Sampai di Penghujung Waktu_10. Definisi Seorang Kakak

1
0
Deskripsi

“Anak pertama itu, bagaikan dinding yang kokoh untuk adik-adiknya. Sehancur apapun dunia mereka, mereka harus bisa bersikap baik-baik saja didepan,” -Sampai di Penghujung Waktu.

 

Author pov

"Bi, Aya boleh minta sesuatu?”

“Kalau Bibi sanggup, Bibi akan bantu,” jawab Bi Maiz

“Enggak berat kok Bi. Aya cuma minta… Boleh ngga Aya minta disuapin makan sama Bibi?” 

Bi Maiz yang mendengar permintaan majikanya, sontak membuat air matanya luruh. Reflek Bi Maiz membawa Kayana kedalam pelukanya. 

Dielusnya puncak kepala Kayana yang dibaluti kerudung segi empat berwarna navy. Kayana ikut terbawa suasana, dan ikut menangis dalam pelukan Bi Maiz.

“Katanya mau disuapin, tapi kok nangis?” Bi Maiz melepaskan pelukanya dan terkekeh pelan. Membuat Kayana tersenyum simpul. 

“Sini, Bibi suapin,” Bi Maiz langsung menarik piring Kayana, mengambil sendok dan menyuapkan nasi goreng tersebut kemulut Kayana. 

Rasanya, dia sangat rindu dengan suapan Raiya. Seenak apapun masakan, lebih enak jika itu berasal dari tangan seorang ibu.

Dari balik pintu dapur, Raiya ikut menyaksikan betapa rindunya anak keduanya dengan masakanya serta pelukan hangatnya. 

Seakan tutup mata, Raiya pergi meninggalkan dapur, namun berbeda dengan hatinya yang terasa disayat ribuan pisau.

° ° ° ° °

Ini adalah hari terakhir ujian kenaikan kelas. Pulang sekolah, Darrel, Arya dan Dewa memutuskan untuk pergi ke Cafee untuk membahas sahabat mereka.

“Kemarin, kata Izza, Razan sama Andar sih, Azefer pergi mondok,” kata Darrel dengan tangan yang nemegangi jus jeruk kesukaanya.

“Njir, tuh anak kesambet apaan?” celetuk Arya tak percaya.

“Kata Bang Varen, kadang diam-diam Azefer ngafalin ayat-ayat Al-Qur'an. Ternyata Azefer enggak seburuk yang gue pikir,” kata Darrel. 

“Makanya jangan memandang seseorang dari luarnya aja. Ibaratnya gini, lo beli buah tapi lo ngeliatnya dari kulit buah yang bagus menurut lo. Sampe rumah lo makan tu buah, tapi dalemnya malah pada busuk.” Ucap Dewa.

“Sama tuh kayak pertemanan. Jangan dipandang dari luarnya. Percuma kalo dia baik, polos tapi munafik!” tekan Dewa.

Mereka bertiga itu memang bar-bar, tapi mereka bisa membedakan antara kondisi bercanda atau kondisi serius. 

“Kata Izza juga, sebelum Azefer pergi mondok niatnya mau memperbaiki diri demi cewek yang dia sukai. Setelah denger penjelasan dari Izza beru tuh, Azefer niatkan karena Lillahita'alla,” 

“Memang bener, ya. Jatuh cintalah sama orang yang membuatmu lebih dekat sama Tuhan.” Dewa tersenyum simpul. Merasa sedikit bangga memiliki teman seperti Azefer. 

“Kita do'ain aja biar dia bisa istikhomah, pulang-pulang ngelamar cewek yang dia suka.” ujar Arya.

“Enggak kebayang kalo Azefer punya anak, gue punya ponakan,” kata Darrel merasa gemas sendiri.

“Stres,” umpat Dewa yang ditujukan untuk Darrel, jiwa bar-barnya kembali bangun.

° ° ° ° °

Malam kian larut, dan bulan tidak menampakan diri. Menkadikan suasana malam kian menjadi gelap dan hening. 

Kenapa malam selalu identik dengan kegelapan? Kenapa malam juga identik dengan kesunyianya?

Pertanyaan itu selalu terlintas dibenak Kayana. Disaat dia mengalami insomnia, dia selalu pergi kebalkon dan duduk disana sembari menikmati hembusan dingin angin malam. 

Kayana sedang memiliki beban pikiran, bagaimana jika dia tidak bisa mendapatkan peringkat pertama? Pasti orangtua-nya akan kecewa. 

Tengah asyik menikmati pemandangan malam, terdengar suara decitan pintu kamar yang menandakan ada orang yang membuka pintu itu. 

“Belum tidur?” tanya Varen menghampiri sang adik. Kayana hanya menggeleng pelan tanpa menatap sang Kakak.

Varen juga baru saja pulang dari luar kota pagi ini. Mengingat, dirinya sudah janji kepada Kayana untuk pulang satu minggu setelah ujian sekolahnya mulai.

Varen menghembuskan nafas panjang, dia pun ikut duduk disebelah Kayana yang memang ada kursi kosong disana.

“Kenapa?” Seolah-olah tahu apa yang dirasakan Kayana, Varen menatap intens mata adiknya. Ada sorot ketakutan disana. Tapi… Apa yang membuatnya takut?

“Kak… kalau Yana enggak dapat peringkat pertama, Mama sama Papa marah ngga?” tanya Kayana dengan kepala yang kembali ia tundukan. 

Sudah Varen duga, pasti ada kaitanya dengan Kaivan dan Raiya. Kedua orangtua-nya itu sangat suka sekali menuntut Kayana. Padahal dulu Varen tidak pernah dituntut.

“Tidak apa. Semua orang itu tidak ada yang sempurna. Kalau gagal, masih ada esok hari untuk memulai dari awal, 'kan?” Varen beralih menatap Kayana yang sudah dibanjiri air mata. 

“Jangan membebani dirimu dengan apa yang orang lain katakan. Yang tahu tentang kamu itu, ya cuma dirimu Yana. Bukan Kakak, Mama ataupun Papa,” Varen beralih memeluk Kayana, sekuat tenaga Varen akan menjadi pundak untuk adiknya itu.

Karena, orangtua-nya sudah tidak lagi peduli dengan Kayana. Kalau bukan Varen, lantas siapa? 

Seorang Kakak itu bagaikan dinding yang kokoh untuk adik-adiknya. Sehancur apapun dunianya, dia harus bisa bersikap biasa saja didepan semua orang. 

Hallo nanas kombek.

Aku ada pikiran mau nyeritain sedikit tentang Varen. Tapi bingung mulainya dari mana?? Ada masukan??

Kalo ada typo nya tandain ya. Hehe

See you

Tbc. Tinggalkan jejak kalian 💙

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sampai di Penghujung Waktu_11. Topeng
1
0
“Semua orang itu mempunyai topengnya masing-masing. Jika ingin melihat wajah aslinya maka buatlah dia menangis. Jika kamu membuatnya tertawa maka kamu gagal.” -Sampai di Penghujung Waktu
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan