Sopirku Selingkuhanku

2
0
Deskripsi

Seorang Majikan cantik memutuskan berselingkuh dengan sopir pribadinya demi membalas dendam pada suaminya yang ternyata diam-diam sudah menikahi sahabatnya. Awalnya sopirnya hanya di jadikan alat balas dendamnya saja, namun setelah menyadari pesona sopir tampannya, bos cantik tersebut benar-benar jatuh cinta pada selingkuhannya tersebut.

"Satu langkah lagi Anda mendekat, saya tidak akan segan-segan menelepon Pak Yudi!" ancam Harry, sopir tampan dari majikan cantik bernama Alena.

"Kamu mau memberitahu...

##Bab 1 Pengkhianatan

Malam telah menelan keramaian kota. Di atas sebuah sofa ruang tamu rumah mewah berlantai tiga, tidur lelap Alena yang sudah kelelahan karena tak jua mendapati suaminya pulang meski jarum jam sudah menunjuk ke arah angka dua belas malam.

 
 

Alena menggeliat sebentar lalu mulai membuka matanya yang masih terasa berat ketika mendengar seseorang tengah memutar kunci di pintu rumahnya.
 

 
 

Alena tersenyum, ia bangkit kemudian mulai merapikan rambutnya, setelah rapi lalu ia mengikatnya lagi.
 

 
 

Degh!
 

 
 

Pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Alena ketika melihat suaminya pulang tak seorang diri. Di gandengnya sosok wanita yang  begitu ia kenali.
 

 
 

"Mas berani membawa Dewi ke rumah ini karena Mas sudah menikahinya tadi siang. Mas tahu ini berat bagimu untuk menerimanya sebagai madu, tapi jika kamu terus berusaha untuk iklas pelan-pelan kamu akan bisa menerimanya."
 

 
 

Jantung Alena bergemuruh hebat. Pengakuan dari suaminya seperti ribuan jarum yang menusuk jantungnya secara bersamaan. Sakit? tentu saja. Bahkan ia sampai merasa kehilangan oksigen karena dadanya terasa begitu sesak. Ini memang bukan pertama kali dia tahu penghianatan suaminya, namun sebelumnya rasanya tidak sesakit ini karena dia sama sekali tidak mengenali siapa wanita yang menjadi simpanan suaminya. Dan kini, rasa sakit itu terasa baginya berlipat-lipat ganda. Sahabatnya sendiri yang akan menjadi madunya. Sahabat yang sedari kecil berbagi kesedihan maupun kebahagiaan dengannya. Sahabat yang bahkan pernah menasehati Alena agar lepas saja dari suami brengsek seperti Yudi.
 

 
 

Alena tersenyum getir menyadari saat dimana penghianat itu menyuruhnya meninggalkan rumah mewah yang ia tempati karena kesalahan suaminya yang tak bisa berubah yakni selalu mengencani wanita-wanita cantik meski sudah beristri. Ternyata ini alasan penghianat itu. Dia ingin menggeser posisi Alena sebagai ratu di rumah mewah yang Alena tempati.
 

 
 

"Bersikap baiklah pada madumu! Mulai sekarang dia tidur di kamar sebelahmu!"
 

 
 

Gigi Alena gemeletak. Nafasnya tercekat. Tangannya mengepal kuat sampai buku-buku jarinya terlihat memutih. Mudah sekali suaminya menyuruhnya untuk menerima penghianat itu di rumah yang sudah setahun ini di huninya. Mudah sekali suaminya menyuruhnya untuk ikhlas. Mereka berdua telah menghianati Alena di belakang, dan sekarang suaminya menyuruhnya memperlakukan wanita penghianat itu dengan baik. Ini mustahil bagi Alena!
 

 
 

"Kenapa? kenapa harus wanita ini yang Mas bawa ke rumah ini? Apakah Mas sudah kehabisan stok jal*ng di luar sana sampai harus wanita ini yang harus menjadi maduku?"
 

 
 

Amarah Alena yang sedari tadi ia tahan mulai meledak. Ia kemudian maju beberapa langkah ke depan, menghampiri penghianat. Dia ingin merusak wajah wanita itu dengan kuku-kuku panjangnya. Namun sial, dengan gerakan cepat penghianat itu berhasil lebih dulu bergeser dan berlindung di balik punggung suaminya.
 

 
 

Plak!
 

 
 

Yudi menampar Alena yang bahkan belum berhasil menyerang Dewi. Akibatnya Alena terhuyung dan ambruk ke lantai.
 

 
 

"Kau tega, Mas! Demi membela jalang ini, kau menamparku!"
 

 
 

Yudi marah dan kembali menyakiti Alena dengan pengakuannya. "Dia bukan jalang. Maslah yang sudah mengambil keperaw*nannya. Jangan menuduh wanita lugu ini dengan tuduhan kasar seperti ini. Mas tak suka!"
 

 
 

"Wanita lugu kata mas?" Alena terkekeh di sela rasa sakit hatinya. "Ya benar katamu Mas, dia memang sangat lugu. Saking lugunya sampai-sampai dia tak tau kalau perbuatannya yang menusukku dari belakang seperti ini begitu sangat menyakitiku!"
 

 
 

Plak!
 

 
 

Sekali lagi Yudi melayangkan tamparan ke wajah istri pertamanya. Dia tak suka Alena berbicara buruk tentang istri barunya.
 

 
 

"Tutup mulutmu! Dia tak menusukmu dari belakang. Maslah yang tergila-gila padanya. Mas juga yang mengemis padanya agar menerima lamaran Mas!"
 

 
 

Alena memejamkan matanya sesaat, berharap rasa sakit yang tengah mendera hatinya sedikit berkurang. Berharap juga bahwa apa yang tengah terjadi hanyalah mimpi buruk semata. Namun sayang, saat dia kembali membuka matanya rasa sakit yang sedikit berkurang itu kembali bertambah, dadanya terasa semakin sesak saat menyadari itu adalah kenyataan, bukan sekedar mimpi seperti yang ia inginkan.
 

 
 

"Kalau cinta Mas begitu besar pada wanita ini kenapa tak ceraikan aku saja, Mas? Kenapa kau justru menyakitiku dengan penghianatan ini!"
 

 
 

Bergetar mulut Alena saat meminta cerai dari suaminya, "Kalian boleh bahagia setelah kita bercerai. Takan ada lagi yang menghalangi kebahagian kalian setelah kepergianku dari rumah ini." sambung Alena dengan suara paraunya.
 

 
 

Yudi terkekeh meremehkan permintaan cerai istrinya.
 

 
 

"Kau pikir kau akan lebih bahagia setelah bercerai dariku?" Yudi mendekat lalu mencekram rahang Alena. "Siapa yang akan membayar biaya pengobatan ibumu kalau aku menceraikanmu, hah?"
 

 
 

Buliran bening menetes juga membasahi pipi Alena, "Itu urusanku! aku muak menjadi anjing peliharaanmu yang selalu di perlakukan semena-mena olehmu selama ini."
 

 
 

Lantang Alena mengucapkan kalimat yang berhasil membuat makin mendidih darah suaminya.
 

 
 

"Kau pikir aku akan membiarkan kalian hidup tenang begitu saja? aku akan menghancurkan masa depan adikmu dan membunuh ibumu dengan caraku. Kau lupa kalau uangku bisa menghancurkan hidup kalian sekeluarga?"
 

 
 

Alena membisu, ancaman dari suaminya mampu mengalahkan egonya. Biar bagaimanapun juga keselamatan ibu dan adiknya lebih utama di banding harga diri dan kebahagiaannya.
 

 
 

"Sudah jangan membantah. Kau paham betul kan karakter Mas yang tak suka melepaskan begitu saja barang mainan Mas sebelum Mas puas memainkannya. Jadi jangan bermimpi bisa melepaskan diri!" sambung Yudi lagi, Alena yang tak tahan dengan pedasnya kalimat suaminya itu melepaskan paksa cengkraman tangan suaminya dari rahangnya.
 

 
 

"Kau adalah pengecut yang hanya berani mengancam perempuan lemah sepertiku!"
 

 
 

Yudi kembali terkekeh dengan nada mengejek, "Terimalah takdirmu Alena. Harusnya kau bersyukur karena Mas tak membuangmu meski Mas sudah punya istri baru."
 

 
 

Alena sudah malas melanjutkan pertengkarannya meski dia belum puas memaki suami dan sahabatnya, dia merasa tak ada gunanya bertengkar panjang lebar dengan lelaki yang doyan selingkuh itu. Toh, dia akan tetap di kalahkan oleh pembenaran-pembenaran dari suaminya yang tak masuk akal itu.
 

 
 

"Sayang, mari kita mulai malam pertama kita. Abaikan kata-kata istri tuaku yang masih diliputi emosi!"
 

 
 

Tanpa perasaan Yudi menarik lembut tangan istri barunya di depan Alena. Seriangai kemenangan terlukis jelas di wajah si pelakor. Dia tahu betul perbuatannya salah, namun dengan bangganya dia menunjukan betapa bahagianya ia yang berhasil masuk dalam rumah tangga sahabatnya.
 

 
 

"Brengsek! mereka berdua  berhasil membuat hatiku sesakit ini!" umpat Alena sambil menendang sofa di sampingnya setelah kepergian dua manusia tak punya perasaan itu.
 

 
 

Prank!
 

 
 

Ponsel sopir Alena tak sengaja terjatuh saat mengintip pertengkaran majikannya.
 

 
 

Alena menoleh ke sumber suara, "Siapa di situ?" tanya Alena sambil mendekat. Harry langsung menyambar ponselnya yang terjatuh dan berlari menuju kamarnya.
 

 
 

"Diam di tempatmu, Harry!" teriak Alena. Harry gelagapan karena dia ketahuan sebelum berhasil sampai di kamarnya.
 

 
 

"Lancang! berani-beraninya kamu mengintip pertengkaranku dan suamiku!" bebel Alena.
 

 
 

Harry terlihat pucat dan merasa sangat malu, "Maafkan saya, Bu. Saya tak sengaja mendengar pertengkaran kalian. Sungguh, saya tak bermaksud mengintip."
 

 
 

"Sayangnya aku tak percaya alasanmu."
 

 
 

"Sumpah, Bu. Saya tidak berbohong!"
 

 
 

"Sumpahmu tidak akan membuatku begitu saja memaafkanmu. Kau harus tetap ku hukum!"
 

 
 

"Ibu mau menghukum saya? ibu mau memecat saya?"
 

 
 

Wajah putih Harry memerah, dia sangat takut majikannya akan memecatnya.
 

 
 

"Siapa bilang aku akan memecatmu, Harry. Aku cuma mau memberimu pelajaran agar lain kali tidak lancang!"
 

 
 

Harry bernafas lega mendengar ucapan majikannya. "Syukurlah kalau begitu, Bu. Kalau mau potong gaji saya, potong saja. Asalkan saya masih diberi kesempatan bekerja di rumah ini, saya akan tetap senang."
 

 
 

"Aku tidak akan memotong gaji kamu, Harry. Aku cuma mau kamu mengantarkanku ke suatu tempat."
 

 
 

"Malam-malam begini, Bu?"
 

 
 

"Iya. Itu hukuman buat kamu yang sudah berani lancang. Kenapa memangnya, kamu keberatan?"
 

 
 

"Nggak, Bu. Saya memilih hukuman ini dari pada saya harus kehilangan pekerjaan saya."
 

 
 

"Bagus!" balas Alena sambil tersenyum tipis.
 

 
 

"Kalau begitu saya ganti seragam dulu sekalian ambil kunci mobil."
 

 
 

Alena menghentikan langkah Harry, "Gak perlu ganti seragam. Saya buru-buru."
 

 
 

Harry kemudian mengangguk lalu menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobil yang belum sempat dia berikan pada majikannya. Sedangkan Alena mengambil beberapa kaleng berisi bir untuk di bawanya pergi.
 

 
 

Alena duduk di sebelah bangku kemudi, Harry yang tak biasa melihat majikannya duduk di sebelahnya merasa sangat tak nyaman. Perasaannya mulai tak enak.
 

 
 

"Sampai kapan kamu diam seperti ini, Harry? Cepat jalankan mobilnya!" perintah Alena.
 

 
 

"Ibu belum mengatakan tempat tujuan kita kemana." jawab Harry terbata.
 

 
 

"Jalan saja kemanapun, jangan banyak bertanya karena moodku sedang sangat buruk!" bentak Alena. Harry langsung menjalankan mobil dan tak bartanya lagi, dia tahu bos cantiknya sedang sangat marah.
 

 
 

"Dasar brengsek kalian! tega-teganya kalian sekongkol mempermainkanku!" bebel Alena setelah meneguk bir yang ada di tangannya.
 

 
 

"Aku akan hancurkan kalian dengan caraku. Tunggu saja karma buat kalian!" omel Alena kemudian tertawa terbahak-bahak.
 

 
 

Harry di buat bergidik ngeri oleh tingkah bosnya. Saat ini bos wanitanya seperti orang yang sedang kesurupan. Dia terus berteriak-teriak memaki suami dan sahabat yang sudah menghianatinya. Kadang menjerit sendiri, menangis sendiri, dan memukul kepalanya sendiri. Yang paling buat Harry merasa merinding saat wanita yang sedang mabuk itu tertawa sendiri sambil mengucapkan sumpah serapahnya.
 

 
 

"Kenapa kamu tak bunuh saja aku, Mas? kau jahat, Mas. Kau sangat jahat!"
 

 
 

Alena memukul- mukul lengan Harry, dia terus melakukan hal bodoh yang bisa membahayakan keselamatan mereka.
 

 
 

Karena tak konsentrasi menyetir, Harry terpaksa menghentikan mobilnya di pinggiran jalan yang sangat sepi. Dia tak mau menyetir sebelum bos wanitanya berhenti memukul-mukul lengannya.
 

 
 

"Sebaiknya anda pindah ke belakang, Bu. Perbuatan anda telah menghilangkan konsentrasi saya ketika menyetir."
 

 
 

"Apa kau sedang memerintahku?"
 

 
 

"Maafkan saya, Bu. Ini demi keselamatan kita berdua."
 

 
 

Alena terkekeh, "Aku belum selesai menghukummu atas kesalahanmu tadi dan sekarang kau membuat kesalahan yang baru."
 

 
 

Harry terdiam, dia tak menggubris omongan bos cantiknya yang sedang mabuk itu.
 

 
 

"Harry. Bantu aku menghilangkan rasa sakitku, maka aku akan memaafkan dua kesalahanmu malam ini."
 

 
 

"Caranya, Bu?" tanya Harry sambil melipat keningnya.
 

 
 

"Sentuh aku, Harry. Tolong bantu aku membalas dendamku pada lelaki yang doyan selingkuh itu!"
 

 
 

Harry berjengkit kaget, tak dia sangka alkohol telah menghilangkan kewarasan majikannya yang masih berumur 20tahun itu.
 

 
 

"Menyentuh istri majikan adalah perbuatan yang lancang. Saya bisa di pecat Pak Yudi jika dia tahu."
 

 
 

"Dia takan tahu kalau kau menutup mulutmu, Harry."
 

 
 

Harry mengernyit bingung. Majikannya terlihat seperti mabuk, tapi kenapa wanita cantik itu bisa bicara sangat lancar ketika merespon ucapannya.
 

 
 

"Saya tidak bisa mengabulkan permintaan anda, Bu. Saya orang miskin. Saya tidak mau membuat masalah."
 

 
 

"Kau mau membantah perintahku, Harry? kau mau ku pecat?"
 

 
 

"Jangan pecat saya, Bu. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini."
 

 
 

Alena tersenyum nakal, "Lalu sentuhlah aku, Harry!" Alena menarik paksa tangan Harry dan menyentuhkannya ke area dadanya.
 

 
 

"Jangan, Bu. Ini perbuatan yang tidak terpuji. Balas dendamlah dengan cara yang lain!"
 

 
 

"Aku sudah kehilangan kesabaran menghadapi sikap kejam suamiku, Harry. Bahkan aku tak bisa lepas darinya karena dia terus mengancamku dengan keselamatan keluargaku."
 

 
 

Harry terdiam, mendengar ucapan Alena barusan membuatnya sedikit merasa iba.
 

 
 

"Kau menyentuh tubuhku atas permintaanku, Harry. Buang jauh-jauh keraguanmu. Ku mohon!"
 

 
 

Harry masih diam tak bergerak di tempat duduknya. Tanpa meminta persetujuan lelaki tampan yang ada di sebelahnya, Alena mencium bibir seksi Harry. Harry terus berusaha menghindar, namun sayangnya lama kelamaan dia justru hanyut dalam permainan lincah majikan cantiknya. Dia mulai merespon dan membalas sentuhan demi sentuhan majikan cantiknya.
 

 
 

"Anda akan menyesali hal ini setelah anda tak mabuk nanti, Bu." ucap Harry memberi peringatan majikannya.
 

 
 

"Aku takan menyesali apapun, Harry. Malam ini aku milikmu!"
 

 
 

Bibir Alena kembali membungkam bibir Harry, Harry pasrah kali ini.
 

 
 

Nafsu telah berhasil membakar hasrat keduanya. Tidak ada lagi keraguan Harry untuk mengimbangi permainan hebat wanita yang menjadi bosnya.
 

 
 

"Terimakasih Harry, kau lebih hebat dari yang kuduga."
 

 
 

Alena mengecup sekilas bibir lelaki yang menjadi lawan mainnya. Harry terdiam dengan nafas yang masih memburu.
 

 
 

Pukul lima pagi, Alena kembali ke rumahnya dengan perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Dia merasa sangat lega telah membalas penghianatan suaminya.
 

 
 

Alena mulai berjalan menaiki anak tangga tanpa melepas sepatunya. Suara berisik langkah kakinya membuat suaminya terbangun. Buru-buru suaminya keluar kamar dan menyambut kepulangan Alena dengan kemarahan.
 

 
 

"Darimana saja kamu pagi begini baru pulang?"
 

 
 

Yudi mencegat Alena di depan pintu kamarnya.
 

 
 

"Aku cuma tak mau mengganggu malam pertama kalian!" jawab santai Alena sambil memutar handle pintu kamar.
 

 
 

Yudi mencekal lengan Alena yang terus berjalan tanpa mempedulikan keberadaannya. "Dengan cara keluyuran tengah malam seperti ini?"
 

 
 

"Bukan urusanmu!"
 

 
 

"Bukan urasan Mas kau bilang? Mas suamimu. Wajar kalau Mas marah melihatmu keluar rumah tengah malam dan pulang pagi seperti ini."
 

 
 

Alena terkekeh mendengar ucapan suaminya, "Jadi hanya Mas saja yang boleh marah. Hampir tiap hari Mas keluar malam dan pulang pagi. Ketika aku protes Mas malah menamparku. Dan sekarang Mas menyuruhku tidur tenang di sebelah kamar dimana Mas melakukan malam pertama dengan sahabatku. Mas ingin aku aku tambah terluka mendengar suara desahan menjijikan kalian dari sebelah kamar?Menurut Mas ini adil?"
 

 
 

Yudi bungkam, Alena tertawa melihat suaminya yang biasanya ringan tangan kini diam seribu bahasa mendengar ucapannya.
 

 
 

"Mas terus memintaku menjadi istri baik dan penurut, sedangkan Mas sendiri memberi contoh yang tidak baik. Aku manusia Mas, aku juga punya perasaan!"
 

 
 

"Cukup Alena. Mas sedang tak mau di ceramahi. Nafasmu bau sekali alkohol. Kau tidak pergi ke klub malam kan?"
 

 
 

Entah kenapa Yudi yang sedari tadi diam kembali tersulut emosi ketika mencium bau alkohol saat istrinya sedang berbicara.
 

 
 

"Memangnya Mas saja yang boleh pergi ke klub? Aku tak boleh?" balas lantang Alena. Yudi tak suka mendengar istrinya yang mulai pintar menjawab. Hatinya yang terlanjur memanas membuatnya kembali tega menampar Alena sampai sudut bibir Alena berdarah.
 

 
 

"Sekali lagi kau menginjakan kakimu di klub malam, Mas tak segan menghajarmu lebih parah lagi." ancam Yudi.
 

 
 

Alena memegang pipinya yang terasa sangat panas atas tamparan suaminya. Meskipun sakit dia tak sudi memperlihatkan airmata kesedihannya di depan suaminya.
 

 
 

Setelah menampar istri pertamanya, Yudi melangkah ke kamar mandi. Dia harus pergi ke kantor hari ini karena ada rapat penting dengan kliennya siang ini.
 

 
 

"Mas pergi kerja dulu. Tidurlah, dan jangan pernah berani ulangi kesalahanmu!" pesan Yudi setelah selesai bersiap. Kemudian ia keluar kamar dan menghampiri istri barunya. Cepat-cepat Alena mengunci pintu kamar dan menangis sejadi-jadinya setelah kepergian Yudi.
 

 
 

"Kau akan merasakan sakit yang lebih parah dari rasa sakitku, Mas. Aku bersumpah!" ucap Alena di tengah isakannya.

##Bab 2 Aku Bukan Murahan

 

Jam dua siang, Alena baru terbangun dari tidurnya. Dengan mata sembab dan kepala yang terasa berat ia memaksa tubuhnya bangkit dan beranjak dari tempat tidurnya.

 

"Ku pikir aku sudah mati karena terlalu banyak menangis!" gumam Alena sambil menatap bengkak matanya lewat cermin yang melekat di dinding kamar mandinya.

 

Guyuran air hangat dari sower cukup membuat rileks tubuh Alena. Bayangan permainan panasnya dengan sopir tampannya tiba-tiba terlintas begitu saja dalam benaknya.

 

"Harry. Kau berhasil membuatku kecanduan dengan permainan hebatmu, semalam!" Alena tersenyum sendiri saat mengingat sopir tampannya. Senyuman yang tiba-tiba mampu mengobati rasa sakitnya karena penghianatan suaminya.

 

Alena mematut diri didepan cermin. Hari ini, ia ingin memberi kejutan lagi pada suaminya. Kobaran api dendam tersirat jelas pada matanya.

 

"Tunggu saja, Mas. Kau akan kembali bertekuk lutut padaku. Disaat kau mulai menyesali perbuatanmu, aku pastikan hatiku bukan lagi milikmu!" lirih Alena sambil memegang ujung bibirnya yang masih terluka karena pukulan suaminya.

 

Alena mengambil handbagnya kemudian keluar dari kamarnya. Bayangan akan menemui sopir pribadinya membuatnya lebih bersemangat melangkah.

 

"Harry, aku datang." batin Alena sambil mengukir senyum ketika melangkah. Sopir pribadinya sungguh membuat dunianya kembali ceria.

 

"Selamat tinggal kesedihan. Selamat tinggal kesetiaan. Dan selamat tinggal kebodohan. Mulai hari ini, aku akan membahagiakan diriku dengan caraku sendiri!" batin Alena lagi sambil terus melangkah.

 

"Suamimu sedang sibuk kerja kamu mau pergi kemana?" Dewi bersandar dipintu kamarnya, memperhatikan madunya yang sudah rapi ingin pergi kesuatu tempat.

 

"Mau pergi ngabisin uang suamiku, kenapa memangnya, kamu mau ikut?" Alena sengaja memanas-manasi Dewi. Dewi sangat tak tahu diri. Baru semalam dia ikut tinggal dirumah itu namun sudah berani mengusik urusan Alena.

 

"Pantas suamimu menikahiku. Kehidupanmu yang liar dan menghamburkan uang untuk bersenang-senang pasti membuat suamimu geram!"

 

Mendengar madunya mengoceh, Alena terkekeh dalam hati. Bukankah itu tandanya wanita ular itu iri pada kehidupannya selama ini?

 

"Kalau aku cuma nangis dikamar sambil mengeluh karena diselingkuhi, rugi dong aku! Apa salahnya kalau aku ngabisin uang suami sendiri untuk bersenang-senang. Toh, dia juga tak pernah merasa keberatan." lagi-lagi Dewi merasa kesal karena tak mempan memancing amarah madunya, ia justru terperangkap sendiri oleh ucapannya. Alena berjalan anggun melewatinya sambil mengibaskan rambut didepannya.

 

"Pergilah, ku harap Mas Yudi  akan cepet sadar, bahwa menikahimu adalah sebuah kesalahan."

 

Alena berhenti mendengar ucapan Dewi.Jika dari tadi ia berhasil mengendalikan diri, kali ini tidak lagi. Seharusnya yang marah dia, kenapa malah wanita ular itu yang justru menyumpahinya. Keadaan yang sangat konyol bukan?

 

"Hai, sundal! dapat suami hasil ngrebut saja bangga. Harusnya yang ngomong seperti itu aku, bukan kamu!"

 

Tak mau makin terpancing Alena pergi meninggalkan Dewi begitu saja, ia tak menyangka dulu bisa sangat dekat dengan wanita ular itu. Kini setelah tahu sifat asli mantan sahabatnya, dia akan lebih berhati-hati lagi. Tak ada yang tahu niat dan isi hati seseorang, dan kesalahannya dia terlalu mudah percaya pada orang yang di anggapnya tulus.

 

"Pagi, Bu...! eh, mbak..! eh, Alena...!" ucap Harry terbata setelah membukakan pintu mobil untuk majikan perempuannya.

 

"Setelah kemarin kau memanggilku 'Bu' sekarang 'Mbak'. Harry kamu lucu banget sih." Harry meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, melihat Alena menertawakan tingkahnya.

 

"Panggil 'Ibu' kalau didepan suamiku saja ya, kalau tak ada dia, cukup panggil namaku!" Harry yang masih berdiri menunggu majikannya masuk kedalam mobil makin gerogi. Ditambah saat ia mengingat kejadian semalam, tak berani ia menatap wajah majikan cantiknya itu.

 

"Kok bengong sih! tutup balik pintunya! Aku mau duduk dibangku depan saja!" lagi-lagi Harry terkejut mendengar perintah Alena. Ia tak menyangka wanita muda yang menjadi bosnya itu tak merasa takut sama sekali. Seandainya bos lelakinya tau, habislah riwayatnya.

 

Harry membukakan pintu depan dan mempersilahkan majikan wanitanya masuk. Kemudian ia menutup kembali pintu mobil, lalu duduk dibangku kemudi.

 

"Maafkan kelancangan saya semalam, harusnya saya tidak melakukan itu. Anda mabuk tapi saya malah...!"

 

Sstttt...

 

Alena dengan cepat menempelkan jari telunjuknya dibibir Harry, spontan membuat Harry terdiam.

 

"Aku tidak terlalu mabuk. Aku sadar saat memintamu melakukan semua itu. Terimakasih, karena kejadian semalam energiku kembali pulih, aku kembali bisa mengontrol emosi dan egoku melawan makhluk-makhluk biadab itu. Sekarang aku sudah merasa sama kotornya dengan suamiku jadi aku sudah tak merasa marah atau cemburu pada pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukannya lagi."

 

Alena mengambil nafas kuat-kuat sambil memejamkan mata dan bersandar dikursi dalam mobilnya. Harry kemudian melajukan mobilnya dan mulai merasa tak canggung berbicara dengan Alena.

 

"Seharusnya anda tidak perlu takut dengan ancaman Pak Yudi. Kalau perbuatannya menyakiti anda sebaiknya anda meminta pisah saja dari pada memilih main belakang seperti ini."

 

Alena mengambil nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya lagi. "Selain takut ancamanannya aku juga butuh uangnya, Harry. Ibuku sakit kanker darah, aku membutuhkan uang yang banyak untuk biaya berobatnya. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan uang dan membuat hidup ibu dan adikku berkecukupan. Meskipun semua ini harus ku bayar dengan kepedihan."

 

Harry menatap Alena iba, dia tak memyangka ternyata Alena punya kehidupan yang lebih menyedihkan darinya. "Maafkan saya karena lancang bertanya soal kehidupan pribadi anda."

 

Cup!

 

Harry memegang satu pipinya sambil melotot karena mendapat ciuman tiba-tiba dari majikannya.

 

"Harry kau kenapa?"

 

Harry terus melotot kejalanan saat menyetir tanpa menggerakan kepalanya sedikitpun, satu tangannya masih memegang pipi bekas ciuman Alena.

 

"Kedipkan matamu jika kau merasa baik-baik saja, Harry. Aku takut kita akan kecelakaan jika kau terus diam seperti ini."

 

Harry menoleh kearah Alena.

 

"Bagaimana saya merasa baik-baik saja jika anda terus membuat jantung saya berdebar hebat seperti ini." akhirnya Harry merespon juga ucapan bosnya.

 

"Kenapa dengan jantungmu Harry. Apa aku telah melukai jantungmu tanpa sadar?"

 

Harry menggeleng.

 

"Lalu?"

 

"Saya belum siap mati karena perbuatan ceroboh anda. Jika Pak Yudi tahu, saya pasti akan di bunuhnya."

 

Alena tertawa geli mendengar jawaban Harry.

 

"Kau lucu sekali, Harry. Sekarang tolong hentikan mobil di sini!"

 

Harry menoleh kearah Alena. "Maaf, kali ini biarkan saya jadi sopir pembangkang. Saya tidak bisa mengikuti perintah anda. Ini terlalu berbahaya." ucap Harry sambil terus melajukan kendaraannya, bahkan di kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya.

 

Alena mengernyit, "Maksudmu?"

 

"Siang bolong begini, kita akan tertangkap jika anda mengajak saya melakukan perbuatan tidak terpuji seperti semalam lagi. Terlebih di pinggiran jalanan ramai seperti ini."

 

Alena tertawa sampai perutnya sangat sakit. Lagi-lagi Harry di buat bingung mendengar majikannya tertawa tanpa sebab.

 

"Anda menertawakan ketakutan saya?" tanya Harry begitu penasaran.

 

"Bukan Harry. Aku menertawakan pikiran parnomu, bukan ketakutanmu!" jawab Alena setelah puas tertawa.

 

"Maksud anda?" tanya Harry makin penasaran.

 

"Aku menyuruhmu berhenti di pom bensin tadi karena bensin mobil kita mau habis. Bukan untuk mengajakmu kembali bercinta seperti semalam."

 

Wajah Harry memerah mirip kepiting rebus karena menahan malu. Ingin sekali dia melompat dari mobil untuk menebus rasa malunya. Sedangkan Alena kembali tertawa untuk menggoda sopir tampannya.

 

"Jujur saja padaku, Harry! sebenarnya kamu tak bisa move on dari percintaan kita semalam kan, sampai-sampai tiap detik yang ada dalam kepalamu hanya memori indah percintaan kita semalam.

 

"Jangan salah paham, Bu. Sumpah saya cuma takut melakukan kesalahan yang sama."

 

"Kau kembali menyebutku dengan sebutan 'Ibu'?" geram Alena.

 

"Sampai kapanpun saya tidak bisa menyebut anda dengan sebutan nama saja."

 

"Lalu, aku bersumpah akan memberimu satu ciuman jika kau bersihkeras memanggilku dengan sebutan itu."

 

Karena takut dengan ancaman majikannya, Harry bergeser sedikikit sambil memegangi pipinya, takut majikan brutalnya nekad dan tiba-tiba kembali menciumnya.

 

'Kau bahkan bertambah imut saat melakukan hal menyebalkan seperti itu, Harry.' batin Alena.

 

Malam harinya...

 

Yudi sudah bersiap akan meledakan kemarahannya pada Alena. Ia begitu sangat marah saat pulang kerja tak mendapati Alena ada  dirumah. Ia merasa Alena sekarang sudah menjadi seorang pembangkang, ia sangat tak suka itu.

 

Suara deru mobil terdengar masuk ke halaman rumah Yudi. Yudi yang tengah makan malam meninggalkan begitu saja makanannya demi meluapkan kemarahannya pada istri pertamanya.

 

Menggunakan mini dress berwarna coklat dan ketat, Alena membuat suaminya seakan tersihir akan pesonanya. Yudi menatap tanpa kedip Alena saat turun dari mobil. Rambut pendek Alena berhasil membuat Yudi pangling. Alena telah merubah penampilannya. Dia terlihat sangat berbeda sekarang. Biasanya ia hanya mengikat rambutnya tanpa make up yang menghiasi wajahnya. Namun kali ini, dia sangat cantik dengan polesan make up tipis dan gaya rambut barunya. Penghianatan suaminyalah yang memaksanya untuk berubah cantik seperti ini. Ia ingin membuat menyesal orang yang telah menyia-nyiakannya itu.

 

"Dari mana saja kamu?" tanya Yudi pura-pura ketus padahal amarahnya sedikit mereda setelah melihat penampilan cantik istri pertamanya.

 

"Pergi kesalon. Mas bisa lihat sendiri perubahan penampilanku sekarang kan?" Sambil memainkan kuku-kukunya Alena menjawab dengan santai pertanyaan suaminya.

 

"Seharusnya kamu ijin dulu, jadi Mas tak khawatir seperti ini!" ujar Yudi. Alena tersenyum kecut mendengarkan suaminya merendahkan volume suaranya kali ini. Ini moment langka yang benar-benar jarang terjadi. Biasanya suaminya selalu ringan tangan saat marah dengannya. Jangankan berbicara lembut, tangannya langsung terangkat ketika Alena sedikit saja menyinggung perasaannya.

 

"Sebaiknya Mas fokus saja dengan istri baru, Mas. Gak usah mempermasalahkan hal kecil seperti ini."

 

"Cukup Lena, jangan ungkit itu terus. Meskipun Mas ada istri baru, tapi mas gak akan membuatmu kesepian kok. Kalau dipikir-pikir dari semua wanita yang Mas kencani, tak ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu. Bahkan masalah ranjangpun tak ada yang bisa menandingimu."

 

Alena merasa jijik mendengar ucapan suaminya.

 

"Kalau benar begitu, kenapa Mas terus menduakanku?"

 

Yudi memutar bola matanya, berharap bisa menemukan jawaban yang tepat untuk istrinya.

 

"Karena Mas manusia biasa. Wajar kan, kalau Mas punya keinginan untuk memiliki semua wanita cantik yang Mas lihat?"

 

Alena merasa geli mendengar jawaban instan suaminya. "Itu namanya serakah, Mas. Kau tetap tidak akan merasa puas meski sudah memiliki semua wanita cantik yang kau inginkan!" ceplos Alena.

 

"Mas, kok kamu tega ninggalin aku sendirian lama-lama di ruang makan sih!" geram Dewi yang marah melihat suaminya mulai berbaikan dengan Alena.

 

Yudi tak menggubris ucapan Dewi.

 

"Kita makan, Alena. Mas tahu kamu pasti belum makan, kan?" ajak Yudi, namun Alena dengan tegas menolaknya.

 

"Aku tidak lapar, Mas. Melihat wajah istri kedua Mas, nafsu makanku hilang!" ucap Alena kemudian meninggalkan begitu saja suami dan madunya.

 

"Len, tunggu! Sampai kapan kamu bersikap dingin seperti ini denganku?"

 

"Entah!" jawab Alena tanpa berhenti ataupun menoleh ke arah suaminya. Kini Alena masuk dalam kamarnya kemudian cepat-cepat ia mengunci pintu dari dalam.

 

Yudi melanjutkan makan malamnya tanpa Alena. Ia tak fokus makan bahkan kehilangan selera makannya karena terlalu memikirkan Alena. Dewi cemberut karena suaminya kali ini terlihat lebih banyak diam.

 

Selesai makan Yudi bergegas naik, dia tak sabar menuju kamar Alena. Namun keingainannya untuk masuk dalam kamar itu harus pupus, karena Alena sudah lebih dulu mengunci pintu kamar.

 

"Mas, bukankah ini malam kedua kita? kita masih pengantin baru, masa Mas tega biarin aku tidur sendiri sih!" bebel Dewi ketika melihat suaminya justru berada di depan kamar Alena.

 

"Semalam kan sudah puas sama kamu. Sekarang gantian dong sama Alena." balas Yudi sedikit mengacuhkan Dewi.

 

"Jangan gitu dong, Mas. Aku takut tidur sendirian." Dewi bergelayut manja di lengan suaminya, dia pikir suaminya akan terpancing dengan sikap manjanya.

 

"Jangan manja seperti anak kecil begini, deh! Malam ini pokoknya Mas mau tidur di kamar Alena, titik!" ucap tegas Yudi. Dewi menghentakan kakinya ke lantai kerana geram dengan suaminya. Bergegas dia pergi ke kamarnya sambil monyong.

 

"Len, buka pintunya. Mas mau tidur di kamarmu malam ini!"

 

Alena terkekeh mendengar ketukan pintu dan rengekan suaminya. Dia diam membisu pura-pura sudah tertidur pulas.

 

"Kau mendengarkanku kan, Len? kau hanya pura-pura tidur kan?"

 

Alena masih terdiam mengerjai suaminya.

 

"Kamu bilang adikmu butuh mobil, Len. Esok Mas akan belikan untuknya asalkan kamu mengijinkan Mas tidur di kamarmu malam ini." Alena tersenyum simpul melihat suaminya mulai terperangkap olehnya.

 

"Kau pikir, sebuah mobil bisa menukar harga diriku, Mas?" teriak Alena kemudian mulai menutup telinganya dengan bantal. Dia tak sudi kembali di sentuh lelaki yang sudah meniduri sahabatnya. Jika sekarang dia tetap bertahan di rumah itu, tak lain hanya karena terpaksa saja.

 

****

 

Keesokan malamnya Yudi mengajak dua istrinya menghadiri undangan makan malam dirumah salah satu temannya. Dengan bangga Yudi memamerkan kedua istri cantiknya pada semua teman-temannya yang ikut hadir dalam acara makan malamnya itu.

 

Semua temannya memuji kecantikan Alena dan Dewi, namun tetap saja Alena mendapat nilai plus karena kecantikannya susah untuk ditandingi. Sesekali Dewi melirik sinis jika madunya sedang dipuji.

 

Alena yang merasa gerah dengan kelakuan sombong suaminya memilih menghindar. Ia ingin menenangkan dirinya dengan pergi ke toilet. Ia terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada seseorang yang membungkam mulutnya saat keluar dari toilet. Orang tersebut kembali menyeret paksa Alena untuk kembali masuk dalam toilet.

 

"Jangan berisik! aku tahu kamu tipe wanita gampangan, bersenang-senanglah denganku maka akan kuberi kemewahan hidup untukmu melebihi yang suamimu berikan padamu selama ini!" lelaki itu dengan bringas mencoba mencumbu bibir Alena tapi gagal. Alena yang memberontak membuat bibir lelaki itu hanya mengenai rahang dan rambut Alena saja. Namun meskipun begitu, lelaki itu tak gentar terus berusaha mendapatkan ciuman Alena, bahkan menginginkan lebih dari itu.

 

Alena berjongkok sedikit dan meraih hig heels miliknya, kemudian ia berhasil memukulkan benda itu ke kepala teman suaminya. Spontan lelaki itu kesakitan dan melepaskan cengkramannya pada Alena.

 

"Jangan pikir karena penampilanku, kau jadi menganggapku wanita gampangan! Aku bukan perempuan murahan yang sudi tidur dengan lelaki yang tak kucintai apalagi lelaki yang baru kukenal!"

 

Alena benar-benar marah pada lelaki brandal itu. Lelaki itu pikir dengan kekayaannya bisa membeli harga diri Alena, namun ternyata ia salah.

 

"Munafik kamu Alena, akan kubuat kau berlutut padaku suatu hari nanti!" gumam lelaki itu seorang diri. Ia sungguh tergila-gila dengan istri sahabatnya. Kalau kali ini dia tak beruntung, lain kali dia akan berusaha lebih keras lagi mendapatkan Alena.

##Bab 3 Ditinggal

 

Setelah mendapat perlakuan tak senonoh dari teman suaminya, Alena memilih menunggu suami dan madunya di dalam mobil. Dia diam tanpa suara duduk di sebelah Harry. Rasa syok masih menghantuinya.

 


 

 


Harry ikut-ikutan terdiam berada di sebelah majikan cantiknya. Dia tak berani menanyakan kenapa majikannya itu terlihat murung.

 


 

 


Dreeetttt...!

 


 

 


Ponsel Alena bergetar, Dengan malas Alena mengangkat panggilan telepon dari suaminya.

 


 

 


[Kamu di mana? sudah berapa lama kamu pergi ke toilet?" tanya geram Yudi.

 


 

 


[Aku ada dalam mobil. Aku tunggu kalian dalam mobil saja.]

 


 

 


[Cepat kau segera kembali ke sini. Malu sama teman Mas kalau kamu asal pergi gitu tanpa pamitan lebih dulu.]

 


 

 


Alena berdecak kesal.

 


 

 


[Maaf, Mas. Aku sudah muak dengan sikap konyolmu yang menjadikanku dan Dewi sebagai bahan lelucon. Kamu bangga sekali memamerkan keberhasilanmu yang mempunyai dua istri seolah kamu lelaki yang sangat hebat. Aku takan kembali ke dalam. Bilang saja pada mereka aku tiba-tiba sakit ataupun kamu bisa cari alasan lain yang lebih masuk akal.] tegas Alena.

 


 

 


[Jangan buat malu! Cepat kembali atau Mas akan menghajarmu lagi malam ini.]

 


 

 


[Lakukan! Lakukan apapun yang ingin Mas lakukan!]

 


 

 


Alena mematikan telepon secara sepihak. Kepala dia sandarkan ke kursi dan ia mulai memejamkan matanya untuk beberapa saat.

 


 

 


"Harry!" panggil Alena, sementara matanya masih terpejam.

 


 

 


"Ya, Bu."

 


 

 


"Sudah berapa kali aku bilang, sebut namaku saja ketika tak ada suamiku!" geram Alena masih dengan mata tertutup.

 


 

 


"Maaf, Bu. Saya tidak bisa. Sedekat apapun hubungan kita takan merubah kenyataan kalau kita sebatas sopir dan majikan saja."

 


 

 


"Kau bukan sekedar sopirku sejak malam itu Harry. Kau sudah resmi jadi selingkuhanku!"

 


 

 


Harry celingukan ke kanan dan ke kiri saat Alena tanpa takut mengucapkan hal itu.

 


 

 


"Tolong lebih hati-hati dalam berucap, Bu. Saya belum siap mati muda. Saya belum menikah."

 


 

 


Alena membuka matanya kemudian terkekeh.

 


 

 


"Aku takan pernah membiarkanmu menikah Harry. Selamanya kau adalah milikku."

 


 

 


"Saya rasa anda minum terlalu banyak malam ini. Jadi anda mulai berbicara sembarangan seperti ini."

 


 

 


Alena mendekat ke arah sopirnya, wajahnya hanya berjarak beberapa inch dari sopirnya.

 


 

 


"Apa kamu mencium aroma alkohol dari mulutku?"

 


 

 


Jantung Harry kembali berdebar hebat, "Saya memang tidak mencium aroma alkohol. Tapi saya mencium aroma ketidakwarasan dari anda."

 


 

 


Harry kemudian mendorong majikannya agar sedikit menjauh darinya. "Saya mohon, Bu. Jangan buat saya merasa kalau  nyawa saya selalu terancam seperti ini." Harry seperti mengemis keselamatan pada majikan gilanya.

 


 

 


Bukan marah Alena kembali terkekeh mendengar ucapan Harry.

 


 

 


"Apa sebegitu takutnya kamu akan kematian sampai-sampai kamu menolak majikan cantik sepertiku?"

 


 

 


"Saya rasa semua orang juga takut mati sama seperti saya. Pak Yudi orang yang berkuasa. Lelaki biasa seperti saya akan mudah sekali dia singkirkan jika dia mau."

 


 

 


 

 


"Aku janji Harry. Aku takan membiarkan suami brengsekku menyentuhmu jika semua terbongkar.

 


 

 


"Bagaimana anda bisa berjanji untuk melindungi saya kalau anda sendiri tidak bisa melindungi diri anda sendiri."

 


 

 


Alena membatu seakan tertampar oleh kata-kata sopirnya.

 


 

 


"Harry sayang. Ingat kata-kataku, ya. Seberapa kerasnya kamu menolakku, aku akan terus berusaha meluluhkan hatimu. Tunggu sebentar lagi. Saat aku berhasil merampok harta suamiku, aku akan menculikmu lalu memaksamu untuk menikahiku!" goda Alena setelah beberapa saat terdiam, kalimatnya barusan sampai membuat Harry begidik ngeri mendengarnya.

 


 

 


"Apa besok anda sibuk?" tanya Harry setelah mendengar omong kosong majikan nakalnya.

 


 

 


"Tidak. Kenapa memangnya? apa kamu ingin membawaku ke sebuah tempat?" tanya Alena lalu Harry mengangguk.

 


 

 


"Sungguh Harry?"

 


 

 


Lagi-lagi Harry mengangguk.

 


 

 


"Biar ku tebak. Pasti kau akan membawaku ke Hotel, kan? menuntaskan percintaan kita yang masih bersambung waktu itu." tebak Alena dengan penuh percaya diri.

 


 

 


Harry menggeleng, "Bukan, Bu."

 


 

 


"Lalu?" tanya penasaran Alena.

 


 

 


"Harry menatap tajam ke arah Alena. "Ke psikiater! siapa tahu ada obat yang bisa menyembuhkan gejala terganggunya kejiwaan anda."

 


 

 


"A...apa? ulang sekali lagi ucapanmu, sopir bodoh!" bentak Alena sambil memukul-mukul Harry dengan handbagnya.

 


 

 


Harry menggunakan tangannya untuk melindungi tubuhnya dari amukan majikan cantiknya. Wanita yang terlihat lemah lembut itu ternyata menyimpan tenaga begitu besar ketika sedang menghajar orang.

 


 

 


Beberapa saat kemudian suasana di dalam mobil kembali hening. Alena sudah merasa puas memberi sopirnya pelajaran.

 


 

 


"Harry!" panggil lagi Alena memecahkan keheningan.

 


 

 


"Kalau ucapan saya hanya memancing kemarahan anda seperti tadi, tolong jangan ajak saya berbincang lagi."

 


 

 


Alena melirik ke arah Harry, "Sumpah Harry, baru kali ini aku ketemu sopir jual mahal dan sombong sepertimu!" geram Alena.

 


 

 


"Maaf, saya hanya berusaha menjaga kewarasan saya agar tidak terjangkit virus gila, anda."

 


 

 


"Tolong diam dulu Harry! Aku mau bertanya serius, padamu. jadi jangan terus memancing amarahku!"

 


 

 


Harry kemudian terdiam memberi kesempatan majikan perempuannya melanjutkan ucapannya.

 


 

 


"Apa aku terlihat murahan' Harry?"

 


 

 


Harry menelan salivanya, bingung harus menjawab apa.

 


 

 


"Jujurlah padaku Harry, kali ini aku takan marah padamu. Apa aku terlihat murahan?" Alena mengulang pertanyaannya.

 


 

 


Ragu Harry mengangguk, "Iya, sedikit!"

 


 

 


Tangan Alena terangkat ingin kembali menghajar sopirnya, namun pada akhirnya dia mengurungkan niatnyakemudian menarik kembali tangannya yang sebelumnya mengambang di udara.

 


 

 


"Kenapa tak jadi memukul saya?" kening Harry mengernyit.

 


 

 


"Jadi kau lebih suka aku memukulmu?"

 


 

 


Alena mulai menunjukan sikap kesalnya.

 


 

 


"Bukan begitu, Bu. Saya hanya heran saja kenapa anda tidak jadi memukul saya."

 


 

 


Alena mendesah keras, "Meski aku tak suka mendengar kejujuranmu tapi aku mengakui apa yang kau katakan barusan benar adanya."

 


 

 


Harry menatap majikannya yang kembali terlihat tenang.

 


 

 


"Teman suamiku hampir saja memperk*saku tadi. Kalau aku tak terlihat murahan, bagaimana bisa lelaki itu berani mencoba memperkosaku di keramaian seperti ini. Bahkan suamiku sadang berada di jarak yang tak jauh dari kami."

 


 

 


Harry bungkam. Dia menyesal telah berbicara terlalu jujur pada Alena kali ini. Tapi dia memilih diam tanpa menghibur Alena yang sedang merasa sedih itu.

 


 

 


Alena dan Harry sama-sama terdiam sampai Yudi dan Dewi datang. Alena memalingkan pandangannya saat melihat Dewi terus-terusan bergelayut manja di lengan suaminya. Dia bukan merasa cemburu' namun dia hanya merasa jijik saja.

 


 

 


"Harusnya kamu jangan buat malu seperti ini, Lena. Kamu tau, mereka pasti akan menertawakanku di belakang atas sikap kekanak-kanakanmu!" bebel Yudi setelah masuk dalam mobil. Istri mudanya terus menempel di ketiaknya tak peduli kalau suaminya tengah tersulut emosi.

 


 

 


"Sudah ku bilang. Aku tak suka menjadi bahan leluconmu dan teman-temanmu, Mas. Mas sibuk memikirkan harga diri Mas sampai melupakan harga diriku." jawab santai Alena.

 


 

 


"Kau makin kurangajar, Len. Gak salah aku menikahi Dewi karena dia lebih punya sopan santun di banding kamu!"

 


 

 


Dewi tersenyum puas, sedangkan Alena memlilih diam. Malas dia berdebat lagi dengan suaminya. Terlebih pertengkaran itu terjadi di depan Harry.

 


 

 


"Mas kita pergi bulan madu besok, ya? teman-temanku terus mengejekku, mereka menertawakanku karena tak kunjung pergi bulan madu. Kita kan pengantin baru, malu aku Mas!" rengek Dewi memecahkan keheningan.

 


 

 


Alena menonaktifkan indera pendengarannya. Dia tak mau mendengarkan apapun perbincangan dua orang yang tengah di mabuk cinta itu. Harry melirik sekilas ke arah Alena. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa lucu melihat reaksi wanita yang menganggapnya selingkuhannya itu.

 


 

 


"Memangnya kamu mau kita bulan madu kemana? esok Mas akan urus semuanya."

 


 

 


Raut wajah Dewi terlihat bahagia sekali karena keinginan bulan madunya dikabulkan oleh suaminya. Ia juga merasa sangat senang karena ia pikir berhasil memanas-manasi madunya. Padahal yang sebenarnya ia lakukan sia-sia saja. Alena sama sekali tak mempedulikan topik pembicaraan mereka.

 


 

 


"Ke Bali kita ya, Mas! aku pingin banget kesana." pinta Dewi sambil tersenyum lebar.

 


 

 


"Ya, sayang! apa sih yang enggak buat kamu!" ucap Yudi seakan sengaja ikut memanas-manasi istri pertamanya.

 


 

 


"Makasih, sayang." ucap Dewi sambil menyandarkan kepalanya di pundak suaminya.

 


 

 


"Sama-sama, sayang." balas Yudi seraya mengecup kening Dewi. Mereka mungkin menganggap Alena cemburu dan sakit hati dengan perbuatan mereka. Padahal sedikitpun Alena tak menganggap keberadaan mereka. Dia asik sendiri dengan pikiran liarnya sambil membayangkan wajah tampan sopir pribadinya.

 


 

 


Malam ini Alena merasa sangat lelah, dia jatuhkan tubuhnya ke atas ranjang empuknya. Alena kembali memejamkan matanya untuk melepas semua kepenatan yang terjadi hari ini. Saat mata terpejam bayangan yang muncul pertama kalinya adalah sosok Harry, sopir tampannya itu bukankah lebih pantas jadi selebritis? tapi kenapa ia justru harus menjadi sopir istri orang yang kebetulan kesepian seperti dia? Alena terkekeh mengingat kalau beberapa hari ini, dia menggoda sopirnya sampai ketakutan seperti tadi. Saat Harry ketakutan karena godaannya, saat itulah Alena merasa sangat gemas pada lelaki polos nan tampan itu.

 


 

 


Keesokan paginya Alena mulai mau sarapan bersama suami dan madunya. Dia terus mengunyah tanpa mempedulikan apapun. Dewi terlalu lebay memamerkan kemesraannya bersama Yudi.

 


 

 


"Nambah ya, Mas. Semalam kamu kuat banget, pasti sekarang kamu banyak kehilangan energimu." ucap Dewi sembari sedikit melirik kearah madunya. Hanya ingin tahu reaksi madunya saat dia bersamaan dengan Yudi. Alena tak bisa menelan makanannya, dia sangat jijik dengan ucapan Dewi barusan.

 


 

 


"Sudah dua piring loh, nanti sebulan nikah sama kamu bisa-bosa perut Mas buncit karena dipaksa makan terus sama kamu." ujar Yudi menolak tawaran istri mudanya.

 


 

 


"Engak apa-apa gemuk, itu tandanya aku pinter ngurus suami. Dari pada kurus seperti sekarang, pasti temen-temen Mas kira Mas gak bahagia dengan pernikahan pertama, Mas." sindir Dewi kembali melirik madunya.

 


 

 


Prang!

 


 

 


Alena membanting sendoknya ke piring sampai piring berisi makanannya pecah jadi dua. Yudi dan Dewi melotot kaget melihat tingkah brutalnya.

 


 

 


"Kamu terus bertindak kurangajar seperti ini. Apa kamu sengaja menguji kesabaran Mas? Apa kamu mau di pukul?" teriak Yudi.

 


 

 


"Yang cari masalah itu istri mudamu, Mas. Bukan aku!" balas Alena kemudian pergi begitu saja dari ruang makan. Yudi memijit pelipisnya yang sakit akibat ulah Alena.

 


 

 


"Alena akhir-akhir ini sering marah ya, Mas. Sikapnya sekarang mirip pereman. Arogan!" ucap Dewi berusaha mempengaruhi suaminya.

 


 

 


Yudi hanya diam. Hatinya membenarkan ucapan Dewi. Dia ikut menyalahkan perubahan kasar Alena. Menurutnya, harusnya Alena bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan satu-satunya wanita yang ada di hati Yudi. Harusnya Alena tidak serakah ingin Yudi hanya untuknya. Kalau sudah begini, Alena sendiri yang rugi karena merasa sakit hati.

 


 

 


Yudi berangkat kerja tanpa pamitan dengan Alena, ia tahu istri pertamanya masih ngambek. Dia membiarkan begitu saja Alena ngambek tanpa ingin membujuknya.

 


 

 


"Ima, tolong atur keberangkatanku ke Bali. Aku dan istriku akan bulqn madu ke sana akhir minggu ini." perintah Yudi pada sekertarisnya."

 


 

 


"Baik, Pak. Saya akan mengatur semuanya." Balas Ima.

 


 

 


Hari-hari di lalui Alena tanpa banyak bicara dengan suaminya. Penolakannya pada suaminya malam itu membuat suaminya enggan kembali masuk dalam kamarnya. Ini lebih baik buat Alena karena dia sangat jijik harus berbagi tubuh suaminya dengan sahabatnya.

 


 

 


Alena merasa makin lama seperti berada di neraka. Yudi dan Dewi terlalu mengumbar kemsraan di depannya. Bahkan tiap malam ia harus menutup telinganya karena desahan Dewi yang sangat keras. Wanita penghianat itu sepertinya sengaja membuat madunya sakit hati.

 


 

 


Sabtu yang indah. Akhirnya Alena merasa bebas saat dua orang yang sedang di landa asmara itu pergi bulan madu ke Bali. Ia sudah memikirkan sesuatu hal untuk mengisi hari-hari kemerdekaannya.

 


 

 


****

 


 

 


Sepulang dari bandara, Harry mendapati Mang ujang tak ada di post satpamnya. Dia terpaksa harus turun untuk membuka pintu gerbang.

 


 

 


Rumah terlihat sangat sepi, tapi tak terkunci. Harry langsung masuk menuju kamarnya.

 


 

 


"Argh!" teriak Harry ketika melihat bos gilanya sedang duduk di atas kasurnya.

 


 

 


"Biasa saja Harry! reaksimu melihatku seperti melihat hantu!"

 


 

 


Harry celingukan kemudian segera menutup pintunya karena takut ada yang melihat keberadaan Alena di kamarnya.

 


 

 


"Anda lebih menyeramkan dari hantu, Bu. Kenapa anda bisa di kamar saya. Apa anda tidak takut kalau Bik Marni atau Mang Ujang melihat anda di sini?" tanya pelan-pelan Harry karena takut ada yang mendengarnya.

 


 

 


"Aku punya kunci serep kamarmu Harry. Jadi kapan saja aku bebas masuk dalam kamarmu. Lalu soal Bik Marni dan Mang Ujang, aku sudah mengirim mereka ke pasar yang jauh dari rumah ini. Dan aku menyuruh mereka membeli banyak barang. Mereka akan lama pulang, jadi berhenti bersikap takut-takut seperti ini!"

 


 

 


Harry membuka kembali pintu kamarnya setelah mendengar ucapan majikannya.

 


 

 


"Saya mohon, Bu. Keluar dari kamar saya!"

 


 

 


Alena bukan keluar kamarnya tapi membuka kancing bajunya.

 


 

 


"Panas sekali di kamarmu, Harry. Besok aku akan belikan AC untukmu!" ucapnya.

 


 

 


"Hentikan melepas baju anda, Bu. Saya mohon! cukup sekali saya khilaf, saya tak mau mengulanginya." panik Harry.

 


 

 


"Lebay banget sih kamu, Har! aku cuma lagi kepanasan!"

 


 

 


Alena membuka kemejanya, kemudian meletakannya di atas kasur. Harry merasa kembali malu saat mengintip dari sela jarinya ternyata Alena menggunakan t-shirt setelah kemeja di buka. Dia sengaja mengerjai Harry tadi.

 


 

 


"Kenapa di buka matanya? kamu mah munafik Har, bilangnya jangan di buka bajuku tapi matamu ngintip!"

 


 

 


Alena berdiri lalu mendekat kearah Harry. Harry mundur, siap menghindari terkaman Alena.

 


 

 


"Satu langkah lagi anda maju saya akan telepon Pak Yudi!" ancam Harry.

 


 

 


Alena tertawa, "Kamu mau laporan kalau kamu pernah meniduri saya?" jawab santai Alena sambil terus melangkah. Kini mereka hampir sampai di ruang tamu.

 


 

 


"Bukan. Saya akan mengatakan kalau anda terus berusaha menggoda saya."

 


 

 


Alena berhenti melangkah, kemudian Harry pun ikut mundur.

 


 

 


"Kamu pikir dia akan percaya?"

 


 

 


Harry terdiam dan memasang wajah pasrah.

 


 

 


"Mas Yudi, kenapa balik lagi?" ucap Alena sengaja mengalihkan perhatian Harry. Harry yqng mendengarnya dengan spontan memabalikan badannya untuk melihat majikan lelakinya yang gagal pergi. Merasa lawannya lengah buru-buru Alena mendekat ke arah Harry kemudian sedikit berjinjit.

 


 

 


Cup!

 


 

 


Sebuah ciuman singkat menempel di bibir Harry. Harry melotot karena lagi-lagi majikan gilanya berhasil mengelabuhinya.

 


 

 


"Aku tidak mau melakukan lebih. Begini saja cukup membuatku bahagia." ujar Alena kemudian dengan senyuman kemenangan meninggalkan Harry yang masih belum bisa mengedipkan matanya karena syok.

 


 

 


 

 


 

 


 

 

 

 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sopirku Selingkuhanku(Bab 4-6)
1
0
Bab 4-6 Sopirku Selingkuhanku
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan