
Sebelum Berpisah | Part 15
Pada akhirnya Agnita sepakat untuk mengikuti syarat Sankara. Namun untuk itu dia membuat deretan perjanjian kontrak selama tiga bulan ke depan.
Bagian Lima Belas : Sebelum Berpisah

"Prasangka buruk itu bagaikan embun, yang dapat dengan mudah mengaburkan ingatan akan sesuatu yang sebenarnya terjadi."
"Jadi sebelum berpisah, mari mengulang kembali."
***
"Saya sudah tanyakan pada dokter kenalan saya tadi, katanya bisa untuk konsumsi ini dua tablet paling lambat 72 jam setelah berhubungan," jelas Sankara sembari memberikan kantung plastik di tangannya kepada Agnita. "Efek sampingnya mungkin bisa buat mood kamu jadi berubah-ubah, berat badan juga sama tubuh bagian atas kamu jadi lebih sensitif," tambahnya.
Sembari melihat keterangan pada obat tersebut, Agnita bertanya, "Harus banget nih, gue minum?" tanya wanita itu.
"Kalau kamu siap hamil saya tidak masalah. Kan saya sudah bilang, kalau saya suka anak kecil," ucap Sankara enteng. Pria yang sempat pergi itu kembali datang untuk menyodorkan segelas air kepada Agnita.
Agnita mencebik, "Emang ya, di dunia ini tuh semua beban harus ditanggung sama wanita. Bahkan sampai urusan pembuahan, kita juga yang harus nyegah sama nanggung efek sampingnya. Laki mah, bagian enaknya doang." Sambil mengomel, wanita itu menerima pil yang telah dibukakan oleh Sankara.
Pria itu tersenyum sembari mengelus puncak kepala Agnita. "Lain kali saya janji lebih jaga jaga lagi."
Agnita mendelik, ditelannya air beserta pil yang ada di dalam mulut lalu langsung membalas, "What do you mean lain kali?" tanya Agnita penuh penekanan. "Lo ngga baca syarat yang gue kasi, hah?!" Wanita itu menaruh gelas di tangannya dengan kasar, lalu beralih memberikan buku berisikan tulisan penuhnya yang tadi sudah sempat ia kirimkan melalui chat.
Sankara mengambil tempat duduk di sebelah Agnita. Ia mengenakan kacamata yang bertengger di kemejanya, lalu membaca dengan cermat persyaratan yang diajukan oleh sang wanita.
PERJANJIAN PERNIKAHAN SELAMA TIGA BULAN KE DEPAN
Tanggal : 20 November 2023
Pihak Pertama :
Nama Lengkap : Agnita Tanisha Putri Hirawan
Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Desember 1995
No Telp : 085167196***
Pihak Kedua :
Nama Lengkap : Raden Sankara Adi Admoejo
Tanggal Lahir : Surakarta, 11 Desember 1991
No Telp : 081902892***
Pihak Pertama dan Pihak Kedua, selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak", setuju untuk menjalani kehidupan sebagai suami istri sesuai dengan standarisasi masing-masing selama tiga bulan ke depan, dengan catatan sebagai berikut :
1. Para Pihak setuju dalam jangka waktu tiga bulan ke depan, tidak akan menjalin kontak fisik dalam bentuk apapun.
2. Para Pihak sepakat untuk menghormati privasi serta ruang pribadi masing-masing.
3. Para Pihak setuju untuk tidak ikut campur perihal pekerjaan kedua belah pihak.
4. Para Pihak setuju untuk tidak menerapkan sistem patriarki selama jangka waktu yang berlaku.
Apabila Pihak Kedua melanggar perjanjian di atas, Pihak Pertama berhak menuntut haknya atas tanda tangan gugatan cerai tanpa menunggu tiga bulan waktu perjanjian di atas.
"Udah buruan, tanda tanganin!" suruh Agnita. Wanita itu menyodorkan pulpen miliknya.
"Saya mau ada perubahan untuk isinya, baru saya mau tanda tangani," ucap Sankara. Ia menatap Agnita dengan kacamata yang masih bertanggar di batang hidungnya, yang entah kenapa membuat Sankara terkesan mengintimidasi.
"Dih, apaan? Kan lo sendiri yang bilang gue boleh buat surat perjanjian untuk melindungi hak-hak gue supaya ga lo tindas selama tiga bulan ke depan!" protes Agnita tak terima.
"Dan saya juga bilang asal masuk akal dan sesuai tidak keluar dari kesepakatan."
"Emang yang ngga masuk akalnya dimana?"
"Poin pertama, saya keberatan untuk ini. Selama tiga bulan ke depan saya tidak mau lagi ada pembatasan soal kontak fisik."
"Tunggu, tunggu, maksud lo gimana?"
"Kita suami istri, sah sah saja kalau memang ada kontak fisik yang terjadi, apalagi nanti kita akan sekamar. Dan saya rasa untuk urusan ini, sepertinya tubuh kita sama-sama cocok. Kamu puas dengan service saya, dan kalau saya pribadi tidak masalah dengan cara amatiran kamu, bisa ber-progress seiring waktu." Dengan entengnya Sankara mendikte Agnita perihal performa 'hubungan badan' mereka, membuat mata wanita itu mendelik, syok mendengarnya.
"Sumpah! Gue baru tau kalau seorang Raden Sankara Adi Admoejo itu narsistik parah! Lo gamau periksa diri lo ke psikiater hah?!" Agnita meninggikan suaranya. "Apa lo bilang tadi? Gue puas?! I don't even remember what it felt like, because you did it while i was drunk!"
"You want me to do it when you're sober, like right now? Saya ngga masalah, kalau memang kamu lupa. Saya bisa bantu ingatkan kembali," jawab Sankara cuek, seolah hal yang ia bicarakan tidak berarti apa-apa.
Agnita mengepalkan tangannya kuat-kuat berusaha menahan diri tidak mencakar wajah pria itu. "Lo tuh, kenapa sih? Bukannya selama ini lo ngga masalah sama peraturan ini? Lo sendiri yang bilang kan, kalau lo nikah sama gue bukan demi kebutuhan biologis. Dan lo fine fine aja selama satu tahun ini tanpa itu."
Sankara mengangguk.
"Terus?"
"Berubah pikiran," jawab Sankara tanpa beban.
"Sumpah lo tuh— ARGH!!!" Agnita mengepalkan kedua tangannya di depan wajah Sankara saking gemasnya. "Gue kan udah bilang, gue ga masalah kalau lo sama cewek lain."
"Saya masalah kalau kamu sama laki-laki lain."
"Ya? Terus? Apaan sih? Ini gue lagi bahas lo! Alias gue bebasin lo kalau mau ngelakuin sama siapapun, Bapak Sankara!" ujar Agnita gemas.
"Dan saya cuma mau sama istri saya, Ibu Agnita," balas Sankara lagi.
"Seriusan, gue bakal bantuin cariin, yang sesuai selera lo. Pokoknya tinggal bilang lo mau yang kayak gimana, gue bakal cariin!"
"Selera saya kamu."
"Anjing! Sejak kapan? Gue tau ya selera lo kayak apa! Jangan ngaco!"
"Sejak semalam."
Untuk pertama kalinya, Agnita dibuat kehabisan kata-kata oleh Sankara. Sungguh wanita itu benar-benar tak tahu harus menjawab apa lagi, padahal tingkat kekesalannya benar-benar di puncak.
"Poin pertama tidak akan saya hapus, tapi bahasanya akan saya ubah, begitu juga dengan poin yang lainnya." ujar Sankara sembari mencorat-coret isi perjanjian tersebut.
1. Para Pihak setuju untuk mengedepankan kenyamanan satu sama lain baik dalam kontak fisik, maupun hal yang lainnya.
2. Para Pihak sepakat untuk menghormati privasi serta ruang pribadi masing-masing, namun juga harus saling terbuka satu sama lain.
3. Para Pihak setuju untuk tidak mengganggu pekerjaan satu sama lain.
4. Para Pihak setuju untuk menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami dan istri sebagai mana mestinya selama kurun waktu yang ditentukan.
5. Para Pihak setuju untuk menjaga batasan dengan lawan jenis, sebagai bentuk tanggung jawab antar pasangan suami istri.
Apabila Pihak Kedua melanggar perjanjian di atas, Pihak Pertama berhak menuntut haknya atas tanda tangan gugatan cerai tanpa menunggu tiga bulan waktu perjanjian di atas. Dan apabila Pihak Pertama tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri selama kurun waktu tiga bulan, maka Pihak Kedua berhak mengambil keputusan terkait pernikahan mereka kedepannya.
"Ini kenapa semuanya jadi diubah total?" protes Agnita. "Ini juga bagian paling pentingnya, soal patriarki lo hapusin!"
"Saya tidak menghapus, tapi membuat poin pasal yang tadinya berat sebelah menjadi setara," ujar Sankara.
"Setara dari mananya? Dari awal tuh kedudukan laki-laki dan perempuan ngga pernah setara di society. Terus siapa yang bisa mastiin kalau lo ngga bakalan pakai pola pikir patriarki dalam menuntut hak dan kewajiban seorang istri nantinya?" tanya Agnita.
"Ngga akan, Tanisha. Kamu hidup sama saya sudah satu tahun, memang selama ini kamu pernah melihat saya menekan kamu dengan konsep patriarki?" tanya Sankara.
"Ya, karena gue udah kasi peraturan di awal, makanya lo ngga berani. Dan sekarang lo pengen hancurin peraturan itu lewat peraturan lo sendiri!"
"Kamu beneran berpikir kalau saya tidak berani selama ini?" tanya Sankara.
"Kan! Belum juga gue setuju, lo udah mau mengancam gue kayak gini. Gimana jadinya kalau nanti gue setuju? Bisa-bisa lo maksa gue buat tunduk sama semua omongan lo. Lo pasti pengen ngerealisasikan ide istri ideal yang lo punya itu!"
Sankara menghela napas, cukup lelah berdebat dengan Agnita ketika bahkan ia belum sempat mengganti baju. "Oke, kalau kamu khawatir soal hal itu, kamu bisa minta apapun ke saya, tiap kali saya meminta sesuatu ke kamu, asal yang masuk akal dan tidak melanggar perjanjian. Ini penawaran terakhir saya."
Kali ini sepertinya Agnita tampak tertarik. "Maksud lo gue bisa minta sesuatu juga tiap kali lo minta sesuatu? Kalau gue yang minta duluan gimana?"
"Tidak masalah." Sankara menatap Agnita, "Gimana? Deal?" Sankara mengulurkan tangannya.
Untuk beberapa saat Agnita sempat hanya menatap ke arah Sankara. Walau pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk menjabat tangan Sankara. "Oke fine, kalau gitu."
Ah, momen ini jadi membuat keduanya selama beberapa saat terlempar pada memori satu tahun lalu. Saat dimana keduanya baru pertama kali bertemu.
[nonamerahmudaa]
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
