
Perjalanan cinta Nia untuk mendapatkan hati dan perhatia dari Raka.
Prolog sampai Part 3 (Gratis)

Prolog
"Kak, Nia ikut, kakak!"
Mungkin ini lah akhir kisah cintaku, tidak seindah cerita novel yang kebanyakan kubaca. Dimana berakir " happy ending". Cinta ini yang terlalu dalam atau diriku yang terlalu bodoh, karena mencintai laki-laki yang tidak mencintaiku ( eh tunggu! Bukan mencintai, melirikkupun tidak ada dalam kamus hidupnya). Aku merasa pengorbanan, perhatian, dan kasih sayangku terhadap dirinya begitu sia-sia. Hanya untuk dirinya aku mengubah semua yang ada dalam diriku, mulai dari sifatku, gaya hidupku, bahkan sampai dengan cita-citaku tidak satupun yang dapat menarik perhatian pria yang ketika melihatku begitu dingin, dan tidak mengukir senyuman sedikitpun kepadaku.
2 tahun… ya 2 tahun sudah aku mengejarnya, menarik perhatian, bahkan aku berusaha agar tidak ada wanita lain yang mendekatinya. Tapi apa! Apa yang kudapat, sikap dingin yang seperti gunung himalaya, bahkan caciannya serta dia juga dengan teganya mempermalukanku di depan umum. Sungguh Tuhan, aku tidak bisa membencinya, cintaku makin bertambah ketika tidak melihatnya seharipun. Aku merasa usahaku benar-benar tidak akan berakir bahagia, ketika dengan mudahnya dia mengatakan sudah bertunangan dengan wanita lain tanpa memperdulikan hatiku.
Inilah jalan yang akan ku tempuh, dengan segenap keyakinan yang ada, aku mengambil keputusan untuk tidak mengejarnya lagi. Cinta tidak harus memiliki itulah yang seringku dengar, tapi itu omong kosong belaka. Yang namanya cinta pasti kita ingin memiliki orang tersebut bagaimanapun caranya, walau harus mengeluarkan tidak sedikit air mata, serta dengan mudahnya kita untuk disakiti oleh kata dan perbuatan.
Aku memang akan pergi dari kehidupannya, sangat jauh, benar benar jauh sampai dia tidak akan bisa menemukanku ( bukan berarti aku berharap dia akan mencariku…huh itu sangat mustahil), tapi hanya satu ucapan terakir untukmu Raka Adrian Halim " separuh jiwamu telah kubawa pergi bersamaku". Aku akan selalu mencintaimu.
***
Part One
Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa ponselku bergetar. Aku juga tidak tahu ini sudah getaran yang keberapa?
“Siapa pagi- pagi buta menelfonku,” sungutku.
“ Hallo!” teriak suara seberang sana.
“ Kakak, ada apa? Kakak tidak sadar telah mengganggu tidur ku,” aku menghempaskan bedcover yang dengan setia melindungiku dari malam dingin, melirik ke arah jam di samping tempat tidur, masih pukul 05.30.
“ Kakak, berapa kali Nia bilang, Nia nggak mau ikut kakak, Nia mau disini saja lanjutkan kuliahnya, Nia mau jadi Dokter titik dan tidak pakai koma” aku menjawab pertanyaan kakak dengan satu tarikan nafas.
“ Oh! Sudahlah kak ,please. Jangan mengungkit hal yang itu-itu saja.”
“ iya”
“Hmm.”
“iyaa”
“ Oh Tuhan iyaaa!!” aku menutup telfon dan membuangnya kesamping tempat tidur.
Bangkit dari tempat tidur, dan bergegas melakukan kegiatan rutin. Yaitu membuat sarapan untuk yayang Raka my baby handsome in the world atau aku sering menyebutnya “MFH” (my future’s husband). Sipp!! Bergegas membuka kulkas dan mengambil semua bahan yang dibutuhkan.
Sekarang, aku akan menceritakan sedikit tentang Raka. Namanya Raka Adrian Halim anak ke 2 dari 4 bersaudara, kakak Raka yang pertama bernama Olivia Adriani Halim, adiknya yang ketiga bernama Aileen Adriani Halim dan yang paling bungsu bernama Davian Adriano Halim. Aileen atau aku sering memanggilnya alien adalah sahabat serta teman satu kelas. Aileen telah banyak berjasa, dia yang selalu memberikan dukungan moral serta semangat ketika aku telah putus asa malahan hampir menyerah merebut hati Raka yang notabene adalah kakak kandungnya sendiri. Dia rela harus dibentak bahkan dimarahi oleh Raka karena selalu menolongku, She is really best best best friend. Jangan salah, bukan hanya Aileen yang membantuku kak Olive bahkan si ganteng kecil Davian selalu mendukungku, namun emang hati Raka yang terbuat dari pahatan es atau memang aku tidak menarik di hadapannya.
Masalah kenapa aku bisa cinta mati kepada Raka, aku akan menceritakan sedikit juga tentang pertemuanku dengan cinta pertamaku Raka. 2 tahun yang lalu ketika aku kelas 1 SMA aku yang lebih memilih hidup mandiri mencari rumah kos yang cukup dekat dengan sekolah ( bukan mandiri juga sih… hehehe, soalnya yang membayar uang kos ini eh ralat rumah kontrakan ini adalah kakakku satu-satunya yang selalu menyayangiku, bahkan dia akan rela melakukan apapun untuk kebahagianku. Semenjak orangtua kami menemui Tuhan hanya kak Kei yang aku punya. Kak Keinan menjadi tulang punggung keluarga, semua biayaku termasuk sekolah kak Keinan yang selalu mengirimnya untukku. Bukan berarti aku tidak tahu diri, aku juga pernah berkerja untuk meringankan beban kak Keinan, namun apa?? Dia marah tidak karuan bahkan mengancamku untuk tinggal bersamanya, enak saja mau tari-tarik tinggal bersamanya, kalau aku ikut dengan kak Kei bagaimana dengan my future’s husband. Aku tidak mungkin meninggalkan dirinya seorang pasti banyak wanita yang akan mengejarnya, kak Kei no..no..no... aku akan memperjuangkan cintaku. HARUS!
Kak Kei juga tahu loh tentang Raka, soalnya aku selalu menceritakan semuanya kepada Kak Kei. Dia juga mendukungku, namun dia juga takut jika cintaku tidak terbalas aku akan kecewa. Maka dari itu setiap aku menceritakan apa saja yang telah aku lakukan untuk menarik perhatian Raka, Kak Kei selalu memberi nasehat “ jangan sampai kecewa, dan jangan terlalu berharap.
“Baik kak Kei, aku akan mengingat selalu nasehatmu. Nah ! rumah yang aku sewakan berdiri indah dan sempurna di depan rumah Raka, jadi SetiaP dia berangkat kerja aku selalu mengintipnya dari jendela, melihat wajahnya saja sudah membuat jantung ini kotar-katir, apalagi kalu dia bersedia menjawab sapaanku OMG aku bisa pingsan.
Cukup sekian ya ceritaku tentang my future’s husband.
“Huaaaa! akhirnya, nasi goreng bumbu cinta udah selesai buat my husband.” aku memasukan semuanya kedalam tas yang telah tersedia.
Tok..tok..tok..
Kuketuk pintu rumah Raika berharap dia yang datang membukanya.
“Selamat pagi, kakak ipar yang cantik dan baiknya nggak ketulung,” sapaku ceria dengan senyum pepsodent andalanku.
Kak olive sedikit mendengus “uhhh! Masuklah, dia belum ke bawah. Langsung aja ke kamarnya, paling masih berendam.”
“he...he...he, diberi izinkan? Soalnya kalau terjadi hal-hal yang tak di inginkan jangan marah, loh!” ingatku.
“Ceile gaya non, sesuatu yang tidak inginkan atau yang paling di inginkan?” goda Olive menyentil kepalaku.
“Berharap sih iya, but, adek kakak noh sok jual mahel jangankan disentuh ditatap aja akunya nggak tuh. Gimana mau produksi punya anak” gumamku menyipit mata.
“Kak, hehe aku grepe-grepe adeknya nggak apa- apa ya?”
“Masuk sana! Berharap aja dia lagi full naked. Bisa buat semangat belajar mumpung mau ujian akhir.”
“KYAAAAAAA” teriaKku sambil menghayal Raka bugi ( kayaknya otakku udah nggak normal, harus di Ruqyah nih biar kembali ke jalan yang benar).
“Kak aku masuk ya?” kataku lagi lalu pergi ke kamar kak Raka dilantai dua.
Mengendap- endap kayak maling kumasuki kamar Kak Raka, wissshhh baunya bikin iler man. Seperti yang di bilang kak Olive kayaknya suamiku lagi mandi. Aku buka lemari pakaiannya dan kupilih kemeja dan celana yang cocok buat dia dan tidak lupa dengan jubah putihnya ( yap suamiku seorang Dokter, keluarga mereka memang berasal dari Dokter, papanya Dokter mama mertua perawat, kak Olive dokter kandungan nah kalu my husband Dokter spesialis cinta ( buatku seorang). Sudah bercandanya, Raka hanyalah dokter muda dan belum mengambil spesialis.
“Oke fix, sekarang tunggu my husband keluar kamar mandi,” Batinku.
“Apa yang loe lakukan dikamar gua?” Teriak Raka di belakangku.
Tanpa rasa takut, aku menjawab pertanyaan Raka “Eh..hmm yy husband. Nih, bajunya udah aku siapin tinggal pakai aja dan ini,” kataku menyodorkan nasi goreng yang telah kusiapkan tadi.
“Ini untuk bekalnya kamu nanti siang, kalau kamu nggak mau makan di luar makan aja buatan aku. Aku jamin enak..ya...ya terima ya.”
“Aku udah capek bangun loh buatin nasi ini untuk kamu, aku aja belum makan hanya demi buatin nasi ini,” lanjutku dengan puppy eyes, berharap dia melumer seperti coklat yang diapanaskan.
“Buat loe aja, lu bilang kan belum makan,” jawabnya dingin.
“Nah, sekarang keluar dari kamar ini,” tambahnya.
“ Tapi terima ya nasi gorengnya,” bujuk ku lagi.
“Nggak...gua bilang nggak ya nggak,” suara Raka naik 2 oktav.
“Please.”
“ NGAAAAK!!” teriaknya.
Aku tetap meletakan nasi goreng di nakas samping tempat tidurnya.
PRANGGGG
Suara itu terdengar cukup keras di dalam kamar.
Nasi goreng buatanku mendarat di pintu kamar Raka karena lemparannya yang kuat, untung tidak mengenai wajah ini. Sepersekian detik aku masih terpaku melihat kearah pintu, untung tidak berserakan karena dilindungi tasnya. Aku yakin nasi goreng yang telah ku tata rapi tidak berbentuk lagi di dalam sana.
“Ada apa sih kak? Pagi udah bikin keributan,” sela Aileen dari balik pintu yang hanya menyodrkan kepalanya.
“ Nia!! Ada apa? Apa yang kamu lakukan?” tanya Aileen sambil membantuku memungut kotak nasi dilantai.
“hmm” aku berusaha tersenyum dan menahan air mata agar tidak jatuh dan membuatku cengeng.
“Kakak ya!” lotot Aileen kerah Raka.
“Keterlaluan sekali, tidak punya hati, tidak punya perasaan, kalau kakak tidak suka bilang jangan lempar ke lantai. Kakak pikir nggak capek apa buatnya,” bentak Aileen.
“Nggak apa-apa Aileen aku yang salah, tadi kak Raka udah bilang nggak mau, aku aja yang ke pedean berharap kak Raka menerimanya, aku yang salah,” aku berusaha menengahi kedua bersaudara itu.
Aileen tidak peduli dengan ucapanku. “Heran deh punya kaka hatinya beton.”
“Nia lebih baik berhenti saja mencintai manusia es ini, di luar sana banyak kok yang cinta sama kamu.” Aileen menatapku iba.
“Tapi hatiku hanya untuk dia, leen,” batinku.
“Aileen kamu berani bentak kakak karena wanita ini. Kamu lebih membela dia yang bukan siapa-siapa dari pada kakak kandung mu sendiri, iya!” Raka balik membentak.
“ Aileen nggak mau dengar kata kakak, kakak udah keterlaluan. Nia sahabat Aileen, kakak tega buat dia sedih”
“Ayo nia kita keluar dari sini.” Ailenn menarik ku keluar.
Apa yang harus aku lakukan agar bisa meluluhkan hatinya yang beku. Tuhan aku hanya berharap satu senyuman hanya satu senyuman yang dia ukir dibibirnya untukku. Tuhan beri aku kekuatan dan kesabaran agar dapat meluluhkan hatinya. Beri aku kesempatan ya Tuhan walau hanya kecil, aku mencintainya dan aku tidak bisa marah akan sikapnya kepadaku.
**
Part TWO
Aku duduk diatas gedung sekolah menatap pemandangan kota yang sibuk dari sini. Dengan tetesan air mata yang kutahan sebisa mungkin, suap demi suap aku memakan nasi goreng yang telah ku buat. Nasi goreng dalam mulutku telah bercampur dengan air mata yang tidak berhenti menangis memikirkan kejadian pagi tadi.
"Apa yang harus aku lakukan lagi Raka agar kamu menoleh kearahku?" batinku dengan isakkan.
"Apa kesalahanku sampai sebegitunya kamu membenciku" lanjutku.
***
"Hei, dek! Boleh masuk?" Tanya Olive menolehkan sedikit kepala dari balik pintu takut mengganggunya.
"Kakak! silahkan kak, ada keperluan apa?" jawab Raka ramah mempersilahkan ku duduk.
"Sibuk?"
"Tidak terlalu."
Aku mengatur nafas mencoba merangkai kata agar tidak menyinggungnya.
"Kenapa marah-marah tadi pagi dengan Nia?, kasian loh Ka anak orang kamu buat nangis"
"Kenapa? Kakak mau bela dia sama seperti Aileen?" liriknya mengangkat alis mata.
"Kurang apa coba? Nia itu anak yang manis, cantik, oia yang paling penting dia baik."
Raka membuang nafas. "Aku nggak suka aja, dia sangat agresif sebagai wanita"
"Ka! dia seperti itu karena kamu, cintanya kepadamu yang membuat dia berubah. Setahu kakak, Nia itu anaknya pendiam, itu yang Aileen bilang ketika pertama kali dia bertemu Nia. Nah ! karena kamu dia berubah, tahu ngga? Dia rela masuk IPA hanya untuk menjadi Dokter demi kamu."
"Cinta nggak bisa dipaksa kak," jawab Raka.
"Lagipula dia masih kecil, pake cinta segala. 7 tahun kak... 7 tahun beda usia dia dengan Raka." Raka menunjukan angka 4 kearahku.
"Apa nya yang salah, banyak kok pasangan yang saat ini berbeda jauh umur mereka, why not? Sambungku mencoba membela Nia.
"Lagian kamu udah sepantasanya menikah," tambahku.
"Iya tapi bukan dengan dia," Raka memotong perkataanku cepat.
"Dicoba dulu Ka, kaka suka dengan dia. Nanti kalau dia udah bosan ngejar kamu,kamu bakalan nyesel loh," godaku.
"Kakak ada keperluan lain, kalau tidak aku mau makan siang di luar." Raka berdiri dari tempat duduknya.
Aku menggodanya lagi. "Kalau kamu nggak mau kakak kenalkan saja dia dengan teman kakak sesama dokter."
"Terserah" jawab Raka cepat.
***
Aileen mencoba menghampiri Nia di rumahnya, dari pelajaran berakir tidak ku temukan batang hidungnya. Aku juga heran apa yang dilihat Nia kepada kakakku yang sedingin es itu, ya aku akui kak Raka itu ganteng, ganteng banget malah, dengan tinggi 185cm serta bentuk badan yang sangat menggiurkan, aku jamin setiap wanita akan rela memberikan tubuhnya untuk kak Raka. Awas saja Nia termasuk salah satu wanita seperti itu, aku tidak akan rela.
Tanpa salam dan ketukan pintu, aku masuk menerobos rumah Nia dan langsung berlari ke kamarnya. Ya siapa tahu dia melakukan sesuatu yang di luar akal sehatnya, walaupun aku merasa dia tidak punya akal lagi setelah bertemu si dingin kak Raka.
"Oh syukurlah Tuhan," sorak ku berhamburan ke ranjang Nia yang ukuran Queen size.
"Kenapa? kamu pikir aku bakalan lakuin hal gila,hah? Seperti bunuh diri." tuduh Nia menyepitkan mata.
Aku mengangkat bahu merasa bersalah telah memikirkan hal konyol itu.
Nia menyandarkan tubuh mungilnya di besi tempat tidur. "Nggak bakalan kali, kalau bunuh diri! itu sama saja memberi kesempatan emas buat cewek- cewek lain buat dekatin yayangku my baby handsome in the world...BIG.... NOOOOOO" teriaknya memekakkan telingaku.
"Ya kupikir bakalan nyerah ngejar kak Raka yang sok jual mahal dan belagu itu."
"Leen, mungkin nggak ya aku itu kurang tinggi kalinya makanya kak Raka nggak suka," Tanya Nia sekenanya.
"Emang sih kalu berdiri dengan kak Raka kayak melihat anak ama bapak, secara Raka tingginya aduh hanya dia dan tuhan aja yang tahu, nah kamu hanya setinggi biji kecamba." aku mencoba membuat suasana lucu.
BUK
Nia menumpukkan bantal ke wajah cantikku.
"Dasar calon kakak ipar tiri! " teriakku.
"Kalau tahu bakalan nyiksa kayak gini , nggak bakalan ku restuin ama abangku yang super duper ganteng dan sok oke itu. "
"Alien...Alien." dia mendekatiku
"Sekali lagi manggil alien, aku jamin bakalan memihak kak Raka lihat aja ntar, dasar kakak ipar tiri durhaka." aku pura-pura marah.
"Iya...iya sorry deh. Bisa nggak ya tinggiku bisa nambah gitu, buat ngimbangin tingginya suami masa depanku?" Nia mengedipkan mata genit.
"huahaha.” Tawaku meledak memenuhi kamar Nia.
“Dasar kecamba, sekali kecamba nggak bakalan bisa jadi kelapa." Aku tak bisa menahan tawa dengan pertanyaan lugu Nia.
Nia merajuk. "Kan...kan...pake ngeledek, ngak kakak nggak adek sama aja bikin atit hati."
"Nah!!" sambungnya bangkit semangat 45.
"Bagaimana kalau kita ngirim kak Raka keluar angkasa? Disana kan dekat tuh ama matahari, siapa tahu bisa melumer kayak coklat?" lanjutnya tak kalah bego.
"Kamu rela, buk? Hmm… setahu ane dirimu nggak bakalan hidup kalau nggak liat tuh gunung Himalaya."
"Iya juga sih," sungut Nia.
"Atau aku implan payudara gimana? Ya siapa tahu doi lirik dikit, dikit aja juga nggak apa-apa. Apalagi kalu disentuh," lanjut Nia sok polos.
Kayaknya otak sobat gue ini udah nggak bisa ketolong lagi.
"Dasar ABG mesum! Jangan pikir kak Raka bakalan tambah cinta, yang ada dia bakalan tambah benci. Kak Raka itu sukanya yang natural aja." Aku mengingatkan.
"Sudahlah! Bisa nggak ya sehari aja nggak bicara tentang suami masa depanmu itu?"
Nia hanya geleng- geleng kepala.Ffix sahabatku gila.
Kami berdua sama-sama hening. Nia sibuk dengan pikirannya sendiri, sedangkan diriku memikirkan sesuatu sambil melihat sekeliling kamar Nia.
"Nia!" aku memecahkan keheningan.
"hmmm" jawabnya singkat.
Sebelum melanjutkan pertanyaan yang ingin ku lontarkan, telfon Nia berdering.
"Yoii my brotha" sahut Nia ceria menyapa seseorang di balik ponsel.
"........."
"udah kakakku sayang"
Oh telfon dari kakak Nia, dia sering bercerita tentang betapa perhatian dan sayangnya Abang Nia kepada dia.
"Iya,nanti kalu udah tamat sebelum masuk kuliah Nia bakalan ngunjungi kakak deh. Jangan! JangaN kakak nggak perlu hampiri Nia kesini. Nia tahu kakak sibuk"
"........."
“Beres kakakku, masih ada kok, Nia nggak boros-boros juga. ok bye...bye"
"kak Keinan?" tanya ku penasaran.
"Ya gitu deh" jawabnya singkat.
"Kayak apa sih wajah kak Kei? Perasaan nggak ada fotonya deh disini."
"Kak Kei nggak kalah jauh juga sih gantengnya ama kak Raka, tapi nggak sejudes abang ente. Kak Kei baik amat malah."
"Sekarang dia dimana? Apa pekerjaannya? Kok jarang nengokin adeknya, udah 2 tahun kamu disini nggak pernah liat tampangnya?"
"Oii...kayak polisi aja nih satu-satu dong tanyanya. Kak Kei lagi dikampung, kalau pekerjaannya mungkin gembong narkoba kali ya." jawab Nia enteng.
"What!!!!" mataku melotot pingin keluar " are you serius?"
"huahah… enak aja, Kak Kei orang nggak gitu juga kali."
"Kurang asem nih bocah,pikirku beneran loh Nia. pantas aja punya rumah kontrakan segini besarnya, biaya dari mana coba? Kak Kei kan di kampung atau jangan- jangan kaka kei raja minyak yah?" tanyaku asal.
"Iya, raja minya, minyak urut kale."
"By the way bus way, apa rencana selanjutnya buat melumerkan hati kak Raka?"
"Kalau aku perkosa kamu rela, ngga?" tanya Nia tanpa ada keraguan.
Sekali lagi Nia hampir berhasil mencopotkan kedua belah mataku yang indah ini, karena argumennya. Oh Tuhan apa yang telah Kau perbuat terhadap sahabat hamba.
BUKKK….
Kali ini aku yang menimpuknya pakai bantal.
Aku menatap tajam Nia."Awas aja macam-macam. Nia!! Aku selalu mendukungmu untuk merebut hati Kakakku. Please, jangan pernah menjatuhkan harga dirimu, jika kamu lelah, menyerahlah. Jujur Nia aku takut kamu akan kecewa."
Hanya terlihat sorot kesedihan dimata Nia, dia hanya menghembuskan nafas berat. Aku tahu betapa cintanya Nia terhadap kak Raka. Namun apa daya, kakakku yang satu itu belum luluh juga. Sudah 2 tahun ku lihat perjuangan sahabatku itu, masih adakah harapan untuk Nia?. Aku juga tidak sanggup melihat apa yang terajdi dengan Nia, jika ku beri tahu kalau Kak Raka itu sudah.
***
Part Three
Tidak ada dalam kamus ku untuk menyerah merebut hati Raka. Sekarang, aku sudah ada di rumah sakit tempat kak Raka dinas. Kejadian beberapa minggu lalu sudah aku lupakan, aku tidak mau berlarut-larut dalam kesediahn. Ya ! aku tetap harus semangat untuk mendapatkan cinta pertamaku ini.
Kayaknya Kak Raka ada tamu di ruangannnya, terlihat jelas dari suara berisik mereka yang sedikit terdengar.
Maafkan aku Tuhan, mungkin cinta ini telah membutakanku. Sehingga ku halalkan segala cara untuk mendapatkannya. Mungkin sebagian orang akan menganggapku tidak tahu malu atau murahan, coba kalian berada di tempatku.
Aku mendengar galak tawa perempuan. Siapa? Siapa wanita itu? Kenapa dia begitu akrab dengan kak Raka?.
"Bagaimana Chelse? Terima nggak?” Sahut suara seorang lelaki.
Perempuan yang ada didalam hanya membalas dengan tawa ringan.
“Apa yang diterima? Cinta? Atau apa?, aku benar- benar panik dan penasaran seperti apa sih wanita idaman kak Raka. Sebelum wanita itu menjawabnya, ku hilangkan harga diri ini lalu membuka paksa pintu ruangan kak Raka.” Pikirku pank.
"Raka tidak bisa mencintai wanita lain, karena dia sudah mempunyaiku," kataku secepat kilat membuka pintu ruangan Raka.
Semua mata tertuju padaku, ada 2 orang teman lelaki Raka, dan 1 wanita yang mungkin inilah wanita yang dicintai kak Raka. Tuhan wanita itu cantic, sangat cantik, tinggi, kulitnya putih bercahaya, tidak dapat dibandingkan dengan semua yang ada dalam diriku. Sungguh aku kalah jauh dengan dia. Aku kalah, semua kriteria Raka ada dengan wanita tersebut.
Tatapan kebencian kak Raka tertuju kepadaku. "Apa yang loe lakukan disini?" geramnya. Aku bias mendengar gemelatuk giginya.
"Uhhhh," Aku membuang nafas pelan berusaha menghilangkan rasa takut ini, mungkin setelah ini kak Raka benar- benar akan membenciku. Dan aku siap dengan semua konsekuensinya.
"Dia" tunjukku ke arah wanita tersebut. "Tidak bisa menjadi milik kakak, ka...rena...hmm ka..re..na.. aku hamil anak kakak," akhirnya keluar juga kata keramat serta kebohongan yang terlalu naif.
Lagi-lagi mereka melotot kearahku, kak Raka berdiri dan menghampiriku di temaptku terpaku.
Plakk
Satu tamparan melekat dipipiku, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya keluar juga.
"Loe pikir gua bakalan cinta dengan wanita yang mengaku-ngaku hamil, apa iya anak itu aku ayahnya? Hah!! Melihat dari ke agresifanmu sebagai wanita, aku pikir mungkin sudah banyak lelaki yang telah menjamah tubuhmu itu."
Sungguh tega, benar- benar tega. Tidak ada keraguan yang kudengar dari mulut Kak Raka menuduhku seperti wanita murahan. Aku memang salah, asal bicara tanpa memperdulikan akibatnya.
"Enyah dari hadapan gua, dasar wanita murahan. Jangan pernah loe perlihatkan wajah loe itu di hidup gua sampai kapanpun" lanjutnya.
“keluar!!”
Lari, Itulah yang harus ku lakukan saat ini, untuk menghindari tatapan menghina dari orang sekeliling yang telah menyaksikan, ketika hendak berlari keluar, aku melihat kak Olive menatapku kecewa.
“Maaf kak," lirihku berlari keluar dari rumah sakit.
Aku tidak memperdulikan lagi kemana kaki ini melangkah. Sungguh ! tidak ada sedikitpun di otakku untuk mengaku hamil anak Raka. Tapi melihat wanita itu yang sungguh berparas cantik membuatku iri. Aku tahu aku salah dan telalu kelewat batas, Tuhan salahkah aku mencintai salah satu mahkluk ciptaanmu? Kenapa duniaku hanya terpusat kepadanya yang tidak menganggapku ada.
Hati ini bagai diremas melihat wajah kak Raka menatap lembut kearah wanita itu, berbeda terbalik ketika dia menatapku. Kenapa begitu payahnya membuat hati kak Raka luluh dengan perhatianku. Mungkin kak Raka benar aku terlalu agresif dan murahan sebagai wanita, aku selalu mengejarnya tanpa henti. Aku terlalu memaksakan perasaan ini, tatapan wajahnya sekarang seperti ingin membunuhku. Pasti! Dia akan jijik melihatku, maaf kak aku mengacaukan hidupmu.
Setelah lelah berlari tanpa arah, kaki ini tak sanggup untuk bergerak lagi. Ku putuskan untuk beristirahat sejenak di taman kota. Ku keluarkan semua air mata yang tadi ditahan, mengeluarkan segala sakit hati, kekecewaan dalam relung hati berharap hati ini kembali tenang.
Aku menundukkan kepala bertumpu kepada lutut dengan tubuh yang bergetar karena isakan air mata. Aku kalah! ya sudah kalah, cintaku tidak akan terbalas lagi dan semuanya sudah berakhir, aku harus menerima kenyataan ini kak Raka benar-benar tidak akan pernah mencintaiku.
Sebuah usapan lembut kurasakan di punggung yang bergetar.
Aku menoleh kearah tangan tersebut.
"Maaf kak, a...ak..aku sudah keterlaluan," isakku.
Kak olive menatap ku lembut dan menariku kepelukannya.
"Hentikan Nia! Cukup....cukup...akhiri ini."
Aku semankin terisak, memang tidak ada harapan lagi untuk cinta ini, ini harus berakhir.
"Jangan sakiti hidupmu lagi! Kakak mohon ini terakir kalinya kamu menangis untuknya," kak Olive menangkupkan kedua tangannya kewajahku yang sudah basah dengan air mata.
"Chelsea adalah cinta pertamanya. Raka sangat mencintai wanita itu," kak Olive mencoba menerangkan siapa wanita yang ku temui di ruangan Raka.
"Walaupun Chelsea sudah meninggalkannya, dia masih menunggu sampai wanita itu kembali setelah 4 tahun mencampakannya," lanjut kak olive.
"Kak," aku memotong penjelasan kak Olive."Kak Raka sanggup menunggu untuk mendapatkan cintanya, apa aku tidak boleh menunggu untuk mendapatkan cintaku?"
"Setelah chelsea kembali, kakak pikir itu akan sia-sia." kak olive menghapus air mataku.
"Kakak mohon, stop sampai disini, kakak takut kamu semakin terluka."
Itulah alasan kak Raka kenapa dia begitu membentengi hatinya untuk menerima cinta yang lain. Dia telah mempunyai pilihan hatinya yang dengan setia dia tunggu.
"Kak!" kataku mengenggam tangan kak Olive."Aku mohon, tolong kabulkan permintaanku yang lain." aku mengingatkan kak Olive tentang keinginanku tapi kak Olive tidak mengizinkannya.
"Inilah caraku untuk menjauh dari hidupnya kak, setelah itu aku berjanji tidak akan menemui kak Raka lagi." aku mencoba menyakinkan.
"Kak, please!" bujuk
Hanya gelengan yang kudapat dari jawaban kak Olive.
***
1 bulan sudah aku tidak mengejar- ngejar kak Raka, bukan berarti aku menyerah ( aku akui hati ini sudah menyerah untuk menarik perhatiannya) tapi aku berpikir masih ada harapan. Aku menghindarinya karena aku malu dengan ucapanku yang lalu dan juga aku harus mempersiapkan ujian akhir sekolah. Maka dari itu hanya bisa melihat kak Raka dari balik jendela ketika dia pergi kerja, ketika wanita itu menjemputnya mengajak kencan. Aileen juga tidak membahas tentang kak Raka ketika dia bersamaku, mungkin kak olive sudah bercerita tentang kejadian yang terjadi di rumah sakit.
"Masih berharap juga?" tanya Aileen tiba-tiba di belakang.
"Bikin kaget aja." gugupku ketahuan mengintip kak Raka dari balik jendela kamar.
"Wanita itu, dia sering juga mengunjungi kak Raka,ya?"
Aileen menatap iba kepadaku. "Mereka udah pacaran dari 1 bulan yang lalu. Aku heran kenapa kak Raka mau juga dengan dia, setelah sekian lama menghilang kak Raka masih mengharapkannya." Ada sedikit kekesalan dari suara Aileen.
Aku duduk di sebelah Aileen. "Itulah cinta leen, seperti kamu melihatku selama ini. Aku mencintainya,sangat malah, walaupun tidak ada balasan tetap saja setia menantinya." mataku mulai berkaca-kaca.
Aileen memelukku erat. “maaf Nia aku tidak bisa membantumu lagi." Aileen ikut menangis.
"Aku tahu, kamu sudah banyak membantuku namun takdir juga tidak memihakku."
"Aku kalah leen, kalah. Aku sudah tidak sanggup lagi memperjuangkannya." Lanjutku.
"Berhentilah menangis untuk dia, Nia! Tetap semangat!! Siapa tahu ada pangeran berkuda putih akan datanng menghamiprimu," sahut Aileen menyemangati dan menghiburku.
"Oia kenapa kesini?" mencoba mengahlikan pembicaran.
"Oh..jadi mentang- mentang gagal jadi kakak ipar, nggak boleh lagi kesini? Iya?" sahut Aileen pura-pura marah.
"Jangan ngeyel yah. Kenapa kesini?" ulangku.
"Mama dan papa ngajak makan malam, mereka berdua heran kenapa anaknya yang satu ini nggak pernah nongol-nongol kerumah. Baiasanya pagi udah bikin keributan di dalam rumah, teriak nggak jelas." jawab Aileen menjelaskan keberadaannya.
"Kapan? Sekarang?"
"Nggak 100 tahun lagi, ya iyalah sekarang. Noh papa dan mama udah nunggu. Mama udah buatkan makanan kesukaanmu."
"Ya udah bilang ama mama aku mandi dulu ya. Untuk ngilangin bukti..he..he..he" aku mengambil handuk menuju kedalam kamar mandi.
"Bukti apaan?" teriak Aileen penasaran
"Bukti kalau anak lelaki mereka telah membuatku menangis sepanjang waktu" teriakku.
**
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
