Pria baya itu mengacak surai anak cantik nya yang tumbuh dewasa sekarang dengan pandangan sayu nan penuh kasih sayang.
"Kau harus bahagia, Hime."
"Pasti, Otou-sama!" Balasnya semangat.
"Tapi tidak bersama Naruto."
Angin dingin menelusup masuk kedalam ruangan tempat Uzumaki Sakura terbaring. Sudah satu Minggu wanita itu ada didalam ruangan ini. Ia pun enggan untuk keluar, rasanya menyenangkan berada diatas kasur rumah sakit.
Menyenangkan. Memikirkan jikalau dirinya tidak selemah ini sebagai seorang wanita.
Tidak ada seorang wanita pun yang memiliki mimpi buruk seperti ini, termasuk Sakura. Ia ingin memiliki mimpi indah hidup seperti seorang keluarga. Ayah, Ibu, dan anak.
Srek.
Pintu geser dari ruangan VIP itu terbuka. Menampakkan si bungsu Uchiha yang tengah panas-panas nya dikabari akan menjadi penerus Uchiha Corporate.
"Sudah baikkan?"
Suara dingin itu menyapa Indra pendengaran si nyonya Uzumaki. Namun wanita itu enggan menoleh, ia malah asyik duduk termenung melihat semilir angin yang menyapu gorden.
Melihat itu Sasuke melangkah kan kakinya agar lebih masuk kedalam ruangan. Lalu ia menutup jendela hingga suara decakan wanita itu terdengar.
Akhir-akhir ini, Sasuke memang sering datang. Sedangkan suaminya entah kemana. Ia bahkan tak memberikan kabar.
Terakhir kali ia bertemu Naruto adalah saat mereka bertengkar hebat -untuk kesekian kalinya.
"Dimana Naruto?"
Si Uchiha menoleh lalu menarik kursi disebelah ranjang Sakura. Ia tersenyum tipis hingga tak seorang pun sadar pria dingin keras kepala itu tengah jatuh cinta.
"Perawat disini bilang kau belum makan dari tadi sore. Makanlah sedikit. Aku membawakan makanan kesukaan mu." Ucapnya panjang lebar.
Ia membuka kotak makanan yang ia bawa. Teriyaki beserta nasi terpampang indah disana disertai daun-daun sayur yang melengkapi.
"Aku tidak lapar." Sarkas wanita itu tak acuh. Dan memilih bergelung kedalam selimut.
"Pergilah. Aku sedang tidak ingin debat." Ujarnya dengan nada kecil tertelan pengapnya bergelung didalam sana.
"Tidak akan sebelum kau makan."
"Aku sudah makan tadi pagi dan siang!" Sakura membentak. Jujur saja, ia tak menyukai suara Sasuke. Hal itu membuatnya emosi tak tentu.
"Sakura-"
Tangan putih pucat lelaki itu hendak menyentuh bahu ringkih wanita pujaan nya. Dan saat itu pula Sakura makin merapatkan selimutnya.
"Jangan sentuh aku."
"Maafkan aku... Juga keluarga ku."
Lantas ia membuka selimut nya lalu terduduk diatas ranjang. Dengan wajah penuh amarah ia menatap tajam Sasuke yang tengah menunduk.
"Hidupkan kembali kedua orangtua ku. Maka aku akan memaafkan mu dan keluarga mu juga si Hiashi kolot itu!"
"Jika pun aku bisa. Sudah ku lakukan sejak dulu." Onix nya tersentak melihat bulir air mata Sakura.
Tanpa kehendak si pemilik tubuh, tangan nya terulur untuk mengusap air mata wanita dihadapannya. Sesaat Sakura dibuat takjub dengan perilaku Sasuke padanya. Padahal sudah jelas-jelas ia menendang pria ini dari hidupnya. Tapi tampaknya Sasuke enggan pergi atau menarik diri.
Pria ini datang lagi dan lagi dengan tatapan mendamba seperti biasanya. Hal itu membuat kalut Sakura. Bahwasanya ia bisa saja kembali jatuh cinta pada Sasuke jika pria itu terus menerus berperilaku manis seperti sekarang.
"Jika saja Ayahku dan Ayah Hinata tidak melakukan pembunuhan itu... Apa kau akan tetap bersama ku? Seperti dulu?"
Sakura memalingkan wajah.
"Tidak akan ada yang berubah. Pergilah, aku malas melihat mu."
Tak ada balasan dari Sasuke. Pria itu menarik diri lalu menyimpan buah tangan nya diatas meja agar wanita itu dapat memakannya ketika ia pergi dari sini.
Sebenarnya Sakura ingin sekali berbicara banyak hal dengan pria ini. Namun ego terlalu besar untuk dihiraukan.
"Naruto... Tampaknya akan menginap di kediaman Hyuuga hari ini."
Deg.
"Hyuuga Hiashi meninggal tadi pagi."
Iris emerald nya terkejut dengan ungkapan Sasuke sebelum pria itu keluar dari ruangan nya.
.
.
.
"Dimana Hinata?"
Naruto mengerang. Dari sore tadi pria tampan itu terus mencari si penerus tunggal Hyuuga Corporate. Tapi anehnya sampai saat ini ia tak kunjung bertemu dengan wanita itu.
"Aku tak tau... Tadi siang kami melihatnya pergi menaiki taxi."
Ia mengumpat. Kebingungan kemana ia harus mencari wanita itu. Ia khawatir Hinata akan melakukan hal yang tidak seharusnya. Ia takut sekali saat ini.
Bulir keringat membasahi pelipisnya ketika wanita itu mengangkat panggilan nya.
"Dimana kau!?"
"Di apartemen... "
"Ada apa dengan nada suara mu itu?! Kau sudah makan?!" Naruto tergesa-gesa ketika ia hendak menaiki mobil kesayangannya. Namun tangan nya ditarik oleh salah satu pelayan Hyuuga.
Ia tampaknya penasaran dengan keadaan Hinata hingga pria itu mengangguk dengan wajah seolah mengatakan 'Ia akan baik-baik saja dengan ku.'
"Uhm... "
"Tetap pada panggilan ku!" Seru nya lalu menyimpan smartphone dan menyalakan speaker nya.
.
.
.
"Hime... "
Naruto tahu sandi apartemen nya. Hingga masuk kedalam sana tanpa meminta Hinata membuka nya adalah hal mudah.
Ia melihat wanita itu dengan pakaian hitam tengah duduk diatas lantai dingin didepan pintu. Hingga wanita itu mendongak. Sangat pucat dengan mata bengkak.
Lantas Naruto langsung memeluk erat posesif. Tak kuasa melihat wanita ini benar-benar dalam keadaan rapuh.
Tangan kurus Hinata mengeratkan pelukan mereka. Wanita itu bahkan mencengkram kemeja si pria hingga kusut. Tak peduli pintu yang masih terbuka.
"Maafkan aku... Aku telat. Tadi siang aku sudah kesini tapi kau tak ada."
Mereka enggan berbicara. Seolah keduanya tahu jika bisu adalah hal yang perlu dilakukan sekarang. Bahkan ketika Naruto menenggelamkan wajahnya dalam bahu Hinata. Lelaki itu tak kuasa menahan rongga dada nya yang sesak.
Ada satu rahasia yang belum ia ucapkan pada Hinata dan tampaknya wanita ini harus tau sekarang.
"Otou-sama... Hiks... Belum melihatku menikah. Tapi ia sudah pergi. Harusnya aku tak membiarkan ia operasi secepat ini hiks." Hinata meraung menangis pada bahu kokoh si Uzumaki.
Satu tangan Naruto mengelus surai panjang Hinata dengan penuh kasih sayang. Sejujurnya kini ia pun menangis dalam pelukan mereka.
"Aku tak punya siapapun sekarang hiks." Cicitnya kecil.
"Sttt, kau memiliki ku dan Neji. Kami akan melindungi mu, aku sudah janji pada Jii-chan."
"..."
Pemuda berbola mata biru lautan itu keluh ketika ingin membicarakan sesuatu. Lantas ia memberanikan diri mengatakan nya.
"Hinata, akupun kehilangan calon anak ku."
Wanita berparas cantik itu meleraikan pelukan mereka. Walau wajahnya masih kacau sekarang ia dapat melihat air mata jatuh dari pipi Naruto. Sudah berapa tahun ia tak melihat Naruto secengeng ini?
"K-Kapan?"
"Sakura tak bisa menjaga calon anak ku. Padahal aku sudah sangat sayang pada nya." Pria itu menggigit bibir bawahnya. Oh ayolah, seorang Uzumaki Naruto kini lengah didepan Hyuuga Hinata.
Bahkan didepan istri nya saja ia tak pernah tampak seperti berantakan seperti ini.
"Ini menyakitkan untukku." Naruto meremas dada nya.
Hingga pelukan kembali datang padanya. Naruto tak bisa berkutik lagi. Keduanya telah kehilangan sesuatu yang amat berharga. Naruto memang sudah terlanjur jatuh hati pada bayi mereka.
Walau mendengar itu ada hal yang menyentil di hati nya. Tapi melihat pria yang ia cintai menangis seperti ini, Hinata lagi-lagi mengalah pada ego.
"Otou-sama dan bayi mu pasti akan melewati surga. Mereka baik." Hinata mencoba membentengi dirinya dari kesedihan berlarut.
"Aku sangat sayang padanya, Hime." Walau tanpa isakan, Hinata tau Naruto menangis amat teriris sekarang
"Aku tau... Ia pasti bahagia diatas sana bersama Kami-sama, Naruto-kun."
Anggukan diterima darinya ketika memberikan nasihat.
Merasakan Naruto begitu mencintai bayi nya dan Sakura. Terlintas Hinata teringat dengan kejadian terakhir kali makan malam bersama mendiang sang Ayah.
Senyum kecut terasa pahit ketika membingkai wajah nya yang manis walau tampak sangat kacau.
.
.
.
"Otou-sama?"
Hinata berbalik dan genggaman tangan mereka terurai karena itu. Naruto tersenyum lebar lalu ia membiarkan ayah dan anak itu berbicara berdua.
"Otou-sama pulang duluan... Kau juga istirahat lah."
"Ha'ik, jaga kesehatan mu." Senyum manis terpatri disana beserta merah muda nya pipi gembul wanita bersurai panjang dengan mata khas klan Hyuuga.
Pria baya itu mengacak surai anak cantik nya yang tumbuh dewasa sekarang dengan pandangan sayu nan penuh kasih sayang.
"Kau harus bahagia, Hime."
"Pasti, Otou-sama!" Balasnya semangat.
"Tapi tidak bersama Naruto."
Wanita itu terkejut bukan main. Jadi selama ini ayahnya tau? Semuanya?
Ametis redup Hiashi melihat Naruto yang tengah membeli minuman dari kejauhan. Pria Uzumaki yang selama ini menjaga anaknya tanpa kata tapi.
Yang bahkan mengecewakannya sekarang, karena mempermainkan hati sang anak.
"Naruto... Tidak pernah mencintaimu, kau sadar?"
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ