Sweet Story Series #My Lovely 10

2
0
Deskripsi

My Lovely : 10. Melawan Ketakutan

 

Aku terbangun dengan linglung. Tubuhku masih terasa melayang. Ada yang mengusap kepalaku. Ada Mama dan Bunda saat mataku terbuka. Mereka tersenyum menatapku.

"Selamat ya, Sayang sebentar lagi kamu akan jadi ibu." Mama menggenggam tanganku. "Kamu hamil."

Dadaku bergemuruh. Aku seperti mau meledak. Senyumku mengembang, tanganku mengusap perutku yang masih datar.

"Dokter yang memeriksa kamu tadi bilang kita harus ke dokter kandungan untuk mengetahui usia janinnya." Bunda mengusap kepalaku. Senyumnya kelewat lebar. "Kita periksa sekarang atau kamu berangkat sama Rezky?"

Mas Ayes.

Bunda dan Mama mengangguk memahami gerakan mulutku. Mereka memberiku nasihat tentang seputar kehamilan. Mama menceritakan masanya mengandungku dan Bunda juga menceritakan masa mengandungnya dulu.

Mas Ayes sangat senang mendengar berita kehamilanku. Kami langsung berangkat ke dokter kandungan begitu dia pulang. Bunda dan Mama pun juga ikut. Dua calon nenek itu tidak sabar melihat janin di perutku melalui USG.

Usia kehamilanku baru tiga minggu. Keadaanku maupun janinku dikatakan sehat. Mengetahui kehamilanku, Mas Ayes menyuruhku mengurangi aktivitas. Aku menyanggupinya. Lagipula itu lebih baik daripada dia melarangku beraktivitas sama sekali.

"Terima kasih, Nay."

Berkali-kali Mas Ayes mengucapkannya. Tangannya melingkar posesif di pinggangku padahal kami sedang berdua di kamar. Sesekali tangannya mengusap perutku.

"Mas jadi pengen jenguk dedeknya."

Bibirku mengerucut dengan meliriknya malas. Dasar modus!

"Mau ya, Nay?

Aku memutar mataku malas.

"Habisnya kalau nggak pake kondom tuh  rasanya lebih enak."

Bisikan itu sukses membuatku merinding dengan pipi memanas.

***

Mas Ayes mengambil napas sebentar kemudian kembali menciumku. Tangannya menahan tengkukku, membuat ciuman itu semakin dalam. Dia berhasil menyalakan gairahku.

Dengan sengaja aku bergerak gelisah di atas pangkuannya. Aku tahu adik kecilnya sudah menegang di bawahku. Akan ku buat semakin tegang. Aku membalas ciumannya saat dia mengubah posisiku. Mengangkat tubuhku menghadapnya. Bagian bawahku sudah basah. Dengan posisi begini, aku bisa merasakan miliknya yang tegang. Rasanya aku semakin terbakar. Kami mengambil napas lagi. Tatapannya sudah dipenuhi gairah.

"Mas cinta kamu, Nay," bisiknya serak.

Dua tangannya sudah menelusup masuk ke dalam dress-ku saat aku berdiri dengan menumpukan lututku yang mengkungkungnya. Aku merinding saat tangan itu mengusap dan meremas bongkahan bokongku. Berakhir merobek celana dalamku kemudian membuangnya asal.

Tanganku juga tak tinggal diam. Mengusap bahu dan dada bidangnya. Membuat pola abstrak di sana sementara bibir kami kembali bermain. Ciumannya sangat memabukkan. Usapanku turun ke perut hingga menarik turun celana karet beserta dalamannya sekaligus.

"Masukin, Sayang," erangnya saat tanganku mengurut miliknya sementara tangannya meremas pahaku. "Masukin."

Aku menumpukan tanganku di bahunya, menurunkan tubuhku pelan-pelan. Miliknya perlahan memasukiku. Rasa sesak yang membuatku melayang. Mulutnya mulai meracau saat aku bergerak.

"Engh, Nay... Terrus ... Nay ... Ahh ... Enak banget, Sayang."

Pipiku memanas mendengarnya erangan vulgarnya. Gerakanku semakin tidak terkendali.

"Pelan-pelan aja, Sayang. Nanti dedeknya rewel."

Entah pikiranku yang mesum atau memang karena hormon, sejak aku hamil gairahku mudah tersulut. Justru perutku kram jika tidak tersentuh olehnya. Sentuhannya seperti menjadi mood booster untukku.

Tubuhku melayang saat dia membalik posisi kami. Hentakan itu semakin lama semakin membuatku meledak. Tepatnya, kami meledak bersama.

***

Beberapa hari ini aku masih merasa ada yang mengawasiku bahkan saat aku menyiram tanaman di teras, aku jelas-jelas merasa diperhatikan. Penasaran, aku berjalan mendekati pagar dan melirik kanan kiri rumah.

"Ada apa, Nya?"

Pak Oding, penjaga rumah sekaligus sopir kami melihatku keheranan. Pria paruh baya itu ikut melihat jalanan depan rumah.

Aku menggeleng sambil tersenyum.

"Oh, Bapak tahu. Nyonya lagi nungguin Tuan ya?" tanya Pak Oding menggodaku.

Aku hanya mengangguk saja untuk menghilangkan rasa was-wasku dan kembali menyiram tanaman. Sejenak aku menarik napas dalam agar tenang. Semua baik-baik saja. Aku mengusap perutku pelan.

Kita akan baik-baik saja, Sayang. Mama janji.

Sampai siang perasaanku semakin tidak karuan. Debaran jantungku meningkat sampai kepalaku berdenyut. Perasaan apa ini?

Aku sudah memastikan Bunda dan Mama baik-baik saja di restoran mereka. Mas Ayes pun juga. Dia hanya bilang ingin segera pulang. Apakah dia merasakan hal yang sama? Aku melihat wajahnya yang mengkhawatirkanku saat kami melakukan video call. Dia tampak tidak tenang. Melihatnya, aku tersenyum. Menyembunyikan rasa was-wasku.

Mas Ayes juga menelepon Pak Oding untuk menjagaku dan memperhatikan sekitar rumah. Berita itu membuatku semakin tidak nyaman. Rasa curigaku sudah berlebihan. Apa yang akan terjadi?

Sudah pukul dua siang. Aku tidak bisa tidur siang karena perasaan tidak tenang. Mungkin membuat kue bisa membuat pikiranku sedikit teralihkan.

Tarik napas, buang.

Tarik napas, buang.

Tarik napas, buang.

Aku melakukannya sampai langkahku di dapur. Aku menatap sekitar. Kenapa rumah ini tampak sepi sekali?

Kemana Bibik?

Apa sedang mengangkat jemuran? Tapi hari ini kan Bibik tidak mencuci pakaian.

Aku melangkah hati-hati, memeriksa setiap sudut rumah.

Sepi.

Perasaanku semakin kacau.

Mas Ayes, cepatlah pulang.

Aku melangkah keluar sampai teras. Kepalaku celingukan mencari keberadaan Pak Oding. Tidak ada. Kemana dia?

Aku mencari ke taman juga tidak ada. Bibik juga tidak ada. Ini kemana semua sih?

Tidak putus asa aku melewati pintu belakang hingga aku masuk lagi ke rumah. Nihil. Tidak ada siapa-siapa. Jadi aku sendirian?

Aku takut.

Lebih baik aku kembali ke kamar, mengambil ponsel untuk menghubungi Mas Ayes. Aku berbalik dan seketika aku mematung.

Andre.

Dia sudah duduk di sofa ruang tengah dengan seringainya. Memakai hoodie hitam dengan topi hitam juga. Tubuhnya lebih kurus dengan rambut berantakan.

Bagaimana dia bisa ada di sini? Bukannya dia di penjara?

"Hai, Cantik? Apa kabar?"

Aku takut.

Aku takut.

Mas Ayes.

Andre tampak senang melihatku melangkah mundur.

"Duduklah, kita ngobrol dulu."

Punggungku menabrak dinding yang ada di belakangku. Tanganku mencengram tepian dinding dengan gemetar. Napasku sudah naik turun.

"Lo tahu apa yang terjadi sama gue?"

Aku tidak mau tahu.

"Gue terkejut menemukan fakta bahwa Pak Ryo adalah suami lo. Jika saja waktu itu dia nggak datang pasti kita sudah bersenang-senang. Kita akan saling memiliki."

Aku menggeleng. Panik.

Andre kembali menyeringai. "Nggak bisa ngomong? Gue prihatin sama keadaan lo tapi tenang aja, gue masih suka kok sama lo. Lebih tepatnya masih pengen nyicipin tubuh lo. Ya walaupun udah keduluan Pak Ryo sih."

Mungkin wajahku sudah memucat. Keringat sudah mengalir di pelipisku. Apalagi saat Andre berdiri dan berjalan mendekat, aku segera menjauh.

"Kita bisa melakukannya tanpa kekerasan kalau lo nurut sama gue."

Sekali lagi aku menjauh. Berlari menuju pintu depan tapi Andre lebih cepat dan menguncinya. Kuncinya pun dimasukkan ke dalam kantong celananya.

Mas Ayes, Mas Ayes, pulang, Mas.

Aku mundur menuju pintu belakang tapi sekali lagi Andre lebih cepat. Dia mengitari ruangan agar sampai lebih dulu dan menguncinya.

"Mau kemana, Cantik?"

Mama, tolong aku.

"By the way, kita ngelakuin di mana enaknya? Di kamar suami lo aja?" Andre tertawa. "Biar waktu dia datang, dia bisa gabung sama kita."

Aku terus menghindarinya. Melemparinya dengan benda-benda di sekitarku. Kakiku terasa berat karena terlalu gemetar. Sekali lagi Andre tertawa saat benda-benda yang ku lempar tidak ada yang mengenainya.

"Daripada lo capek lebih baik lo lempar diri lo ke gue. Gue janji nggak akan kasar."

Andre tertawa lagi. Saat itulah aku melempar lampu meja ke kepalanya. Membuatnya berteriak sambil mengumpat. Lampu itu membuat pelipisnya berdarah. Dia semakin marah. Langkahnya terasa seperti malaikat maut untukku.

Aku mencoba menghindar dan berteriak. Andre menertawaiku.

"Siapa yang mau denger cewek bisu kayak lo? Teriak aja terus sampai tenggorokan lo tuh putus."

Yang ku lakukan adalah terus berusaha menghindarinya. Aku berharap ada mukjizat yang datang.

MAS AYES.

Air mataku sudah meluruh. Aku benar-benar takut. Aku berlari secepat mungkin menuju kamar. Aku mendorong kuat pintu kamarku beradu dengan Andre.

Klik. Aku berhasil menguncinya.

Di balik pintu Andre menggedornya. "Buka, Ara. Lo nggak mau gue kasar kan?"

Aku duduk di lantai dengan punggung menyandar lemari. Aku memeluk lutut ketakutan bahkan bibirku gemeletuk gemetar.

"M-m-mas A-"

Aku mencoba mengeluarkan suaraku lagi. Napasku tersengal. Kepalaku mulai pusing.

Ya Allah, jika memang ada takdir buruk yang akan menimpaku maka kuatkan aku. Aku sungguh ketakutan.

"Mas-"

Dadaku rasanya sesak. Aku sudah berusaha berteriak. Aku terisak putus asa sementara Andre masih berusaha mendobrak pintu kamarku.

"M-mas-"

Benarkah tidak ada harapan lagi?

"BUKA, ARA!"

Teriakan Andre semakin membuatku takut.

"ARA! LO CUMA BISU BUKAN TULI. BUKA! LO DENGER? BUKA!"

"Mas-"

"ARA!"

Aku menoleh kiri kanan dan menatap jendela. Ya aku harus keluar dari jendela. Gemetaran aku melangkah ke arah jendela.

Brak.

Baru saja satu kakiku naik ke jendela, pintu kamarku berhasil didobrak Andre. Matanya nyalang menatapku.

"Mau kemana lo?"

Aku menggeleng ketakutan. Tubuhku tidak bisa digerakkan. Andre menyentak tanganku kasar, membuatku tersandung dan perutku menabrak kursi belajarku. Rasanya sakit sekali.

"Mas-" erangku sambil memejamkan mata.

Janinku.

Andre tersenyum pongah. "Wow, suara lo udah muncul? Bagus dong. Biar gue bisa denger desahan lo nanti."

Tubuhku meluruh dengan lutut mendarat di lantai. Perutku sangat sakit.

"Mas-"

Sekali lagi Andre menarik lenganku dan menamparku keras. Perih sangat terasa di pipiku.

"Teriak aja terus, nggak akan ada yang denger."

Tubuhku dihempaskan ke tempat tidur. Perutku semakin sakit.

"Mas Ayes."

Andre menduduki pahaku dan mencengkram leherku. Aku kesulitan bernapas. Kilasan kejadian di UKS kembali berputar. Aku berusaha melepas tangan Andre yang mencekikku.

Kejadian di UKS itu berputar jelas seperti reka adegan. Ada Andre dan Dina.

Andre yang menyeringai puas melihatku lemah dan Dina yang bercucuran air mata.

Aku ... Aku tidak boleh lemah.

Aku tidak boleh mengizinkan Andre melakukan perbuatan bejatnya padaku sekali lagi.

Aku yang berhak atas diriku.

Bukan Andre.

Aku milik Mas Ayes.

Ya, aku hanya milik Mas Ayes.

"AAARRGGH!"

Teriakanku melengking membuat Andre terhenyak tapi hanya sebentar. Senyum jahatnya tercetak jelas di wajahnya.

"MAS AYES!"

"Teriak aja, nggak ada yang denger." Tanganku ditahan Andre di atas kepala. "Gue mau lihat reaksi suami lo kalau gue berhasil nyicipin lo."

"MAS AYES!"

Plak.

Andre kembali menamparku.

"MAS AYES!"

"Nggak akan ada yang nolongon lo bahkan malaikat sekalipun."

"MAS AYES!"

Andre membekap mulutku. "Lo harus jadi milik gue."

Aku menggeleng panik.

"Udah siap, Cantik?"

Andre melepas bekapannya dan mulai membuka kancing blouse-ku perlahan sementara tangannya yang lain semakin kuat menahan tanganku di atas kepala.

"MAS AYES!"

"Simpan tenaga lo, Ra. Nggak akan a-"

Tiba-tiba Andre terdorong ke samping dan tubuhku ditarik bangun. Tahu-tahu aku sudah dalam dekapan lengan besar.

"BIADAB! BANGUN LO!"

Itu suara Mas Ayes. Aku mendongak dan menatapnya tidak percaya.

"Mas."

Satu lengannya mendekapku erat dan satu lagi mengusap punggungku sementara matanya tidak melepas Andre. Belum reda ketakutanku, aku kembali mendengar teriakan kesakitan Andre dan suara benda jatuh. Mataku mengintip, melihat Andre yang jatuh terduduk dengan memegang dada.

"Menjauh dariku, Nay. Aku akan memberinya pelajaran," bisik Mas Ayes dengan melepaskanku.

Mas Ayes menarik baju Andre dan memukul perutnya hingga Andre memuntahkan darah kemudian menyeretnya keluar kamar. Aku tidak berani mengikuti. Yang ku lakukan hanya memeluk lutut dan berdoa.

Air mataku deras mengalir. Mulutku merapalkan doa tanpa henti. Berharap ini semua hanya mimpi.

Tidak ada Andre.

Tidak ada kenangan yang menyakitkan.

Tidak ada bayangan ketakutan.

Aku ingin memulai semua dari awal hanya dengan Mas Ayes dan ... Anakku.

Anakku?

Tubuhku menegang.

Masihkah dia bersamaku?
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sweet Story Series #My Lovely 11
1
0
My Lovely : 11. Epilog
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan