"Sakura mencintaimu, aku melihatnya di bola mata nya. Ia tulus memahami mu, ia tulus untuk terus bersama dengan mu."
Walau aku tak yakin jika aku akan bahagia tanpa bayang-bayang nya.
"Kita harus berpisah. Terimakasih untuk semuanya."
Aku juga perlu kebahagiaan yang lain.
Lihatlah wajahnya yang sok polos didepan ku. Dengan pakaian kerja nya, dia datang kemari setelah aku undang. Dan disinilah kami, didalam riuh nya bar yang penuh dengan orang-orang gila yang berdansa.
"Sakura-chan kau mabuk."
Aku tau. Aku gila karena Naruto sudah tidak peduli kepadaku karena kepergian anak kami. Ia membuang ku, namun ia sudah menemukan yang baru dan itu adalah si Hyuuga jalang ini.
Aku ingin menangis. Sumpah demi Tuhan, aku tak ingin bersikap jahat pada Hinata. Tapi sifatnya dan sikapnya benar-benar membuatku muak.
Brak.
“Sakura-chan, berhenti lah minum-minum. Kau bilang ingin cepat hamil, aku dengar kalau kau minum minum seperti ini kau akan lama memiliki momongan.”
Bukankah ini yang kau mau? Aku yang tak memiliki keturunan sama sekali. Agar kau bisa bersenang-senang dengan suami orang?
“Si kuning sialan itu. Akhir-akhir ini sering keluar kota lah, ke cabang perusahaan lah, menginap dikantor lah. Aku lelah Hime, aku perempuan yang sudah bersuami tapi aku justru seperti tak memiliki seseorang disampingku. Hanya kau yang ada disampingku Hime.” Jelas ku.
Aku ingin menampar dua orang yang membuatku hancur saat ini. Tapi aku tak kuasa, satu sisi aku menyayangi mereka seperti keluarga. Apalagi Hinata yang sudah ku anggap sebagai adik ku sendiri.
Akhirnya aku memeluknya. Sangat erat. Karena aku bingung apa yang akan ku lakukan jika aku lepas kendali. Aku tak ingin membuat Hinata terluka. Walau aku tau ia lah jalang disini.
“Naruto kuning itu. Benar-benar ingin aku ceraikan.”
Aku merasa tubuhnya membeku, elusannya pada pundak ku pun terhenti. Ah- apa ia senang dengan pernyataan ku barusan?
“Tidak tidak tidak. Naruto tak boleh aku ceraikan, dia sibuk. Iyakan Hime?”
Ia tak menggubrisnya nya. Aku tau ia bungkam sekarang, dan ini menyakiti ku. Kenapa ia tidak jujur saja padaku? Hingga aku bisa leluasa membenci nya.
“Mengapa ia menikahiku di umur 22 tahun jika ia justru lebih mencintai perusahaannya sendiri?” Racau ku. Sialan, efek vodka ini membuatku pusing dan mual.
“Naruto akhir-akhir ini memang sibuk, Sakura-chan. Ia tidak sepertimu yang diam dirumah menanti. Ia kerja di perusahaannya, ditambah lagi perusahaan yang ia pimpin sedang dalam masa puncak kejayaan.”
Ha!? Sibuk? Sibuk mendua!?
“Kau benar Hinata. Jika si kuning sialan itu justru berselingkuh. Aku akan mencincang kedua nya didepan mataku.” Ketus ku.
Aku menangis menatapnya yang memberikan kesan menyedihkan untukku. Apa aku semenyedihkan itu dimata mereka? Apa aku sebodoh itu? Hingga kalian merasa aku tak tau apa-apa?
"Naruto berselingkuh." Aku menggigit bibir. Ini saatnya aku mengatakan bahwa aku tau semuanya. Apa yang mereka lakukan selama ini.
Biar ku tebak. Naruto sebulan ini, pasti tinggal di kediamannya yang baru. Apartemen baru dengan suasana baru agar tak tersentuh olehku. Kalian menipu ku! Dan ini menyakitkan.
"Aku tak tau, tapi firasatku mengatakan kalau ia memang berselingkuh hiks.”
Telinga ku berdengung dan pandangan ku mengabur. Rasa sesak di rongga dada dan pusing yang tak terobati. Sungguh sempurna hari-hari ku, Tuhan.
"Itu hanya firasat. Kau jangan menangis lagi." Ia memeluk ku tak kalah erat seperti aku memeluknya sekarang.
"Kalian tidur bersama. Kalian mengkhianati ku. Hiks." Inilah akhirnya aku mengungkapkan semuanya. Dan inilah awal aku mulai membenci mu, Hinata.
"Aku membenci mu. Kau mengkhianati ku. Kau... Membuatku terluka."
Aku melepas paksa pelukan kami. Menatapnya penuh amarah. Hinata dihadapan ku bukanlah ia yang aku kenal dari dulu, yang lugu, yang polos, yang aku anggap sebagai seorang adik sekalipun Ayah nya biadab dan Ibu nya seorang jalang.
Tampaknya, Ibu dan Anak sama saja. Bukan begitu?
Plak.
"Berhentilah membuatku kembali menyayangi mu. Kau wanita murahan!" Aku tak peduli. Banyak orang menatap kami dengan pandangan menyalah artikan.
Karena mereka tak pernah tau bagaimana isi hati seseorang. Sekalipun tau, bukan sebuah kepastian jika mereka merasakan nya.
Pipi nya memerah. Tamparan ku sudah cukup.
"Kau murahan Hinata. Kau tak mampu mencari lelaki lain diluar sana. Kau! Tak berhak untuk bahagia. Kau lacur yang tak tau diri. Merusak rumah tangga orang lain karena keegoisan mu. Kau sampah. Wanita hina dan ternoda."
Ia menangis namun membisu. Sadarkah sekarang? Bahwa kau hanya inang yang menempel? Sebuah parasit.
.
.
.
"Sampai kapan kita akan seperti ini, Naruto-kun?"
Barusan aku membiarkan mu menyentuh ku, untuk terakhir kalinya. Aku sudah memutuskan untuk pergi darimu, Naruto-kun. Benar kata Sakura. Aku hanya parasit.
"Aku akan menceraikan Sakura."
Deg.
Entah kenapa aku merasa jika jawabannya salah. Walau itu yang ku mau. Tapi aku merasa... Aku merasa... Aku tak pantas untuk Naruto. Sakura lebih pantas.
"Kita tak bisa, Naruto-kun."
Aku meremas kemeja kebesaran miliknya yang menutupi tubuh ku. Mataku juga mulai memanas. Siap untuk menangis karena nya. Karena hubungan kami yang rumit.
"Kenapa? Sasuke sudah bisa membawa Sakura-chan. Itu perjanjian kami." Ia lalu pasti memeluk ku jika aku tak menahan dada nya.
"Wanita bukan barang, Naruto-kun. Wanita memiliki perasaan, yang amat murni dan suci jika ia sudah jatuh cinta. Kau tak bisa bermain hati dengan Sakura-chan dan aku." Jelas ku dengan mata berlinang air mata.
"Kenapa tiba-tiba kau seperti ini? Apa Sakura-chan mengatakan sesuatu?" Ia mendekat, namun aku memilih mundur.
"Aku sadar. Jika seharusnya aku tak pernah melakukan hal ini dengan mu, Otou-sama, Sakura-chan, Sasuke-san, mereka tak merestui hubungan kita yang tak selaras ini. Tidak kah kau paham?"
Naruto mengerang frustasi. Ia jengah, sama seperti ku. Kami berenang di kubangan lumpur yang sama. Tak tau kapan harus keluar dari sana. Dan aku memilih melakukannya sekarang.
"Kita harus berpisah."
"Tidak. Aku tak akan membiarkan mu pergi. Kau segalanya untukku, Hinata." Ia berlutut. Aku sempat terenyuh tapi jika aku kembali dalam pelukan nya. Aku akan pecah berkeping-keping. Lagi
"Naruto-kun... Kita pantas untuk bahagia."
"Kau kebahagiaan ku. Aku seharusnya tak meng-iya kan permintaan Sasuke, Hinata. Dan sekarang aku merasa amat brengsek jika aku membiarkan mu bersama ku. Tapi... Aku menginginkan mu untuk terus bersama ku. Aku kebingungan, Hime. Aku kacau."
Aku tau ia kacau. Ia menangis tanpa suara dengan wajah tertunduk. Aku sontak berjongkok didepan nya. Menghapus kesedihan itu. Membuatnya yakin bahwa pilihan kami tepat.
"Kau harus bahagia. Bersama Sakura-chan, bukan aku."
Sakura membenci ku dan aku akan paham kenapa ia melakukan itu. Naruto mencintaiku dan aku akan memahami bahwa melepaskan nya adalah hal terbaik untuk kami.
"Sasuke akan segera menikahi Sakura, Hime." Ia masih kekeh. Bahkan pria ini menggigiti bibirnya.
Sudah cukup aku melihatnya menangis tersedu-sedu setelah meninggalnya buah hati mereka. Aku akan membiarkan ini menjadi tangisan nya yang terakhir.
"Sakura mencintaimu, aku melihatnya di bola mata nya. Ia tulus memahami mu, ia tulus untuk terus bersama dengan mu."
Walau aku tak yakin jika aku akan bahagia tanpa bayang-bayang nya.
"Kita harus berpisah. Terimakasih untuk semuanya."
Aku juga perlu kebahagiaan yang lain.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰