
Bab Rumah Sakit dan Bab Dipecat
-Rumah Sakit-
Rio gelisah di dalam tidurnya dan terus saja mengigau memanggil ibu dan juga ayahnya. Setelah itu matanya terbuka secara tiba-tiba dan nafas juga tersegal-segal, mengelus pelan dadanya sambil terus berusaha mengatur nafasnya. Setelah dirasa cukup tenang akhirnya Rio bangkit perlahan dari kasur, melihat jam di atas nakas yang ternyata sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
“Telat” Gumamnya pelan dan kembali merebahkan tubuhnya dikasur, memijit pelan pelipisnya karena Rio merasa sedikit pusing, bahkan dirinya juga merasa jika badannya terasa lemas dan sedikit merasakan hangat ketika dia menyentuh keningnya sendiri.
Rio terdiam dan menerawang jauh sambil menatap langit-langit kamarnya, dia jadi mengingat dulu ketika dirinya sedang sakit, dulu orangtuanya selalu memanjakannya dan merawatnya dengan telaten hingga dirinya benar-benar sembuh. Dan terkadang Rio bersyukur ketika orangtuanya telah tiada dia tidak pernah sakit, tapi sepertinya kali ini tubuhnya memang sudah berada dibatasnya dan sudah dipastikan jika dirinya akan demam. Dan juga sepertinya dia harus mengurus dirinya sendiri karena tidak memiliki satu orang pun yang berada disampingnya saat ini.
Rio memaksakan tubuhnya untuk bangun dan bersiap-siap untuk pergi berobat, karena dia tidak mau terlalu larut dalam rasa sakitnya. Apalagi jika harus menyusahkan orang lain untuk merawat dirinya, dan dia juga nanti akan sekalian mampir ke restoran untuk meminta izin untuk tidak masuk hari ini.
"Angkotnya lama juga ya" Gumam Rio pelan sambil menekan pelipisnya ketika merasakan pusing, dia juga merasa badannya semakin lemas, sudah hampir 20 menit Rio berdiri untuk menunggu angkot tapi nyatanya tidak ada satupun yang lewat.
Tin
Tin
Rio berjengit kaget ketika mendengar bunyi klakson tersebut dan melihat sebuah mobil menepi dihadapannya sambil menurunkan kaca mobilnya, dan dia mengernyitkan keningnya ketika melihat siapa orang yang berada didalam mobil tersebut. Om Sean, orang yang selalu menemaninya ketika bersembunyi saat dirinya pulang kerja.
"Kamu tidak sekolah Rio?" Tanya Sean sedikit berteriak dan hanya dibalas gelengan lemah oleh Rio.
"Kamu mau kemana? Ayo saya anterin" Tawar Sean dan mempersilahkan Rio untuk masuk kedalam mobilnya.
Rio yang mendengar itu berpikir keras, dia bingung harus menerima tawaran tersebut atau tidak, tapi kalo dipikir-pikir lagi dan harus menunggu angkot yang belum tentu akan lewat dalam waktu dekat mending dirinya menerima tawaran tersebut, apalagi dia merasa jika tubuhnya sudah tidak kuat dan semakin lemas, setelah berpikir akhirnya Rio memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan masuk kedalam mobil milik Sean
"Kerumah sakit ya om" Ucap Rio saat sudah masuk kedalam mobil dan manatap Sean dengan tatapan sayu.
Sean yang mendengar itu secera spontan mengulurkan tanganya, "Eh? panas sekali badan kamu" Ucapnya setelah memastikan suhu tubuh Rio yang lumayan panas ketika meletakkan punggung tangannya ke kening anak itu.
"Saya anterin kamu ya" Ucap Sean karena dia tidak tega melihat wajah anak itu yang saat ini terlihat pucat.
"Maaf merepotkan om" Ucap Rio dengan lesu.
"Tidak kok" Balas Sean menggeleng sambil membantu Rio memasangkan seatbelt, sedangkan Rio hanya diam karena dia seperti tidak ada tenaga untuk bergerak ataupun membalas ucapan Sean.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh akhirnya mereka tiba disebuah rumah sakit, dan saat Sean menolehkan kepalanya dia melihat Rio yang masih tertidur karena tadi anak itu sempat mengeluh jika kepalanya pusing, jadi Sean menyuruh anak itu untuk tidur dan akan membangunkannya ketika mereka sudah sampai dirumah sakit. Namun Sean merasa tidak tega untuk membangunkan anak itu, jadinya dia memilih menggendong Rio ala koala untuk masuk kedalam UGD.
Setelah dokter memeriksa keadaan Rio ternyata anak itu hanya kelelahan, dan dokter juga berkata jika tubuh Rio mempunyai imun yang sedikit lemah jadinya anak itu harus mendapatkan istirahat yang cukup, dan dokter akan mengizinkannya Rio untuk pulang setelah anak itu menghabiskan satu botol infus.
Rio masih terlelap tanpa terganggu sedikit pun, bahkan saat perawat sedang memasangkan anak itu infus ditangannya dia pun tidak terganggu samasekali.
“Eughh” Lenguhan itu terdengar dan menarik perhatian Sean yang sedang sibuk memeriksa berkas di handphone miliknya.
"Ada yang sakit?" Tanya Sean ketika melihat Rio mengerjapkan matanya.
"Air" Sean yang mendengar itu segera membantu Rio dan memberikan anak itu air, setelah selesai Sean kembali merebahkan tubuh Rio secara perlahan.
"Kenapa tangan Rio di tusuk om?" Tanya Rio dengan polos ketika menyadari jika tangan kirinya terasa nyeri.
"Kamu kecapean Rio, jadinya harus diinfus. Mangkannya kamu jangan terlalu lelah ya" Ucap Sean pelan untuk memperingati anak itu.
"Tapi Rio harus kerja, dan harus sekolah juga" Balas Rio pelan karena dia merasa suaranya tertahan, "Dan kalo Rio gak kerja nanti Rio gak bisa makan dan gak punya tempat tinggal om" Lanjut anak itu sambil tersenyum yang terlihat dimata Sean seperti senyuman kesedihan.
Sean terdiam mendengar itu dan mengelus lembut kepala Rio, "Apa orangtua kamu tidak melarang kamu untuk bekerja?" Tanya Sean, dan Rio yang mendengar itu langsung menatap sang empu dengan tatapan sendu.
Rio menggeleng pelan dan entah kenapa matanya mulai berkaca-kaca "Orangtua Rio udah gak ada om" Ucap Rio pelan dan tersirat penuh kerinduan sambil menatap Sean dengan senyum yang dipaksakan.
Sean sendiri yang mendengar itu langsung kaget dan mematung, bahkan tangannya yang sedang mengelus anak itu juga langsung berhenti, "Maaf, om tidak bermaksud" Sesalnya sambil membawa tubuh anak itu kedalam dekapannya.
Rio menggeleng dipelukan Sean "Om gak salah kok, jadi jangan minta maaf ya" Balas Rio pelan dengan suara yang terpendam karena pelukan itu.
'Kenapa rasanya nyaman banget diperlakukan seperti ini' Batin Rio sambil membalas pelukan Sean.
Cukup lama mereka berpelukan hingga tiba-tiba terdengar suara dengkuran yang membuat Sean menundukkan kepalanya, lalu dia tersenyum ketika melihat Rio yang ternyata sudah terlelap dipelukannya. Dengan perlahan Sean meletakkan tubuh Rio, membenarkan selimut dan mencium kening anak itu.
"Cepat sembuh ya, Rio" Ucap Sean pelan sambil mengusap sayang pipi Rio yang sedikit berisi.
.
.
.
-Dipecat-
Rio menggerjapkan mata setelah beberapa jam dia tertidur, dan dengan perlahan matanya terbuka sambil menyesuaikan cahaya yang masuk, lalu melihat sekeliling ruangan yang sedang dia tempati saat ini namun tidak menemukan satu orang pun yang berada disisinya.
"Ternyata ino sendiri, mungkin om tadi udah pulang" Gumam Rio pelan sambil berusaha untuk duduk, lalu menyenderkan kepalanya di headboard Brankar. 'Ino itu nama panggilan orangtuanya dan dirinya sendiri saat dia sedang merasa sedih'.
Ceklek
Rio terkejut ketika ada seseorang yang membuka pintu kamarnya dan dia dapat melihat laki-laki gagah yang dia kenal sedang tersenyum kearahnya.
"Om Sean" Batin Rio tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Kamu udah bangun?" Tanya Sean ketika sudah sampai didekat Brankar sambil mengelus pucuk rambut Rio, "Apa ada yang sakit?" Lanjutnya sambil menatap heran Rio yang sedari tadi hanya diam.
"Rio pikir om udah pulang" Ucap Rio, dan entah kenapa dia tersenyum ketika bersitatap dengan Sean, dan Sean sendiri yang melihat senyuman itu entah kenapa hatinya langsung menghangat.
"Masa iya om ninggalin kamu sendirian dalam kondisi kaya gini sih, kan gak mungkin" Balas Sean sambil meriksa suhu badan Rio dengan menempelkan jidatnya dan jidat anak itu, "Udah turun panasnya" Ucapnya setelah memastikan suhu badan anak itu sudah normal.
Rio yang diperlakukan seperti itu langsung tersenyum bahagia, karena dulu ayahnya juga sering melakukan hal yang sama jika dia sedang demam.
"Kamu makan ya, terus habis itu minum obat biar cepet sembuh" Ucap Sean penuh perhatian yang hanya diangguki oleh Rio, kalo boleh jujur dirinya saat ini juga sudah lapar.
Sean mengambil nampan yang berada diatas nakas dan membuka plastic yang menutupinya, tadi dia memang sengaja meminta kepada perawat untuk mengantarkan makanan keruangan Rio agar saat anak itu sudah sadar langsung segera makan dan meminum obat.
"Mau om suapin?" Tawar Sean saat mengambil piring yang berisi nasi.
"Rio bisa sendiri om" Ucapnya sambil mengambil piring tersebut yang dipegang oleh Sean.
"Yaudah, ini sayurnya juga dimakan" Sean mengambil mangkok berisi sayur dan menaruhnya dipiring nasi milik Rio.
Setelah selesai makan dan meminum obat, Rio meminta Sean untuk pulang dan langsung dituruti oleh sang empu, infus Rio juga sudah abis dan kondisi anak itu juga sudah baik-baik saja mangkannya Sean langsung menurutinya.
Mereka berdua pun keluar ruangan sambil bergandengan tangan menuju mobilnya Sean yang berada diparkiran.
"Kamu mau langsung pulang?" Sean bertanya sambil memasangkan seatbelt untuk Rio.
"Rio mau mampir dulu ke restoran tempat Rio kerja om"
"Tapi setelah itu kamu harus istirahat ya, jangan langsung kerja" Nasehat Sean sambil mengusap keringat sebiji jagung yang berada dipelipis Rio.
"Rio gak kerja kok om, cuma mau izin aja kalo hari ini gak masuk kerja" Balas Rio yang membuat Sean mengangguk paham.
"Kalo gitu biar saya anterin ya" Ucap Sean sambil melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit menuju restoran tempat anak itu bekerja.
Sean sesekali melirik Rio kemudian dia tersenyum karena anak itu terlihat menggemaskan dimatanya. Bagaimana tidak, pipi anak itu memerah entah karena apa dan mata bulatnya terlihat sayu yang menambah kesan imut. Tapi Sean juga merasa kasihan melihat wajah anak itu yang masih terlihat pucat.
Setelah menempuh perjalanan dengan keheningan akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai juga didepan restoran tempat Rio bekerja.
"Mau saya temenin kamu buat ketemu bos kamu?" Tanya Sean menoleh ke samping menatap Rio yang saat ini juga sedang menatapnya.
"Rio sendiri aja om" Balas anak itu pelan, lalu Sean yang mendengar itu hanya mengangguk dan membantu Rio membuka seatbelt dan pintu agar memudahkan anak itu untuk keluar.
"Yaudah saya tunggu kamu disini ya" Ucap Sean dan hanya dibalas anggukan oleh Rio.
Setelah lama menunggu akhirnya Rio keluar dari restoran tersebut dengan raut wajah yang susah diartikan.
"Apa yang sudah terjadi dengan anak itu" Batin Sean yang bisa melihat jelas wajah Rio yang terlihat penuh kekhawatiran.
Rio membuka pintu mobil dan langsung duduk menatap muka Sean dengan sendu.
"Udah izinnya?" Tanya Sean dengan menaikkan satu alisnya, dan Rio pun hanya mengangguk kecil.
"Mau langsung pulang?" Tanya Sean lagi dan Rio yang mendengar itu kembali menjawab dengan anggukan kecil.
"Ada yang tidak beres, atau hanya perasaan saya saja?, ah mungkin dia hanya lelah dan butuh istirahat" Batin Sean berpikiran positif.
Setelah berkendara beberapa menit akhirnya mobil yang dikendarai Sean sampai didepan gang tempat Rio tinggal. Rio keluar dari mobil setelah berpamitan dengan Sean, dan tidak lupa dia juga mengucapkan terima kasih.
"Langsung istirahat ya, jangan lupa minum obatnya" Teriak Sean saat melihat Rio yang sudah berjalan menyusuri gang menuju tempat tinggalnya. Dan Rio yang mendengar itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah memastikan Rio sudah berbelok masuk kedalam sebuah halaman rumah akhirnya Sean melajukan mobilnya meninggalkan area itu.
----
Setelah sampai dikamar kostnya Rio langsung merebahkan tubuhnya untuk segera istirahat.
"Hufft" Rio menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Sekarang apa yang harus gua lakuin, siapa sih yang udah fitnah gua?" Tanyanya entah pada siapa sambil menutup matanya dengan lengannya agar menahan airmata yang ingin keluar, lalu tak lama Rio pun mulai terlelap karena kondisi badannya yang masih terasa lemas.
Flashback on
"Permisi pak, boleh saya masuk" Ucap Rio setelah mengetuk pintu yang bertuliskan manager sambil menyembulkan kepalanya untuk mengintip ruangan itu.
"Eh Rio, kebetulan ada kamu disini. Sini masuk, ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu" Ucap sang manager sambil mempersilahkan Rio untuk duduk dibangku yang tersedia di ruangannya.
"Ada apa ya pak?" Tanya Rio saat dia sudah duduk sambil menatap heran managernya.
"Rio, sebelumnya maafkan saya harus mengatakan ini, tapi saya tidak punya pilihan lain" Rio yang mendengar itu semakin heran, "Saya mendenger kamu hanya berleha-leha dan tidak melaksanakan tugas kamu selama kamu berkerja ya?" Rio hanya diam mendengarkan penuturan managernya itu.
"Dan saya juga mendengar keluhan dari customer saat kamu melayaninya dan berprilaku tidak sopan?"
"Jadi demi kenyamanan customer, saya memutuskan untuk memecat kamu karena kurangnya kinerja kamu di restoran ini. Dan hanya ini yang bisa saya berikan" Ucap manager panjang lebar sambil memberikan sebuah amplop kepada Rio, "Sekali lagi saya minta maaf ya" Lanjut sang manager sambil menatap Rio yang hanya diam sambil menatap nanar amplop yang ada dihadapannya saat ini.
Rio masih terdiam karena syok setelah mendengarkan penuturan bosnya itu, apa dia tidak salah dengar?,itu yang ada dipikirannya saat ini. Dia selalu melaksanakan setiap perintah yang diberikan oleh siapapun senior ditempatnya bekerja dan tidak melakukan semua yang diucapkan oleh sang manager, tapi apa yang barusan dia dengar itu. Apakah ada seseorang yang sedang berusaha memfitnahnya?, tapi siapa?, tidak mungkin kan abang dan kakaknya yang melakukan itu.
"Apa bapak yakin memecat saya?, tapi saya menjalankan tugas sesuai perintah dari senior-senior yang diberikan oleh mereka" Ucap Rio membela diri dan berharap manager itu berubah pikiran.
"Maafkan saya sekali lagi Rio, saya tidak bisa berbuat apapun, kepuasan customer adalah perioritas restoran kami" Tegas manager itu.
"Baik pak terimakasih atas semuanya, saya mohon maaf jika selama saya bekerja ditempat ini selalu menyusahkan bapak dan yang lainnya" Rio pun berlalu meninggalkan ruangan itu dengan tersenyum.
Flashback off
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
