
Sebelum Berpisah | Part 2
Agnita menguji Sankara untuk mencari kebenaran orientasi seksual pria itu. Agnita menduga bahwa bisa saja alasan Sankara tidak ingin bercerai karena ingin menyembunyikan fakta bahwa dia punyuka sesama jenis.
Bagian Dua : Sebelum Berpisah

"Terkadang ingatan bisa disamarkan oleh setitik puncak amarah."
"Jadi sebelum berpisah, mari saling mengingat"
***
Semuanya pasti setuju bahwa hari Minggu adalah hari yang tepat untuk bermalas-malasan. Hari dimana kita bisa rebahan dari pagi sampai malam, tanpa perlu memikirkan pekerjaan. Bahkan wanita ambis sekelas Agnita pun menyetujui hal tersebut. Lihatlah wanita itu baru keluar dari kamarnya ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang.
Dengan masih mengenakan kimono robe putih berbahan satin, Agnita keluar dari kamarnya. Wanita itu berjalan menuju dapur dengan rasa kantuk yang masih tertinggal. Sungguh Agnita hampir tidak tidur tadi malam lantaran harus membereskan keributan yang dibuat oleh salah satu artisnya.
Begitu ia sampai di lantai bawah ia langsung mendapati sosok Sankara yang tengah duduk di ruang tengah dengan laptop yang ada di hadapannya. Pria itu sudah nampak rapi walau hanya dengan memakai kaos hitam polos yang selalu menjadi andalannya ketika sedang di rumah.
Agnita tidak begitu kaget melihat pemandangan super produktif dari sang suami, mengingat mereka sudah tinggal selama satu tahun, jadi hal tersebut sudah biasa bagi Agnita. Walaupun awalnya ego Agnita sempat tergores, lantaran ada sosok lain yang ia temukan lebih produktif darinya. Bahkan ia sempat bertekad untuk menyaingi keproduktifan seorang Sankara di awal. Namun, pada akhirnya Agnita menyadari bahwa Sankara bukan saingannya. Itu bukan karena Sankara yang terlalu produktif, hanya saja setelan pabrik pria itu memang seperti itu.
Wanita itu kemudian berjalan menuju dapur dan menuangkan air ke dalam gelasnya. Sembari menegak air tersebut, tatapan Agnita terarah kepada Sankara. Sudah hampir satu minggu sejak pembicaraan malam itu, dan Agnita masih belum melakukan apapun.
Itu bukan karena Agnita menyerah, melainkan karena selama seminggu ini Agnita begitu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai lupa dengan rencana yang pernah dia susun. Alhasil ketika hari ini ia memiliki banyak waktu luang, muncul lah ide brilian untuk merealisasikan rencananya itu.
Hal pertama yang akan Agnita lakukan kepada Sankara tidak lain tidak bukan adalah membuat pria itu kehilangan kenyamanannya di rumah ini.
Selama satu tahun bersama, bukan hanya Agnita yang merasa kebebasan dengan tidak adanya interupsi dari sang suami. Melainkan Sankara pun demikian, pria itu mendapatkan segala ketenangan hidupnya, karena Agnita tidak pernah mengusik pria itu. Agnita juga mengikuti aturan-aturan dasar yang Sankara mau. Seperti tidak mengganggunya ketika sedang bekerja, tidak melakukan tindakan yang mencoreng reputasi Sankara sebagai menteri, dan beberapa hal lainnya.
Namun kali ini dia akan mulai melewati segala batasan milik Sankara. Dia akan membuat Sankara kehilangan ketenangan dan kenyamanannya, sehingga pria itu akan memikirkan kembali usulan cerai yang Agnita ajukan.
"Ini kan masih asumsi ya, Mbak. Tapi coba aja kalau lo mau buktiin Mas Sankara beneran homo atau ngga. Gampang kok caranya, lo tinggal coba nempel ke dia aja. Kalau dia menghindar apalagi keliatan risih, berarti emang bener."
Agnita melepas ikatan kimono robe miliknya, kemudian ia turunkan sedikit hingga mengekspos kulit bahu miliknya dan juga menampilkan night dress putih berbahan satin yang dia kenakan di dalamnya.
Lalu tanpa pikir panjang, Agnita langsung berjalan menuju sofa dimana Sankara tengah melangsungkan rapat online-nya. Wanita itu duduk di sebelah Sankara, dengan hanya menyisakan sedikit jarak di antara mereka. Sampai di sana, Sankara nampak masih tenang, dia bahkan tidak menengok ke arah Agnita sama sekali, seakan tidak merasa terusik dengan kehadiran wanita itu.
Sampai saat dimana Agnita tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke bahu pria itu, baru pada saat itu lah Sankara memberi respon.
"Maaf, sebentar." Sankara dengan sigap mematikan kamera dan mikrofonnya pada panggilan tersebut. Lalu pria itu menoleh ke arah Agnita. Sejenak, Sankara memerhatikan wajah wanita yang kini tengah tertidur di bahunya. Agnita terlihat begitu kelelahan, mungkin efek semalam wanita tersebut tidak tidur sama sekali. Sankara tahu, karena ia mendengar keributan yang Agnita buat di kamarnya saat ia sedang berada di ruang kerja yang kebetulan berada tepat di bawah kamar wanita itu.
"Tanisha." Masih dengan begitu tenang, Sankara memanggil nama tengah wanita itu.
Sedikit informasi bahwa panggilan tersebut bukan panggilan khusus apalagi panggilan sayang yang Sankara berikan pada Agnita. Melainkan itu adalah panggilan rumahan Agnita, yang akhirnya Sankara ikuti atas permintaan ibu mertuanya.
"Saya sedang rapat," lanjut Sankara karena tidak mendapatkan respon atas panggilannya tadi.
Agnita merespon dengan menggumam pelan, "Ngantuk," ucapnya yang terdengar seperti rengekan. Bahkan tanpa tahu diri wanita itu mengamit tangan Sankara dan merangkulnya, seakan sedang mencari posisi ternyaman dari pria itu.
"Kemarin kamu tidur jam berapa?" Masih dengan begitu tenang, Sankara mengajukan pertanyaan.
Agnita cukup kaget dengan respon Sankara. Ia padahal awalnya menduga Sankara akan dengan cepat menjauhkan tubuhnya dari Agnita begitu wanita itu mendekat. Bukan apa-apa, hanya saja Agnita tahu betul bahwa Sankara bukan tipikal pria yang suka disentuh. Bahkan sempat beberapa kali ia melihat Sankara menolak dengan cukup tegas, wanita yang hendak curi-curi kesempatan terhadapnya.
Namun yang membuat Agnita lebih kaget adalah, karena Sankara masih saja tenang disaat seperti ini. Tidak ada reaksi kaget ataupun tegang yang pria itu berikan saat Agnita merangkul tangannya secara tiba-tiba. Seolah pria itu ingin memberitahu bahwa sentuhan Agnita sama sekali tidak berarti baginya.
"I don't know, lupa," jawab Agnita.
"Kalau gitu kamu tidur lagi aja di kamar. Saya masih harus rapat. Posisi kamu sekarang tidak etis untuk diperlihatkan."
Jika Agnita saat ini tidak sedang dalam agenda mencari tahu orientasi seksual sang suami, sudah bisa dipastikan bahwa satu bogeman mentah sudah melayang tepat pada bibir Sankara. Perkataan Sankara tersebut benar-benar memicu emosi Agnita. Dia benar-benar benci ketika seorang laki-laki mendikte perempuan terkait apa yang pantas dan tidak pantas.
"Gamau, udah nyaman di sini." Sungguh Agnita mengutuk ide Tian yang satu ini. Bisa-bisanya lelaki itu menyuruh dirinya untuk bersikap layaknya wanita murahan yang selalu berkeliaran di sekitar Sankara.
"Ya sudah kalau maunya di sini, tapi pindah sedikit, ke sini," ucap Sankara kemudian.
Lagi-lagi Agnita dikagetkan dengan respon Sankara tersebut. Bahkan saking kagetnya, Agnita sampai langsung mengangkat kepalanya dan menatap ke arah pria itu. "Kemana?" tanya Agnita cepat.
Masih dengan tenang, Sankara menjawab pertanyaan Agnita dengan gerakan tangannya. Pria itu menepuk paha kanannya beberapa kali.
"Lo ... serius?" Agnita kehabisan kata-kata. "Lo ga ngerasa keganggu gitu?" tanya Agnita.
"Asal kamu ngga banyak gerak dan bersuara. Saya mau lanjut rapat sebentar." Tanpa permisi Sankara menarik bahu wanita itu dan mengarahkan kepala Agnita ke pangkuannya. Kemudian Sankara kembali melanjutkan rapatnya yang sempat terinterupsi karena kehadiran sang istri. Tentu setelah memajukan posisi laptop, sehingga kamera hanya menangkap figur dirinya dari kepala hingga dada.
"Maaf tadi ada sedikit interupsi, tadi pembahasan kita sudah sampai soal ..." Sankara betulan melanjutkan rapatnya dengan posisi Agnita yang tengah berbaring di pangkuannya.
Sankara benar-benar kelewat tenang dengan momen tak biasa seperti ini. Bahkan di sela-sela rapatnya, pria itu masih sempat membenarkan posisi kimono robe milik Agnita untuk menutupi kulit wanita itu yang terekspos.
Membuat Agnita tak bisa berkata-kata, selain memaki pria itu dalam hati.
Gila, Sankara benar-benar sudah gila!
***
Agnita gondok sejadi-jadinya, karena siang tadi dia betulan tertidur di pangkuan Sankara. Bahkan dengan sangat pulas, sampai tak mengingat kapan pria itu memindahkannya ke dalam kamar.
"Sumpah gue kesel banget sama lo," ucap Agnita kepada sosok di sebrang sana.
"Lah, Mbak, ngapain nyalahin gue?" tanya Tian tak terima. "Lo kali yang kelewat nyaman di deket Mas Sankara. Udah lama ga dimanja sama pejantan sih," celetuk Tian.
"Brengsek! Gue cuma ngantuk gara-gara begadang kemarin. Bianca bikin ulah lagi di Twitter, dia ngetweet soal pemerintahan. Ya lo tau sendiri, si Bianca ga begitu paham politik, tapi dikit-dikit speak up, ya abis itu dirujak warga Twitter, mana jadi trending nomor satu lagi. Itu kalau ga gue redam sama permohonan maaf dari Bianca, ditambah langsung gue alihin pakai hot news Baskara —yang awalnya masih gue simpen buat minggu depan, gue yakin brand-brand nya Bianca pasti pada minta cabut."
"Makanya punya hape tuh, dipakai. Ditelponin sama atasan berkali-kali ga diangkat. Makan gaji buta lo!" Kini giliran Agnita yang mencecar.
Tian cengengesan, "Ya sori, Mbak. Lagian itu udah diluar jam kerja, gue kan punya kesibukan sendiri."
"Iya, sibuk mepet talent baru gue," balas Agnita.
"Ya mending gue, daripada lo, Mbak, sibuk ngerusuhin suami sendiri biar diijinin cerai."
Agnita mendengus, "Rese lo ah! Udah, back to topic lagi."
"Ya gue ga bisa kasi tanggapan apa-apa, Mbak. Orang lo bukannya manfaatin kesempatan buat nyentuh doi makin intens, tapi malah tidur," ujar Tian.
"Tapi lo bayangin aja, dia bisa setenang itu padahal kita ga pernah sedeket itu," ujar Agnita.
"Yakin, Mbak?"
"Yakin apanya?"
"Ya lo yakin ga pernah sedeket itu sama Mas Sankara?" tanya Tian. "Kayak ga masuk akal aja gitu, kalian udah nikah setahun masa ga pernah ngapa-ngapain. Oke lah ga pernah tidur bareng, tapi ciuman masa ga pernah juga? At least pelukan deh."
"Ga pernah," jawab Agnita mutlak.
"Kalau gitu ya berarti emang ada yang salah sama Mas Sankara. Entah karena karakter doi emang kelewat lempeng, atau ya doi seratus persen gay," ujar Tian. "Makanya lo tuh, kalau mau ngetes jangan setengah-setengah, Mbak. Minimal sampai cipokan kek, atau lo telanjang depan dia, biar keliatan tuh respon dia kayak apa. Kalau cuma begitu mah, ga begitu doang mah, mana ngefek."
"Gampang lah itu. Nanti gue atur lagi. Pokoknya gue bakalan lakuin semuanya yang bisa bikin dia ga nyaman di deket gue, biar perlu gue gangguin kerjaannya sekalian, biar gue langsung di talak tiga," ujar Agnita sebelum akhirnya menyudahi pembicaraannya dengan Tian.
Sudah cukup ngerumpinya, kini Agnita harus kembali beraksi. Hari masih cukup panjang, dan dia sudah memutuskan untuk mendedikasikan hari liburnya kali ini untuk merusak ketenangan seorang.
[nonamerahmudaa]
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
