Bab 1 (Puisi dan Pelarian)

1
1
Deskripsi

Sebuah Buku Catatan Usang Menyimpan Rahasia Hati...

Di antara lembaran usang buku catatan ayahnya, Lia menemukan dunia kata yang menenangkan. Di sanalah, puisi-puisi tentang seorang bernama Arya terukir. Senyumnya menghangatkan, matanya menyimpan misteri. Jantung Lia berdebar setiap kali bersamanya, namun bibirnya kelu.

Hingga sebuah sore di perpustakaan, rahasia itu nyaris terbongkar oleh sahabatnya. Namun, takdir punya rencana lain. Buku catatan itu terjatuh, dan di sanalah, Arya menemukan untaian...

Puisi dan Pelarian

 

Lia membaca halaman buku catatan usang, peninggalan almarhum ayahnya. Aroma tinta dan kertas tua selalu membuatnya merasa dekat dengan sosok yang dirindukannya. Di sanalah, di antara bait-bait puisi yang mengalir dari hatinya, ia menuangkan segala rasa yang tak terucap. Sore itu, di sudut perpustakaan yang sunyi, Lia kembali menulis puisi. Tentang Arya.


Arya. Bukan nama asing di telinga Lia. Teman sekelasnya, dengan senyum yang menghangatkan suasana dan mata yang seolah menyimpan sejuta rahasia. Lia tak tahu kapan perasaan itu muncul. Yang ia tahu, setiap kali Arya ada di dekatnya, jantungnya berdetak lebih kencang, dan kata-kata indah seolah menari-nari di benaknya.


Namun, kata-kata itu hanya terukir di halaman buku catatan. Tak ada satu pun yang berani Lia ucapkan. Rasa takut serta keraguan mengikat lidahnya, membuatnya memilih untuk menyimpan perasaan itu rapat-rapat.


"Lia, ngelamun aja." Suara Rina membuyarkan lamunan Lia. Sahabatnya itu duduk di hadapannya, menatapnya dengan tatapan penuh tanya.


Lia tersenyum tipis, menutup buku catatannya. "Lagi nyari inspirasi buat tugas pelajaran Bahasa Indonesia, Rin."


Rina mengangkat alisnya, tak percaya. "Inspirasi? Kamu kan sudah seperti kamus puisi berjalan, Lia. Pasti udah selesai dari kemarin."


Lia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Hujan mulai turun, menciptakan suasana sendu yang entah kenapa terasa pas dengan perasaannya.


"Kadang, ada kata-kata yang lebih indah kalau cuma ditulis, Rin," gumam Lia pelan.


"Maksud kamu, puisi buat Arya?" tebak Rina, langsung tepat sasaran.


Lia tersentak, menatap Rina dengan mata membulat. "Kok kamu tahu?"


Rina tersenyum lembut. "Aku sahabatmu, Lia. Aku tahu setiap detak jantungmu. Dan aku tahu, buku catatan itu jadi saksi bisu perasaanmu."


Lia menunduk, tak mampu menyembunyikan rona merah di pipinya. "Aku takut, Rin. Aku takut dia nggak merasakan hal yang sama. Aku takut... semuanya berubah."


Tiba-tiba, suara keras menginterupsi percakapan mereka. Buku catatan puisi Lia terjatuh dari genggamannya, dan tergeletak terbuka di lantai. Seorang siswa laki-laki, yang kebetulan lewat, membungkuk dan mengambilnya.


"Maaf, Lia," ucapnya, mengembalikan buku itu. "Tapi, puisimu bagus-bagus banget."


Lia terdiam, jantungnya berdebar kencang. Siswa itu, ternyata Arya.


Arya tersenyum manis, matanya menatap Lia dengan tatapan yang sungguh sulit diartikan dan entah kenapa ada sesuatu. "Aku suka banget sama kata-katamu. Boleh aku baca lagi?"


Lia mengangguk kaku, tak mampu mengeluarkan suara. Sejak saat itu, setiap kali Arya mendekat, jantung Lia berdetak tak karuan dan tak terbendung. Ia merasa, seperti di dalam mimpi.


Namun, mimpi itu berubah menjadi mimpi buruk, keesokan harinya.


Keesokan harinya, suasana sekolah terasa berbeda. Ada bisik-bisik aneh di sepanjang lorong, tatapan curiga, dan raut wajah tegang. Lia, yang masih melayang dalam kebahagiaan semu akibat interaksinya dengan Arya kemarin, merasa bingung.


"Ada apa sih?" tanyanya pada Rina, yang tampak gelisah.


Rina menatapnya dengan wajah serius. "Kamu belum dengar, Lia?"


Lia menggeleng. "Dengar apa?"


Rina menarik napas dalam-dalam. "Arya... dia..." Rina terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Dia ditangkap polisi."


Lia terkejut, tak percaya apa yang didengarnya. "Ditangkap? Kenapa?"


"Dia... dia melakukan sesuatu yang buruk, Lia," jawab Rina pelan. "Sesuatu yang... menjijikkan."


Rina kemudian menceritakan detail yang didengarnya. Arya dituduh melakukan pelecehan terhadap seorang siswi. Lia merasa dunianya runtuh. Sosok Arya yang selama ini ia kagumi, sosok yang ia tuangkan dalam puisi-puisinya, ternyata menyimpan sisi gelap yang mengerikan.


Lia merasa mual. Ia teringat tatapan mata Arya saat membaca puisinya, senyumnya yang sungguh mempesona. Sekarang, semua itu terasa palsu, menjijikkan. Sekarang Lia tahu, arti dari sebuah rasa.


Siang itu, Lia melihat seorang siswi duduk sendirian di bangku taman belakang sekolah. Wajahnya pucat, matanya sembab. Lia tahu, itu siswi yang menjadi korban cinta palsunya Arya. Dengan ragu, Lia mendekatinya.


"Hai," sapa Lia pelan.


Siswi itu termenung, menatap Lia dengan tatapan yang kosong, entah apa yang ingin dikatakannya.


"Aku Lia," kata Lia, mengulurkan tangannya. "Aku... aku minta maaf."


Siswi itu menatap Lia, lalu tersenyum tipis. "Namaku Mia."


Lia duduk di samping Mia, berhimpitan, dan mereka berdua terdiam sejenak. Suasana canggung menyelimuti mereka.


"Aku... aku juga suka puisi," kata Mia tiba-tiba.


Lia menatap Mia, terkejut. "Benarkah?"


Mia mengangguk. "Aku tak sengaja pernah baca puisi-puisi di buku catatan itu. Bagus-bagus banget."


Lia terdiam. Ia tak menyangka, Mia, korban Arya, ternyata membaca puisi-puisinya.


"Aku... aku nggak tahu harus bilang apa," kata Lia pelan.


Mia tersenyum pahit. "Nggak apa-apa. Aku tahu, kamu nggak salah. Kita berdua korban, kan?"


Lia mengangguk, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia merasa, di tengah-tengah kekacauan ini, ia menemukan seorang yang dapat mengerti perasaannya.


Sejak saat itu, Lia dan Mia menjadi sahabat. Mereka berdua sama-sama korban, walaupun korban yang berbeda. Mereka berdua belajar untuk bangkit dari rasa sakit, dan menemukan kekuatan dalam kata-kata.


Beberapa hari berlalu, suasana sekolah masih terasa suram. Kabar tentang Arya langsung menyebar cepat, dan setiap tatapan yang Lia terima terasa seperti tuduhan. Ia merasa terasing, seakan ia ikut merasa bersalah atas perbuatan yang dilakukan oleh Arya.


Kemudian, sebuah berita mengejutkan datang. Penjara tempat Arya ditahan mengalami kebakaran hebat. Entah bagaimana, banyak tahanan berhasil melarikan diri, termasuk Arya. Kabar itu membuat bulu kuduk Lia meremang. Ia merasa seperti berada dalam film hantu yang begitu menyeramkan, di mana sang penjahat berhasil lolos dari hukum.


Ketakutan Lia semakin terasa ketika ia menerima selembar kertas bertuliskan sesuatu. "Kita perlu bicara, Lia. Tempat biasa."


"Tempat biasa?" gumam Lia, tangannya gemetar. Ia tahu persis apa yang dimaksud dengan "tempat biasa". Gedung kosong di dekat pelabuhan, tempat di mana ia dan Arya sering menghabiskan waktu bersama. Tempat di mana ia pernah merasa bahagia, kini menjadi ketakutan terbesarnya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Cinta
Selanjutnya Bab 2 (Jejak yang Hilang)
0
0
Gedung Kosong di Tepi Laut Menyimpan Janji dan Bahaya...Di tengah deburan ombak dan hembusan angin malam, Lia, Mia, dan Rina memberanikan diri memasuki bangunan angker itu. Sebuah pesan misterius dari Arya menarik mereka ke sana. Apa sebenarnya yang ingin ia jelaskan di tempat sunyi dan mencekam itu?Di ujung lorong gelap, sosok Arya muncul. Namun, ada yang berbeda darinya. Wajahnya pucat, matanya kosong. Sebuah pengakuan tentang masa lalu kelamnya terungkap, membuat bulu kuduk berdiri. Tapi, bisakah masa lalu membenarkan perbuatannya?...Hingga Kekerasan Memecah Kegelapan.Penolakan Lia membakar amarah Arya. Sebuah pisau lipat tiba-tiba terhunus, mengarah pada Mia! Pertarungan sengit tak terhindarkan, meninggalkan luka dan trauma mendalam. Dengan sisa keberanian, mereka berhasil mengusir Arya, namun ancamannya menggema di kegelapan.Lalu, Sebuah Kejadian Mengerikan di Jalanan...Dalam perjalanan pulang yang penuh ketegangan, mereka menemukan kerumunan orang. Di bawah lampu jalan yang remang, tergeletak sesosok tubuh yang hancur. Mereka terbelalak. Itu Arya! Kecelakaan tragis? Tapi kenapa ia berada di sana? Pertanyaan-pertanyaan mencekam berkecamuk di benak mereka....Dan Misteri di Rumah Duka.Keesokan harinya, rumah Arya tampak ramai, namun suasananya ganjil. Tidak ada kesedihan mendalam, hanya wajah-wajah datar. Dan ketika Lia bertanya tentang jenazah Arya, jawaban yang ia terima lebih membingungkan: Arya... dia tidak ada di sini. Jenazahnya... hilang.Ke mana jenazah Arya menghilang? Apa rahasia kelam yang disembunyikan di balik kematiannya? Dan bahaya apa lagi yang mengintai Lia, Mia, dan Rina setelah malam penuh teror itu?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan