
Dara pengangguran baru yang banting stir jadi re-seller dari rumah. Gadis itu memilih menghabiskan seluruh waktunya di rumah saja. Dibandingkan mencari pekerjaan di luar sana.
Arga terpaksa mencuri untuk menghidupi dirinya sendiri. Tetapi naas, di aksinya yang pertama lelaki itu ketahuan. Ia harus kabur dan bersembunyi.
Arga bersembunyi di rumah yang tampak kosong, namun nyatanya rumah itu berpenghuni.
Bisakah mereka tinggal bersama dan bekerja sama? Atau ada ancaman membahayakan yang datang dari salah satu dari mereka?
Prolog….
Dengan sangat hati-hati dua petugas medis membawa brankar yang cukup berat dengan kain penutup di atasnya menuruni anak tangga dari gedung tiga lantai itu.
Tatapan-tatapan penuh tanya dari warga sekitar mengiringi petugas dan polisi yang sedang mengevakuasi tempat kejadian perkara tersebut.
Meskipun malam makin larut dan pandangan yang terbatas, hal itu tidak mengurangi antusias warga untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Rumah mungil yang letaknya paling atas dari gedung lantai tiga itu mendadak jadi pusat perhatian para warga, apalagi setelah didatangi oleh petugas medis dan polisi karena penemuan penghuninya yang tidak sadarkan diri beberapa setengah jam yang lalu.
Hal itu bermula saat seorang kurir yang hendak mengantarkan paket, tidak mendapatkan jawaban setelah berkali-kali memanggil menghuni rumah. Dan saat di cek, sang kurir yang juga mengenal penghuni rumah melihat korban tergeletak di lantai tak sadarkan diri.
Tak lama setelah kejadian itu. Polisi dan petugas medis mendatangi daerah padat penduduk tersebut yang tentu saja menarik perhatian para warga.
"Kesimpulannya cuma dua. Kalau enggak bunuh diri. Ya dibunuh," ucap salah satu penghuni gedung yang kini jadi tempat kerumunan warga karena kejadian itu. Meskipun hanya di depan saja dan masih dalam jarak aman.
"Mungkin dia stress. Kan baru dipecat dari tempat kerjanya. Apalagi dia pendatang, enggak punya sanak saudara di sini," timpa yang lain.
"Yah, kalau mau bunuh diri jangan di tempat orang dong!" celetuk yang lain terdengar sewot.
"Hustttt.... kalian jangan asal bicara. Kita belum tahu apa yang terjadi. Jadi jangan ngomong sembarangan," beritahu lelaki yang terlihat rapi dengan stelan celana panjang dan batik mega mendung itu yang juga merangkap sebagai ketua RW di sana.
"Cuma itu kemungkinannya. Enggak mungkin kan kalau dia kena stroke? Dia masih muda. Umurnya enggak jauh beda sama anak saya!"
"Orang sakit, enggak liat umut. Apalagi Stroke. Enggak cuma nyerang orang tua. Anak muda juga banyak! Apalagi zaman sekarang. Banyak anak muda yang malas gerak. Sekali gerak, cuma jari-jarinya."
Berbagai spekulasi dan asumsi para warga suarakan hingga menciptakan seruan yang berupa gumaman timpang tindih.
"Anda orang yang pertama kali melihat korban?" tanya polisi pada Seorang lelaki yang tampak masih syok, terlihat dari wajahnya yang pucat dan hanya bisa diam. Setelah Ambulance membawa korban ke rumah sakit.
Lelaki berperawakan kurus tinggi itu hanya bisa mengangguk tanpa mengucapkan satu kata pun.
"Bisa beri tahu kami apa yang terjadi?"
Lelaki itu tidak langsung mengiakan permintan petugas tersebut. Matanya mengedar ke sekitar menatap orang-orang yang juga menatapnya dengan berbagai ekspresi.
***
Satu Jam Sebelumnya…
Akbar menghentikan motornya dan menitipkan pada seseorang yang kebetulan ada di sana dan kebetulan juga mengenal dirinya sebagai kurir dan ‘tetangga jauh’.
Akbar menaiki anak tangga yang setiap ujung mempertemukannya dengan pintu satu di lantai tersebut dan begitu seterusnya sampai kakinya menginjak lantai teratas. Di mana kediaman Dara berada. Penghuni rumah atap.
Tempat tinggal Dara adalah tempat yang paling berbeda dengan rumah-rumah di bawahnya. Dengan luas yang sama. Tetapi atap yang berbeda.
Luas rumah Dara ¾ dari luas rumah yang ada di bawahnya. Cukup kecil tetapi juga memiliki keistimewaan. Dara memiliki halaman. Dan luasnya lebih luas dari rumah-rumah yang ada di bawahnya yang hanya memiliki balkon untuk sekadar menaruh jemuran handuk atau melebarkan keset di tepian balkon yang terbuat dari besi.
Sementara Dara. Gadis itu bisa menaruh jemuran baju kalau mau. Tatapi gadis itu hanya memilih menarik satu tambang nylon untuk menjemur bajunya yang tidak seberapa.
Akbar menghela napas dalam-dalam saat sampai di ujung anak tangga. Napasnya yang terengah ia coba untuk normalkan, mengelap keringat yang mulai bermunculan di kening dan dan lehernya. Dengan lengan jaketnya.
Dari tempatnya Akbar bisa melihat pemandangan di lantai teratas bangunan itu dengan disinari lampu PCL 18 watt ujung bertemu ujung. Akbar bisa melihat apa saja yang ada di sana, yang kebanyakan adalah tanaman di dalam pot yang berjejer renggang sepanjang tepian bangunan meskipun tepiannya sudah cukup aman untuk orang dewasa seperti Dara.
Akbar lupa kapan terakhir kali ia mengunjungi rumah yang biasa Dara sebut sebagai Rumah atap itu. Mungkin satu bukan yang lalu.
Akbar melangkahkan kakinya melewati tanaman-tanaman dalam pot yang berjejer yang ia tahu itu adalah tanaman bunga, bisa ia tebak dengan hanya melihat daunnya saja dan ia akan teringat dengan bunga yang bergerombol tetapi ia tidak tahu apa nama bunganya. Yang ia tahu bunga itu berwarna orange, beraroma tetapi tidak wangi layaknya bunga yang seharus. Ia memiliki aromanya sendiri yang khas. Tetapi begitu enak dipandang.
Lalu berikutnya Akbar melewati tanaman Brokoli hias berwarna kuning. Tanaman itu tidak berbunga, tetapi warananya yang kuning dan bergerombol membuatnya tampak cantik. Apalagi saat itu, tampak subur dan begitu memanjakan matanya.
Akbar berdehem saat kakinya tinggal beberapa centi lagi menuju pintu kayu berwarna coklat lapuk dengan motif garis-garis belahan kayu, yang ia tahu itu hanyalah tempelan.
Akbar menggerakkan kelima jari di tangan kanannya agar lebih lentur. Sementara tangan kirinya begitu erat mencengkram paket yang akan ia serahkan.
Akbar berdeham untuk menemukan suaranya sekaligus memberi tahu pada Dara jika ada orang di luar rumahnya.
“Paket!” panggil Akbar dengan cengkok yang biasa ia suarakan.
Sekali Akbar tidak mendapatkan jawaban, dua kali tidak juga mendapatkannya.
Akbar berniat meletakkan paket itu begitu saja di depat pintu, toh, paket itu sudah di bayar. Jadi tidak ada hal lain yang memberatkan untuk diletakkan begitu saja di tempatnya. Tetapi hati melarangnya. Hatinya memintanyanya untuk bersabar dan juga melakukan usaha lain, agar dirinya bisa bertemu dengan Dara malam ini. Walau hanya melihatnya saja. Tidak apa.
Akbar kembali memanggil dan kali ini dibarengi dengan ketukkan di pintu, hal yang tidak ia lakukan sejak tadi.
Tiga ketukkan pelan Akbar berikan pada permukaan pintu yang licin dengan tepian yang sudah mengelupas. Tetapi tetap tidak ada jawaban.
Akbar kembali berdehem, kali ini sedikit lebih keras, dan lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban. Kembali Akbar mengetuk pintu itu sedikit lebih keras dan tekanan.
Dengan perlahan terdengar suara decitan pintu yang ditimbulkan oleh dorongan buku-buku jari Akbar yang dilipat.
Jantung Akbar hampir copot karena ulahnya sendiri, apalagi hal itu mengakibatkan pintunya sedikit terbuka. Pintunya tidak dikunci?!
Refleks Akbar mengerutkan keningnya. Merasa ada yang aneh, tetapi juga wajar.
“Paket!” ucap Akbar yang sekaligus memanggil.
Kali ini Akbar mencoba untuk sedikit kurang ajar. Lelaki itu mendorong daun pintu agar sedikit lebih melebar untuk mencari tahu atas dorongan hatinya yang entah kenapa memintanya untuk melakukan hal tersebut.
“Pak-”
Belum sempat Akbar menyelesaikan satu kata yang sudah ia ucapkan berkali-kali itu. kata itu terputus saat kepalanya yang sengaja ia longokan ke dalam rumah, dan matanya menemukan sesuatu yang tidak seharusnya.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
