
Hai, halo, annyeong! Cerita ini bisa dibaca secara gratis, bisa juga dibaca lewat wattpad (Seiss_).
Follow untuk info update selanjutnya.
Hello, Future! 30 | Gara-gara Pisang
Setelah makan malam dan membantu Khansa mencuci piring, Saga beralih ke ruang keluarga sembari menunggu Khansa selesai dengan urusannya di dapur.
Mata tajam Saga fokus menatap layar ponsel, kedua tangan Saga sangat lincah menari di atas layar. Beberapa menit berlalu Saga sudah larut dalam dunianya yang bernama game sampai tidak menyadari Khansa sudah duduk di sebelahnya dan bersandar pada bahu laki-laki itu memainkan ponsel menscroll aplikasi Tiktok menonton video lucu.
Tidak ada yang bersuara diantara mereka, hanya ada suara ponsel masing-masing yang menjadi pengisi di ruangan itu ditemani suara hujan di luar sana yang kembali turun malam ini.
Saga telah selesai dengan gamenya dan sekarang kembali menunggu untuk game selanjutnya, laki-laki itu menoleh ke samping karena merasakan bahunya menahan beban berat.
Saga tersenyum tipis sampai matanya seperti bulan sabit melihat wajah cantik Khansa yang sedang serius dengan ponselnya sambil asyik makan pisang yang sudah wanita itu potong kecil-kecil.
"Sa?" panggil Saga.
"Kenapa, Kak?" tanya Khansa menggerakkan kepala menghadap Saga.
"Mau juga," pinta Saga sambil membuka mulut isyarat agar Khansa menyuapinya.
Khansa yang paham segera menusuk pisang yang ada dipiring kemudian menyuap sang suami.
"Enak," ucap Saga dengan tatapan fokus pada layar ponsel karena gamenya kembali dimulai. "Lagi dong, Sayang," pinta Saga sambil membuka mulut menunggu Khansa memasukkan pisang ke dalam mulutnya.
Lama Saga menunggu tapi Khansa tidak kunjung memenuhi permintaannya. Saga menoleh sekilas dan menemukan Khansa yang sudah menahan tawa.
"Sayang," rengek Saga memajukan bibir bawah, laki-laki itu merengek tapi tetap fokus pada layar ponsel membuat Khansa gemas.
"Mau?" tanya Khansa.
Saga mengangguk cepat.
"Hadap sini dulu," suruh Khansa menahan kekehan geli. Khansa sangat tahu Saga tidak bisa melakukannya.
"Ah, Sayang. Nggak bisa, lagi war," balas Saga masih dengan suara merengek.
Akhirnya suara tawa Khansa terdengar dan wanita itu menyuapkan pisang untuk sang suami.
"Kamu ngerjain aku ya?" tebak Saga.
"Nggak." Khansa mengelak tapi tetap tertawa. Sekarang wanita itu sudah menyimpan ponselnya dan lebih memilih memerhatikan wajah serius Saga.
Tatapan mata Saga yang tajam tapi saat menatap Khansa akan berubah menjadi lembut. Bibir tipis Saga yang selalu melontarkan banyak pujian untuk Khansa, selalu mengecup beberapa bagian tubuh Khansa tanpa permisi. Hidung mancung, alis tebal dan bulu mata lentik yang membuat Khansa tidak pernah bosan memandangi wajah itu.
Saga membuka mulut dan Khansa bertugas menyuapi, begitu seterusnya sampai pisang di atas piring telah kosong.
"Habis," ucap Khansa tapi masih tersisa satu potong di tangannya.
"Cepet amat, perasaan aku baru makan sedikit," protes Saga.
Khansa terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kakak udah ngabisin satu piring ya!"
"Emang iya?"
"Pake nanya lagi, nih perut Kakak udah buncit," ujar Khansa menusuk-nusuk perut kotak Saga.
Saga merasa geli sehingga menjauhkan dirinya dari Khansa. "Sa, aku lagi war. Jangan dijailin dulu," pinta Saga tertawa karena Khansa tidak berhenti.
"Lemah banget, ditusuk doang," cibir Khansa sambil memasukkan satu potong pisang terakhir ke mulutnya.
Saga tanpa sadar menoleh dan melihat. "Katanya udah habis," protes laki-laki itu.
Khansa berhenti mengunyah, "Sisa ini aja, Kak," katanya tidak terlalu jelas karena menyisakan pisang di dalam mulutnya.
Kali ini Saga menoleh sepenuhnya, menatap Khansa dalam, meninggalkan gamenya yang masih on dan tanpa aba-aba menarik tengkuk Khansa mendekat.
Mata Khansa seketika melebar merasakan hembusan hangat napas Saga menerpa wajahnya. Khansa bahkan kesulitan bernapas karena alarm tanda bahaya berbunyi di kepalanya.
"Aku mau makan pisang pake cara lain, boleh?" Nyatanya, itu bukan sebuah kalimat pertanyaan karena tanpa Khansa menjawab Saga sudah mempertemukan bibirnya dan bibir Khansa.
Laki-laki itu melumat bibir Khansa lembut, tanpa tergesa namun menciptakan rasa manis. Saga tersenyum tipis disela ciumannya saat Khansa membalas dan wanita itu melingkarkan kedua tangan ke leher Saga.
Tautan bibir mereka semakin intens, Saga mengubah posisi Khansa membawa wanita itu duduk di atas pahanya.
Khansa menepuk bahu Saga dua kali menandakan ia kehabisan napas. Wajah keduanya menjauh namun hanya beberapa centi karena kini Saga menyatukan kening mereka. Napas Khansa memburu begitupula Saga, laki-laki itu tersenyum manis dengan bibirnya yang basah.
"Manis," puji Saga mengelus bibir bawah Khansa yang sukses membuat kupu-kupu
menginvasi perut Khansa.
Saga bahkan dengan mudah melihat semburat merah muncul di pipi wanitanya. Saga terkekeh kecil kemudian sekali lagi mendaratkan ciuman ke bibir Khansa.
Saga melepaskan tautan bibir mereka kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa. Khansa yang sedari tadi tersipu kini menyembunyikan wajahnya di bahu Saga.
Laki-laki bermata bulan sabit ketika sedang tertawa itu kini terkekeh gemas melihat tingkah Khansa yang menggemaskan.
"Malu," gumam Khansa.
"Kenapa malu?" goda Saga sembari mengelus punggung Khansa lembut.
"Kak Saga tiba-tiba cium Khansa," jujur Khansa.
"Nggak boleh?"
"Boleh kok," jawab Khansa mencicit.
"Lain kali aku harus izin dulu?"
"Nggak usah."
"Jadi gimana dong? Aku kayak tadi aja?"
"Terserah, tapi jantung Khansa nggak bisa diem."
"Yaudah."
"Yaudah apa? Kak Saga nggak mau cium Khansa lagi?" tanya Khansa dengan suara panik.
Saga tertawa kencang. "Mau, masa nggak mau."
"Yaudah."
Saga meraih ponselnya. "Aku boleh lanjut main game?" izin Saga.
Khansa mengangguk di bahu Saga. "Khansa boleh minta sesuatu nggak, Kak?"
"Boleh," jawab Saga cepat. "Mau apa?"
"Khansa mau belajar naik motor."
"Nggak," tolak Saga tegas.
Khansa mencebikkan bibir. "Katanya tadi boleh."
"Kalo naik motor nggak boleh, yang lain aja," bujuk Saga.
"Dasar PHP," cibir Khansa.
Saga diam karena sedang fokus lalu kembali bicara beberapa detik kemudian. "Emang mau ngapain belajar naik motor?"
"Khansa nggak mau ngerepotin Kak Saga. Khansa ...." Ucapan Khansa terpotong oleh sahutan Saga.
"Siapa yang ngerepotin?" tanya Saga dengan suara serius.
"Khansa kan suka minta beliin ini itu kalo Kak Saga pulang kantor. Kak Saga pasti capek pulang kerja tapi harus mampir-mampir dulu," jawab Khansa sambil menggambar asal menggunakan ujung telunjuk di bahu Saga.
"Aku pernah marah kalo kamu minta dibelikan sesuatu?" tanya Saga, Khansa menggeleng tanda tidak pernah.
Saga menghela napas. "Sa, denger aku. Kamu itu tanggung jawab aku, kamu punya aku buat direpotin, kamu punya aku kalo butuh apa-apa. Kan aku sendiri yang minta, kalo ada apa-apa kasih tahu aku. Aku sama sekali nggak keberatan kamu suruh beli kebutuhan kamu, selagi aku masih mampu aku pasti turutin." Saga berbicara dengan serius.
"Tapi Khansa sedih lihat Kak Saga setiap hari kecapekan. Pagi sampai sore sekolah, habis itu sore kerja bahkan lembur sampai tengah malam," ujar Khansa mengeluarkan kegelisahannya selama ini.
Saga menyelesaikan gamenya kemudian mematikan ponsel. Tangan Saga beralih mengusap lembut rambut Khansa. "Aku nggak apa-apa, Sayang. Udah kewajiban aku sebagai kepala rumah tangga buat nafkahin istrinya."
Saga kembali bicara. "Aku lebih sedih kalo harus biarin kamu belajar naik motor dan kamu sampai kenapa-napa. Nggak usah ya, Sayang?" pinta Saga lembut. "Kalo butuh apa-apa mintanya sama aku aja, ya?" tambahnya.
"Tapi, Kak ...."
"Jawabannya cuma ada dua, iya atau iya. Jawab salah satunya," sela Saga sebelum Khansa mengeluarkan lebih banyak pembelaan.
"Iya," sahut Khansa akhirnya mengalah.
"Nggak usah merasa selalu repotin aku ya? Kan sama aja, kalau kamu minta beliin bahan makanan toh kamu masaknya buat aku juga. Iya apa bener?" tanya Saga.
"Iya, bener," jawab Khansa.
"Sekarang, ganti permintaan. Kamu lagi mau apa?"
"Dibolehin, nggak?"
"Apa dulu."
"Mau boneka monyet yang besar," ujar Khansa.
"Buat apa?"
"Nemenin Khansa tidur, yang di kamar terlalu kecil kalo Khansa peluk," jawab Khansa memperbaiki posisi duduknya karena merasa nyaman dengan usapan lembut Saga di rambutnya.
Saga tertawa. "Loh, aku kurang besar buat dipeluk?"
"Kak Saga kan tidurnya di kamar sebelah. Emang mau tidur di kamar Khansa?" tanya Khansa dengan bibir mengerucut.
"Emang boleh?"
"Emang mau?" balas Khansa kembali bertanya.
"Aku mau kalo dibolehin."
"Ya, boleh dong." Khansa berkata kemudian mengangkat kepala menatap Saga.
Saga dengan sigap menahan pinggang Khansa agar wanita itu tidak jatuh ke belakang. "Jadi, aku boleh tidur di kamar kamu terus?"
"Dari awal kan Kak Saga sendiri yang mau pisah kamar," cibir Khansa.
"Sa, kayaknya aku beliin kamu boneka aja."
Khansa berdecak kemudian memukul dada Saga. "Kenapa gitu?"
"Aku takut."
"Takut kenapa?"
Saga tersenyum tidak menjawab pertanyaan itu. "Nanti kalo kamu udah lulus sekolah ya?"
"Ih, nyebelin. Emang dasar PHP. Khansa lulus sekolah masih lama," protes wanita itu.
Saga mendekatkan bibirnya di telinga Khansa. Laki-laki itu berbisik, "Iya, masalahnya itu, Sayang. Kamu lulus sekolah masih lama. Kalo kamu hamil, gimana?"
"KAK SAGAAAAAA!" teriak Khansa malu diikuti suara tawa Saga.
"Aku beliin boneka monyet yang besar aja ya?" tanya Saga setelah meredakan tawanya.
"Iya, yaudah," jawab Khansa sambil mengangguk.
Saga menangkup kedua pipi Khansa lalu mengecup bibir wanita itu berkali-kali. "Gemes."
(❁´◡`❁)
Hello, Future! 31 | Terlambat
"Kak Sagaaaa, udah siap belum?" teriak Khansa dari lantai bawah karena wanita itu sedang menyiapkan bekal untuk Saga.
Pagi ini rumah minimalis itu dihebohkan oleh suara Khansa yang sejak bangun tidur mengomel menyuruh Saga untuk bersiap-siap.
Hari ini mereka bangun kesiangan karena sehabis shalat subuh, Saga ikutan tidur di samping Khansa yang terlelap pulas apalagi hujan subuh tadi seolah menggoda Saga untuk tidur dan keterusan sampai pukul 6.30.
"Dasi aku dimana, Sa?" tanya Saga balas berteriak.
"Di lemari."
"Nggak ada, Sa," balas Saga. Laki-laki itu keluar kamar dan menuruni tangga menyusul Khansa ke dapur.
Khansa berdecak sebal saat melihat Saga masih santai berjalan ke arahnya padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi yang artinya mereka berdua sudah terlambat ikut upacara.
"Kak Saga tuh, kalo cari pakai mata. Khansa udah pisahin loh untuk atribut sekolah," omel Khansa saat Saga mendekat dan mendaratkan kecupan di pelipisnya.
"Marah-marah mulu, nanti tambah cantik kan aku yang repot," sahut Saga menggoda.
"Yaudah, sini sarapan." Khansa menarik Saga untuk duduk di kursi yang di depannya sudah tersaji sarapan dan segelas susu cokelat. "Khansa ambilin dasi Kak Saga dulu. Topi Kak Saga mana? Kok belum pakai ikat pinggang? KAK SAGA TUH," murka Khansa setelah benar-benar meneliti penampilan Saga yang hanya memakai seragam.
Saga menutup kedua telinganya mendengar teriakan Khansa. Laki-laki itu tertawa renyah. "Aku nggak nemu, Sayang," balasnya memasang wajah memelas.
"Kak Saga kita udah telat banget, kok bisa-bisanya malah santai banget? Beneran dicari nggak atributnya? Mau dihukum?" tanya Khansa berkacak pinggang di depan Saga yang sedang lahap memakan sarapannya.
Omelan Khansa adalah sebuah hiburan untuk Saga, bukannya kesal laki-laki itu malah gemas melihat ekspresi Khansa jika sedang mengomel. "Mau aja, kan sama kamu," balas Saga enteng.
Ucapan lelaki itu tidak mencerminkan bahwa dia pernah dinobatkan sebagai siswa teladan kebanggaan SMA Kasturi.
Khansa menghentakkan kaki kesal kemudian memilih meninggalkan Saga untuk mencarikan lelaki itu atribut daripada membuang waktu lebih banyak.
Saga terkekeh geli melihat pemandangan itu. "Sayang, kaos kaki aku jangan lupa," peringat Saga. "Almamater aku juga, hehehe," sambung Saga disertai cengiran.
Khansa berbalik hanya untuk menatap tajam Saga yang sudah tertawa puas sampai matanya menghilang.
"Nggak boleh natap suami kayak gitu, Sa."
"Ya, abisnya nyebelin banget pagi-pagi."
"Oke. Oke. Sekarang aku diem. Nggak akan nyebelin lagi, janji," ucap Saga mengangkat dua jarinya tanda peace lalu setelahnya langsung mengubah menjadi sign love yang membuat Khansa senyum-senyum.
*****
Saga dan Khansa sampai di sekolah saat upacara bendera sudah hampir selesai yang artinya mereka sangat terlambat.
Keduanya langsung diarahkan untuk berdiri di bawah sinar matahari bergabung bersama anak-anak terlambat yang lain.
Ada sekitar delapan anak yang juga sedang dihukum bersama Saga dan Khansa. Terdapat tiga orang laki-laki yang langsung menatap Khansa dengan memuja saat wanita itu mendekati barisan. Tatapan Saga seketika menajam melihat itu dan langsung menggandeng lengan Khansa posesif.
Saga disuruh untuk berdiri di depan dibarisan laki-laki dan Khansa berdiri di belakangnya. Saga menatap Khansa dengan bibir mengerucut karena anak lelaki di sampingnya masih terus memandangi Khansa.
Saga berdehem. "Sorry, bisa jangan lihat cewek gue kayak gitu, nggak?" sindir Saga terang-terangan yang membuat ketiga lelaki itu langsung mengalihkan tatapannya dari Khansa saat mendengar suara dingin Saga.
Khansa menangkup mulut dengan tangan kiri menahan tawa karena tangan kanannya masih digenggam erat oleh Saga dari depan.
Saga berdiri dengan posisi istrahat ditempat dan memposisikan dirinya agar Khansa tidak terkena sinar matahari yang sangat terik pagi ini padahal tadi subuh hujan.
"Kak," panggil Khansa dengan suara kecil takut anggota osis yang berjaga di belakang mendengar.
Saga tanpa takut langsung menoleh. "Kenapa? Kamu kepanasan?" tanyanya khawatir.
"Nggak kok."
"Terus?"
"Bisa lepasin dulu, nggak?" tanya Khansa melirik tautan tangan mereka.
"Nggak mau," tolak Saga cepat. "Begini aja."
"Dilihatin banyak Kakak kelas," cicit Khansa membalas.
"Nggak peduli, nggak usah dengerin omongan orang, Sa," ujar Saga final dan kembali menghadap ke depan.
*****
Upacara selesai dan Saga menghela napas lega. Laki-laki itu menoleh ke belakang kemudian mengelap peluh di wajah Khansa.
"Maaf ya, gara-gara aku kita jadi telat terus di hukum gini," sesal Saga sedikit merendahkan tubuh agar bisa berhadapan dengan Khansa.
Khansa tersenyum lebar. "Nggak apa-apa kok, Kak. Bukan salah Kak Saga, lagian Khansa seneng dihukumnya bareng Kak Saga," balas Khansa.
Saga membuka topi Khansa dan membantu wanita itu merapikan rambutnya yang berantakan karena keringat.
"Cantik," puji Saga kemudian menarik Khansa untuk mengambil tas mereka sebelum menjalankan hukuman tambahan.
"Minum dulu, Sayang," suruh Saga seraya menyodorkan botol minum ke arah Khansa.
"Kak Saga minum duluan aja," tolak Khansa karena air itu ia bawa khusus buat Saga. "Khansa bisa beli di kantin kok, Kak," tambahnya.
Saga menggeleng tanda menolak. "Minum, Sayang. Kamu pucet banget, aku nggak tega lihatnya."
Khansa akhirnya mengalah dan menerima botol minum yang Saga sodorkan. "Makasih, Kak," ujar Khansa.
Saga juga menenggak air minum itu setelah botol kembali ke tangannya.
"Seragam Kak Saga basah banget," ringis Khansa setelah memerhatikan tubuh Saga basah oleh keringat.
Saga menutup botol lalu memasukkannya ke dalam tas. "Iya, panas banget tadi," balas Saga kemudian membuka kancing seragamnya satu persatu memperlihatkan baju kaos putih yang mencetak jelas perut Saga karena kaos itu dibanjiri keringat.
Khansa membulatkan mata, wanita itu menoleh ke kiri dan ke kanan melihat sekitar. "Kenapa dibuka kancingnya?" tanyanya.
"Gerah," sahut Saga sambil mengibas-ngibaskan ujung kaosnya.
Khansa berdecak, bibirnya mengerucut. "Dilihatin cewek-cewek tuh, perut Kak Saga kecetak tahu."
Saga menolehkan kepala dan benar saja banyak siswi-siswi yang sedang memperhatikannya dari jauh.
Saga terkekeh pelan kemudian mengacak puncak kepala Khansa gemas. "Emang kenapa kalo dilihatin?" goda Saga.
Bibir Khansa semakin maju. "Punya Khansa, nggak boleh ada cewek lain yang lihat. Konsumsi pribadi," sungutnya.
Saga melepaskan tawa geli. "Oke, aku tutup. Cuma Khansa yang boleh lihat," ucap Saga sambil kembali mengancingkan seragamnya. "Sekarang, mana senyumnya?"
Khansa tersenyum manis setelahnya. "Kak Saga kenapa ganteng banget? Kan jadi banyak yang suka. Khansa jadi banyak saingan."
"Ngapain saingan? Aku milik kamu. Aku sukanya kamu, aku cintanya sama kamu. Kamu pemenangnya, Sa." Saga memegang kedua bahu Khansa dan menatap Khansa lembut.
Tidak perlu mempertanyakan bagaimana kondisi Khansa saat ini karena wanita itu sudah meleleh mendengar ucapan manis Saga. Khansa bahkan sudah lemas dan mleyot, Khansa sudah tidak bisa berdiri dengan baik karena kakinya sudah seperti jelly.
"Sa, kenapa?" tanya Saga panik karena pipi Khansa semakin memerah.
"Nggak usah nanya, Kak. Khansa letih, loyo, lunglai, lesu, ah, LOVE YOU, KAK SAGA!" teriak Khansa dalam hati karena ia kesulitan berbicara saat ini.
*****
"Lo pacaran sama Saga?" tanya salah satu dari kelima perempuan yang dihukum bersama Khansa.
Khansa yang sedang mengepel lantai toilet menegakkan badan. "Nggak, Kak," jawabnya menunduk. Takut melihat tatapan Kakak kelasnya.
Khansa mendapat hukuman membersihkan toilet wanita bersama kelima kakak kelasnya yang juga terlambat. Namun, sedari tadi hanya Khansa yang mengepel lantai sedangkan kelima perempuan itu hanya sibuk berkaca dan merias dirinya.
Sedangkan Saga dihukum membersihkan toilet pria. Toilet pria dan wanita memang dibangun secara terpisah, agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga, Saga dengan berat hati harus meninggalkan Khansa sendiri.
"Lo nanyanya yang bener dong," serobot si perempuan yang menggunakan seragam kurang bahan pada si pirang yang baru saja bertanya pada Khansa.
"Mana mau Saga sama cewek modelan kayak dia. Saga nggak buta kali, mantannya modelan Alin yang kayak ubin masjid masa pacaran sama cewek spek upik abu," sindir perempuan yang sedang memainkan rambutnya dengan jari tangan. Matanya menatap Khansa remeh.
Khansa semakin menundukkan kepala, tangannya menggenggam erat tongkat pel. Dadanya nyeri mendengar perkataan menyakitkan dari seniornya itu.
"Upss," sahut empat perempuan yang lain dan mereka tertawa bersama menyaksikan Khansa yang sedang menahan tangis.
Perempuan yang lain maju lalu langsung mendorong kencang bahu Khansa membuat Khansa terhuyung ke belakang dan punggungnya menabrak tembok.
"Khansa salah apa ya, Kak?" tanya Khansa dengan suara bergetar.
Selama bersekolah Khansa paling tidak mau berurusan dengan senior, apalagi Khansa tahu senior di depannya adalah geng yang dijuluki ratu julid. Pembenci adik kelas, suka menindas adik kelas dan suka membully adik kelas. Dengan kata lain, sok senior.
Alasan Khansa mengagumi Saga diam-diam adalah takut dilabrak seperti sekarang oleh senior cewek karena Khansa tahu Saga banyak yang suka dan pasti menjadi incaran banyak kaum hawa SMA Kasturi.
"Masih nanya salah lo apa?" tanya perempuan yang Khansa tahu bernama Adel setelah melihat badgename-nya. "Lo sok cantik tahu, nggak?" Adel berteriak di depan Khansa seolah jaraknya dengan Khansa berjauhan.
Khansa berjengit mendengar suara Adel. Tubuh Khansa semakin bergetar karena takut.
"Nggak usah kecentilan ya lo dekat-dekat sama Saga. Gatel banget jadi cewek. Nyadar dong, lo tuh cuma adik kelas." Adel menarik dagu Khansa kasar agar ia bisa menatap mata Khansa yang kini sudah memerah. "Apasih, cengeng amat lo," decihnya sinis.
"Maafin Khansa kalo punya salah, Kak. Tapi Khansa benar-benar nggak tahu salah Khansa apa."
"Halah, nggak usah suci," sahut salah satu teman Adel di belakang.
Tanpa aba-aba Adel langsung menarik rambut Khansa membuat Khansa mengaduh kesakitan.
"Sakit, Kak," adu Khansa yang sudah menangis. Khansa memegang tangan Adel yang menarik rambutnya tapi dua teman Adel langsung memegang tangan Khansa masing-masing.
"ANJIR, LO APAIN ADEK GUE, BANGSAT," sentak Lovi yang baru saja memasuki toilet dan menemukan pemandangan yang tidak patut dicontoh dari seorang senior.
Adel kaget dan langsung melepaskan tangannya dari rambut Khansa begitu pula kedua temannya.
Lovi datang bersama Salsa dan langsung melabrak kelimanya saat itu juga.
Lovi dan Salsa adalah perpaduan yang cocok jika ingin adu bacot apalagi hanya untuk adu jambak. Kebar-baran keduanya sudah teruji pada teman-temannya. Siapa yang berani melawan kanjeng ratu Lovina jika sudah murka? Jawabannya tidak ada. Hanya Argel yang bisa menjinakkan jiwa benteng Lovi.
"Beraninya keroyokan lo, sok jagoan ceritanya?" sinis Salsa pasang badan di samping Lovi.
"Tenangin Khansa, Sal. Biar gue yang urus mereka," perintah Lovi yang langsung diangguki oleh Salsa.
Akhirnya Salsa membawa Khansa keluar dari toilet dan mendudukkan wanita itu di kursi panjang dekat perpustakaan.
"Sa? Lo nggak apa-apa?" tanya Salsa duduk di depan Khansa, gadis itu menatap Khansa sendu saat tangis Khansa pecah.
Salsa beralih duduk di samping Khansa lalu memeluknya membuat Khansa semakin menangis.
"Khansa salah apa sih, Kak, sama mereka," ucap Khansa dengan suara putus-putus, napasnya tidak beraturan karena menangis.
Salsa menepuk-nepuk punggung Khansa untuk menenangkan. Salsa paling tidak tega melihat orang lain menangis di depannya.
"Udah, nggak apa-apa. Lovi pasti ngasih pelajaran setimpal untuk mereka," tutur Salsa masih berusaha menangkan Khansa. "Lo nggak salah, Sa. Mereka aja yang iri sama lo."
Tidak lama, suara langkah sepatu yang berlari di koridor yang sepi itu terdengar mendekat.
Saga datang dengan wajah khawatir, Salsa yang menyadari itu berpindah tempat dan menyuruh Saga mengganti posisinya.
"Maaf, Sa. Maafin, aku," gumam Saga penuh penyesalan dan langsung merengkuh tubuh gemetar Khansa sangat erat.
"Aku nggak becus banget ya jagain kamu," lanjut Saga menyalahkan diri.
Salsa yang melihat keduanya turut sedih, gadis itu menepuk-nepuk bahu Saga menenangkan karena siapapun yang melihat Saga saat ini pasti bisa tahu laki-laki itu sangat panik luar biasa.
Sekitar lima menit Saga akhirnya bisa menenangkan Khansa dibantu oleh Salsa dan Lovi yang sudah datang setelah membawa kelima pembully Khansa ke ruang BK.
"Feel better?" tanya Saga lembut mengusap bekas air mata di pipi Khansa.
Khansa mengangguk. "Iya, Kak."
"Apanya yang sakit?"
Khansa menggeleng.
"Ada yang luka?" tanya Saga lagi sambil meneliti lengan Khansa.
"Nggak, Kak."
Saga mengangguk lalu tangannya mengusap lengan Khansa lembut.
"Udahan ya nangisnya? Aku pastiin mereka akan mendapatkan hukuman yang berat karena udah menyakiti kamu," ucap Saga berusaha tenang walau dadanya masih panas mengetahui wanitanya disakiti.
"Iya, Kak," sahut Khansa sambil mengelus dada Saga naik turun, ia tahu laki-laki itu sedang menahan amarah.
Saga meraih tangan Khansa yang mengusap dadanya lalu mengecup telapak tangan wanita itu. "Sakit banget dada aku saat tahu kamu dijahatin," adu Saga dengan suara serak.
"Sal, gue nggak tahu Saga ternyata bisa sepeduli itu sama orang lain," ujar Lovi berbisik di telinga Salsa.
Posisi mereka berdua duduk agak berjarak di belakang Khansa sehingga Khansa tidak menyadari keberadaan keduanya.
"Lo cuma lihat segitu doang, anjir. Gimana gue yang dari tadi sama mereka, gemes banget gue," balas Salsa greget.
"Saga kalo udah bucin parah banget ya," kata Lovi tidak habis pikir.
"Asli," sahut Salsa menyetujui.
"Kak Lovi, Kak Salsa, makasih banyak udah nolongin Khansa." Aksi bisik-bisik Lovi dan Salsa terintrupsi oleh suara Khansa.
Lovi dan Salsa kompak menoleh dan mengibaskna tangan. "Sama-sama, Sa. Kalo mereka berani gangguin lo lagi kasih tahu gue, gue botakin sekalian biar tahu rasa," ujar Lovi menggebu-gebu. "Tenang aja, gue udah buat rambut mereka rontok. Berani-beraninya main keroyokan sama adik kelas. Emang tuh mereka sok berkuasa," cerca Lovi berapi-api.
Salsa mengangguk cepat. "Betul, nggak usah takut sama nenek lampir macam mereka. Mereka tuh beraninya cuma keroyokan, dijambak sama Lovi aja langsung nangis," cerita Salsa semangat yang membuat Khansa tertawa dan berkali-kali mengucapkan terima kasih.
"Makasih ya, Lov, Sal," ucap Saga.
Lovi dan Salsa menaikkan kedua jempol dan kedua alis bersamaan yang membuat Saga berdecak. "Iya, nanti gue traktir apa aja," ucap Saga paham dengan kode yang diberikan oleh temannya itu.
(❁´◡`❁)
Hello, Future! 32 | Ayden Kit-Heart
Saga mengantarkan Khansa masuk ke dalam kelas. Laki-laki itu menemani Khansa sampai duduk di bangkunya.
Kelas MIPA 3 hari ini sangat hening karena semuanya sibuk mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan saat jam pelajaran selesai. Tapi, seketika menjadi heboh saat Khansa datang dengan mata sembab apalagi ditemani oleh Saga.
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan untuk Khansa dan menatap Khansa prihatin melihat penampilan wanita itu yang tidak seperti biasanya.
"Aku tinggal, nggak apa-apa?" tanya Saga sedikit membungkuk untuk menyamakan tinggi badannya dengan Khansa yang duduk.
Khansa mengangguk cepat. "Nggak apa-apa, Kak."
Tangan Saga langsung menyasar puncak kepala Khansa, menepuk-nepuknya pelan. "Nggak usah dipikirin lagi, ya?"
"Iya, Kak."
"Aku tinggal dulu, istrahat nanti mau aku jemput?"
"Nggak usah," tolak Khansa cepat. Khansa menoleh pada Azel yang sedari tadi menahan diri untuk tidak bertanya. "Nanti Khansa ke kantin bareng Azel," tambahnya.
Saga mengangguk mengerti. "Oke. Aku ke kelas, ya." Saga pamit.
Saga menegakkan tubuhnya lalu melirik badgename Azel. "Syahla, gue nitip Khansa, ya. Tolong jagain," pintanya tersenyum tipis lalu keluar kelas.
"ASLI? GUE LIHAT KAK SAGA SENYUMIN GUE, ANJIR. NGGAK SALAH LIHAT KAN GUE? AYDEN, LO JUGA LIHAT KAN KAK SAGA SENYUM?" Suara toa Azel seketika membahana di dalam kelas saat Saga sudah menghilang di balik pintu.
Ayden tidak mempedulikan Azel yang masih menjerit histeris karena mendapat senyum dari Saga. Ayden lebih memilih menghampiri Khansa dan menanyakan keadaan wanita itu.
"Khansa kenapa? Kok baru datang?" tanya Ayden lembut.
"Eh, iya. Baru inget gue juga mau nanya itu. Kok mata lo bengkak? Siapa yang berani buat sobat gue nangis?" tanya Azel penasaran.
Pertanyaan itu pun juga muncul dari teman-teman sekelas Khansa. Khansa menarik napas lebih dulu sebelum menjelaskan kejadian tadi di toilet.
Azel menggebrak meja tidak terima setelah Khansa selesai bercerita. "Anak anjing, beraninya main keroyokan. Mau gue balesin nggak, Sa?" tanya Azel marah.
Gadis itu memang tidak takut dengan kakak kelas apalagi kakak kelas yang suka menindas adik kelas dan berperilaku semena-mena.
"Heh sumbu pendek, bisa diam dulu, nggak," sebal Ayden karena suara Azel sangat besar dan mengganggu kesehatan telinga orang lain.
Azel berkacak pinggang. "Lo terima Khansa diperlakuin kayak gitu sama mereka? Gue nggak terima."
Khansa mengusap lengan atas Azel. "Azel tenang dulu, Khansa nggak apa-apa kok. Lagian Kak Lovi udah balesin mereka."
"Gila, Kak Lovi keren banget. Lima lawan satu tapi dia sat set sat set rontokin rambut geng nenek lampir. Kak Lovi tampangnya emang galak gitu sih gue lihat-lihat, Kak Salsa juga bar-bar. Cuma Kak Naila doang di geng mereka yang anggun," decak Azel kagum setelah mendengar aksi Lovi untuk membela Khansa. Gadis itu semangat bercerita panjang lebar dan malah melipir kemana-mana.
Khansa mengangguk menyetujui semua ucapan Azel. "Tapi, Kak Lovi nggak segalak itu kok. Khansa pernah lihat Kak Lovi dimarahin Kak Argel terus nangis kejer."
"Kak Argel kan emang terkenal pawangnya Kak Lovi." Azel menanggapi sambil menjentikkan jari.
Punya teman seperti Azel jangan takut ketinggalan gosip, karena dia tahu setiap ada gosip terhangat.
"Khansa ada yang luka, nggak?" tanya Ayden khawatir setelah mendengar cerita Khansa.
Khansa menggeleng cepat. "Nggak kok, cuma tadi rambut Khansa rontok dikit karena ditarik."
Ayden dan Azel kompak menghela napas lega. "Kalo sampai lo kenapa-napa gue habisin tuh mereka," ujar Azel kembali menggebu-gebu.
Khansa terkekeh. "Nggak kok, Azel."
"Khansa, Ayden boleh nanya, nggak? Kalo nggak mau jawab nggak apa-apa kok," ucap Ayden mengalihkan topik. Sudah lama sekali ia ingin bertanya hal ini kepada Khansa.
Khansa menoleh menatap Ayden. "Ayden mau nanya apa?"
"Khansa pacaran ya sama Kak Saga?" tanya Ayden yang seketika membuat Azel dan Khansa menutup mulut.
Azel diam, memberikan keputusan penuh pada Khansa untuk menjawab pertanyaan Ayden.
Jujur Khansa takut, takut menyakiti Ayden. Khansa sudah menganggap Ayden sebagai kakaknya sendiri karena laki-laki itu sangat baik padanya. Khansa tidak buta kalau Ayden memperlakukannya berbeda dengan Azel, laki-laki itu memiliki ketertarikan untuk Khansa.
Ayden tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya. "Kalo Khansa nggak mau jawab, Ayden nggak paksa kok," ujarnya setelah beberapa saat Khansa tidak kunjung membuka mulut.
"Ayden," panggil Khansa.
"Iya, Sa?"
Khansa menoleh pada Azel dan mendapat anggukan mantap dari gadis itu. "Khansa sebenarnya udah nikah sama Kak Saga," aku Khansa dengan suara berbisik. Jantungnya berdegub kencang menunggu tanggapan Ayden sekaligus lega karena sudah jujur pada sahabatnya.
Jantung Ayden berhenti berdetak saat itu juga, tubuhnya membeku, lidahnya kelu tidak tahu harus merespons bagaimana. Jujur saja, Ayden sangat terkejut. Selama ini, Ayden hanya berpikir kalau Khansa dan Saga hanya sebatas pacar tapi di luar dugaan mereka sudah terikat janji suci.
Sekarang, Khansa sudah semakin jauh berlari dan menemukan kebahagiaan yang wanita itu idamkan selama ini. Sejak dulu, Ayden memang sudah kehilangan kesempatan untuk bisa menjangkau pujaan hatinya. Laki-laki itu tidak pernah bisa untuk sebentar saja mendekati Khansa, karena sebenarnya kesempatan itu memang tidak pernah ada untuk Ayden.
"Wah, beneran?" Di luar dugaan, Ayden terlihat sumringah seolah mendapat kabar bahagia padahal di dalam sana hatinya sudah patah tak terbentuk.
"Selamat ya, Khansa. Akhirnya impian Khansa selama ini menjadi nyata," ucap laki-laki bergigi gingsul itu dengan tulus walau kini matanya berkaca-kaca.
Azel meringis melihat Ayden yang berusaha terlihat baik-baik saja.
"Ayden, maaf ya. Khansa rahasiain ini dari Ayden. Maaf, Khansa baru jujur sekarang."
Ayden menggeleng. "Khansa nggak salah kok, Ayden ngerti alasan Khansa nyembunyiin status Khansa," ucap Ayden lembut.
"Ayden nggak marah sama Khansa?"
Ayden menggeleng keras. "Nggak, Ayden nggak marah kok. Ayden turut bahagia atas pernikahan Khansa," balas Ayden.
"Makasih, Ayden."
Ayden tersenyum lebar melihat senyum Khansa. Laki-laki itu pamit ke toilet, ingin menenangkan diri dan meredakan gejolak aneh dalam tubuhnya. Tanpa ada yang tahu, cairan bening menetes diujung mata Ayden.
*****
Saga:
Aku lagi makan di kantin.
Sekalian traktir teman-teman aku.
Guru kamu udah keluar belum?
Alula:
KAAAAAK.
Saga:
Kenapa, Sayang?
Alula:
Khansa lega banget tahu.
Khansa udah jujur sama Ayden.
Terus Ayden nggak marah sama Khansa.
Saga:
Wah, hebat istri aku.
Alula:
Khansa senang banget Ayden masih mau temenan sama Khansa.
OH IYA HEHEHE. Ini guru Khansa baru keluar.
Khansa ke kantin bareng Azel Ayden.
Saga:
Nanti gabung di meja aku sama teman-teman aku aja ya.
Alula:
MALUUU.
Saga:
Kenapa malu? Kamu kan udah kenal sama teman-teman aku.
Alula:
Tapi Khansa nggak enak duduk bareng kakel.
Saga:
Yaudah.
Alula:
KOK YAUDAH?
Saga:
Kamu nggak mau kan?
Yaudah, nggak apa.
Aku nggak mau bikin kamu nggak nyaman ada di dekat aku.
Alula:
IH KAKAK, bukan gitu maksud Khansa.
Saga:
Iya, Sayang. Aku ngerti kok.
Alula:
Kak Saga nggak marah kan? :(
Saga:
Ngaaaaaaakk, istriku.
Alula:
KHANSA NGGAK BACA YA. BYEEE WORLD.
NGGAK USAH BALAS LAGI.
KHANSA SESAK NAPAS.
KAK SAGA JANGAN NGETIK.
Saga:
Hahaha gemes.
Alula:
AAAAAA JAHAT BANGET SAMA JANTUNG KHANSA. Permisi dulu doong, kaget.
EH IYA, KAK SAGA NGGAK BANDEL MAKAN SEMBARANGAN KAN?
Saga:
Matiin capslock kamu dulu, Sa.
Alula:
Hehehe. Kak Saga jangan bandel makan sembarangan ya. Awas aja kalo sampe sakit lagi.
Saga:
Nggak, aku makan bekal yang dibuatin istri aku kok.
Alula:
STOP. STOP. YANG TERHORMAT BAPAK SAGALA KAFEEL, KAU MEMBUAT JANTUNGKU BERDEBAR KENCANG.
Saga:
Hahaha, love you, Sa.
Saga tertawa setelah membalas pesan Khansa. Saga meletakkan ponselnya di atas meja lalu melanjutkan makannya menghiraukan tatapan melotot teman-temannya di meja itu.
"Sebuah keajaiban dunia, bung," salut Jones geleng-geleng kepala dramatis.
Kenzo memeluk dirinya sendiri. "Anjing, merinding gue," katanya lebih dramatis.
"Lo nggak tahu aja gimana nasib gue yang lihatin dia pelukan kenceng banget, anjir," timpal Salsa membeberkan apa yang ia lihat tadi.
"Pantes aja Khansa klepek-klepek, Saga tuh kalo ngomong bikin mletoy, sendi-sendi gue ngilu dengarnya," tambah Lovi ikut bercerita.
Saga tidak memperdulikan teman-temannya. Laki-laki itu sibuk menyantap bekalnya dalam diam.
Enu yang duduk di seberang Saga dengan iseng mencomot telur gulung milik Saga dan langsung melahapnya. "Punya gue," murka Saga dengan tajam menatap Enu yang cengengesan tidak jelas. "Muntahin, nggak." Saga menggeplak kepala Enu kesal.
Mata Enu membulat sempurna. "Buset, gue baru tahu kalo telur bisa dibuat seenak ini?" ungkapnya yang sukses menarik perhatian teman-teman Saga.
Sekarang, Saga hanya bisa pasrah saat kedelapan teman laknatnya berlomba mencicipi bekalnya. Bekal yang dibuat Khansa memang sederhana, tapi cita rasanya tidak diragukan. Kemampuan Khansa dalam bidang memasak memang semakin jago karena wanita itu terus belajar dan mengasah skill memasaknya.
"Buset, enak banget," puji Naila berdecak kagum setelah berhasil mendapatkan satu sendok nasi gurih buatan Khansa. "Sayang, aku harus belajar masak sama Khansa nggak, sih?" tanya Naila pada Lian yang juga sedang terkesima dengan masakan Khansa.
"Kayaknya iya, Sayang. Soalnya kamu kalo masak kadang nggak mateng atau nggak ya gosong," jawab Lian jail.
"Sayaaaang, nggak gitu juga dong," rengek Naila yang membuat Lian terkekeh.
"Iya, Nggak kok. Becanda doang," balas Lian.
"Yeuuu, bucin jangan disini dong lo berdua," sewot Jones melempar Lian tisu bekas.
"Lama-lama gue pacarin Salsa juga nih biar bisa uwu juga," sahut Kenzo.
"OGAH!" tolak Salsa cepat.
Kenzo mengusap dada sabar. "Buset, padahal dulu lo nangis-nangis karena ngira gue punya cewek," sindir Kenzo menjulurkan lidah.
"FITNAH, ANJIR. Nyari cewek sana lo, emang ada yang mau sama lo?" tantang Salsa, gadis itu memasang wajah galak.
"Yaudah, lo aja yang jadi cewek gue," tembak Kenzo langsung yang mendapat sorakan dari teman-temannya.
"Sinting lo," umpat Salsa.
"Mau nggak? Gue serius," balas Kenzo.
"Katanya lo anak sultan, masa nembak cewek nggak modal banget? Mana di kantin lagi? Emang gue cewek apaan?" cecar Salsa tidak terima.
Kenzo menahan tawa. "Oke, tunggu aja kejutan dari gue," ucap Kenzo final.
"WOHOOO, TEMEN GUE NIH," ujar Jones bangga menepuk-nepuk dada Kenzo kencang sampai Kenzo terbatuk-batuk.
"Lo punya dendam sama gue apa gimana, Nes?" kata Kenzo mengalihkan atensi karena kini seluruh wajahnya memerah menahan perasaan bahagia.
Saga ikut tersenyum mendengar percakapan teman-temannya. Namun, sekali-kali ia melirik ke meja ujung dimana Khansa duduk dan melempar senyum pada Khansa saat wanita itu juga menoleh padanya.
"Argel, lo tuh dimana-mana ngerokok mulu. Nggak lihat tempat, lo sadar nggak dengan ngerokok di tempat umum ngerugiin orang lain?" omel Lovi saat Argel baru saja menyulut batang rokoknya.
Argel hanya terkekeh. "Siapa yang berani negur gue?" tanyanya santai.
"GUE! GUE BERANI. MATIIN NGGAK ROKOK LO!" suruh Lovi galak.
Argel mengangkat kedua tangan tanda menyerah lalu mematikan rokoknya. "Bawel, tapi gantinya gue dapet cium, ya?" goda Argel menaik-turunkan alisnya.
"MATI AJA LO, BANGSAT," umpat Lovi menendang keras tulang kering Argel membuat seluruh orang di meja itu tertawa puas melihat Argel kesakitan.
"Anjing, sakit. Untung lo, Cinta. Kalo bukan, udah gue kirim ke rumah sakit," kata Argel meringis.
"Nggak usah sok jagoan, kalo mau tidur aja minta dipuk-puk dulu," balas Lovi.
"Cin, ada baiknya kalo lo diam aja."
Jones menarik Enu mendekat kemudian berbisik ke telinga lelaki itu. "Argel udah punya Lovi, Lian sama Naila, Ken nanti bakal jadian sama Salsa, terus Saga udah nikah sama Khansa, tinggal gue doang anjir sama lo yang jomblo," kata Jones sedih.
"Tapi, sorry aja nih, Nu. Gue kayaknya bakal pepet temen Khansa deh," lanjut Jones memerhatikan Azel yang sedang tertawa bersama Khansa dan Ayden.
Enu seketika langsung mendorong Jones menjauh. "Lo homo ya? Lo mau pepet si Ayden?"
"Bangsat, gue normal. Maksud gue si Azel," jelas Jones.
"Jangan macem-macem lo, Nes. Azel gebetan gue," ungkap Enu yang membuat Jones menutup mulut dramatis.
"Ini gue doang yang kaga punya cem-ceman?" tanya Jones seolah-seolah sedih.
"Nama lo jones jadi terima aja." Ucapan Kenzo memukul telak sanubari Jones menembus sampai relung hati paling dalam.
Jones memukul dada seolah orang paling tersakiti. "Hati mungil gue menangis. Kayaknya gue mau pindah circle aja deh, disini gue mulu yang dinistain," curhat Jones dengan raut wajah memelas.
"ALHAMDULILLAH, BEBAN TEMAN AKHIRNYA SADAR DIRI," ucap semuanya berbarengan kecuali Saga yang hanya tertawa.
"Kalian tahu anjing? Ya, kalian sangat bangsat," umpat Jones kesal.
Pertemanan mereka memang sudah terikat sangat kuat, sehingga jika mereka bercanda yang menurut orang lain berlebihan mereka tidak ada yang akan baper dan berakhir musuhan. Tidak ada yang seperti itu dalam pertemanan mereka.
Saga meredakan tawa saat melihat Khansa berdiri dari tempatnya. Wanita itu menatap Saga seolah izin ke kelas saat akan keluar dari pintu kantin.
Saga dan teman-temannya duduk di meja kantin dekat pintu masuk, jadi saat Khansa akan keluar maka wanita itu melewati meja Saga.
Saga mengangguk lagu mengucapkan sampai ketemu tanpa suara.
Khansa baru saja akan keluar saat tiba-tiba ada siswi yang tidak sengaja menumpahkan es jeruknya di baju Khansa karena jalan terburu-buru.
Secepat kilat Saga langsung berdiri dan melingkarkan tangannya di pundak Khansa melindungi seragam Khansa yang transparan karena terkena es jeruk.
Khansa nyaris berteriak kaget saking tidak menyadari jika Saga yang sekarang berdiri di depannya.
"Ken, jaket gue," pinta Saga pada Kenzo untuk melempar jaket miliknya.
"Kak, aku minta maaf. Aku nggak sengaja dan nggak lihat. Maaf, Kak," ucap siswi yang menumpahkan es jeruk di seragam Khansa.
Khansa menggeleng maklum. "Nggak apa-apa kok, Khansa minta maaf juga karena berdiri di depan pintu," balas Khansa sambil tersenyum.
Siswi yang Khansa tahu kelas sepuluh itu semakin menundukkan kepala seolah takut. Khansa mencubit perut Saga karena lelaki itu menatap tajam siswi tersebut.
"Kakak, dia takut Kak Saga lihatinnya gitu banget," ucap Khansa memperingati Saga.
Saga menghela napas pelan. "Iya, nggak," katanya.
"Hai, nggak apa-apa, ya. Nanti es jeruknya diganti sama Kak Saga ya," kata Khansa yang membuat siswi tersebut mengangkat kepala dan menggelengkan kepala cepat.
"Nggak usah, Kak. Serius nggak usah. Sekali lagi aku minta maaf ya, Kak. Kalo gitu aku permisi," pamit siswi tersebut berjalan cepat meninggalkan kantin karena merasa takut berada disana.
"Kak Saga lain kali jangan gitu ya, kasian dia ketakutan banget," pesan Khansa kemudian melihat tubuhnya sudah tenggelam terbalut jaket kebesaran milik Saga.
"Iya, tadi refleks aja," elak Saga. "Aku anterin ke koperasi beli seragam baru," ajak Saga kemudian membawa Khansa keluar dari kantin.
Khansa melambaikan tangannya pada Azel dan Ayden yang terlihat diam saja saat Khansa dibawa pergi oleh Saga.
"Sekarang aku bisa tenang dan ikhlas melepas kamu, Sa, saat tahu Kak Saga begitu peduli dan gesit ada di samping kamu ketika kamu butuh," lirih Ayden dalam hati, bibirnya mengukir senyum indah menatap kepergian Khansa dan Saga.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
