FLE | BAB 1 - 5

0
0
Deskripsi

BAB 1 - HUBUNGAN TANPA STATUS

BAB 2 - PARIBAN

BAB 3 - RINDU YANG TAK TERTAHANKAN

BAB4 - TERIKAT MOU

BAB 5 - CINTA PERTAMA CARLO

BAB 1 - HUBUNGAN TANPA STATUS

Unggahanya hari ini sedang dalam mood yang tidak baik dan Carlo berniat masuk dalam mood buruknya melalui personal chat.

From: Carlo
moodnya lagi ngga 
bagus nih kayaknya. 
mau es krim?

"Norak banget ga sih untuk usia 30tahun kayak gw muncul dengan basa-basi seperti ini?” Pikir Carlo dalam hati.  

“Sudah 20 menit chat gw belom direspon. Oke lah, kita lupakan saja.” Semudah itu memang Carlo melupakan dan kembali menyibukkan diri dalam pekerjaan yang tadi sempat tertunda kerena mengecek media sosial.

*ddrrttt* (pesan masuk)

From: Tya
Hei! Iya nih. 
kemarin habis nonton
konser terus konsernya 
dibubarin polisi karena 
rusuh, jadi BT.

"Yeay, dibalas!" Carlo bersorak bahagia.

From: Carlo
Padahal gw nanya 
mau es krim 
apa engga loh, 
bukan nanya ‘kenapa 
bad mood?’.
From: Tya
Udah lama ngga 
muncul, sekalinya muncul 
nyebelin banget sih!
From: Carlo
Hahahaha... 
Makan es krim 
yuk?
From: Tya
Jemput.
From: Carlo
Iyaa.. Gw jemput 
ke kosan ya..
From: Tya
oke.

"Mantep! Malam minggu kali ini gw ngga kosong." Kata Carlo dalam hati.

Memang keahlian Carlo untuk basa-basi seperti itu, tapi basa-basi Carlo didukung oleh tampangnya yang kata anak jaman sekarang good looking. Carlo menyadari kelebihannya dan selalu memanfaatkannya dengan baik.

Sebelum siap-siap, Carlo menyelesaikan kerjaannya terlebih dahulu. Hari ini Carlo sibuk membuat konten untuk cafe miliknya yang bisa dibilang hampir semua dikelola sendiri dengan batuan satu orang kepercayaan, Alex.

*ddrrttt* (pesan masuk)

From: Tya
jadi ga makan
es krimnya? jam
berapa?

"Astaga, gw lupa!” Carlo menepuk keningnya, ia terlalu asik mengurus cafe dari pagi, tidak terasa hari sudah menjelang sore.

From: Carlo
jadi dong sist..
From: Tya
jam berapa? katanya
mau jemput ke
kosan. udah berdebu
nih aku nungguin!!
From: Carlo
Iya, ini mau 
berangkat. tadi mendadak
ada urusan di 
cafe jadi nanggung
kalo ditinggal.

Tanpa mengecek HP lagi Carlo langsung berangkat.

"Lex, cafe gw tinggal ya. Lo jaga bae2 ni malam minggu banyak pelanggan." Kata Carlo pada Alex.

"Oke bang." Jawab Alex.

Dengan kecepatan kilat Carlo membelah jalan ibu kota. Namun, secepat apa pun usaha yang dilakukan tetap saja satu setengah jam adalah waktu tempuh terbaik yang bisa dilakukan dari Tangerang menuju Cibubur pada sore hari menjelang malam Minggu.

From: Carlo
Gw di depan
kosan nih. Gw 
tunggu di mobil
atau masuk aja?
From: Tya
Masuk aja sini,
mood aku makin
jelek nunggu kamu, 
jadi males pergi!

"Hai. Nih gw bawa es krim." Carlo menunjukkan es krim yang ia bawa.

Tya hanya membuka pintu tanpa menjawab sapaan Carlo. Fyi, sebelumnya Carlo mampir minimarket untuk beli es krim. Cewek yang sudah siap-siap dan harus menunggu hingga berjam-jam itu biasanya bukan cuma moodnya yang rusak tapi dandanannya juga rusak. Jadi sebagai antisipasi akan menunggu lama karena harus memperbaiki dandanannya, Carlo berinisiatif membeli es krimnya terlebih dahulu. Nanti jadinya pergi kemana, urusan selanjutnya.

"Sori ya lama, moodnya malah makin berantakan deh." Kata Carlo mencoba merayu Tya yang mukanya nampak kesal.

"Tujuh jam loh ini dari chat kamu bilang mau jemput." Tya masuk ke kamarnya dengan kesal.

"Sorii..." Carlo memamerkan wajah tampannya, memohon dengan muka sedih.

Ah, Tya tidak kuasa menahan diri untuk tidak memeluk Carlo tapi gengsinya tidak boleh kalah sehingga ia membalikkan badan agar tidak tergoda.

"Jadi kita di kosan aja atau tetap pergi?" Tanya Carlo.

"Liat nanti aja, sini es krimnya." Kata Tya meminta jatah es krimnya.

Hiyaa... Walau mukanya kesel maksimal tapi es krimnya tidak ditolak, ini adalah pertanda bahwa masih ada peluang untuk dirayu. Mereka makan es krim sembari nonton drama Korea di Netflix.

***

"Mas Carlo, bangun... kamu kesini mau numpang tidur? Bener-bener deh ini tuh aku triple bad mood jadinya." Tya membangunkan Carlo yang tertidur selama mereka nonton drama Korea.

Samar-samar Carlo mendengar suara Tya namun suara itu hilang dan Carlo kembali tertidur hingga pukul 22.00 WIB, ia terbangun mendapati kamar kosan sepi. Carlo mengambil HPnya menelpon Tya.

"Ty, dimana?" Tanya Carlo begitu telponnya terhubung.

"Udah bangun?" Tanya Tya balik.

"Udah, lo dimana? Balik kamar dong.."

"Iya bentar, lagi ambil laundryan."

"Cepet, kangen.."

"Tau ah!"

Tya terdengar kesal dan langsung mematikan sambungan telponnya.

Carlo tertidur saat sedang menonton drama Korea karena dirinya sangat lelah, beberapa hari terakhir kerjaannya sedang menumpuk. Bisa dibilang bukan hanya beberapa hari terakhir, memang pekerjaannya selalu menumpuk. Carlo adalah orang yang sangat aktif dan senang sibuk, selalu saja ada hal yang ia kerjakan atau rencanakan. Termasuk pindah-pindah kosan cewe, ini termasuk dalam salah satu kesibukannya.

*ddrrttt ddrrttt* (telpon masuk)

"Halo." Carlo mengangkat telponnya dari seorang wanita yang ia sayangi.

"Kamu lagi dimana?" Tanya wanita di seberang sana.

"Ih mau tau aja."

"Nanya loh gw, bang.."

"Kangen ya sama gw?"

"Biasa aja sih."

"Oh, oke."

"Dimana?"

"Ngapain sih nanya-nanya kalo ngga kangen?"

"Ya gw mau tau aja.."

"Humm.. Rahasia. Kenapa telpon?"

"Iiiss…."

"Kenapa telpon?"

"Lagi bosen, cari temen buat ngobrol."

"Malem minggu loh ini. Calon tunangan lo mana?"

"Udah pulang."

"Cepet banget udah pulang."

"Iye, sama lo doang gw pulang subuh!"

"Itu memang kemampuan gw mulangin cewe subuh2."

"Iya emang."

"Mau gw pulangin subuh lagi?"

"Ck ah."

Obrolan malu-malu manja berlangsung melalui sambungan telpon hingga Tya tiba di kamar dan Carlo segera menyudahi sambungan telponnya.

"Ko udahan telponnya? Padahal seru banget kedengerannya." Sindir Tya.

"Lebih seru yang di depan mata, ngga terpisah jarak."

Tya tidak mau bertanya lebih lanjut siapa yang tadi berbicara dengan Carlo di telpon karena dia sudah tau jika bertanya hanya akan membuat moodnya semakin buruk. 

Tya sadar bahwa hubungannya dengan Carlo tidak ada masa depan, semua terjadi hanya karena terbawa suasana dan berlanjut hingga sekarang. Tya sendiri pun tak bisa memungkiri bahwa dirinya menikmati kebersamaannya dengan Carlo walau tanpa status.

Carlo itu seperti memiliki daya tarik tersendiri, dia bukan tipe cowo gombal yang sangat terlihat modusnya ketika sedang berusaha memikat. Kehebatan Carlo, ia bisa masuk pada situasi dan kondisi yang tepat sehingga banyak wanita tidak bisa menolak karena terlanjur terpikat. Bahkan dengan sifat nyebelinnya aja cewek-cewek tetap luluh. Contohnya seperti hari ini, Tya sudah super bad mood dengan kelakuan Carlo tapi Tya tetap tidak bisa kesal dengan Carlo. 

Malam ini Carlo habiskan di kosan Tya. Mereka kembali nonton film sambil makan malam yang tentunya sudah terlambat dari jam makan malam pada umumnya, lalu bercanda, tertawa dan bermesraan.

***

"Ck! Udah pergi."

Tya mendapati dirinya hanya sendiri di kamar kosnya dengan tubuh yang hanya terbungkus selimut. Seperti biasa, Carlo sudah pergi pagi hari sebelum Tya bangun tanpa meninggalkan pesan.

Hubungan tanpa status ini bermula saat mereka sedang mengerjakan sebuah event bareng. Saat itu mereka sangat intens bertemu selama persiapan hingga saat event itu terlaksana sangat sukses, Tya dan Carlo terbawa euforia kesuksesan hingga ke kamar hotel tempat panitia menginap.

Tya bekerja di sebuah Perusahaan Event Organizer dimana perusahaannya sedang mengerjakan event dari sebuah asosiasi profesi berskala internasional yang menjadi salah satu tempat Carlo menyibukkan diri. Kebetulan Carlo dipilih untuk menjadi penanggung jawab dari asosiasi untuk event tersebut.

Perusahaan tempat Tya bekerja sudah memiliki kontrak untuk terlibat dalam kegiatan asosiasi hingga tiga tahun kedepan sehingga peluang untuk menghindari Carlo agak sulit dilakukan kecuali kontrak kerja sama diputus atau Tya resign dari kantor tempat ia bekerja.

Tya sangat menyukai pekerjaan dan juga lingkungan pekerjaannya sehingga ia memilih untuk tetap bertahan walau awalnya sulit jika harus bertemu Carlo. Hingga pada suatu hari Carlo mendatangi Tya.

"Tya." Carlo menarik tangan Tya saat mereka bertemu di lorong sebelum rapat evaluasi pasca penyelenggaraan event mereka. 

Sepertinya Tya baru saja dari toilet dan Carlo baru keluar dari lift, mereka tidak sengaja bertemu di lorong.

"Lo menghindari gw?" Tanya Carlo.

Tya hanya diam, tidak menjawab.

"Kenapa?" Tanya Carlo lagi.

"Kamu merasa ga ada apa-apa ya?" Tya bertanya balik.

"Ga ada apa-apa, gimana?"

"Kamu sudah punya pacar tapi bisa ya sama cewe lain?" 

"Suasana malam itu semua sedang bahagia, Ty."

"Kamu doang yang bahagia setelahnya!"

Tya melepaskan tangannya dari cengkraman Carlo dan pergi meninggalkan Carlo. 

Sepulang rapat, Carlo mengejar Tya ke Lobby. Tya baru saja ingin memesan taksi online namun dihentikan oleh Carlo.

"Gw anterin pulang ya?” Ajak Carlo.

“Ngga usah mas, saya naik taksi aja.” Jawab Tya.

Tya menahan dirinya untuk tidak emosi karena mereka sedang ada di Lobby. Kurang nyaman rasanya jika orang lain melihat mereka bertengkar, ia khawatir orang lain atau rekan kerjanya jadi penasaran jika melihat mereka berdua dalam komunikasi yang kurang baik.

“Lumayan ongkos taksi, malah sekarang tanggal tua.”

“Engga deh..”

“Udah, ayoo…” Tanpa menunggu lama, Carlo menarik tangan Tya ke mobilnya.

***

"Rumah kamu dimana?" Tanya Carlo begitu mereka sudah berada di dalam mobil.

"Wonosobo." Jawab Tya cuek.

"Jalan Wonosobo? Dimana tuh?"

"Jawa Tengah."

"Hah? Serius.. Masa lo tiap hari ke kantor pulang pergi Tebet - Wonosobo?"

"Aku ga pulang ke rumah."

"Terus pulang kemana?"

"Kosan."

"Huff.. Untung gemesin, kalo ngga aku balikin kamu ke lobby."

"Hahahahaha... Ga ikhlas banget sih mau nganterin."

Carlo berhasil membuat suasana mencair dan mobil melaju membelah jalan kota Jakarta menuju Cibubur, lokasi kosan Tya. 

"Tya, sori ya kalo gw bikin suasana kerja lo jadi ngga nyaman." Carlo membuka topik pembahasan begitu mereka sudah tiba di depan kosan Tya.

"Yaudahlah mas, udah berlalu. Toh ini udah biasa aja." Jawab Tya.

"Yakin?"

"Iya."

"Oke. Kalo semisal kita bertemu lagi, jangan menghindar ya.."

"Siap.."

Sejak saat itu lah kecanggungan diantara Tya dan Carlo memudar, sekitar 4 bulan lalu. Hubungan yang terjalin diantara mereka hingga saat ini adalah HTS (Hubungan Tanpa Status). Mungkin kalo anak-anak usia 20an saat ini menyebutnya dengan istilah FWB (Friends With Benefit).

BAB 2 - PARIBAN

Carlo hanya tinggal sendiri di rumahnya yang tidak besar namun cukup untuk ukuran pria lajang. Kedua orang tua Carlo masih sehat dan tinggal di luar negeri, Carlo adalah pewaris tunggal bisnis dan kekayaan orang tuanya namun sejak SMA dia memilih untuk keluar rumah dan kembali ke negara asal papinya, Indonesia.

Papi adalah orang Indonesia tulen keturunan Batak yang jatuh cinta dengan mami saat sedang kuliah di Swedia, sedangkan mami adalah wanita keturunan bangsawan dari kerajaan Swedia. Rumit? Tentu saja!

Mami keluar dari anggota kerajaan karena menikah dengan papi yang merupakan warga biasa, dari Indonesia pula. Tapi bagaimanapun, sebagai seorang keturunan bangsawan, mami tetap mendapat harta warisan yang diberikan keluarganya untuk modal bertahan hidup di luar dari keanggotaan kerajaan.

Modal ini cukup sukses dikelola oleh kedua orang tua Carlo hingga membuat mereka cukup disegani karena saat ini bisnisnya memiliki cabang hampir di seluruh dunia. 

Jika harus memilih, sebenarnya Carlo lebih tertarik jika harus menjadi bagian dari kerajaan karena bisa terlibat dalam pembuatan kebijakan dibanding menjadi seorang pebisnis dengan sisi gelap yang mengerikan, seperti bisnis kedua orang tuanya. Kerajaan juga memiliki sisi gelap, namun Carlo yakin sisi gelapnya adalah untuk kepentingan negara bukan untuk kepentingan bisnis seperti yang kedua orang tuanya lakukan. 

Sejak kecil Carlo sudah dipersiapkan oleh papi agar kelak menjadi pribadi yang kuat dan berkarakter dengan pendidikan yang cukup keras dan sangat disiplin. Carlo pun sudah mulai dikenalkan dengan bisnis yang kedua orang tuanya jalankan sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Semakin ia mengetahui bisnis yang kedua orang tuanya jalankan, Carlo semakin merasa tidak cocok dan tidak ingin melanjutkan apa yang sudah orang tuanya lakukan. Hal ini yang membuat Carlo bertengkar hebat dengan papinya hingga Carlo kabur ke Indonesia.

Kenapa Indonesia? Karena Carlo tau bahwa Indonesia adalah negara asal papinya dan papi seperti memiliki love-hate relationship dengan Indonesia. Papi selalu ingin pulang ke Indonesia tapi tidak pernah mau berlama-lama di Indonesia. Ini menjadi alasan Carlo supaya jika papi datang berkunjung, papi tidak akan berlama-lama di indonesia.

Mami tidak bisa memilih antara anak atau suaminya namun mami memilih untuk membantu anaknya dalam keputusan yang telah diambil Carlo saat itu. Mami membantu mengurus administrasi kenegaraan sehingga Carlo memiliki ijin tinggal dan sekolah di Indonesia.

“Anak itu terlalu kecil untuk menolak, banyak hal yang belum ia mengerti!” Kata papi dalam bahasa Inggris.

“Sudah lah John, seiring berjalannya waktu saya yakin Carlo akan menjadi dewasa. Kamu terlalu memaksakan kehendakmu untuk anak seusianya.” Kata mami membela Carlo.

Selama SMA di Jakarta, Carlo tinggal di rumah milik orang tuanya dengan fasilitas yang bisa dibilang jauh dari kekurangan. Mami masih sering mengunjungi Carlo, saat ambil raport pun mami datang ke Indonesia. Tentunya tanpa papi karena mereka hanya akan ribut jika disatukan dalam satu atap. 

Hingga saat kelulusan SMA tiba, papi datang ke Indonesia dengan tujuan menjemput Carlo untuk pulang dan melanjutkan pendidikan yang sudah papi siapkan agar bisa meneruskan bisnis keluarga.

Perang kedua pun terjadi, kali ini lebih ekstrim! Papi menghentikan semua fasilitas jika Carlo memilih untuk tetap tinggal di Indonesia dan Carlo menerimanya. Mami? Hanya menangis karena kali ini ia tidak tau harus berbuat apa. Suami dan anaknya sangat keras dengan keputusan masing-masing.

Dengan tabungan miliknya, Carlo memilih Kota Semarang untuk ia melanjutkan kuliah. Sebuah kota di Jawa Tengah dengan biaya hidup saat itu (sekitar 13 tahun lalu) cukup rendah. Pergaulan Carlo selama 3 tahun sekolah di Jakarta cukup memberikan sedikit pandangan tentang berbagai jenis level kehidupan karena Carlo memilih untuk sekolah di sekolah swasta biasa bukan sekolah internasional.

Carlo sudah memperhitungkan dan mempersiapkan diri dari kemungkinan buruk ketika ia harus bertengkar hebat dengan papinya yang ternyata itu benar terjadi. Jika gaya hidup Carlo turun jauh dari level gaya hidup ala anak bangsawan, maka tabungan selama 3 tahun sekolah di Jakarta yang telah ia sisihkan akan sangat cukup untuk biaya hidup Carlo hingga lulus kuliah selama 4 tahun di Semarang. Bahkan Carlo masih bisa membeli sebuah motor untuk mobilitasnya sehari-hari selama kuliah.

Kosan tanpa fasilitas mewah menjadi pilihan Carlo karena ia benar-benar ingin melepaskan status bangsawannya, tanpa AC dan kamar mandi luar. Carlo mengunci pengeluarannya setiap bulan tidak lebih dari dua juta rupiah. Jika pengeluarannya sudah hampir menyentuh dua juta, maka ia akan menjadi parasit, numpang makan di tempat temannya.

Untuk masalah bergaul, Carlo tetap menjadi pria yang ditunggu kehadirannya di club malam kota Semarang, free access bermodalkan wajah tampannya. Entah dengan menggandeng cewe-cewe manja kesayangan orang tua yang memiliki fasilitas lengkap atau menggebet DJ wanita adalah kunci masuk pergaulan Carlo. Ditambah, Carlo cukup lihai memilih teman dengan dompet tabal yang bersedia menanggung seluruh biaya karena Carlo selalu bisa membawa wanita duduk di sofa mereka.

Yap, seperti itulah kehidupan Carlo hingga akhirnya ia lulus sebagai Sarjana Teknik Jurusan Arsitektur dan memulai karirnya di Jakarta hingga sekarang usianya 30 tahun. Saat ini Carlo sudah memiliki biro arsitek sendiri beserta cafe, sebuah mobil swift second dan sebuah rumah di pinggiran kota Jakarta, hasil jerih payahnya.

Semua temannya di Indonesia tidak ada yang tau siapa Carlo sebenarnya. Jika ditanya tentang keluarga, Carlo hanya menjawab bahwa kedua orang tuanya berada di luar negeri karena tidak dibisa dipungkiri, wajah tampan Carlo ada campuran bulenya.

Saat wisuda pun Carlo tidak menghubungi kedua orang tuanya. Dengan sisa tabungan yang dimiliki, Carlo merayakan wisuda dengan party bersama teman-teman lalu pergi backpacker seorang diri ke Bali selama dua minggu untuk merencanakan kelanjutan hidupnya.

***

Sepulang dari kosan Tya pagi tadi, Carlo duduk terdiam di sofa menikmati kesendiriannya. Tidak memikirkan apa-apa, tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam diiringi alunan musik The Adams (salah satu musisi indie favoritnya dari jaman SMA) selama 2 jam hingga pukul 08.00 WIB dia bangkit dan memasak makanan untuk sarapan.

Pacar? Carlo putus dengan pacarnya tidak lama setelah ia terbawa suasana dengan Tya. Entah tau darimana tapi sepertinya feeling seorang wanita memang tidak bisa diremehkan. 

Dina adalah mantan pacar Carlo yang kemarin menelpon Carlo saat sedang di kosan Tya. Mulai bingung? Yap! Baru 3 bulan mereka putus tapi Dina sudah kembali pada mantannya dan sudah merencanakan pertunangan. 

Sekitar 3 minggu yang lalu Dina menegur Carlo iseng di instagram. Jangan pernah pancing Carlo walau sekedar iseng, karena kesempatan itu tidak akan Carlo sia-siakan. Terlebih Carlo memang tidak bisa menahan diri jika yang menghubunginya adalah wanita yang masih ia cintai.

Singkat cerita, mereka kembali berkomunikasi dan bermesraan walau hubungan percintaan mereka tidak kembali. Ini keputusan Carlo sebenarnya, bisa saja ia merebut Dina karena Dina pernah memberi kode untuk kembali namun dirinya merasa lebih baik jika Dina tidak dengan dirinya. 

Dua tahun mereka bersama, sudah berfikir untuk serius tapi bubar karena satu kesalahan, terbawa suasana bersama Tya. Hingga saat ini Dina masih menjadi satu-satunya sosok yang memenuhi relung hati Carlo. 

Dina adalah pacar kedua Carlo selama hidupnya. Baru dua kali pacaran? Iya. Selebihnya adalah hubungan tanpa status, friends with benefit, one night stand atau apa lah istilahnya. Carlo sangat selektif dalam memilih pacar, ia hanya berkomitman pada wanita yang tidak bisa ia tinggalkan. 

Kedua hubungan percintaan Carlo ini pun bermula dari HTSan. Dari sekian banyak wanita yang pernah Carlo tiduri, hanya 2 wanita ini lah yang benar-benar membuat hatinya berkecamuk. Carlo termasuk pria perusak hubungan karena kedua wanita ini pun direbut Carlo dari pasangannya dan sekarang kedua mantan pacarnya itu kembali ke pasangan awalnya. Hahahahahaha...

Sosok wanita yang bisa memikat hati Carlo hingga tak berkutik adalah bukan wanita yang sekedar cantik, Carlo lemah kepada wanita yang sederhana. Ada rasa ingin melindungi yang kuat dari diri Carlo ketika melihat seorang wanita yang sederhana secara kelakuan, penampilan maupun pemikiran. Bisa dibilang wanita lugu dan tidak neko-neko lah yang dapat memorak-porandakan hati Carlo.

Pacar pertama Carlo bernama Siwi, dia adalah adik kelas Carlo saat kuliah di Semarang. Mereka sudah memiliki hubungan tanpa status sejak kuliah namun baru resmi berpacaran setelah mereka lulus kuliah. Siwi meninggalkan Carlo karena Carlo tidak memberi kejelasan akan masa depan hubungan mereka disaat usia Siwi sudah menginjak 25 tahun dan sudah didesak oleh keluarganya untuk menikah. 

Pada saat desakan itu terjadi, mantan Siwi kembali datang memberi kepastian. Didukung oleh keluarganya, Siwi memutuskan untuk kembali kepada mantan yang dulu pernah ia khianati.

Banyak hal yang membuat Carlo sulit memberi kepastiaan saat itu. Hubungan Carlo dengan papi masih sangat buruk dan terlebih Siwi memiliki kepercayaan agama yang berbeda dengan Carlo. Jangankan papinya, jika berurusan dengan agama, maka bisa dipastikan bahwa mami pun akan sulit dihadapi.

Carlo bisa saja menentang papi tapi Carlo tidak mau menentang maminya, hal ini yang membuat Carlo sulit memberi kepastian saat itu. Andai Siwi memberinya waktu dua atau tiga tahun untuk memperbaiki keadaan, mungkin saat ini Siwi adalah orang yang menemaninya setiap malam.

Patah hati Carlo cukup dalam saat itu. Clubing, mabuk dan jalan-jalan berpetualang seorang diri dilakukan untuk menghibur hatinya dari kesedihan. Setahun proses Carlo melarikan diri dan larut dalam kesedihan hingga Carlo berfikir untuk berpetualang ke kampung halamannya di Sumatera Utara dan mencari tau tentang keluarga dari papinya. 

Selama ini Carlo tidak pernah memiliki hubungan dengan keluarga dari papi karena papi tidak pernah menceritakan sedikitpun kisah tentang keluarganya. Hanya satu tempat yang Carlo ingat tentang asal papi yaitu Parbaba. Papi pernah memberi tau Carlo bahwa saat kecil papi tinggal di sebuah desa bernama Parbaba di pulau Samosir, Sumatera Utara. 

Ternyata tidak sulit mencari keluarga papi di Parbaba karena papi adalah orang pertama dari Parbaba yang kuliah di luar negeri. Sesederhana itu alasan kenapa keluarga papi terkenal. Namun Carlo sangat terkejut begitu mendengar dan mengetahui pandangan keluarga bahkan tetangga di kampung halamannya mengenai papi. Papi dikenal sebagai anak sombong yang tidak pernah kembali ke kampung halamannya setelah sukses di negeri orang. 

Carlo mencoba mencari tau dimana letak kesalah-pahaman ini. Ternyata hubungan papi dan mami mendapat pertentangan keras dari keluarga papi sehingga papi memutuskan untuk pergi dan tidak kembali ke rumahnya. Hanya saja Carlo masih belum mengerti kenapa papi bisa sekeras itu untuk tidak pernah kembali ke kampung halamannya yang indah ini?

Melihat bagaimana keluarga papi menyambut Carlo yang awalnya canggung menjadi hangat, sepertinya waktu sudah menyembuhkan rasa marah opung kepada papi begitu pun sebaliknya. Mereka hanya belum memulai kembali komunikasi yang sudah terlalu lama terputus.

Setelah Carlo mengenal keluarganya di kampung, komunikasi Carlo dengan keluarga besarnya di Jakarta pun terbuka. Ternyata Carlo memiliki banyak keluarga di Jakarta hingga suatu ketika Carlo menerima telpon dari opung.

"Carlo, datang kau ya ke nikahan saudara kita di Jakarta. Kau kan Cucu Opung paling besar, kau wakilkan Opung disana." Kata opung.

"Siap pung, dimana acaranya?" Tanya Carlo.

"Lupa aku nama tempatnya, nanti kau pergi lah sama paribanmu."

"Paribanku, pung? Cantik?"

"Kau lihat lah nanti, jemput dia di kos-kosannya ya. Nanti dikirim nomor HPnya samamu."

(Pariban merupakan sebutan untuk sepupu yang dimana dalam adat Batak sangat dianjurkan untuk dijadikan keluarga atau dikawini.)

Itu lah awal mula perkenalan Carlo dengan Dina, pariban Carlo yang saat itu sudah punya pacar namun berhasil ditikung dan kini kembali kepada pemilik awal.

Mungkin Carlo telah banyak menyakiti hati wanita dengan kelakuannya tapi begitu ia melihat Dina menangis karena kesalahannya kemarin, ia merasa tidak sanggup untuk membahagiakannya sehingga Carlo memutuskan untuk membiarkan Dina kembali kepada mantannya. Carlo tidak ingin melukainya lagi dan memilih melepaskannya.

Carlo tau bahwa kedepan bukan hanya dirinya yang bisa membuat Dina terluka tapi peperangan dengan rencana hidup Carlo kedepan akan banyak menguras air mata. Bukan hanya air mata bahkan akan mengucurkan darah karena Carlo sudah memutuskan untuk kembali ke keluarganya dan meneruskan bisnis keluarganya.

***

Selesai sarapan, Carlo kembali ke sofa dan merasakan badannya kurang sehat. Saat-saat seperti ini yang membuat Carlo rindu pada Dina, wantia yang selama dua tahun terakhir merawat dan memeluknya saat badan sedang lelah dan butuh disayang.

Ingin sekali rasanya menelpon Dina untuk mendengar cerewetnya tapi Carlo menahan diri karena sudah menjadi keputusannya untuk melepaskan Dina. Bulak-balik Carlo scroll chat whatsapp dan melihat foto profil Dina untuk melepas rindu, berharap Dina kembali memulai pembicaraan seperti kemarin tapi justru orang yang tidak ditunggu yang datang mengirimkan pesan.

From: +62 895-6143-xxxx
Jangan lupa makan 
ya..

Tidak tau siapa, tapi foto profilnya sih seksi. Bisa dibilang cewek ini cukup gigih karena sudah puluhan kali mengirim chat tanpa direspon namun masih bertahan hingga hari ini. Carlo bukan tipe orang yang mudah tertarik dengan foto, ia harus bertemu dan berinteraksi langsung baru ketertarikan muncul dalam dirinya. 

Hari Minggu ini dihabiskan Carlo untuk merenungkan keputusannya, apa melepaskan Dina adalah keputusan yang tepat? Tapi kenapa rasanya berat sekali..

Bukan hanya Carlo tapi mami dan papi pun bingung dengan keputusan Carlo. Papi dan mami sudah menerima Dina sebagai calon menantunya dan senang dengan keputusan Carlo untuk kembali mengurus bisnis keluarga tapi tiba-tiba mereka mendapat kabar bahwa Carlo pergi ke London dengan wanita lain yang belum parnah diceritakan sebelumnya. Waw, wanita mana lagi ini? Sebuah cerita yang sangat membagongkan!

Setelah Carlo putus dengan Dina, Carlo memutuskan untuk rehat sejenak dari aktifitasnya dan pergi ke London. Seperti patah hati sebelumnya, Carlo pergi clubing, mabuk dan berkelana seorang diri.

Dulu Carlo berkelana keliling Indonesia karena uangnya hanya cukup untuk itu, namun setelah Carlo memutuskan kembali mengurus bisnis keluarga dan menerima kembali semua fasilitas keluarga tentu galaunya naik tingkat jadi berkelana keliling dunia.

Saat itu Carlo sedang berjalan-jalan untuk menghilangkan sedihnya seorang diri dan meminum beer kaleng di taman dekat apartemennya di kawasan Kensington, London. Dengan mata sembab Carlo menghabiskan beernya, menghancurkan kalengnya dan melemparnya ke sembarang arah. Namun sial, kaleng beer yang hancur itu mengenai wajah seorang wanita hingga wajahnya terluka.

"Aaaww!!" Wanita itu berteriak.

"What the fu*k!" Carlo terkejut karena kalengnya mengenai orang lain.

Carlo menghampiri wanita itu dan melihat bahwa wajahnya terluka. Ketika melihat darah di telapak tangannya, wanita itu pun jatuh pingsan.

"Lama banget ni cewek pingsannya, luka cuma secuil gitu." Gerutu Carlo.

Sudah 10 menit Carlo menunggunya tapi tetap tidak sadar, Carlo memutuskan untuk membawanya ke apartemen agar lukanya dibersihkan, khawatir lukanya akan infeksi jika tidak segera dibersihkan.

Setelah wajahnya dibersihkan, wanita itu pun tersadar.

"Dimana ini?" Tanya wanita itu dalam bahasa Inggris.

"Di apartemen saya, kamu pingsan cukup lama jadi saya bawa ke apartemen untuk membersihkan luka di wajah kamu." Jawab Carlo.

"Oh, terima kasih, saya harus segera pulang."

"Saya antar?"

"Tidak perlu."

Wanita itu langsung lari keluar dari apartemen Carlo dan tidak lama kemudian kembali lagi.

"Saya tidak bisa menggunakan lift karena saya tidak memiliki kartu akses." Kata wanita itu.

"Saya antar kamu sampai rumah."

"Tidak perlu, cukup sampai lobby."

"Baiklah."

***

Esok harinya ada 2 pria datang ingin menemui Carlo. Karena tidak diizinkan untuk naik maka mereka menunggu Carlo di Lobby. Begitu Carlo turun ke Lobby, 2 pria tersebut menghampiri Carlo dan tanpa aba-aba mereka memarahi Carlo dengan bahasa Inggris yang sulit dimengerti.

Carlo melihat wanita kemarin duduk di sofa, Carlo pun meninggalkan 2 pria tidak jelas itu dan pergi mengampiri wanita tersebut. Percakapan ini menggunakan bahasa Inggris..

"Mereka asisten dan manager saya, maaf jika mengganggu." Kata wanita itu.

"Ada apa?" Tanya Carlo.

"Mereka ingin kamu tanggung jawab terhadap muka saya."

"Mereka? Kamu tidak ingin saya tanggung jawab?"

"Saya tidak peduli."

Kedua pria itu datang menghampiri dan berdiskusi dengan bahasa Inggris bercampur bahasa - seperti bahasa Indonesia.

"Maaf, kalian orang Indonesia?" Tanya Carlo.

"No, Malaysian." Jawab asisten wanita itu.

"Oh, oke. Saya tidak mengerti bahasa Melayu tapi jika anda bisa berbahasa Indonesia, lebih baik anda berbahasa Indonesia." Kata Carlo dalam bahasa Inggris.

"Awak paham bahasa Indonesia?" Tanya manager wanita itu.

"Ya, saya orang Indonesia." Jawab Carlo dalam bahasa Indonesia.

Ternyata manager wanita ini adalah orang Indonesia yang bekerja di Malaysia, maka percakapan selanjutnya menggunakan bahasa Indonesia.

Jadi wanita ini bernama Lisa, blesteran Malaysia - Inggris. Mereka sedang liburan sekalian Lisa bertemu dengan keluarganya di London. Lisa adalah seorang aktris yang namanya sedang naik daun di Malaysia karena sinetronnya sedang ramai dan mendapat rating tinggi di Malaysia. Saat ini sedang banyak brand terkhusus brand kecantikan yang terikat kontrak dengan Lisa dan membutuhkan wajah Lisa yang mulus paripurna tidak tergores debu sidikit pun apa lagi ini tergores kaleng beer. Jika brand tersebut mendapati wajah Lisa soek, maka kontrak akan diputus dan ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar untuk mereka. 

Tentu dengan kejadian tergoresnya wajah Lisa membuat panik Manager dan Asisten Lisa karena akan mempengaruhi penghasilan mereka. Begitu mengetahui bahwa lokasi apartemen Carlo adalah lokasi apartemen mewah di London, Manager dan Asisten Lisa pun memberanikan diri datang dan meminta Carlo bertanggung jawab.

Akibat kejadian ini, Carlo membatalkan kepergiannya berkelana untuk seminggu kedepan. Carlo bersedia bertanggung jawab dengan mendatangkan dokter kulit terbaik di Inggris, dokter para bangsawan yang tidak menerima pasien dari kalangan biasa sehingga Lisa harus mengaku sebagai tunangan Carlo untuk bisa mendapatkan perawatan ala bangsawan. 

Carlo menggunakan akses keluarganya untuk mendapatkan dokter tersebut sehingga kabar ini pun sampai ke telinga kedua orang tuanya. Lisa pun harus tinggal di apartemen Carlo hingga perawatannya selesai dan wajah Lisa kembali mulus seperti semula.

"Maaf tapi saya tidak menerima orang lain selain Lisa untuk tinggal di apartemen saya." Kata Carlo dalam bahasa Inggris.

"Bagaimana mungkin saya tinggal hanya berdua dengan orang asing?" Protes Lisa.

"Anda kira saya mau tinggal dengan orang asing?" Tanya Carlo balik.

"Jika kamu bawa asisten dan manager kamu, maka saya akan tinggal dengan 3 orang asing. Ini jauh lebih memberatkan saya." Tambah Carlo menegaskan.

Setelah mempertimbangkan banyak hal dan ijin kepada kedua orang tuanya, Lisa pindah ke apartemen Carlo untuk seminggu kedepan merawat luka pada wajahnya. Seperti itu lah hubungan Carlo dengan Lisa terjadi, selama seminggu mereka tinggal di apartemen yang sama dengan berpura-pura menjadi sepasang tunangan.

Tentunya Carlo memanfaatkan momen tersebut dengan baik karena Lisa adalah seorang wanita cantik yang tidak mungkin ia lewatakan. Hubungan mereka selesai begitu perawatan pada wajah Lisa selesai, mereka kembali pada kesibukan masing-masing seperti tidak ada sesuatu yang pernah terjadi diantara mereka.

BAB 3 - RINDU YANG TAK TERTAHANKAN

"Aaameenn.. Aaameen.. Aaaaaamen.."

Ibadah minggu telah selesai, jemaat mulai keluar meninggalkan gereja namun Carlo masih duduk seorang diri di kursi gereja, belum berniat untuk bangkit dan pulang. Setelah gereja kosong, Carlo berseru pelan..

"Ya Tuhan, aku rindu pada Dina." Carlo mengadu pada Tuhannya karena tidak kuasa menahan rasa rindunya.

Setelah menceritakan isi hatinya melalui doa, Carlo bangkit berdiri dan keluar gereja dengan lesu. Masuk mobil, menyalakan mesin, menyalakan AC, tiba-tiba..

*ddrrttt ddrrttt* (telpon masuk)

"Bokapnya Dina?" Carlo panik dan tangannya mulai berkeringat.

"Halo, tulang.." Carlo menjawab telpon papanya Dina.

(Tulang dalam bahasa Batak adalah paman yang berarti saudara laki-laki dari ibu kita atau yang semarga dengan ibu kita. Bisa juga sebagi panggilan untuk ayah dari istri.)

"Carlo?" Papanya Dina memastikan.

"Iya, tulang.." Jawab Carlo.

"Dimana kau?"

"Baru pulang gereja, tulang."

"Rajin ternyata kau gereja ya.."

"Alhamdullilah, tulang."

"Aaahh... Ga benar gerejamu itu."

"Hehehehe.. Benar ko tulang. Ada apa tulang telpon, tumben??"

"Besok tulang ke Jakarta, jemput ya.."

"Siap! Jam berapa tulang mendarat?"

"Jam 08.15 WIB."

"Oke tulang.."

"Tulang sendiri ko, ngga sama si Dina."

"Yaah.. Kalo gitu ngga bisa tulang. Hahahaha... Becanda, tulang.."

"Ah kau! Jadi sama Dina aja aku besok? Kebetulan masih di Lampung dia WFH belom balik Jakarta, biar ku beli tiketnya."

"Terserah tulang saja. Ada atau tidak ada Dina, tetap ku jemput."

"Ah, paten. Oke lah ya, kita jumpa besok."

"Siap tulang..."

"Horas."

"Horas.."

Telpon terputus. 

"Gw kangen anaknya, yang telpon malah bokapnya." Gumam Carlo.

*** 

"Halo, Damar.." Carlo menelpon salah satu anggota tim di studio arsiteknya.

"Iya pak?" Jawab Damar dalam sambungan telpon.

"Hari ini saya tidak ke studio, kamu rapihkan ya gambar kerja proyek developer. Sore ini email ke saya biar saya periksa."

"Baik, pak."

"Terima kasih.."

Pagi ini Carlo pergi menuju bandara menjemput papanya Dina. Semua jadwalnya sengaja ia kosongkan untuk antisipasi jika papanya Dina membutuhkannya selama di Jakarta. Tidak lama menunggu, mereka bertemu dan saling menyapa.

"Tulang, gimana perjalanannya? Nyaman?" Sapa Carlo begitu melihat papanya Dina keluar dari bandara.

"Nyaman. Bagus pilotnya, ngga kasar dia mendarat." Jawab papanya Dina

"Bagus lah. Tulang ga ada bawaan?"

"Ngga ada, ayok."

"Kemana tulang?"

"Terserahmu lah. Sarapan dulu, aku lapar."

"Mulai mencurigakan nih bokapnya Dina, datang tanpa barang bawaan dan sepertinya tanpa tujuan. Apa tujuannya gw?" Carlo mulai curiga dalam hati.

"Gimana orang bapak dan mamak di sana, sehat?" Tanya papanya Dina.

"Sehat, tulang." Jawab Carlo.

"Kapan terakhir kau ke sana?"

"Sekitar tahun lalu, tulang..”

"Humm.. Mana supirmu?"

"Aku lagi ngga pake fasilitas papi.."

"Berantem lagi kau?"

"Hahahaha.. Engga tulang, lagi capek aja."

"Cuma kau lah memang, capek jadi orang kaya."

"Gitu lah, tulang. Hahahaha…"

Bisa dibilang Carlo masih ada hubungan keluarga dengan Dina tapi keluarga jauh dan papanya Dina cukup tau cerita tentang keluarga Carlo. 

"Kau rela jika Dina menikah dengan orang lain?" Papa Dina tiba-tiba membuka pembicaraan setelah mereka menyelesaikan sarapan. 

Carlo tidak menduga akan mendapat pertanyaan ini, Carlo menunduk dan terdiam mencoba mensinkronkan hati dan pikirannya

"Aku tau hubungan kalian sedang putus, kemarin cowoknya yang lama datang dan minta ijin akan bawa orang tuanya ke rumah." Tambah papanya Dina.

Carlo masih terdiam namun wajahnya memerah seperti menahan amarah dan jantungnya berdegup kencang. Ia tidak terima jika ada yang menyentuh wanitanya selain dirinya tapi sekarang Dina sudah bukan lagi miliknya.

 "Aku belum bilang iya, aku mau memastikan langsung darimu." Tambah papa lagi.

Carlo benar-benar diam seribu bahasa membuat papa geram.

"Ah! Tau begini, dari awal sudah ku tolak kau datang ke rumah!" Papa berdiri dan hendak meninggalkan Carlo.

"Tulang. Maaf jika Carlo mengecewakan, tapi sepertinya Carlo tidak bisa menjaga Dina seperti yang tulang harapkan dulu." Kata Carlo.

"Oke, pas lah memang. Kau tak layak untuk boruku."

(Boru dalam bahasa Batak adalah panggilan untuk anak perempuan.)

Papa membalikkan badan dan hendak melangkah namun Carlo kembali berucap.

"Tapi Carlo sayang dengan Dina." Air matanya menetes.

Seorang Carlo menangis karena wanita? Sungguh bukan seperti Carlo yang dikenal Tya maupun Lisa. Tapi itu lah Carlo, hatinya sudah terpaut cukup dalam dengan Dina.

"Oke, kali ini aku tolak keluarga cowok lamanya itu datang. Tapi jika dia datang lagi untuk minta ijin kedua kali, aku tidak bisa menolak. Kau lanjutkan lah urusanmu, aku kembali ke bandara." Kata papa.

Tujuan papa datang dari Lampung ke Jakarta adalah hanya untuk memastikan langsung hubungan putrinya dengan Carlo. Karena papa bingung, putri kesayangannya menerima ajakan nikah cowok lamanya tapi hampir setiap malam dia menangis.

  

***

  

"Loh, katanya hari ini tidak ke Studio, pak?" Tanya Damar begitu melihat Carlo datang.

"Saya berubah pikiran." Jawab Carlo singkat.

Setelah sarapan dengan papanya Dina, Carlo memutuskan untuk kembali ke studio. Hari ini Carlo menyibukkan dirinya untuk menghindari rasa sakit dalam hatinya.

Carlo memanggil Alex dan memintanya untuk buka lowongan, Carlo berniat untuk mengembangkan cafenya sehingga Alex tidak perlu turun tangan langsung tapi membantunya mengurus manajemen dan bisnis cafe.

"Rekrutmen gw percayakan sama lo, pilih yang jujur dan rajin. Kalo tidak punya pengalaman masih bisa kita ajarkan, yang penting mau belajar." Kata Carlo.

"Dalam rangka apa, bang?" Tanya Alex.

"Gw mau lo jadi kepala cafe ini dan gw mau lo mempersiapkan cabang kedua."

"Serius?"

"Iya. Tapi saat ini lo urus karyawan baru dulu sampe mereka bisa dilepas, baru kita buka cabang."

Carlo menelpon orang kepercayaan dari bisnis keluarganya untuk mempersiapkan Alex agar punya bekal menjalankan bisnis cafe ini. Tidak perlu menjadi besar tapi Carlo ingin cafenya bisa menjadi tempat komunitas berkumpul.

Sore hari Carlo mengecek gambar kerja anggota timnya dan sibuk mencoret2 beberapa hal yang masih perlu diperbaiki pada gambar tersebut.

"Overall udah oke sih cuma ada sedikit yang kamu kurang teliti, sudah saya kasih tanda." Kata Carlo.

"Siap pak." Jawab Damar.

"Tolong panggilkan Bian ke ruang saya ya.."

Carlo memiliki 3 karyawan di studio arsiteknya. Damar, Bian dan Yossy.

Damar adalah anak baru lulus yang masih sangat rajin jika disuruh mengerjakan apa pun dan kapan pun. Bian adalah anggotanya yang paling banyak memiliki ide-ide kreatif bahkan sering kali idenya di luar nalar. Yossy adalah teman kuliah Bian. Bian dan Yossy seperti tidak bisa dipisahkan, mereka melamar bekerja di studio Carlo dua tahun lalu, bisa dibilang Yossy adalah penyeimbang Bian jika ide liarnya muncul. 

Hingga saat ini Carlo mengandalkan Yossy untuk memastikan studionya kondusif karena Yossy lebih realistis dan cara kerjanya ringkes, anti ribet.

"Bian, kamu ada ubah detailnya?" Tanya Carlo.

"Iya pak, detailnya saya rasa perlu sedikit diubah." Jawab Bian.

Yossy menatap Carlo dan menggelengkan kepalanya meminta bantuan bossnya karena kali ini Bian cukup keras dengan idenya.

"Berapa lama kamu bisa selesaikan detailnya?" Tanya Carlo lagi.

"Malam ini pak." Jawab Bian mantap.

"Oke. Kamu selesaikan malam ini, besok bantu Yossy hitung RABnya. Detail kamu jangan sampai melebihi budget klien kita." Tambah Carlo.

"Sepertinya lebih pak, tapi kita bisa rekomendasikan material dengan harga yang lebih terjangkau." Bian memberikan saran.

"Ya, sekalian kamu cari alternatif material apa dan jangan lupa cari tau kelebihan/kekurangan material itu." Kata Carlo.

"Siap pak." Jawab Bian.

"Kamu ada yang perlu dilaporkan, Yos?" Carlo beralih pada Yossy, satu-satunya kartini dalam tim studio arsiteknya.

"Ngga pak, RABnya sudah mau selesai tinggal tambahan detail dari Bian aja. Gampang sih, yang susah debatnya sama Bian!" Adu Yossy.

"Humm.. Bian, karya arsitektur itu harus terbangun bukan cuma sekedar di atas kertas, jadi kamu pastikan detail kamu cocok sama budget klien." Carlo memberikan nasihat.

"Iya pak." Jawab Bian.

"Kita rapihkan semuanya besok lusa, bisa?" Tanya Carlo.

"Bisa pak." Jawab keduanya kompak.

"Oke, besok lusa kita rapat sebelum ketemu klien ya.."

"Siap pak.."

Urusan studio arsiteknya sudah beres setidaknya untuk dua hari kedepan. Ketiga juniornya ijin pulang karena sudah waktunya pulang namun Carlo masih di ruangannya dan bersiap untuk mengurus bisnis papinya, menyiapkan rencana untuk beberapa bulan kedepan hingga penghujung tahun.

"Bang." Alex naik ke lantai 2 studio Carlo karena ia melihat lampu di studio Carlo masih menyala saat cafe mau tutup.

"Kenapa Lex?" Tanya Carlo.

"Belom pulang? Cafe sudah tutup."

"Oya? Sudah jam 11 malam dong ya?"

"Udah lewat 10 menit, bang."

"Oooww... Oke, gw pulang deh. Lo udah makan malam?" Tanya Carlo.

"Udah bang. Mau gw temenin?" Alex menawarkan diri.

"Mau dong, bentar ya gw rapihin meja gw dulu."

Setelah merapihkan ruangannya dan membawa beberapa pekerjaan yang akan ia lanjutkan di rumah, Carlo pergi makan pecel lele dekat cafe ditemani Alex lalu pulang ke rumah dan membersihkan dirinya. 

Tadi siang Carlo mengatur jadwal untuk rapat malam ini dengan jaringan bisnis papinya di luar negeri yang memiliki waktu berbeda dari Indonesia dan Carlo pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Seperti itu lah Carlo jika sedang menyibukkan diri untuk kabur dari masalah pribadinya. 

***

"Berantakan banget sih kalo udah mabok! Itu temen kamu muntah di teras dan tidur di mobil. Kenapa ga suruh tidur di sofa aja sih temennya? Kasian tau di mobil, malah ga dibuka jendelanya. Nanti kalo mati dalam mobil gimana?!"

Carlo membuka sedikit matanya dan melihat ada bayangan Dina sedang mengomel. Carlo merasa halusinasinya semakin parah, Carlo membenamkan mukanya ke bantal, menutup telinganya dan kembali tidur.

"Hoaahhh..." Carlo terbangun pukul 09.00 WIB, ia keluar kamar dan mengambil minum lalu duduk di sofa. Carlo mengucek matanya dan melihat rumahnya dalam keadaan rapih.

"Ko rapih ya? Kayaknya kemarin barang-barang gw berantakan.” Gumam Carlo dalam hati.

Carlo keluar rumah dan melihat mobil Rio masih terparkir di depan rumahnya.

"Rio! Woy!!" Carlo mengetok kaca mobil Rio hingga Rio terbangun.

"Kenapa bro?" Rio membuka jendela mobilnya dengan mata masih tertutup.

"Ngapain lo disini?" Tanya Carlo.

Rio membuka matanya..

"Kenapa gw disini?" Rio bertanya pada dirinya sendiri.

"Kenapa lo ga pulang?" Tanya Carlo lagi.

Rio mengingat apa yang terjadi semalam.

"Astaga, sori kemarin gw jackpot di teras lo. Gw telpon orang aja ya buat bersihin, gw ada rapat nih jam 8 pagi." Kata Rio.

"Ini udah jam 9." Kata Carlo.

"Serius?" Rio melihat jamnya..

"Anjiirr..." Rio memukulkan kepalanya pada stir mobil.

"Udah lah, masuk yok sarapan dulu." Ajak Carlo.

Rio mematikan mobilnya dan masuk ke rumah Carlo mendapati rumah sahabatnya sudah rapih.

"Lo bangun jam berapa? Udah rapih aja nih rumah." Kata Rio.

"Gw baru bangun." Jawab Carlo.

"Ada ART?"

"Ngga ada, gw juga ga tau siapa yang rapihin."

"Lo ga sadar kali, mabok sambil bersih-bersih.."

"Gw bukan tipe orang yang mabok sambil bersih-bersih."

Carlo memesan sarapan melalui aplikasi online karena kepalanya masih pusing jika harus memasak sarapan. Rio sibuk dengan HPnya untuk koordinasi pekerjaan dan mengabari istrinya bahwa dirinya tidak pulang karena menemani Carlo yang sedang galau.

"Tadi gw mimpiin Dina, ah kangen banget sih gw kayaknya sampe kebawa mimpi." Cerita Carlo.

"Mimpi nakal lo ya? Lo apain dia dalam mimpi lo?" Rio menanggapi cerita sahabatnya.

"Gw mimpi dia ngomel-ngomel dan... Anjrit! Gw ngga mimpi!"

"Nah, lo harus ke psikiater sih kayaknya. Mimpi lo terasa nyata kan?"

"Ini yang rapihin si Dina!"

"Hm?"

"Dalam mimpi gw, dia ngomel sambil ambilin baju-baju gw yang berantakan di kamar. Seriusan deh, gw bangun baju-baju gw udah rapih."

Carlo menyesali dirinya yang tidak sadar saat Dina datang. Dia kehilangan kesempatan melihat dan memeluk Dina. 

"Aaahh... Bego bego bego!!!" Carlo memukul bantal sofanya.

"Udah lah, lo datengin aja sih. Gengsi lo kelewatan bro." Kata Rio.

"Gw ngga gengsi, gw cuma.."

"Lo pengecut!"

Carlo langsung mengambil HPnya dan mengetik chat untuk Dina dengan perasaan yang campur aduk antara senang, rindu, takut, khawatir atau apalah. Tapi rasa senang lebih besar dirasakan mengetahui belahan hatinya baru saja mengunjungi dirinya, hatinya terasa seperti ingin meledak.

From: Carlo
Din, nanti gw 
jemput ya..

Tak lama Carlo mendapat balasan..

From: Dina
Jemput kemana?
From: Carlo
Ke kosan.
From: Dina
Ngapain?
From: Carlo
Mau ketemu aja.
From: Dina
Kangen ya??
From: Carlo
Biasa aja sih..
From: Dina
Aku ada janji 
malam ini.
From: Carlo
Janji sama siapa?
From: Dina
Mau tau aja.

"Shit! Malah kesel gw chat dia!" Marah Carlo membanting HPnya ke sofa.

"Norak! Telpon lah." Kata Rio.

Carlo mengiyakan saran Rio dan menelpon Dina.

"Halo.." Dina mengangkat telpon Carlo.

"Din, aku jemput ya?" Carlo langung menawarkan diri.

"Jemput kemana sih, bang?"

"Kamu janjian dimana? Nanti pulangnya aku jemput."

"Aku? Sok imut lo bang make aku/kamu."

"Ya pokoknya gw jemput!"

"Lo mending abisin dulu deh basian lo. Masih mabok ko nelpon orang."

"Justru mumpung maboknya belom abis makanya gw nelpon."

"Cupu banget beraninya pas mabok."

"Kalo udah ga mabok boleh jemput?"

"Jemput kemana?"

"Kemanapun gw jemput!"

Dina terdiam. Jujur, jantungnya berdebar mendengar kata-kata Carlo yang semakin digoda semakin membuatnya luluh lantah. Dina tau bahwa Carlo tidak bisa menahan isi hatinya ketika mabuk.

"Yaudah nanti kalo udah ngga mabok, telpon aku lagi." Dina mematikan sambungan telpon dan Carlo hanya terdiam, tidak menyangka telponnya akan diputus oleh Dina. 

Carlo tidak yakin apa dirinya akan menelpon Dina ketika dirinya sudah 100% sadar.

"Carlo, Carlo.. Banyak cewe-cewe seksi minta lo tidurin tapi lo selalu mati kutu sama cewe lugu. Hahahahahaha... Udah ga lugu lagi kayaknya si Dina." Rio mengejek sahabatnya yang nampak mati kutu.

"Dieeem." Kata Carlo kesal.

“Tapi seriusan deh gw nanya. Banyak wanita-wanita lugu yang single tapi kenapa lo lebih tertarik dengan yang sudah punya pasangan? Jangan bilang adrenalin!”

“Kalo gw deketin yang udah punya pasangan, lawan gw cuma satu. Kalo yang single, lawan gw banyak.”

“Anjir! Alasan macam apa itu?!”

Tentu bukan itu alasan sebenarnya, Carlo pun tidak mengerti kenapa hatinya selalu tersangkut dengan wanita yang sudah memiliki pasangan. Memang semua wanita yang dekat dengan Carlo awalnya hanya iseng namun yang benar-benar membuat hatinya tidak bisa lepas adalah dua wanita yang sudah memiliki pasangan dan bisa dibilang hubungan mereka dengan pasangan awal mereka sudah terjalin cukup lama.

Mungkin Carlo masuk disaat yang tepat, disaat Siwi dan Dina sedang jenuh dengan pasangan mereka dan kebetulan keduanya LDR sehingga Carlo hadir lebih sering dibanding pasangan-pasangan mereka.

***

"Bego emang!" Dina menggerutu seorang diri.

Dina bingung entah siapa yang sebenarnya bego. Dirinya yang bego karena menyia-nyiakan penawaran Carlo untuk menjemput dirinya atau memang Carlo yang bego karena hingga malam hari Carlo tidak kunjung menghubungi dirinya.

Tadi pagi Dina baru tiba di Jakarta dari Lampung dan iseng mampir ke Rumah Carlo untuk sekedar menyapa karena rasa rindunya sudah tidak tertahan, tapi justru mendapati rumah yang berantakan dengan pemilik rumah yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh alkohol.

"Kayaknya gw memang harus lupain bang Carlo. Tapi kenapa tadi dia nelpon dan sekarang menghilang? Bego banget sih lo Carloo!!! Huhuhuhuhu..." Dina menangis menahan hatinya yang sakit dan rasa rindu disaat bersamaan.

Padahal hari ini dirinya tidak ada janji dengan siapa pun dan tidak pergi kemana pun, dirinya tadi pagi hanya jual mahal dan sekarang ia menyesali perbuatan bodohnya.

"Lo juga bego sih Din! Udah tau bang Carlo orangnya begitu, masih sok-sokan lo jual mahal, bego!" Dina memarahi dirinya sendiri sambil terus menangis.

Dina berfikir akan lebih mudah melupakan Carlo jika ia kembali pada mantannya, tapi Dina tidak mengerti kenapa papa menolak keluarga mantannya datang ke rumah, hal ini mempersulit Dina untuk melupakan Carlo. 

Dina kembali mengingat kejadian beberapa hari lalu saat papanya bertemu Satya, mantannya.

"Kalian baru kembali bertemu, terlalu cepat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Kalian mantapkan dulu saja hubungan kalian." Kata papa.

Dina sudah menceritakan perbuatan Carlo yang selingkuh tapi kenapa rasanya papa masih berpihak pada bang Carlo? Padahal awal mula hubungan mereka, papa tidak setuju dengan Carlo.

"Huhuhuhuhu..." Dina semakin sedih mengingat perjuangan awal mereka mengambil hati papa.

Ditempat yang berbeda, Carlo sedang berusaha menyibukkan diri agar melupakan kejadian tadi pagi. 

*ddrrttt ddrrttt* (telpon masuk)

Telpon masuk dari karyawan kantor bisnis papi di Swedia, percakapan menggunakan bahasa Inggris.

"Halo.." Carlo mengangkat telponnya.

"Selamat siang, tuan muda." Sapa orang tersebut dalam sambungan telpon.

"Iya, selamat malam."

"..."

"Saya sedang di Indonesia dan ini tengah malam."

"Maaf telah mengganggu tuan muda, nanti pagi waktu Indonesia akan saya hubungi kembali."

"Tidak masalah, ada apa?"

"Kami sudah menemukan vendor untuk logistik di Asia, sebuah perusahaan yang sedang mengembangkan sayap dan sepertinya bisa kerja sama dengan harga dibawah rate kita, tuan muda."

"Good."

"Senin mereka akan presentasi, kebetulan kantor mereka berpusat di Jakarta. Jika Tuan muda berkenan untuk hadir offline, akan kami siapkan."

"Jam berapa?"

"Pukul 14.00 WIB, tuan muda."

"Oke, saya akan hadir. Kirim materinya ke saya dan minta mereka presentasi di kantor kita saja."

"Baik, tuan muda."

Carlo mempelajari materi yang vendor berikan, mencari kelemahan dan kekuatan vendor ini agar besok bisa ia tanyakan untuk memastikan kesiapannya bekerja sama dengan bisnis papi.

Hingga saat ini Carlo masih merasa bahwa bisnisnya adalah milik papi walau sebagian besar wewenang sudah diserahkan kepadanya. Sebelum kantor pusat berhasil ia pindahkan ke Indonesia, Carlo merasa kekuasaannya masih di tangan papi. Saat ini Carlo sedang mempersiapkan infrastruktur kantornya agar bisa bergerak lebih leluasa di pasar Asia sehingga papi tidak terlalu keberatan jika pusat bisnisnya pindah ke Indonesia.

Beberapa poin menjadi catatan Carlo untuk ditanyakan besok. Setelah selesai dengan cetatannya, Carlo masuk kamar lalu tidur.

BAB 4 - TERIKAT MOU

"Halo pak, tolong jemput saya di studio ya, saya ada rapat di kantor." Kata Carlo dalam telpon yang terhubung ke supirnya.

"Baik, tuan muda." Jawab bapak supir.

Carlo merapihkan meja kerjanya lalu turun ke Cafe untuk memeriksa kondisi Cafe karena sudah beberapa hari ia tidak memantau cafenya.

"Bang, ini karyawan baru yang lolos dari seleksi." Alex melaporkan hasil rekrutmen yang seminggu kemarin ia buka.

"Seleksi? Wow.. Banyak yang daftar?" Tanya Carlo.

"Ngga bang, cuma mereka berdua."

"Hahahaha.. Halo, apa kabar? Saya Carlo.."

Carlo menyalami mereka satu per satu dan mereka memperkenalkan diri mereka satu per satu.

"Bang Carlo adalah owner Cafe ini, di atas adalah studio arsiteknya. Jadi ruang gerak kita hanya di cafe lantai satu ini, tidak naik ke lantai 2." Jelas Alex.

"Ya, kurang lebih begitu kecuali kalian mau belajar tentang arsitektur, boleh main-main ke atas." Carlo mencoba mencairkan suasana karena Alex nampak terlalu serius.

"Pembagian tugasnya sudah dikasih tau?" Tanya Carlo.

"Belom bang. Hari ini mau gw kenalin dulu apa aja kegiatan di cafe ini, nanti mereka bisa milih mau bantu yang mana." Jawab Alex.

"Humm.. Jadi gini temen-temen. Kalo dari saya, kalian ikuti saja instruksi Alex, kecuali instruksinya diluar nalar dan akal sehat - kalian bisa lapor ke saya." Tambah Carlo.

Mereka semua mengangguk.

"Jangan terlalu kaku, santai aja tapi tetap bertanggung jawab sama jobdesc yang nanti kalian pilih. Gitu ya Lex? Gw harus cabut dulu. Tadi kopi yang gw minta buatin tolong masukin mobil ya.." 

"Siap bang. Bro, itu kopi yang di meja tolong bawa ke mobil." Alex meminta anak barunya untuk membawa kopi yang sudah ia siapkan ke mobil Carlo, sesuai arahan.

Carlo keluar cafe dan masuk mobil karena drivernya sudah menjemput. Entah kenapa Jakarta siang ini cukup padat sehingga Carlo telat 5 menit dari jadwal rapat.

"Halo, maaf saya terlambat." Carlo menyapa semua yang ada di ruang rapat.

Carlo masuk ruang rapat diikuti oleh kopi yang tadi ia bawa dari cafe untuk dibagikan ke peserta rapat. Carlo duduk di kursinya membuka ipad dan melihat list topik yang akan ia tanyakan ke vendor.

"Baik, kita mulai rapat hari ini. Sekali lagi saya minta maaf karena agak telat tapi saya bawa kopi untuk menebus kesalahan saya.." Carlo membuka rapat dengan meminta maaf atas keterlambatannya.

Carlo mengangkat wajahnya dan memandang wajah dari tim calon vendor bisnisnya satu per satu. Pandangan Carlo terhenti pada satu sosok, Dina.

"Vendor apa ini? Kenapa ada Dina? Astaga, gw cuma tau nama kantornya tanpa tau nama PT tempat Dina bekerja!" Gumam Carlo dalam hati.

"Maaf, saya izin ke toilet sebentar." Dina tiba-tiba minta izin dan Carlo hanya mengangguk.

Jantung Carlo berdegup kencang dan tangannya mulai berkeringat. Begitu pun dengan Dina yang nampak kaget dan nampak pucat. Carlo mencoba menenangkan diri dengan menarik nafas dalam-dalam.

Tidak lama, Dina kembali ke ruang rapat dan presentasi dimulai. Ternyata Dina adalah leader untuk proyek ini dan ia mempresentasikannya dengan cukup baik. Carlo tidak banyak memperhatikan karena pandangannya hanya menuju ipad tanpa menanyakan apa yang sudah ia persiapkan.

"Demikian presentasi dari kami, apa ada pertanyaan pak?" Tanya Dina.

"Tidak ada, saya rasa cukup. Nanti asisten saya akan memberikan info selanjutnya. Terima kasih untuk waktunya, saya duluan." Carlo menutup rapat dan meninggalkan ruang rapat menuju ruangannya.

"Kita cari vendor lain." Kata Carlo di luar ruang rapat kepada asistennya yang ternyata didengar oleh tim Dina.

"Bu, kayaknya kita ditolak." Kata salah satu anggota timnya.

"Salah kita apa ya? Kayaknya tadi bu Dina bagus ko presentasinya. Sudah direview juga sama si boss, materinya oke." Kata yang lainnya.

Dina hanya terdiam dan mencoba menahan air matanya.

"Gagal dapet bonus deh ni kita."

"Masih labil bosnya, ganteng doang."

"Eh ini masih di kantor dia, hati-hati lo ngomong."

"Lagian selama presentasi dia ngga ada bersuara tiba-tiba di luar bilang cari vendor lain. Nyebelin banget."

"Kalian balik duluan ya ke kantor." Dina bangkit dari bangku dan pergi menuju toilet.

Dina kesal hingga air matanya jatuh. Ia menarik nafas dalam, menghapus air matanya dan merapihkan dandanannya.

"Oke kalo ditolak, sekalian aja gw harus tau alasannya!" Dina keluar toilet mencari ruang Carlo.

***

"Maksudnya apa sih?" Dina langsung marah begitu membuka pintu tanpa berfikir apa yang ada di balik pintu. 

Ternyata Carlo sedang koordinasi dengan asisten dan timnya. Carlo melihat Dina di pintu ruangannya nampak emosi karena matanya tajam dan keningnya berkerut yang merupakan ciri-ciri bahwa Dina sedang kesal.

"Tolong keluar dulu, sepertinya ada yang ingin bu Dina bicarakan dengan saya." Kata Carlo pada asisten dan timnya.

Asisten dan timnya segera keluar meninggalkan Dina dan Carlo berdua di ruangan. Carlo masih duduk di bangkunya menunggu apa yang akan Dina perbuat tapi Dina masih diam di dekat pintu.

"Mau ngomong dari jauh sana atau ke sini?" Kata Carlo.

Dina maju menuju meja kerja Carlo dan menyilangkan tangannya.

"Kamu nolak presentasiku?" Tanya Dina to the point.

Carlo hanya diam memandang Dina.

"Ya Tuhan, Dina ada di depan gw. Apa gw harus mengunci pintu agar dia tidak bisa pergi jauh dari gw?" Isi otak Carlo penuh dengan curahan-curahan rindu tanpa memperdulikan Dina yang sedang marah.

"Bang!" Dina memukul meja Carlo membuat Carlo tersadar dari lamunannya.

"Kamu denger ga sih aku ngomong apa?" Tanya Dina.

"Iya." Jawab Carlo.

"Apa ada yang salah dengan presentasiku?"

"Ngga."

"Kenapa cari vendor lain?"

"Itu hak saya untuk memilih vendor yang saya mau."

"Ngga fair dong."

"Apanya yang ngga fair?"

"Kamu diam aja selama rapat tiba-tiba minta vendor lain ke asisten kamu. Kasih alasan dong biar aku dan timku tau untuk evaluasi tim."

"Saya hanya mau vendor lain."

"Iya kenapa? Kasih alasan biar aku bisa laporan ke bossku. Seburuk itu materi presentasiku?"

“Kamu ngga pernah buruk, sayang..” Jawab Carlo dalam hati.

“Kenapa?!” Dina kembali bertanya.

"Nanti saya kirim surat resmi ke boss kamu beserta alasannya."

"Ck ah!"

Dina ga tau harus berkata apa lagi, ia kesal dan membalikkan badannya untuk pergi meninggalkan Carlo tapi Carlo dengan cepat bangkit mengejar dan menarik Dina sebelum ia keluar ruangan hingga tubuh Dina berputar menghadap Carlo dan Carlo mendapati Dina menangis.

"Jangan nangis." Kata Carlo sembari menghapus air mata pada pipi Dina..

Carlo tidak bisa melihat Dina menagis untuk kedua kalinya. Dia tidak menyangka bahwa sikap dan keputusannya dapat membuat Dina menangis.

Air mata Dina bukan berhenti malah semakin menjadi. Dina menundukkan kepalanya dan menangis sesenggukan, kali ini bukan hanya kesal tapi air mata rindunya tidak mampu ia tahan begitu ia merasakan pipinya disentuh oleh Carlo. Carlo pun menarik Dina ke dalam pelukannya.

"Kamu jahat! Huhuhuhu..." Dina menangis dalam pelukan Carlo.

Hati Carlo tercabik-cabik mendengar suara tangisan wanita yang ada dalam pelukannya. Carlo membelai dengan lambut, rasanya ia tidak mau melepas Dina dan menyerahkannya pada pria lain. Carlo memejamkan matanya, memeluk Dina hingga tangisnya mereda.

"Maaf jika keputusanku menyakitimu. Aku anter balik ya?" Carlo kembali menghapus sisa air mata Dina dan menawarkan diri untuk mengantarnya.

"Aku naik taksi aja." Jawab Dina.

Dina menjauhkan dirinya dari Carlo dan pergi keluar ruangan meninggalkan Carlo. Carlo membiarkan Dina pergi dengan perasaan yang sangat berat.

***

"Bu, kita dipanggil boss ke ruangannya." Kata salah satu anggota tim Dina.

"Kayaknya kita bakal dimarahin deh karena proyek kemarin gagal." Anggota yang lainnya pun khawatir.

Dina bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ruang bossnya diikuti anggota timnya.

"Selamat siang pak." Sapa mereka pada bossnya.

"Masuk, masuk.." Bossnya mempersilahkan masuk.

"Mas, tolong buatkan kopi ya, 4 cangkir untuk tim saya yang keren-keren ini. Terima kasih, mas.." Boss Dina menelpon pantry.

Dina dan timnya masih bingung, apakah ini hanya sebuah sarkas sebelum memarahi kita karena gagal? Pikiran mereka penuh dengan hal-hal negatif sedangkan Dina sudah pasrah jika dirinya harus dirotasi ke divisi lain atau dipindah ke kantor cabang.

"Keren, kalian keren.." Kata bossnya.

"Kenapa pak?" Tanya salah satu anggota tim Dina.

"Loh, kalian tidak merasa keren?" Tanya bossnya balik.

"Kadang-kadang sih pak, tapi sekarang ngga." Kata salah satu anggota tim Dina.

"Kalian berhasil loh mendapatkan kerja sama dengan perusahaan yang kemarin presentasinya kalian buat sampai begadang berhari-hari." Bossnya menjelaskan.

"Serius pak?" Tanya anggota tim Dina memastikan.

"Apa muka saya nampak sedang bercanda?" Bossnya bertanya balik.

Mereka kompak menggelengkan kepala.

"Perusahaan ini cukup besar di Eropa, saat ini sedang mengembangkan bisnisnya di Asia dan mereka mempercayakan logistik mereka ke kita untuk wilayah Asia! Bayangkan, ASIA! Sejauh ini kita baru bergerak di Asia Tenggara, ini sebuah pencapaian yang luar biasa. Saya akan minta bonus yang layak untuk kalian." Tambah bossnya.

"Serius pak?" Anggota tim Dina kembali memastikan.

"Loh ko dari tadi kalian tidak percaya sih?" Bossnya pun kembali bertanya.

"Soalnya kemarin bossnya kayak ngga suka sama presentasi kita pak." Cerita salah satu anggota tim Dina.

"Terserah lah dengan kemarin, yang penting hari ini saya dapat info bahwa mereka akan kerja sama dengan kita." Kata bossnya.

"Bukan prank kan ya pak?" Anggota tim Dina masih tidak percaya.

"Aduh saya bingung deh sama kalian, saya ko jadi merasa bahagia sendirian ya?" Bossnya terbingung.

"Bener deh pak, kemaren suasananya dingin banget kayak di kutub." Tambah salah seorang anggota Dina yang lain.

"Nah kalo kinerja kita baik, tidak menutup kemungkinan kita bisa mengembangkan jasa logistik kita sampe ke kutub melalui bisnis mereka karena bisnis mereka lingkupnya mancanegara!!" Tambah bossnya.

"Wah gokil, tapi ko kantornya kayak B aja ya?" Tanya salah satu anggota tim Dina.

"Nah itu. Saya juga baru tau kalo kemarin kalian bertemu langsung dengan CEOnya yang kebetulan sedang di Indonesia. Pusat bisnis mereka bukan di Indonesia." Cerita bossnya.

"Woalaah, CEO. Mukanya sih bule ganteng, tapi bahasa Indonesianya lancar pak." Cerita yang lainnya.

"Oiya?" Bossnya memastikan.

"Iya. Atau mungkin kemarin dia diem aja karena ngga ngerti ya kita presentasi make bahasa Indonesia?" Anggota tim Dina mulai menerka.

"Waduh.." Bossnya kaget.

"Ngerti ko, dia fasih bahasa Indonesia." Tiba-tiba Dina yang tadinya diam masuk dalam obrolan.

"Atau karena bu Dina yang rayu?" Kata salah satu anggota Dina membuat semua pandangan menuju ke Dina.

"Bisa jadi. Kemarin kita sama-sama dengar kalo CEOnya yang dingin itu minta asistennya cari vendor lain, lalu bu Dina minta kita duluan. Bu Dina ngapain pulang belakangan? Ngelobi bapak CEO kan??" Anggota timnya curiga termasuk bossnya.

"Apa sih.. Emang aku siapa merayu CEO mancanegara?" Tanya Dina.

"Iya juga sih."

"Ya pokoknya terima kasih untuk kerja keras kalian, tunggu bonusnya ya.." Kata boss mereka.

"Oke pak..."

Mereka semua keluar ruangan dengan bersorak sorai kecuali Dina yang hanya tersenyum simpul dengan isi pikirannya yang melayang.

"Apa gw perlu berterima kasih sama bang Carlo?" Tanya Dina dalam hati.

***

Hari ini adalah penandatanganan MoU kerja sama antara kantor Dina dengan bisnis keluarga Carlo. Dina mempersiapkan dirinya agar tampil baik di depan Carlo, sedari pagi jantungnya berdegup kencang dan perutnya terasa tidak enak karena nervous.

Penandatanganan dilakukan sembari makan siang namun Dina kecewa karena ternyata Carlo tidak hadir, ia diwakili oleh Direktur Utama untuk wilayah Asia. 

"Selamat siang, saya selaku Direktur Utama wilayah Asia mengucapkan terima kasih kepada tim vendor dan bapak CEO vendor yang sudah meluangkan waktu hadir dalam jamuan makan siang kami dan hari ini kita akan menandatangani MoU. Kami berharap kerja sama baik ini dapat terus terjalin dan menjadi lebih baik kedepannya."

Semua hadirin bertepuk tangan.

"Kami sedang mempersiapkan infrastruktur bisnis kami di Asia karena CEO kami berencana akan memindahkan kantor pusat kami ke Indonesia sehingga kami memutuskan bahwa vendor ini yang akan menjadi perusahaan logistik utama penyokong pergerakan bisnis kami untuk wilayah Asia."

Tepuk tangan semakin riuh, tim vendor lah yang paling riuh.

“CEO kami, tuan muda Carlo minta maaf karena tidak bisa hadir hari ini namun dirinya sudah yakin dengan tim vendor yang sudah ia temui saat rapat beberapa hari lalu. Tuan muda berharap hubungan ini bisa langgeng walau akan banyak halang rintang yang akan ditemui nanti terutama pada aspek regulasi negara ini yang masih rumit.”

"Untuk kelancaran bisnis, kami menyiapkan satu ruang khusus di kantor kami untuk tim vendor bisa tempati sehari-hari agar koordinasi dan kolaborasi kita lebih mudah, karena target kami di pasar Asia harus tembus dalam satu atau dua tahun kedepan. Kami harap hal ini dapat direspon dengan cepat oleh tim vendor agar persiapan kami pun bisa berlanjut."

Kali ini semua tim vendor saling bertatap-tatapan. CEO kantor Dina pun kaget dengan pernyataan yang diberikan oleh Direktur kantor Carlo bahwa telah disiapkan ruangan khusus untuk mereka.

"Demikian hal yang bisa saya sampaikan, CEO kami pun menitip salam untuk tim vendor. Beliau minta maaf jika pada pertemuan perdananya saat rapat kemarin terkesan kurang baik, semoga tidak membuat semangat kerja sama ini luntur. Pesan khusus untuk ibu Dina selaku Leader Team, tuan muda menitip pesan : aku percaya sama kamu."

Posisi duduk Dina refleks menjadi tegak karena terkejut namanya disebut. Tidak hanya Dina, semua tim vendor pun nampak terkejut karena ada satu nama yang khusus disebut.

"Demikian dari saya, terima kasih." Tutup bapak direktur dari kantor Carlo.

Bapak direktur meninggalkan panggung dan kembali ke bangkunya, acara dilanjut dengan kata sambutan dari CEO kantor Dina.

"Selamat siang, terima kasih karena sudah menjamu kami pada makan siang hari ini. Kami merasa terhormat, dipercaya menjadi perusahaan logistik utama untuk pasar Asia. Kami akan berupaya semaksimal kami agar pergerakan bisnis kedua pihak ini bisa bersinergi baik dan menghasilkan yang terbaik. Kami pun berterima kasih karena telah disediakan satu ruangan untuk kami di kantor ini. Tentu hal baik ini akan segera kami koordinasikan, kami akan bentuk satu departemen baru untuk itu, kami upayakan Senin depan bu Dina sudah bisa mulai mengurusnya."

"Lah main tunjuk aja, belom ada koordinasinya." Kata Dina pelan.

"Karena cuma nama bu Dina yang dimention tuan muda CEO, harus dimanfaatkan." Kata salah satu anggotanya.

"Hihihihi.. Selamat ya bu, ketemu lagi sama tuan muda CEO ganteng tapi dingin.." Tambah anggotanya yang lain.

"Iya kan bener, bu Dina kemarin yang merayu tuan muda untuk deal sama vendor kita?" Anggota timnya semakin penasaran.

Mereka malah asik bergosip, tidak mendengar CEOnya memberikan kata sambutan.

"Bu Dina, disuruh maju." Kata Bossnya.

"Ha? Ngapain?" Tanya Dina bingung karena ia pun tidak mendengarkan kata sambutan dari CEO kantornya.

Dina melihat kedepan dan benar bahwa dirinya ditunggu untuk maju ke depan. Dina bangkit dan berjalan menuju CEOnya.

"Ini ibu Dina, sosok yang dimaksud oleh tuan muda Carlo. Karena tuan muda sudah percaya pada bu Dina maka tidak ada alasan saya untuk tidak percaya. Untuk itu saya menunjuk bu Dina menjadi perantara bisnis kita." Kata CEO kantor Dina.

Tepuk tangan yang riuh datang dari anggota timnya.

"Uhuy, aku percaya padamu, bu..." Goda salah satu anggota timnya.

"Selamat siang.." Dina membuka kata sambutannya.

Seluruh pandangan berpindah menuju Dina yang bingung mau bicara apa karena tidak ada persiapan untuk ini dan sungguh sangat tidak terduga.

"Jujur saya masih bingung hingga detik ini apa yang terjadi tapi saya berterima kasih atas kepercayaan yang sudah diberikan kepada saya. Semoga saya bisa memberikan kinerja terbaik saya dan tidak mengecewakan. Jika boleh, saya juga titip salam dan titip ucapan terima kasih saya untuk tuan muda Carlo yang tidak hadir pada hari ini. Semoga sukses dengan semua rencananya dan jaga kesehatan. Sekali lagi, terima kasih." Dina kembali menuju tempat duduknya.

Semua terdiam mendengar kata penutup dari Dina membuat ruangan menjadi hening. Mereka menduga bahwa ada hubungan lebih antara bu Dina dengan tuan muda CEO. Terhitunng detik ini, acara jamuan makan siang dan penandatanganan MoU menjadi gosip hangat di kedua kantor mereka.

Di ruang tersembunyi Carlo melihat dan mendengar semuanya, ia berusaha keras menahan diri untuk tidak datang langsung memeluk Dina. Rasanya sungguh menyiksa.

***

Hari Senin tiba, Dina sudah mengkoordinsikan serta membentuk satu tim baru yang bisa ia percaya untuk ditempatkan di kantor Carlo. Selama sebulan kedepan, Dina akan lebih sering ke kantor Carlo mempersiapkan timnya sebelum dilepas.

Perasaan gamang memenuhi hatinya, ia tidak tau pasti perasaan apa ini tapi rasanya tidak nyaman. Ia rindu namun tidak mau bertemu Carlo, ia khawatir suasana ini justru akan mempersulit dirinya fokus pada pekerjaan dan tanggung jawab besar yang ia emban.

Asisten Carlo menunjuk seorang karyawan untuk mengajak Dina dan tim berkeliling kantor memperkenalkan dan menunjukkan ruangan-ruangan yang ada pada gedung tersebut. Gedung lima lantai di sebuah kawasan Kuningan, Jakarta - berada di tengah-tengah gedung tinggi. Dina menikmati tour kantor tersebut karena desain kantornya sangat santai dan nyaman.

"Ini selera bang Carlo banget desain kantornya." Gumam Dina dalam hati.

"Tapi bang Carlo mana ya? Dari pagi belum keliatan, apa dari pagi tidak keluar ruangan?" Dina bertanya dalam hatinya.

"Tuan muda CEO ruangannya dimana pak?" Tanya salah satu anggota tim Dina.

"Yee... Ngapain lo cari-cari tuan muda?" Ledek anggota yang lainnya.

"Penyemangat.. Pagi ini belum kelihatan pak, tuan muda belum datang ya?"

Dina pun penasaran dan mendengarkan dengan seksama.

"Ruang tuan muda paling atas, lantai 5. Kita tidak ke lantai 5 karena lantai itu khusus untuk tuan muda dan tim khusus." Karyawan kantor Carlo menjelaskan.

"Oo.. Pantes kita ngga ketemu." Kata salah satu anggota tim Dina kecewa.

"Tuan muda jarang ke kantor jadi maaf jika mengecewakan. Hehehehe.." Kata karyawan Carlo menghibur karena ia tau tuan mudanya itu memang meresahkan, selalu memikat para wanita.

Disaat yang sama, Carlo sedang koordinasi di studio arsiteknya untuk mempersiapkan timnya melakukan pengawasan berkala saat proses konstruksi berlangsung. Desain untuk proyek developer sudah selesai dan akan memasuki tahap konstruksi.

"Kita cukup satu atau dua minggu sekali mengunjungi lapangan untuk mengecek progress dan memastikan kontraktor melaksanakan desain dan spek yang kita berikan selama proses konstruksi berlangsung.” Carlo memberikan instruksi pada anggotanya.

"Kita ngga ada proyek lain pak yang mau dikerjakan? Cek lapangan kan cuma dua minggu sekali." Tanya Bian.

"Humm.. Bagaimana jika kita ikut sayembara? Ini bagus untuk melatih ide dan kreatifitas. Kemarin saya lihat ada info sayembara untuk desain Masjid Raya di Surakarta, Jawa Tengah. Mau kita coba?" Tanya Carlo pada timnya.

"Ayo pak, kita ikutan!" Bian dan Damar nampak semangat.

"Oke, coba kalian cari tau persyaratannya nanti kita siapkan sama2." Perintah Carlo.

"Siap pak."

"Hari ini kita cek lapangan dulu ya. Sepulang dari lapangan baru kita cari info tentang sayembara itu."

Mereka bersiap dan berangkat bersama. Carlo mengajak semua anggotanya agar semua bisa belajar bagaimana kondisi di lapangan.

BAB 5 - CINTA PERTAMA CARLO

Acara peletakan batu pertama untuk memulai konstruksi proyek developer dilakukan pagi hari dengan pemotongan tumpeng oleh owner. Carlo mengenalkan anggotanya ke owner, kontraktor dan pengawas yang akan terlibat selama proses konstruksi nanti.

Selama acara berlangsung, Carlo terusik oleh sosok wanita cantik yang kerap kali curi-curi pandang pada dirinya yang merupakan istri si owner, wajahnya seperti tidak asing.

"Hei." Sapa wanita itu begitu acara seremonial selesai.

"Halo.." Carlo tersenyum ramah karena beliau adalah istri dari kliennya.

"Akhirnya kita bertemu lagi." Katanya.

Carlo mencoba mengingat, siapa sosok wanita cantik yang saat ini menyapanya?

"Sombong banget sih lo lupa sama gw.." Katanya lagi.

"Sori banget, gw kayak ngga asing sih tapi ngga yakin.." Kata Carlo.

"Kesitu yuk ngobrolnya di bawah pohon, panas banget disini.” Wanita cantik itu mengajak Carlo berteduh.

“Tadinya gw ngga mau ikut laki gw ke acara peletakan batu pertama ini karena tau bakal kayak gini, panas.." Wanita itu ngedumel selama berjalan menuju pohon terdekat.

"Gw Sarah, inget ga lo?" Kata wanita itu begitu tiba di bawah pohon.

"Ka Sarah?" Tanya Carlo memastikan.

"Iya. Tadi pagi gw liat desain lo di meja suami, ada nama Carlo Sihaloho. Buat mastiin, gw ikut deh kesini. Eh bener dong, Carlo Sihalohonya adalah dedek kinyis-kinyis jaman SMA yang dulu selalu nemenin gw." Carita ka Sarah.

"Oalah.. Sempit ya dunia ini. Lo jauh-jauh kuliah di Amerika, balik Indonesia tetep nyariin gw juga. Mau gw temenin lagi ka?" Goda Carlo.

"Nanti ya kalo suami gw ke luar kota atau ke luar negeri." Goda ka Sarah balik.

"Hahahaha.. Emang gw cowo apaan?!"

"Iiihh.. Jual mahal, emang lo ga kangen sama gw? Makin berpengalaman loh gw.."

"Ngaco lu ah."

"Becanda lah gw, jangan kaku-kaku kayak suami gw."

Ka Sarah adalah kakak kelas Carlo sewaktu SMA, wanita populer dan bisa dibilang tercantik satu sekolah. Cantik, anak dance tapi kalem, ngga banyak gaya dan ga suka labrak-labrak adik kelas.

Saat baru masuk SMA, bahasa Indonesia Carlo kurang fasih sehingga ia selalu mendapat kesulitan selama MOS (Masa Orientasi Siswa). Carlo sulit mengartikan maksud dari tugas-tugas aneh yang diberikan oleh kakak kelasnya selama MOS. Jangankan Carlo yang saat itu merupakan anak pendatang dari benua seberang, anak asli setempat pun bingung dengan tugas-tugas aneh yang diberikan.

Saat itu Carlo masih pendiam, Carlo sangat berusaha untuk menyesuaikan diri setelah pindah ke Indonesia karena situasi dan kondisinya sangat berbeda dengan yang selama ini ia temui. Selain perbedaan bahasa dan budaya, Carlo sebelumnya bersekolah di sekolah anak bangsawan, begitu sampai Jakarta ia sengaja masuk sekolah swasta biasa, bukan sekolah internasional. Terlebih perbedaan kurikulum yang membuat Carlo semakin merasa perlu lebih banyak beradaptasi agar tidak tertinggal.

Teman-temannya pun sulit berkomunikasi dengan Carlo karena responnya lambat. Carlo mencoba menerjemahkan tiap kata satu per satu baru menjawab, hal ini membuat teman-temannya tidak sabar jika berbicara dengannya.

Setelah pulang MOS hari pertama, Carlo berkeliling mall mencari barang-barang yang ditugaskan oleh seniornya. Saat terlihat bingung di mall ini lah Carlo bertemu ka Sarah.

"Hei, udah ketemu belom tugasnya?" Tiba-tiba ka Sarah menyapa Carlo yang sedang bingung.

Melihat dirinya ditegur oleh seseorang yang menggunakan seragam sama dengan dirinya, Carlo membalas pertanyaan ka Sarah dengan bahasa Inggris. Awalnya ka Sarah masih menanggapinya dengan bahasa Indonesia.

"Belum." Jawab Carlo dengan bahasa Inggris.

"Apa aja yang belum?" Tanya ka Sarah dalam bahasa Indonesia.

"Belum semua." Jawab Carlo lagi dengan bahasa Inggris.

"Lo ga bisa ngobrol make bahasa Indonesia aja?" Tanya ka Sarah.

"Bisa tapi sulit. Saya baru dua minggu di Indonesia." Jawab Carlo dalam bahasa Inggris.

Ka Sarah mulai mengerti, dedek-dedek gemes ini ternyata baru pindah sekolah di Indonesia. Karena Bahsa Inggris ka Sarah cukup baik, hari itu ka Sarah membantu Carlo menyiapkan semua tugasnya hingga malam hari. Akhirnya Carlo bertemu satu orang yang bisa ia ajak bicara dengan nyaman, menggunakan bahasa Inggris.

"Mari saya antar pulang?" Carlo menawarkan diri.

"Tidak perlu, saya bawa mobil." Jawab ka Sarah.

Kurang lebih seperti itu lah pertemuan awal Carlo dengan ka Sarah saat mereka masih di bangku SMA.

***

Setelah selesai urusan dari lokasi proyek, Carlo ke studio dan minum kopi di Cafe sembari mengerjakan pekerjaannya. Saat sore tiba, anggotanya turun ke Cafe melaporkan info tentang sayembara yang tadi pagi mereka bicarakan.

"Oke, jadi kita punya waktu 3 hari untuk upload berkas persyaratan. Huumm.. Gimana kalo saat aanwizing kita hadir offline ke Surakarta?" Ajak Carlo.

"Wah, seru pak!!" Yossy sangat antusias.

"Saya boleh sekalian mampir ke rumah nenek saya pak?" Tanya Bian.

"Rumah nenek kamu dimana?" Tanya Carlo.

"Surakarta" Jawab Bian.

"Loh ya boleh, kan aanwizingnya di Surakarta. Kamu gimana Damar? Mau ikut?" Tanya Carlo pada anggotanya yang paling pendiam.

"Mau pak." Jawab Damar.

"Oke, aanwizingnya masih satu minggu lagi. Saya siapkan perjalanannya, kalian siapkan berkas-berkasnya." Kata Carlo.

"Siap, pak."

"Kita berangkat Jumat sore ya, jadi weekend kita bisa jalan-jalan dulu di Solo atau Jogja.." Tambah Carlo.

"Setuju pak." Semua menyambut rencana Carlo dengan antusias.

Semenjak Carlo memegang bisnis papi, studio arsiteknya menjadi tempat ia bermain sehingga ia tidak begitu peduli dengan uang masuk dari studioya. Tapi ia mengerti bahwa anggotanya tetap butuh ilmu dan pengalaman untuk jenjang karir mereka sehingga Carlo tetap memberikan mereka tugas-tugas yang cukup menantang namun santai.

*ddrrttt ddrrttt* (telpon masuk)

"Halo." Carlo mengangkat telpon dari nomor yang tidak dikenal.

"Halo dedek ganteng.." Kata orang dalam sambungan telpon tersebut.

"Maaf, siapa ya?" Tanya Carlo.

"Lo save ya, ini nomor gw, Sarah."

"Oh ka Sarah. Okei.."

"Gw mau ke studio lo nih, udah di jalan."

"Sama pak Deon?"

"Engga, sendiri aja. Doi perjalanan bisnis ke luar kota, barusan gw anter ke bandara dan katanya studio lo ga jauh  dari bandara."

"Iya, ga jauh dari pintu tol."

"Oke, tunggu ya.."

“Oke ka..”

“Gawat nih kalo suasana lama terulang kembali.” pikir Carlo.

Ka Sarah adalah cinta petama Carlo, wanita yang merampas keperjakaan Carlo saat ia masih lugu-lugunya. Setelah ka Sarah membantu Carlo selama MOS, hubungan mereka menjadi akrab namun akrab di luar sekolah.

Suatu hari, sepulang sekolah Carlo mendapati ka Sarah seorang diri di tukang soto depan sekolah. Carlo menyapanya dan percakapan ini dalam bahasa Inggris..

"Sendirian?" Tanya Carlo.

"Iya, pacar aku belum jemput. Katanya dia mau jemput makanya aku tidak membawa mobil." Jawab ka Sarah.

Carlo merasa sedih mendengar fakta bahwa ternyata ka Sarah sudah memiliki pacar.

"Kenapa kamu belum pulang?" Tanya ka Sarah.

"Saya abis main basket dengan yang lain." Jawab Carlo.

"Ciee sudah punya teman.."

"Main basket tidak perlu berbicara banyak jadi mereka lebih suka mengajak saya bermain basket daripada mengajak saya nongkrong."

"Hahahahaha... Yaudah kamu nongkrong sama aku aja di grobak soto ini."

Carlo menemani ka Sarah menunggu pacarnya hingga sore namun tidak kunjung datang hingga pacar ka Sarah telpon, ternyata ia tidak bisa jemput karena masih harus mengerjakan tugas kuliah yang tidak bisa ditinggal.

"Saya antar saja." Carlo menawarkan diri dan diiyakan oleh ka Sarah.

Carlo menelpon supirnya untuk menjemput.

"Kamu manja banget sih pakai supir.." Kata ka Sarah.

"Memangnya kalau pakai supir tandanya manja?" Tanya Carlo polos.

"Yaiya dong. Kamu tidak mandiri padahal sudah besar."

"Saya belum 17tahun, belum bisa punya SIM."

Humm.. Ka Sarah yang menyadari bahwa brondong gantengnya ini masih sangat polos, membuatnya tertantang untuk mengetahui lebih dalam tentang Carlo.

"Rumah kamu ternyata searah dengan rumah saya. Besok-besok kita berangkat sekolah bareng saja.." Kata Carlo menawarkan diri.

"Jangan bawa supir kalau mau bareng." Kata ka Sarah.

"Apa boleh membawa mobil jika tidak punya SIM?" Tanya Carlo.

Ka Sarah memberi tahu Carlo bahwa di Indonesia ada yang namanya jasa calo SIM (tidak untuk di tiru ya adik-adik) dan hopla! Seminggu kemudian Carlo sudah memiliki SIM dan sudah membawa mobil sendiri untuk menjemput ka Sarah ke rumahnya.

"Ciee... Sudah bawa mobil sendiri." Goda ka Sarah.

"Hahahaha... Sekarang bisa lebih bebas, ayo nanti pulang sekolah kita jalan-jalan." Ajak Carlo.

"Kamu sudah mahir belum nyetirnya?"

"Saya dari SMP sudah latihan mobil balap."

"Oookei, kemana kita nanti?" Ka Sarah agak bingung, bagaimana bisa anak SMP belajar mobil balap? Tapi kebingungannya ia abaikan.

"Terserah kamu. Saya belom tau banyak tempat di Jakarta."

"Oke gampang, nanti saya pikirkan destinasinya."

Saat pulang sekolah, pacar ka Sarah datang menjemput. Carlo hanya melihat mereka dari gerobak soto dan sepertinya mereka sedang bertengkar dalam mobil.

Hujan turun cukup deras saat itu dan tiba-tiba ka Sarah turun dari mobil pacarnya, membanting pintu mobil dan pacarnya meninggalkan ka Sarah. Badan ka Sarah seketika basah kuyup terguyur hujan. Melihat itu Carlo langsung berlari menarik Sarah untuk berteduh ke tenda abang gerobak soto.

"Brengsek!" Maki ka Sarah dalam bahasa Indonesia.

"Brengsek? Apa itu?" Tanya Carlo yang tidak di respon ka Sarah karena dirinya masih kesal dengan kelakuan pacarnya.

"Aku ambil mobil ya." Kata Carlo yang hanya dijawab dengan anggukan ka Sarah.

Ka Sarah segera masuk ke mobil begitu melihat mobil Carlo merapat ke dirinya. Carlo memutuskan untuk mengantar ka Sarah pulang karena dia fikir suasana hatinya pasti sedang sedih efek berantem dengan pacarnya.

"Maaf, mobil kamu jadi basah karena baju aku basah." Kata ka Sarah begitu duduk di kursi mobil Carlo dan kursinya langsung basah.

"Tidak apa-apa, nanti bisa dikeringkan." Kata Carlo.

"Kita pulang? Tidak jadi jalan-jalan?" Tanya ka Sarah.

"Besok-besok saja. Baju kita basah, kurang nyaman untuk jalan-jalan." Kata Carlo.

"Baiklah, saya masakkan mie instan saja di rumah, mau?"

"Saya tidak menolak."

Mereka berdua sampai di rumah ka Sarah yang ternyata sepi. Kedua orang tua ka Sarah sedang tugas ke luar negeri, kedua abangnya juga selalu pulang malam dari kampus.

Carlo melihat ka Sarah mengeringkan rambutnya dengan seragam yang basah membentuk lekuk tubuhnya membuat pakaian dalam ka Sarah terlihat tembus pandang, seketika badan Carlo terasa panas dan mukanya memerah. Ka Sarah ingin tertawa melihat Carlo namun menahannya. Saat itu Carlo terlihat sangat menggemaskan sehingga ka Sarah tidak bisa menahan dirinya.

"Baju kamu basah, mau ganti pakai baju abangku?" Tanya ka Sarah.

"Ha? Hhmm.. Engga, hmm.." Carlo terbata-bata.

"Tidak apa-apa, siniaku bantu buka."

Ka Sarah membuka kancing seragam Carlo dan menelan liurnya begitu melihat tubuh Carlo yang putih kemerahan serta perut Carlo yang sixpack, ia menyentuhnya dengan lembut membuat Carlo bergidik dan refleks merangkul pinggul ka Sarah.

Ka Sarah mendorong Carlo ke sofa dan duduk di atasnya, lalu mencium bibir Carlo dengan agresif. Ini adalah pengalaman pertama Carlo menyentuh seorang wanita, Carlo mecoba mengimbanginya dengan naluri lelaki yang ia miliki serta referensi film dewasa yang pernah ia tonton.

"Ini pengalaman pertama kamu?" Tanya ka Sarah.

"Iya." Jawab Carlo.

Bisa dibilang Carlo cukup cepat belajar hingga membuat ka Sarah kewalahan. Carlo melihat ka Sarah tersenyum dengan wajah memerah dan berkeringat. Cantik, sangat cantik. Pemandangan ini seperti menjadi candu buat Carlo, melihat wanita terkulai lemah di bawahnya. 

Carlo teringat kembali masa lalunya yang masih lugu dan polos, awal kedatangannya ke Indonesia.

***

"Hai.. Sibuk banget sih pak arsitek." Ka Sarah tiba di Cafe Carlo dan segera duduk dihadapannya.

"Hai." Carlo menyapanya balik sembari merapihkan pekerjaannya dan meminta karyawan cafenya untuk meletakan laptop ke ruangannya di studio atas.

"Oo, jadi studio lo ada cafenya? Seru ya.." Kata ka Sarah sembari mengamati café Carlo.

"Ya gitu lah, kecil-kecilan." Kata Carlo.

"Lo ga minta modal sama keluarga lo?"

ka Sarah tidak tau pasti siapa keluarganya tapi awal perkenalan mereka, Carlo selalu diantar jemput oleh supir. Tidak mungkin dari keluarga biasa saja jika seorang anak SMA diantar jemput oleh supir.

"Engga, ini gw bangun sendiri ka."

"Keren. Lo waktu SMA keren, sekarang makin keren."

"Lo juga ka."

"Kenapa gw?"

"Lo waktu SMA godain gw saat lo udah punya pacar, sekarang godain gw saat lo udah punya suami."

"Masih tergoda lo sama gw?"

"Kalo dipancing terus bisa tergoda kayaknya."

"Aahh.. Cemen. Cewek lo mana? Gw denger-denger lo sekarang mahir mainin cewek."

"Denger dari mana? Masih jomblo nih gw ngga laku-laku."

"Mana mungkin lo ga laku. Jangan bilang lo belom bisa move on dari gw?"

"Wah, PD luar biasa Ibu Sarah.."

"Ya terus mana?"

Carlo menceritakan singkat kisah cintanya yang 2x gagal menjalin hubungan dengan wanita yang ia cintai. Mungkin bisa dibilang 3x gagal karena ka Sarah masuk dalam list cinta pertamanya namun Carlo tidak berhasil menjadikan ka Sarah pacar. 

Setelah kejadian panas di rumah ka Sarah, Carlo mengira bahwa dirinya bisa menjadi pengganti pacar ka Sarah. Tapi ternyata ka Sarah masih kembali dengan pacarnya namun tidak melepas Carlo karena ka Sarah merasa nyaman dan 'puas' ketika bersama Carlo. Carlo hanya dijadikan selingan oleh ka Sarah.

Walau menjadi selingan, Carlo tidak masalah karena dirinya sangat suka dengan ka Sarah. Hubungan mereka berlangsung hingga ka Sarah ulus SMA. Ka Sarah meninggalkan Carlo ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah tanpa memberi kabar. 

Saat itu Carlo benar-benar merasa hancur, sebegitu tidak pentingnya kah dirinya sehingga ia tidak mendapat kabar? Carlo tidak bisa marah pada ka Sarah karena dari awal Carlo sudah tau bahwa dia hanya selingan yang bisa ditinggal kapan saja. 

Rasa kecewa itu lah yang membuat Carlo menggila dan bisa dibilang titik awal Carlo menjadi fuckboy. Berkencan sana-sini tanpa komitmen hanya untuk kepuasan semata, melihat ada wanita cantik terkulai lemah dibawahnya. Carlo menjadi semakin mahir dengan jam terbangnya menggoda dan mencoba banyak jenis wanita.

Mulai dari wanita paling hits di club malam hingga wanita kutu buku di kelasnya pernah menjadi korban Carlo tanpa sepengetahuan orang banyak. Sama seperti bagaimana ka Sarah mempermainkan Carlo, tidak ada yang mengetahuinya. Hingga akhirnya Carlo terpaut dalam oleh Siwi dan Dina, wanita yang awalnya hanya untuk iseng namun tidak sanggup ia lepas.

"Carlo, lo desain rumah gw dong.." Pinta ka Sarah.

"Boleh." Jawab Carlo cepat.

"Deon selalu sibuk sama bisnis propertinya tapi rumah pribadinya ngga pernah diurus."

"Ya hayok. Kalo dikasih proyek gw ga nolak."

"Gw udah bilang sih tadi sama Deon, dia percayain semua ke gw."

"Oke, gw mesti liat dulu lokasinya dan lo mau rumah kayak gimana? Kalo bisa sih lo harus minta saran dari pak Deon juga dia maunya gimana."

"Lo bisa kapan ke rumah gw?"

"Gw bisa saat hujan dan saat pak Deon tidak di rumah." Goda Carlo.

"Itu bisa kita jadwalkan. Hahahahaha.."

Perbincangan mereka banyak diselipkan candaan-candaan nakal yang hanya bisa mereka lakukan ketika sedang berdua karena orang lain pasti akan salah mengartikan, ketika buaya jantan dan buaya betina saling adu skill. Tapi intinya tetap membahas calon proyek baru Carlo untuk keberlangsungan studio arsiteknya.

"Gimana kalo Jumat? Gw sama tim survey ke rumah lo." Kata Carlo.

"Boleh, Deon juga udah balik tuh kayaknya hari itu. Pagi ya?"

"Bebas, senyamannya ibu klien saja."

"Duh jadi mau minta lebih nih kalo pelayanan bapak arsiteknya begini."

"Selama klien puas, kami senang."

"Hahahahaha.. Otak gw kemana-mana nih, bahaya ah gw kalo ketemu lo."

"Lo yang mulai percikan apinya ka."

"Gapapa sesekali khilaf. Tapi kalo hari ini jangan dulu, gw ada urusan lagi."

"Gila lo."

"Hahaha.. Gw cabut ya, ada urusan lagi. Bye honey.." ka Sarah pamit dan mencium pipi Carlo lalu keluar cafe.

Carlo segera naik ke studionya dan menginfokan timnya bahwa akan ada proyek baru dari klien yang sama. Carlo minta untuk mereka merapihkan dulu semua pekerjaan sisa proyek developer sebelum mulai survey ke proyek rumah ka Sarah dan kemudian berangkat ke Surakarta untuk aanwizing Sayembara Masjid Raya.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya FLE | BAB 6 - 10
0
0
BAB 6 - I MISS YOUBAB 7 - TUNGGU AKU DI INDONESIABAB 8 - KEMBALI BERPISAHBAB 9 - HALUSINASIBAB 10 - PERSIAPAN MENGENAL CARLO
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan