukan aneh, melainkan sinting! Masak dia mau membuang cucunya sendiri.

"Prast..." suara Ayah mengejutkan Prast yang melamun.

"Prast tidak tahu mau bicara apa Yah," kata Prast jujur.

"Tetapi Ayah mau dengar pendapat kamu," balas Ayah.

Prast mencoba tersenyum dan menepuk bahu Ayahnya pelan.

"Mungkin sudah takdir kita Yah. Prast akan ikut apa pun yang Ayah putuskan," kata Prast tenang.

Mata lelaki tua di depan Prast berkaca-kaca.

"Maafkan Ayah Prast. Ayah tidak bermaksud mengadaikan kamu begini," kata Ayah.

Prast kembali mencoba tersenyum meskipun matanya ikut berkaca-kaca.

Aku juga tidak mau punya nasib begini. Masa depanku berantakan hanya karena pertolongan Rp 20 juta dari Pak Handoko.

--00--

 

Andini tahu kalau hari ini dia akan menikah. Sejak kemarin Mama sudah membawakan dia sebuah kebaya untuk dikenakan pada acara tersebut.

Pernikahan akan dilakukan sesederhana mungkin. Seorang fotografer sudah disewa untuk mengambil gambar. Prosesi foto mungkin lebih penting dari acara ijab Kabul karena akan membuktikan kalau anak tunggal Pak Handoko tidak hamil di luar nikah.

Andini Handoko punya suami.

Acara nikah dilaksanakan pada malam hari. Andini sudah berdandan cantik dan digandeng Mama-nya ke ruang tengah, tempat prosesi pernikahan akan dilakukan. Gadis itu berjalan menunduk.

Ya, Andini malu.

Semua orang pasti tahu bahwa dia terpaksa dinikahkan karena hamil.

Semua orang pasti mengklaim kalau dirinya masuk dalam pergaulan liar sehingga tidak tahu siapa ayah dari anak yang sedang dikandungnya.

Ternyata tidak banyak yang hadir. Hanya sepuluh orang saja. Andini melihat Pak Barja tukang kebunnya ada di antara tamu. Begitu juga Bu Isah dan Maya, istri dan anak Pak Barja.

Andini langsung tahu kalau kemungkinan besar dia akan dinikahkan dengan anak lelaki Pak Barja.

Dan anak Pak Barja tak lain dan tak bukan adalah Prasetyo alias Prast.

Dugaan Andini tidak meleset karena dia melihat sosok Prast.

Lelaki yang berbeda umur hanya tiga tahun dari Andini duduk di dekat Papa dan lelaki dengan pakaian resmi. Kemungkinan dari Kantor Urusan Agama (KUA).

Sudah cukup lama Andini tidak melihat Prast, meskipun kata Pak Barja anaknya kuliah satu kampus dengan dia. Yang dia tahu anak Pak Barja ini sangat cerdas dan kuliah di teknik mesin.

Dulu Prast sering ke rumah dan membantu ayahnya mengurus taman. Saat itu Andini baru kelas enam SD dan Prast sudah kelas tiga SMP. Mereka tidak pernah bertegur sapa. Status sosial yang membentang antara keduanya membuat jarak.

Namun jarak itu sekarang terlupakan, karena lelaki yang selalu dianggapnya "beda kelas" akan menjadi suaminya.

Setidaknya kamu hanya menikah kurang dari setahun. Setelah itu kalian bercerai, dan dia akan mengurus anak kamu. ucapan Mama terngiang lagi di kepala Andini.

Andini didudukkan di samping Prast. Dia tidak berani menoleh meskipun penasaran. Andini yakin saat ini Prast pasti sedang mengutuki dirinya yang hamil di luar nikah dan membuat lelaki itu terpaksa menikahinya.

Prosesi akad nikah dimulai.

Andini bisa mendengar suara Prast yang gemetar saat mengucapkan akad nikah. Hebatnya hanya dengan sekali ucap, saksi nikah mengatakan sudah sah.

Dalam hitungan kurang dari lima menit, Andini Handoko sudah menikah dengan Prasetyo Rahardian dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas berbentuk cincin seberat 5 gram.

Prast membeli cincin itu dengan uang tabungannya sendiri hasil bekerja di bengkel. Lelaki itu berprinsip pernikahannya itu serius, kendati hanya untuk status bagi keluarga Handoko.

Malam itu beban berat keluarga Handoko resmi berpindah ke pundak mahasiswa teknik semester terakhir itu.

Andini bisa melihat Papa dan Mama kelihatan lega karena tersenyum lebar.

Setidaknya kamu hanya menikah kurang dari setahun. Setelah itu kalian bercerai, dan dia akan mengurus anak kamu.

Pegawai KUA itu mempersilakan Andini mencium tangan Prast setelah lelaki itu memasangkan cincin di jari Andini yang terawat.

Andini melakukannya dengan kaku. Entah dorongan apa, dia kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat Prast.

Saat itu pandangan mata mereka bertemu.

Di depan Andini berdiri lelaki yang kini menjadi suaminya. Wajahnya tidak setampan Rudy, Rey, Tony atau Abimanyu. Tetapi dia cukup menarik dengan rahang kokoh dan hidung yang bagus.

Tetapi semua kelebihan wajahnya kalah dengan tatapan matanya yang dalam dan lembut.

Sekarang mata itu menatapnya.

Andini bisa membaca sorot mata itu seperti mengasihani dirinya.

 

###

BAB 5 – BUKAN SUAMI ISTRI BIASA

 


Acara pernikahan itu selesai pukul 9 malam kurang sedikit.

Tamu yang tidak banyak itu sudah meninggalkan rumah Keluarga Handoko, termasuk Pak Barja dan keluarga.

Kini tinggal Prast duduk sendirian di ruang keluarga itu.

Menantu sementara keluarga Handoko masih memakai kemeja putih yang digunakanya saat prosesi akad nikahnya tadi.

Prast salah tingkah.

Dia ingin pulang tetapi dia sudah menikahi Andini pemilik rumah ini.

Prast ingin istirahat, tetapi sudah pasti tidak mungkin ke kamar Andini.

Jadi bagaimana?

Seorang asisten rumah tangga menghidangkan Prast segelas jus jeruk dingin yang langsung diteguk tandas. Prast mendadak ingat dia belum makan sepanjang siang. Dia terlalu tegang untuk pernikahannya.

Saat itu Pak Handoko dan istrinya keluar dan duduk di ruang tengah. Andini juga ikutan bergabung. Istri yang baru dinikahi selama satu jam itu sudah menganti kebayanya dan duduk dengan santun.

Dia tetap menunduk.

Pak Handoko berdehem sebelum membuka pembicaraan. Lelaki setengah baya dengan tubuh gempal itu duduk bersandar di sofa impor itu santai. Prast langsung tahu ada hal yang mau disampaikan.

"Terima kasih Nak Prast sudah menolong Andini. Kami sangat menghargai bantuannya," kata Pak Handoko.

Prast menyimak.

"Mungkin ini agak aneh, tetapi saya berharap Nak Prast menganggap pernikahan ini cuma status saja. Selebihnya Nak Prast bisa hidup normal seperti biasa," kata Pak Handoko.

"Maksudnya kamu tidak perlu harus repot-repot mengurus Andini. Biar kami yang urus dia. Baru nanti setelah melahirkan, kamu bisa menceraikan Andini, membawa bayinya dan perjanjian kita selesai," Mama Andini memotong suaminya yang sepertinya bertele-tele.

Pak Handoko sepertinya tidak hepi, namun dia mencoba tersenyum.

Prast mengangguk.

"Berarti saya bisa pulang ke rumah?" tanya lelaki muda itu lugu.

"Kalau mau menginap boleh. Saya akan minta disiapkan kamar untuk kamu," kata Bu Handoko.

"Tidak usah repot-repot Bu. Saya akan pulang ke kos saja. Kebetulan ada tugas kuliah," kata Prast.

"Kami akan menghubungi Nak Prast kalau ada sesuatu. Sekali lagi terima kasih ya?" kata Pak Handoko menjabat tangan Prast.

Prast mencoba tersenyum. Entah kenapa dia merasa harga dirinya terjun ke jurang yang paling dalam. Dicobanya untuk menghibur diri, kalau dia memang harus mengalami penghinaan ini.

Prast menjabat tangan Bu Handoko, kemudian mendekati Andini.

Istrinya itu sama sekali tidak bereaksi sewaktu Prast mengulurkan tangannya. Dengan malu, Prast menarik tangannya. Dia pamit.

Saat dia mengeluarkan motor dari halaman besar rumah Andini, Prast menghela nafas panjang.

Hari itu Prast memang resmi bergelar suami, namun justru tidak perlu bertanggung jawab pada istrinya.

Ini pernikahan paling aneh dan dia gagal paham jalan pikiran Pak Handoko dan istrinya.

Prast mengucapkan istighfar sebelum menghidupkan motor.

Kuda besi itu melaju di jalanan yang masih ramai.

--00—

 

Andini duduk di dekat jendela kamarnya, memandang rerumputan di halaman belakang rumah.

Sejak Prast pamit pulang, dia masuk kamar dan sejak saat itu tidak pindah dari tempatnya sekarang. Andini galau.

Dia meraba cincin di jari manis kirinya. Cahaya lampu kamar membuat cincin yang tadi diselipkan Prast itu berkilau.

Andini menghela nafas sebelum akhirnya melepas cincin tersebut dan memasukkannya ke dalam laci meja hiasnya. Andini mencoba melupakan kenyataan kalau beberapa jam sebelumnya dia sudah menikah dengan anak tukang kebun keluarga.

Hidup memang penuh lelucon.

Kali ini leluconnya sama sekali tidak lucu.

Pikiran Andini terbang ke masa lalu. Saat dia masih bisa tertawa dan bahagia. Betapa dia sangat menikmati hidup sebagai perempuan cantik yang disukai lelaki.

Dia bisa memilih dengan seksama lelaki yang diajak kencan. Tidak semua beruntung bisa menciumnya apalagi membawanya ke ranjang. Semua lelaki yang pernah menjamahnya justru lelaki yang berasal dari kalangan atas yang kaya dan populer.

Sayangnya, begitu dia hamil, Andini tidak bisa memilih lagi. Kalau biasanya dia mengunakan semboyan "siapa elu?" sekarang menjadi "siapa saja".

Dan Prast si anak tukang kebunlah yang dia nikahi.

Pintu kamar terbuka. Mengejutkan Andini yang melamun.

"Minum dulu susunya Dee," kata Mamanya.

Andini menoleh. Dia melihat pemandangan yang cukup langka. Mamanya membawa baki berisi segelas susu. Belum pernah Mama begitu perhatian karena biasanya sibuk arisan, gossip atau pacaran dengan brondong.

"Makasih Ma," kata Andini.

Mama melihat wajah Andini yang kuyu. Perempuan itu seakan tahu apa yang ada di kepala Andini.

"Setahun itu tidak lama. Setelahnya kamu akan menjadi Andini yang dulu lagi. Yang cantik, lincah dan gembira. Lupakan semuanya," kata Mama setengah berbisik.

Susu yang diminum Andini serasa berhenti di tenggorokan.

Apa mungkin?

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya PADA LANGIT-- BAB 6 -10
28
1
Lu mau ngapain sama Andini? tanya Prast pada Rudy.Karuan Rudy, Rey, Tony dan Abimanyu menciut. Apalagi melihat beberapa mahasiswa menepuk-nepuk kunci Inggris di tangan mereka. Bukan rahasia lagi kalau fakultas teknik berisi mahasiswa yang temperamen dan super kompak.Kalau gangguin bini lu, hajar aja Prast, kata Rico mengompori.Prast langsung mencekal kerah baju Rudy.Bener lu gangguin bini gue? tanyanya.Kita cuma ngobrol kok, kata Rudy tergagap.Rudy tahu dari gossip kalau Andini menikahi mahasiswa fakultas teknik, tetapi dia tidak menyangka orangnya sangat branggasan.Prast menarik kerah Rudy lebih dekat ke arahnya.Gue tahu satu dari elu berempat menghamili Andini dan ngga tanggung jawab. Sekarang minggat dari tempat gue sebelum temen-temen gue turun tangan, katanya berbisik tepat di telinga Rudy.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan