1. Satu Atap

24
3
Deskripsi

Belakangan ini aku lagi burnout dan disibukkan oleh kehidupan nyata jadi belum sempat melanjutkan cerita yang on going (maafkeun bagi yang nunggu). pas ada waktu malah tiba-tiba kehilangan feeling dan mood menulisnya, jadi aku memutuskan untuk menulis short story ini dulu sekaligus untuk mengembalikan mood menulisku. 

Seperti yang kita sebut ini adalah snack time, sooo semoga suka dan enjoy ya seperti aku yang enjoy menulisnya! Happy reading  my precious people!

Short Story — Satu Atap 1

 

Another week, another cewek baru, pesona cowok ganteng anak tunggal kaya raya emang beda.”

“Siapa yang lo omongin?”

Hazel melirik salah satu temannya yang bertanya. Ikut penasaran dengan cowok yang dimaksud Farah, temannya yang lain.

“Tuh.” Farah mengedikkan dagu ke depan sana. Refleks, Hazel melihat ke arah yang ditunjuk sang teman. “Altair lah, siapa lagi,” jelasnya. Mengonfirmasi dugaan Hazel yang menduga cowok yang Farah maksud adalah Altair.

Untuk sesaat Hazel mengamati lelaki bernama Altair itu yang baru saja bergabung dengan teman-temannya sambil menggandeng seorang perempuan yang Farah — dan mungkin semua orang di kantin itu sudah menduga perempuan itu adalah pacar barunya.

“Baru juga putus dua minggu, udah dapat gandengan baru lagi.” di tengah mengamati Altair yang mengobrol dengan teman-temannya, Hazel mendengar Amora berkomentar.

“Kan kata gue juga another week, another cewek baru,” balas Farah. “Masih mending sekarang dua minggu, waktu itu malah pas baru seminggu putus dari Dinar udah jadian sama siapa tuh… Carisa.”

“Mentang-mentang punya tampang emang. Gonta-ganti cewek kayak gonta-ganti baju. Herannya masih banyak aja lagi cewek yang ngantri mau sama dia.”

“Emang lo nggak mau?”

“Enggak.” Amora menggeleng enteng. “Buat apa pacaran sama dia kalau ujung-ujungnya dibuang kayak sampah. Habis manis sepah dibuang. Nggak mau lah, gue masih punya harga diri.”

Farah mendengus, terkesan. 

“Bener juga lo. Tapi gue bisa ngerti sih kenapa banyak cewek-cewek yang berlomba-lomba mau jadi pacarnya dia, meskipun sebatas satu minggu-dua minggu doang.”

Hazel mengalihkan pandangan dengan cepat kala sosok lelaki di seberang sana menangkap basah dirinya yang terang-terangan sedang mengamatinya.

“Selain karena tampang dan hartanya, label mantan Altair tuh kayak kebanggaan tersendiri nggak sih? Maksud gue gini… Altair kan terkenal ngegebet cewek yang cantiknya tuh bukan sekedar cantik, tapi cantik banget gitu. Ibaratnya kalau barang, cewek yang pernah dipacarin Altair pasti udah terjamin kualitasnya. Yakali gitu seorang Altair mau sama cewek yang biasa-biasa aja. Dan kita tahu sendiri cewek yang digebet kebanyakan emang cewek yang setipe Altair sendiri lah. Dan mungkin cewek-cewek itu juga emang nggak mengharapkan hubungan langgeng, emang pure buat seneng-seneng aja. Sekaligus pamer ya kan pernah pacaran sama si Altair.”

“Analisa yang menarik, ya, ibu Farah.” Amora menanggapi jenaka — namun terkesan mengejek. Sudut matanya melirik Hazel yang diam sedang menikmati minumannya. Salah satu temannya ini memang pendiam dan jarang nimbrung yang berhubungan dengan gosip-gosip — apalagi gosip murahan seperti barusan. “Altair pernah deketin kamu nggak, Zel?”

Tiba-tiba ditodong pertanyaan seperti itu, Hazel hampir tersedak. Untung saja mulutnya sedang tidak berisi apa pun. 

“Iya, ya. Secara Hazel kita ini cantiknya kedemenan Altair sekali.” Sebelum Hazel sempat merespons, Farah sudah lebih dulu ikut menimpali.

“Jadi, gimana? Tuh cowok pernah ada sepik-sepik sama kamu nggak?” Amora kembali menodong.

Hazel berdehem, meredakan tenggorokannya yang mendadak kering— padahal barusan minum terus. Detik selanjutnya gelengan kepala dia berikan. “Enggak,” jawabnya singkat.

“Bagus deh. Sadar diri berarti dia, kamu nggak mungkin masuk ke bahan permainannya.” Amora tampak puas dengan jawaban Hazel. “Kalau dia ada tanda-tanda mau deketin kamu, you better run yang kenceng.”

Hazel menahan diri untuk tidak meringis. Membayangkan Amora mengetahui fakta bahwa dia justru adalah tunangannya Altair… rasanya mengerikan.

“Yang ganteng mah bukan cuma dia doang. Kak Dion juga ganteng tuh. Nggak cuma ganteng, tapi baik, berprestasi, attitude-nya udah jangan ditanya. Jempolan deh.”

“Yeu malah promosi.” Farah menimpali, mencibir.

“Ya kan siapa tahu teman kita ini mau membuka hatinya buat abang sepupu gue.”

Sementara Hazel bingung harus bereaksi bagaimana, Farah kembali menyahut.

“Memang lo adalah adik sepupu idaman.”

“Punya abang sepupu kayak Kak Dion mah harus lah dipamerin. Siapa tahu kan ada yang tergerak mau membuka hatinya.” Amora mengerling ke arah Hazel yang hanya tersenyum hambar. Tidak memberi respons yang berarti.

“Lo nggak mau jodohin gue juga? Sama abang lo gitu.” Farah menimpali iseng. Yang langsung Amora tanggapi dengan pelototan horor.

Di saat teman-temannya kembali tenggelam dalam obrolan, pandangan Hazel kembali menatap ke seberang sana, ke arah Altair yang entah sejak kapan menatapnya. Salah sudut bibir laki-laki itu tersungging tipis ketika Hazel tidak mengalihkan pandangan seperti sebelumnya.

***

Hazel tengah berada pantri membuat secangkir teh chamomile ketika telinganya mendengar suara pintu yang terbuka diikuti dengan langkah kaki yang perlahan-lahan terdengar semakin dekat. Sudut matanya melirik jam di dinding, pukul sebelas malam.

Tumben.

Ketika langkah kaki itu terdengar semakin mendekat, Hazel telah siap membawa teh chamomile buatannya ke dalam kamar.

“Belum tidur?” 

Langkahnya terhenti karena sosok Altair berdiri menghalangi jalannya.

Hazel hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan monoton tanpa menjawab. Karena hanya dari tatapannya saja ia seolah berkata, “are you blind?”

Ketika ingin melanjutkan langkah, Altair kembali menghalanginya. Bergeser ke kiri, lelaki itu mengikuti. Bergeser ke kanan, Altair melakukan hal yang sama.

Hazel berdecak. Menatap Altair malas. “What are you doing?”

Just wondering,” mata Altair menatap terang-terangan tubuh Hazel dari atas sampai bawah, “kenapa kamu cuma pake bathrobe aja malam-malam begini. Dan i’m pretty sure kamu tidak memakai apa pun lagi di dalamnya.”

“And what’s the problem?” tanggap Hazel datar, sembari tetap mempertahankan tatapan malasnya.

Salah satu sudut bibir Altair terangkat tipis. Mengambil cangkir teh di tangan Hazel, lalu menyeruputnya begitu saja. Memantik tatapan tidak suka dari perempuan di hadapannya.

“Aku bilang aku cuma penasaran aja.” menelengkan kepala kecil, seringai jail Altair mendadak terbit, “apa kamu memakai ini untuk menggodaku?”

Hazel kembali menatapnya malas. Tidak terprovokasi sama sekali.

Memilih tidak ingin meladeni laki-laki yang hanya membuang-buang waktunya saja, Hazel ingin melanjutkan langkah namun lagi-lagi langkahnya dihadang. Kali ini bahkan Altair memegang tangannya, mencium punggung tangannya begitu saja.

Hazel mengernyit. Menarik lepas tangannya kasar yang akan kembali Altair kecup.

“Are you drunk?”

Nooo, i’m very sober right now.”

“Then, why you acting like a weirdo?”

“I just kissed my fiance, apa aneh?”

Hazel menatap Altair seperkian detik, lalu kembali berbicara dengan suaranya yang tenang dan anggun itu. “Get out of my way, please! Atau aku buat kamu tidak bisa lagi berpacaran dengan mereka.” ancaman yang diucapkan dengan terlalu santai.

Altair menatapnya penuh ketertarikan. “Gimana cara kamu melakukannya?”

“Aku tahu dalam satu waktu kamu nggak berpacaran dengan satu wanita aja. Aku bisa bilang sama mereka kamu selingkuh.”

“Ops!” Tatapan Altair semakin menunjukkan ketertarikan. “Dan kamu berani mengatakan itu sama mereka?” salah satu sudut bibirnya terangkat tipis — memberi kesan mengejek. 

“Why should i not dare?” Hazel tidak terima diremehkan.

“Because you can’t.” Altair menggeleng. “Kamu nggak mungkin mau mengatakan itu sama mereka. Kamu bukan tipe orang seperti itu.”

“….”

“Membuang-buang waktu dan energi kamu untuk bicara sama mereka, kamu nggak mungkin mau melakukannya. Apalagi itu sama aja dengan kamu ikut campur ke dalam hubungan orang lain. Are you sure kamu bisa mengatakan aku selingkuh sama mereka? Hazel yang anggun dan berbudi luhur itu tiba-tiba mengatakan sesuatu yang buruk tentang orang lain. How can you say that?”

Lelaki di hadapannya ini memang sialan. Ia terlalu mengenalnya dengan baik.

“See? You can’t.” Sudut bibir Altair terangkat lebih tinggi dari sebelumnya. “Tapi… yah, kamu bisa melakukannya kalau mau mereka mengira kamu juga tergila-gila sama aku.”

Hazel spontan merotasikan bola mata. “In your wild dreams!” 

Of course hanya di mimpi liarku aja. Karena kenyataannya kamu nggak bisa aku miliki.”

Laki-laki ini pastilah memang sedang mabuk.

“Kamu mengira aku sendiri yang akan mengatakannya?” Hazel kembali menimpali santai. “Aku bisa meminta orang lain untuk bilang kamu tukang selingkuh sama mereka.”

“Siapa?” Sebelas alis Altair naik. “Your friends?”

Hazel mengangguk pasti — meskipun sejujurnya ia pun tidak yakin bisa mengatakan itu kepada dua temannya.

“Punya bukti?” Altair masih terlihat mengejek. “Kamu punya bukti aku selingkuh?”

Tidak ada sayangnya. Buktinya hanya dari asumsinya sendiri yang menduga Altair mempunyai perempuan lain saat sedang menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang lainnya. Itu sebabnya laki-laki itu mudah sekali mendapatkan pacar padahal belum lama putus. 

Well, pada dasarnya Hazel memang selalu memiliki prasangka buruk kepada laki-laki yang menjadi tunangannya itu.

“I don’t think you have one,” smirk-nya terbit dengan begitu menyebalkan.

Perdebatan tidak berfaedah ini rasanya akan semakin melebar saja jika terus ditanggapi, jadi Hazel memilih tidak lagi meresponsnya. 

Bergeser ke kanan ingin melanjutkan langkah, dengan menyebalkannya Altair kembali menjegal.

Hazel menatapnya kesal. “Stop it please. I’m so tired.”

Altair mengamati Hazel sesaat, lalu menyingkir dari hadapannya, mempersilahkan sang tunangan untuk melanjutkan langkah.

“Aku bawakan teh baru ke kamar kamu,” infonya, melihat sosok Hazel dari belakang.

“No, thanks,” balasnya datar. “Jangan masuk ke kamarku.”

Tidak didengarkan Altair. Karena saat Hazel keluar dari kamar mandi sehabis mengganti bathrobe-nya dengan piyama, laki-laki itu sudah ada di dalam kamarnya. Duduk di tepi kasur.

Ia sudah menduganya. Itu sebabnya memakai piyamanya di kamar mandi. 

“Bagian mana yang tidak kamu mengerti dari jangan masuk ke kamarku?”

“I just wanna come.”

“Go out. I want to sleep!”

“Pintunya nggak dikunci. Aku pikir kamu nggak sungguh-sungguh melarangku masuk.”

“Jangan pura-pura bodoh. Kamu yang mengambil kuncinya.”

Pintu kamar Hazel tidak bisa dikunci tanpa kunci. Setelah ini sepertinya Hazel akan mempertimbangkan untuk memasang smart door lock.

“Oh, am i?”

Oh, menyebalkan.

“Your tea,” sambung Altair kemudian. Mengedikkan dagu ke arah cangkir teh yang berada di nakas samping tempat tidur.

“Ok, thanks. Sekarang kamu pergi,” usir Hazel lagi.

Yang ditanggapi Altair dengan diam. Hanya mengamati paras cantik Hazel dalam binar mata yang teduh. Dan sepertinya memang tidak ada tanda-tanda laki-laki itu ingin pergi.

“Altair — “

“I want to sleep here.”

No. Tidur di kamar kamu.”

“Please….”

You drunk, Altair.”

I verry sober, Hazel. Aku bahkan nggak minum jenis alkohol apa pun.”

“Go to your room.” Hazel tidak goyah.

Please — “

“Go to your room, Altair. Please. I’m so tired. I wanna sleep now. Please, leave me alone!”

Altair diam. Menatap Hazel seperkian detik, sebelum suara beratnya itu terdengar sedikit memohon. “Kamu nggak bisa lebih lunak — “

“Kamu sadar kamu sangat menyebalkan sekarang?”

“Ok.” Altair bangkit berdiri. “Enjoy your sleep.” Bicaranya terdengar datar, begitu pun raut wajahnya. “I go out now, have a nice dream!” ucapan hangat yang tidak sejalan dengan nada bicaranya.

Menatap Altair yang menghilang di balik pintu yang ditutup, Hazel mengembuskan napas keras.

Apa sih mau laki-laki itu?

Setelah bersikap sebagai playboy yang haus akan wanita sekarang malah berlagak menginginkan perhatiannya.

Sangat menyebalkan.

 

tbc.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Short Story
Selanjutnya 2. Satu Atap [M]
27
5
Altair menahan tangannya ketika perempuan itu hendak memakai sepatu. “Kamu nggak pernah memakai baju yang memperlihatkan banyak kulit seperti ini.” pada dasarnya atasan Hazel memang tidak hanya memperlihatkan bahu, tapi lengan dan bagian atas dadanya. “Ganti — ““You so annoying, you know?” Hazel menyela, nada bicaranya dan tatapannya sangat tidak bersahabat. “Kamu nggak punya hak — ““Aku calon suami kamu. Setidaknya aku punya hak untuk melarang kamu — “Warning: Memuat konten dewasa
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan