Hai, Ini adalah cerpen pertama yang aku tulis pada awal tahun dan saat itu aku baru mulai belajar menulis. Harap maklum kalau diksi dan PUEBI masih berantakan.
Cerpen ini udah pernah aku publish di grup FB Komunitas Bisa Menulis dan waktu itu dapat 8k likes. Sekarang aku putuskan untuk publish di sini.
Boleh banget kalau mau kasih kritik dan saran. Aku akan dengan senang hati menerimanya.
Selamat membaca
“Na, aku akan menikah dengan wanita pilihanku. Tolong doakan dan maafkan aku,” katanya di telepon setelah aku mengatakan ‘halo.’
Aku diam sesaat untuk mencerna kata-katanya.
“Kapan?”tanyaku dengan suara bergetar.
“Besok … aku tutup teleponnya, Na. Aku dipanggil Bapak---”
“Kamu jahat!” Aku menjerit.
Dia mengembuskan napas panjang. “Aku hanya ingin menyampaikan itu saja. Sekali lagi maafkan aku.” Setelah itu dia memutus sambungan telepon begitu saja.
Aku menjatuhkan ponsel di sisi tubuhku. Besok dia akan menikah? Laki-laki yang berjanji akan menikahiku pada tiga tahun yang lalu, sesaat setelah wisuda.
Aku menangis histeris di dalam kamar. Mama menghampiri kemudian menenangkanku.
“Ya, ampun, Nak. Kamu kenapa, Sayang?” kata Mama sambil memelukku.
“Satya, Ma. besok dia akan menikah, tetapi dengan orang lain,” jawabku sesunggukan.
“Bukannya dia berjanji akan menikahimu setelah kepulangannya dari satgas di luar negeri?” tanya Mama sembari mengeratkan pelukannya di tubuhku.
“Aku gak tau, Ma. Tiba-tiba dia telepon kasih tau kalau besok dia nikah. Jahat dia, Ma. Jahat banget.”
Mama terus memelukku, sambil membisikan kata-kata menenangkan yang semakin membuat air mataku gak berhenti. Entah berapa lama aku menangis hingga tertidur.
Aku terbangun saat hari sudah pagi. Mataku bengkak. Aku jadi malas beranjak dari tempat tidur. Badanku terlalu lemah untuk beraktivitas.
Aku kembali menenitikan air mata karena mengingat kejadian semalam. Otakku kembali memutar potongan kenangan kami berdua, termasuk mengingat alasannya belum menikahiku. Dia beralasan masih ingin membahagiakan orang tuanya setelah mendapat pekerjaan dan masih menabung untuk pernikahan kami kelak.
Selama dia mencari kerja aku mendukungnya. Menemaninya latihan fisik dan mendukung disetiap proses seleksinya sampai dia diterima menjadi Perwira Prajurit Karir.
Aku bertanya-tanya, mengapa dia tega mengkhianatiku? Siapa perempuan yang membuat perasaannya mudah berpaling?
Aku mengambil ponsel dan membuka sosial media, hari ini aku harus mencari tahu informasi tentangnya dan calon istrinya.
Di beranda sosial media Silvi, adik perempuan Satya, terpampang foto pertunangan Satya dengan seorang perempuan cantik yang diunggah, bernama Saskia Dewi. Aku kembali menangis saat membuka profil Saskia Dewi.
Aku kalah telak dari segi fisik dan profesi. Aku hanya seorang sarjana akuntansi yang masih menganggur, pasti kalah dengan seorang dokter.
Wanita ini kelihatan berkelas, banyak prestasi yang ditulis di bio media sosialnya. Aku ini siapa? Selama kuliah hanya seorang mahasiswi pemalas yang kurang pergaulan dan nggak pernah mengikuti organisasi atau perlombaan apapun. Lulus kuliah juga telat di semester ke 11 dengan IPK 2,80.
Sangat wajar jika laki-laki tampan dan pintar seperti Satya memilih perempuan yang selevel dengannya.
Aku terus menyalahkan diriku yang tidak berguna, tidak memiliki kelebihan apapun, malas merawat diri sehingga pantas ditinggal nikah.
Aku semakin tertutup karena rendah diri, menyalahkan diri sendiri dan membandingkan hidupku dengan mereka yang sudah berbahagia. Bahkan aku menghindari pertemuan dengan teman-teman semasa kuliah karena malu. Hanya aku yang masih menganggur.
***
Sudah enam bulan sejak mereka menikah dan aku masih menyakiti diri dengan setiap hari melihat postingan Satya dan istrinya menggunakan akun palsu. Istri Satya sedang hamil empat bulan. Satya kelihatan sangat menyayangi dan membanggakan istrinya karena dia sering membuat tulisan romantis dan kalimat-kalimat pujian pada setiap unggahannya. Berbeda waktu dia masih bersamaku, gak pernah satu kali pun dia menggunggah foto diriku di media sosialnya.
Saat hari libur nasional, ada yang mengetuk pintu rumah ketika aku sedang membaca novel. Aku sangat terkejut saat membuka pintu ternyata ada Sarah, Andini, Ruly, Widia dan Eko. Mereka adalah sahabat-sahabat waktu aku kuliah.
“Untuk apa kalian ke sini?” tanyaku spontan karena terkejut.
“Mau mengunjungi teman kita yang sombong banget. Udah gak mau lagi ngumpul bareng kita,” ucap Andini yang tanpa permisi langsung masuk ke dalam rumah setelah melepas sepatunya di depan pintu, kemudian disusul oleh teman-teman yang lain.
“Kalian nggak kasih tau aku, sih? Mana aku belum mandi?” sungutku.
“Kalau kita kasih tau kamu pasti banyak alasan,” sambung Eko.
Sarah membuka tas kain yang dibawanya dan mengeluarkan berbagai macam snack dan minuman. Kata mereka nggak mau merepotkanku. Makanya sengaja beli snack di minimarket dekat rumah.
“Nana, aku ada informasi lowongan pekerjaan. Minggu depan batas masukin lamaran, kamu ikut ya.” Ruly menyodorkan PDF yang dia buka di ponselnya padaku.
“Nanti aku coba deh. Makasih untuk informasinya, ya.” Aku terharu dengan perhatian mereka.
Sahabatku ini memang sengaja datang untuk menghiburku dengan menbawa banyak topik yang buat aku ketawa. Walaupun mereka tau aku ditinggal nikah, tapi nggak ada satupun yang menyinggungnya.
“Kita sayang sama kamu, Na. Kamu harus melangkah terus ya, walaupun berat tapi ada kami sahabatmu yang selalu siap dengar keluh kesahmu. Jangan pernah merasa sendiri. Ingat kata-kata kita waktu satu per satu wisuda, ‘see you on top’. Kamu masih ingat ‘kan? Kita harus sukses bareng-bareng.”
Kata-kata Widia membuatku menangis, merutuki kebodohan yang sudah aku lakukan. Hanya karena laki-laki aku menutup masa depanku sendiri. Dia sudah bahagia dengan kehidupannya, mengapa aku membiarkan hidupku jalan di tempat?
Dua hari setelah kunjungan sahabat-sahabatku, aku banyak merenung akan masa depanku. Hingga malam ini aku membuat keputusan, tak akan mengambil tawaran pekerjaan dari Ruly, tetapi aku memilih jalan lain.
Aku ingin menyampaikan keinginan ini kepada Mama. Saat hendak masuk ke kamar Mama, aku mendengar Mama sedang berbicara dalam tangis.
Mama sedang mengadu pada Tuhan untuk masa depanku. Berdoa meminta pada-Nya untuk aku diberikan pekerjaan, diberikan kebahagiaan dan bisa mendapat pengganti Satya yang jauh lebih baik.
Begitu Mama selesai berdoa, aku masuk ke kamar dengan berurai air mata.
“Mama, maafin aku,” kataku dengan suara serak sambil memeluk Mama.
Rasanya familiar seperti enam bulan yang lalu, tetapi kali ini berbeda. Aku sedih karena telah membuat Mama harus menanggung beban pikiran akibat ulahku.
“Aku masih belum bisa membahagiakan Mama. Hanya karena masalah cinta aku sampai melupakan masa depanku. Maafin aku, Ma.”
Mama ikut menangis.
Mama melepaskan pelukan dan mencium seluruh wajahku.
“Nggak perlu minta maaf, Nak. Memang belum waktunya kamu mendapatkan pekerjaan. Mama tetap bangga sama Kamu. Mama percaya suatu saat kamu akan menjadi orang sukses.”
“Makasih Mama. Aku sayang Mama.” Aku menikmati pelukan Mama beberapa saat kemudian menyampaikan satu keinginanku yang dulu pernah aku impikan. “Ma, tadi ada info lowongan pekerjaan, tapi kayaknya aku gak mau kerja dulu. Boleh gak, aku lanjut S2 di luar kota? Maaf masih harus merepotkan Mama lagi.”
Mama reflek tersenyum memamerkan giginya kemudian mengelus pipiku pelan, “Serius, Nak? Mama senang banget, Papa kamu juga pasti senang sekali di atas sana. Soalnya ini salah satu impian Almarhum Papa bisa lihat kamu S2. Tanpa Mama minta kamu melanjutkan sekolah, kamu udah mau sendiri. Kamu mau ambil S2 apa, di mana dan kapan kamu mulai daftar, Nak?” seru Mama semringah.
Aku tertawa geli melihat respon Mama, tapi sedih juga di saat yang bersamaan muncul rasa rindu pada Papa yang udah meninggal ketika aku kuliah semester satu. Papa meninggalkan warisan berupa toko sembako yang selalu ramai di datangi pembeli dan dua rumah kontrakan sehingga membuat kami gak kesusahan waktu ditinggal Papa.
“Aku nantinya mau jadi auditor. Makanya mau ambil S2 yang sekalian dengan profesi akuntan. Aku baru lihat infonya mungkin besok aku tanya-tanya lagi. Mungkin di Malang, Ma .,. tapi, gak apa-apa aku tinggalin Mama sendiri?”
“Kamu jangan pikirin Mama. Gak apa-apa, Nak. Kamu ke luar negeri sekalipun Mama akan dukung kamu. Di sini saudaramu banyak yang temani Mama. Kamu jangan khawatir.”
***
Selama kuliah S1 aku gak pernah ikut organisasi, jadi disela kuliah S2, aku terlibat di beberapa kegiatan menjadi relawan dan organisasi lain. Selain itu, aku rutin membuat konten edukasi dan konten positif lainnya di media sosialku, yang ternyata mendapat respon positif dan mendatangkan banyak follower. Semua ini untuk menunjang CV-ku nanti ketika melamar jadi auditor. Menurutku zaman sekarang, sosial media kita jadi penilaian ketika melamar pekerjaan. Jadi, sebisa mungkin untuk membuat konten bermanfaat agar dapat menjadi pertimbangan HRD jika ingin merekrut kita.
Aku juga sedikit mengubah penampilanku. Rutin memakai skincare, merawat rambut, dan mengganti gaya berpakaian. Semakin hari, merasa diriku jadi lebih baik, lebih bahagia karena bisa bawa dampak positif untuk diri sendiri dan orang lain.
Aku bersyukur bisa lulus magister akuntansi dan pendidikan profesi akuntan tepat waktu, tanpa ada pengulangan dengan predikat Cum Laude karena aku belajar dengan tekun. Di akhir semester kedua, aku mengikuti ujian CA (Chartered Accountant)--sebagai kualifikasi akuntan profesional dan ujian akhir profesi akuntan. Aku satu-satunya yang lulus ujian CA di kelasku. Sedangkan teman-temanku yang lain harus mengulang mengikuti ujian CA di semester depan.
Sudah sejak lama aku menyematkan predikat buruk mulai dari anak jelek, anak bodoh, anak cupu dan lainnya untuk diriku sendiri. Ternyata aku salah. Jika aku berusaha untuk mengubah diri, mengubah pola pikir dan mau belajar, pasti bisa kok.
***
Aku sudah memaafkan Satya, aku mau menjalani hidup dengan perasaan damai. Dulu aku masih sering mengungkit kebaikanku padanya, tetapi aku sadar semua yang aku lakukan saat itu atas dasar sukarela. Dulu aku ikhlas melakukannya atas dasar cinta. Tidak ada yang memaksa. Aku gak mau punya mental korban yang hanya bisa terpuruk dan seumur hidup menyalahkan orang lain.
Aku ingin menjadi orang sukses bukan karena ingin membalas dendam padanya, karena dia tidak seberharga itu untuk kujadikan alasan sukses. Aku ingin sukses untuk membanggakan Mama, diriku sendiri, keluarga besar, dan semua orang yang menyayangiku.
Selanjutnya, aku mengikuti seleksi menjadi auditor di salah satu Kantor Akuntan Public Big 4 yang memiliki cabang di Indonesia. Saingannya berat banget tapi aku bersyukur bisa lulus.
Pekerjaan ini gak mudah. Aku sering lembur, tetapi aku sangat menikmatinya karena aku bisa jalan-jalan ke berbagai daerah di Indonesia. Lewat pekerjaan ini aku bisa membeli kendaraan, rumah dan beberapa investasi surat berharga.
Saat masuk tahun keempat sebagai auditor, Mama pergi menyusul Papa. Aku sedih sekali dan mengalami titik terendah dalam hidup. Namun, di tengah kesedihan terdalamku, Tuhan menghadirkan seorang penghibur yang akhirnya menjadi suamiku. Dia seorang pria berwibawa, bertanggung jawab, penyayang, dan berprofesi sebagai TNI AD Perwira Menengah.
Satu tahun kemudian, aku menikah dengannya, lalu dengan sukarela memutuskan resign dan memilih menemani suamiku bertugas di manapun dia ditempatkan. Beberapa bulan setelah menikah, suamiku di tugaskan menjadi komandan di sebuah batalyon, yang ternyata di sana juga tempat Satya bertugas. Awalnya sangat canggung bertemu dengannya, tetapi aku berusaha untuk santai. Toh, semua sudah berlalu. Kami juga sudah bahagia dengan keluarga masing-masing.
Aku sangat bersyukur menikah dengan suamiku saat ini. Dia luar biasa baik, sabar, humoris dan selalu mendukung hal positif yang aku lakukan.
Walaupun aku sudah resign, tapi aku tetap produktif dan bisa menghasilakan uang dari rumah dengan membuka kelas online akuntansi dan persiapan ujian CA.
Andai dulu, motivasi aku untuk sukses adalah ingin membuat mantan menyesal, pasti sekarang aku akan makan hati melihat kehidupan mantan yang bahagia dengan istri dan kedua anaknya. Namun, ketika aku sukses untuk membahagiakan diriku sendiri dan sudah memaafkan dia, aku ikut bahagia ketika melihatnya bahagia.
Rencana Tuhan selalu baik dalam hidupku. Patah hatiku dulu, hanya sebagai efek kejut untuk aku bisa menggali semua potensi yang ada dalam diriku. Jika saat ini aku masih bersama Satya, aku gak yakin hidupku akan mengalami perubahan seperti sekarang.
FIN
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
