🔞 Main Character | 14

2
0
Deskripsi

Anak komunitas main Truth or Dare. Siapa yang menolak tantangan atau pertanyaan harus meminum larutan pahit. 

"Truth or dare?"

"Dare," balas Aditya acuh.

“Kasih yang susah!”

Aditya tidak peduli dengan tantangan yang akan diberikan temannya itu, Keinginannya saat ini adalah menyelesaikan permainan ini dan pergi tidur. 

"Dare dari gue... Cium Keisha."

Chapter ini lumayan panjang, 2rb kata lebih. Semoga nggak bosan yak! Ada hal mengejutkan di akhir chapter ini 🤭
Oiya, chapter ini langsung diposting tanpa pengecekan typo. Komen ya kalau ada yg typo atau keliru <33

..
.

Mobil berhenti di parkiran yang terletak di belakang villa. Mereka sudah sampai. Semua yang ada di mobil Eras tertidur lelap kecuali Eras, Wirya, dan Aditya. Setelah mematikan mesin mobilnya, Eras memutar tubuh ke belakang.

"Hani... Bangun udah sampai." Tangan Eras mengusap pelan pipi Hani. Tidak lama perempuan itu membuka matanya. "Kita udah sampai," ucap Eras kembali ketika melihat ekspresi bingung pada wajah Hani. Perempuan itu mengangguk pelan.

"Bunga bangun..." Hani membangunkan Bunga yang ada di sebelahnya. Suaranya serak khas orang baru bangun tidur.

Aditya diam di belakang. Ia menunggu Hani dan Bunga keluar mobil dulu agar ia bisa melipat kursi di depannya dan ikut keluar. Ia melirik ke arah Keisha yang terlelap damai. Perempuan itu bersandar pada kursi dengan kepala teleng ke kanan, menghadap Aditya.

Tanpa disadarinya, atensi Aditya terfokus pada sosok Keisha. Wajahnya amat damai beda sekali gurat wajah Keisha saat dalam keadaan sadar. Dalam keadaan sadar, perempuan itu lebih banyak memasang ekspresi datar dengan dahi yang berkerut saat ia kesal. Dari jarak segini Aditya baru tahu kalau perempuan itu memiliki tahi lalat kecil ujung bawah mata kirinya. Bulu mata Keisha panjang dan lentik.

"Dit, tolong bangunin Keisha juga." Aditya tersadar oleh suara Eras. Ternyata tinggal Eras, Keisha, dan Aditya yang masih berada di mobil.

Aditya mengguncang bahu kanan Keisha cukup kuat. "Woi bangun, kebo!"

Keisha menggeliat. Ia membalikkan kepalanya menghadap kiri, masih belum terbangun.

"Bangun! Bangun!" Kembali Aditya mengguncang bahu Keisha. Kini lebih kuat.

"Eunghh..." Perlahan kedua mata Keisha terbuka. "Hoammm!" Ia meregangkan tangannya ke depan. "Udah sampai, ya?" Ia melirik ke sekitar. Pandangan matanya masih buram.

"Sudah!" gertak Aditya. "Tidur dah kayak orang mati. Cepet turun!" Tangan Aditya meraih tuas, melipat kursi di depannya. Keisha mengikuti lelaki itu.

Dengan kesadaran yang belum kembali sepenuhnya, Keisha berjalan pelan mengekori Eras dan Aditya. Langsung saja matanya terbelalak takjub melihat bangunan yang ada di depannya.

"Woah!"

Villa minimalis milik keluarga Eras sangat indah di mata Keisha. Terdapat pepohonan di sekeliling sehingga udara terasa sangat sejuk. Selain itu ada pula kolom renang kecil di depannya membuat Keisha ingin berenang disana.

Semuanya sudah berkumpul di ruang utama villa. Melihat semuanya sudah hadir, Deni sebagai ketua komunitas sekaligus pencetus perjalanan ini memberikan instruksi.

"Di villa ini ada lima kamar. Tiga di lantai atas untuk perempuan dan dua kamar di lantai bawah untuk laki-laki. Kalian bebas ingin satu kamar dengan siapa asalkan jangan beda gender ntar lo malah iya-iya di kamar." Deni terkekeh sambil menatap ke arah beberapa temannya yang berpasangan.

"Kalau ranjangnya gak cukup, kalian bisa pakai kasur lipat yang udah dibawa. Barang-barang kalian ada disana." Telunjuknya mengarah pada sudut ruangan. "Silakan pindahin barang masing-masing ke kamar kalian. Oke sekian dari gue. Bubar."

Keisha tersenyum bangga melihat dirinya yang santai menggeret koper sedangkan temannya yang lain kesusahan sebab membawa banyak barang.

"Keisha!" Bunga menepuk bahu Keisha. "Lo udah dapet temen sekamar?"

Keisha menggeleng. "Belum, Kak. Ini baru mau nyari."

"Gabung sama kita aja, yuk!" Jempol Bunga bergerak ke belakang tubuhnya, menunjuk ke arah Hani, Intan, dan Putri.

Keisha diam sejenak. Kalau mencari teman sekamar lain sepertinya sudah tidak ada sebab yang lain sudah berkumpul membentuk kelompok. Alhasil apa boleh buat, Keisha mengangguk. "Okei, Kak."

.
.

Sampai di kamar, mereka bergiliran memakai kamar mandi untuk membersihkan diri. Keisha duduk di tepi ranjang, memainkan ponselnya. Ia ingin mengabari bundanya, memberitahu kalau ia sudah sampai villa dengan selamat.

Intan dan Putri sibuk menggelar kasur di samping ranjang. Walaupun ranjang di kamar ini berukuran cukup besar, tapi nampaknya tak cukup menampung lima orang.

Di sudut ruangan ada Bunga yang heboh mengeluarkan semua barang bawaannya. Terlihat ada beberapa bungkus snack, bir, dan alat catok rambut.

Keisha kembali menyimpan ponselnya setelah mengirimkan pesan kepada Sofia. Ia beranjak dan bergabung pada Intan dan Putri. "Ada yang perlu dibantu, Intan?"

"Tolong ambilin bantal di atas lemari, Sa. Dua ya." Keisha mengangguk patuh. Ia berjalan menuju lemari.

"Gih, yang mau mandi." Hani keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di tubuhnya. Keisha yang saat itu tengah merapikan ranjang dibuat terdiam melihatnya.

Tubuh Hani nampak sempurna di matanya atau mungkin di mata semua orang. Kulitnya putih tanpa cela, lehernya jenjang, bentuk tubuhnya ideal bak jam pasir, dan dadanya penuh. Semuanya yang ada di tubuh Hani adalah impian Keisha.

"Siapa yang mau mandi?" tanya Putri.

"Gue nanti aja," jawab Bunga yang masih mengaduk isi tasnya.

"Ntar gue mau ngirim laporan praktikum dulu." Intan mengangkat wajahnya sebentar untuk melihat Putri sebelum kembali sibuk mengotak-atik laptopnya.

Putri menggeleng. "Kita udah liburan, Tan. Masih aja ngurusin laporan."

"Entah, dosen gue, nih! Minta kirim ulang file-nya."

"Kasian gue sama lo." Putri tertawa pelan. "Keisha lo mau mandi duluan?"

Keisha tersadar dari lamunannya. "Ah, duluan aja, Kak. Gue mau nyusun pakaian ke lemari."

"Oke, gue duluan, ya."

.
.

Tok! Tok!

Pandangan Keisha menoleh ke arah pintu kamar mandi. Ia tengah berendam di bathtub, menghilang peluh dan debu yang menempel di tubuhnya selama di perjalanan tadi.

"Kami ke bawah duluan, ya, Sa." Itu suara Intan.

"Iyaaa!" jawab Keisha. Ia mendapatkan giliran terakhir untuk mandi. Keisha sengaja mengalah sebab ia malas ditunggui oleh orang lain.

Setelah dirasa sudah bersih, Keisha bangkit dari bathtub. Ia menarik sumpalan, membuang air di dalamnya. Keisha membilas badannya sebentar sebelum memakai kimono mandinya.

Ia mendapati kamar sudah kosong. Semua barang milik Bunga yang berserakan tadi rupanya sudah dibereskan. Keisha mengambil setelan piyama dari dalam lemari. Ia letakkan piyama tersebut di atas ranjang.

Keisha melihat ke arah jendela yang tertutup tirai. Tangannya menarik tali kimono, menjatuhkan kimono itu di lantai. Sekarang ia telah telanjang bulat. Saat hendak mengambil piyama di ranjang, matanya tak sengaja melirik pantulan dirinya pada cermin panjang yang tersandar di dinding dekat jendela.

Kaki Keisha bergerak mendekat. Ia memperhatikan dengan seksama tubuhnya di cermin itu. Ia terdiam. Bentuk tubuhnya sangat beda jauh dengan milik Hani. Postur tubuhnya pendek, kulitnya lebih gelap dibanding dengan Hani, dan payudaranya tidak sebesar punya Hani.

Keisha tersenyum kecut. Setidaknya ia memiliki pinggang yang ramping serta pinggul yang lebar. Namun tetap saja ia jauh di bawah Hani. Mungkin, wajar saja Eras lebih tertarik pada Hani dibandingkan dia.

Kepala Keisha menggeleng. Ia tidak boleh terus-menerus membandingkan dirinya dengan Hani.

Keisha, ya, Keisha. Hani, ya, Hani.

Keisha mengeringkan rambutnya sebentar menggunakan hair dryer  lalu keluar kamar untuk bergabung dengan yang lain.

.
.

Keributan mulai terdengar saat Keisha menuruni tangga. Semuanya sudah duduk melingkar di ruang tengah.

"Keisha sini!" Hani melambaikan tangannya mengajak Keisha untuk bergabung.

Bibir Keisha tertarik membentuk senyum kecil. Saat berjalan mendekati Hani, mata Keisha menangkap sosok Aditya yang menyendiri di dekat jendela. Bersandar pada dinding dengan pandangan keluar jendela. Sial! Keisha jadi teringat dengan insiden kepergok di mobil siang tadi.

Keisha duduk di samping Hani. "Kakak kira kamu ketiduran, Sa," ucapnya sambil tersenyum.

"Pengennya emang tidur kak, tapi gak enak sama yang lain." Keisha menggaruk tengkuknya. "Ngomong-ngomong kenapa kita bikin lingkaran kayak gini, Kak?"

"Kita mau main TOD."

Tidak!  Keisha tertegun. Dari dulu ia paling benci dengan permainan ini. Tantangan dan pertanyaan yang diberikan biasanya keterlaluan. Keisha tidak mau melakukan hal bodoh ataupun membongkar rahasianya yang lain hanya demi memainkan game ini.

"Eit! Lo mau kemana, Dek?" Ranti  langsung merangkul pundak Keisha kala sadar perempuan itu ingin kabur. "Kita disini harus ikut main biar seru." Keisha kembali terduduk.

"Taraaa!!" Gempu alias Gema Putra meletakkan sebotol cairan berwarna hitam dengan beberapa cangkir kertas yang sudah disusun ke tengah-tengah mereka. "Gue udah tahu kalau kita bakalan main TOD, makanya gue bawa ini. Bikinan Mbah gue, nih." Lelaki tambun itu terkekeh.

"Apaan, tuh, Pu? Oli bekas?" tebak Wirya mengundang gelak tawa yang lain.

"Oli bekas pala lo!" Gempu mendengus tidak suka. "Ini namanya brotowali."

"Oh, aku tahu brotowali!" seru Hani. "Ini jamu, kan? Rasanya pahit.  Selain buat nurunin gula darah, minum ini juga bisa ningkatin nafsu makan."

Gempu menjentikkan jarinya. "Pinter! Gak sia-sia lo lulusan keperawatan." Hani tersenyum menanggapinya.

"Ningkatin nafsu makan?" Wirya kembali bertanya. "Pantes aja badan lo bengkak kayak gitu Pu."

"Jangan salah. Badan gue dulu kerempeng. Hampir tiap hari gue dicekokin jamu ini. Alhasil badan gue jadi kayak gini."

"Tapi Gempu, ini nggak boleh diminum berlebihan. Bisa bikin keracunan hati sama ginjal." Hani menerangkan.

Deni menggeleng. "Anjir! Mau bikin kita mati massal lo, Pu?"

"Yaelah enggak, bro. Minumnya dikit aja, jangan langsung lo tenggak setengah botol."

"Bikin mabok gak, nih?" Bunga ikut berbicara.

"Kalau mau mabok kita beli amer dulu, Bung." Gampu membuka tutup botol cairan brotowali itu. "Beuh, baunya!"

"Jadi main, gak?" sergah Yovin.

"Jadi, dong!" teriak mereka bersamaan.

"Okei, gue mulai puter botolnya ya." Tangan Gempu sudah ancang-ancang untuk memutar botol kosong.

"Bentar, Pu." Deni menginterupsi. "Aditya!" panggilnya. Aditya yang masih berada di dekat jendela menoleh. "Ikut main TOD, kuy!"

Bunga geram melihat Aditya yang diam saja. "Woi, anak baru! Sini gabung sama kita-kita. Jangan mojok gitu. Introvert lo?"

Decakan pelan muncul dari bibir Aditya. Berisik banget!

"Adit ayo sini, ikut main TOD!" Hani ikut memanggil. Dengan ogah-ogahan Aditya bangkit.

"Duduk disini, Dit." Eras menepuk wilayah kosong di sebelahnya.

"Okei kita mulai!"

(Jadi lebih kurang gini lah posisi mereka duduk

(Jadi lebih kurang gini lah posisi mereka duduk. Yg gak dinamain itu ada orangnya. Anggap aja jumlahnya 20an ya hihi)

Botol mulai diputar Gempu. Botol itu berputar cepat hingga berhenti di depan kaki salah satu dari mereka.

"Nah lho!" Telunjuk Gempu terangkat di depan wajah Intan. "Truth or dare?"

Intan tersenyum kikuk. Ia tidak menyangka menjadi yang pertama sebagai korban permainan ini.

"T-truth," jawabnya agak ragu.

Gempu sebagai pelontar pertanyaan sedang berpikir pertanyaan apa yang akan ia berikan kepada Intan.

"Lo..." Suaranya menggantung, memunculkan rasa penasaran bagi yang mendengarnya.

"Lo penganut teori bumi bulat atau bumi datar?"

Doeng! Semuanya terbelalak heran.

"Pertanyaan macam apa itu?!" Bunga berteriak heboh. "Gak seru banget!"

"Baru permulaan Sayangku. Pertanyaannya yang santai-santai aja dulu." Gempu mengedipkan sebelah matanya membuat Bunga jijik.

"Okei, gimana, Intan? Tim bumi bulat atau bumi datar?"

"Gue tim bumi bentuk donat, Kak." Intan terkekeh pelan. Semua kembali tertawa mendengar jawaban Intan.

"Bagus-bagus, gue suka jawaban lo." Tangan Gempu kembali memegang botol. "Kita lanjuuuut!"

"Eh, bentar-bentar!"

"Apa lagi, sih, Bung?" Gempu menatap malas Bunga. "Perasaan lo ngeganggu mulu, deh."

"Hahahaha sorry. Gue cuma mau nanya, ini tingkat ke-ekstream-an truth sama dare nya sampe mana?"

"Bebas, sih. Asal lo gak ngebongkar rahasia negara aja," jawab Gempu asal.

"Serius, kampret! Ntar dare nya kebangetan. Gak mau gue."

"Ya kan bisa nolak. Tinggal minum brotowalinya aja. Yang penting masih masuk akal lah tantangan sama pertanyaannya."

"Oke, oke." Bunga cemberut tidak puas dengan jawaban Gempu.

"Good girl. Ada yang mau protes atau nanya lagi, gak? Sebelum gue puter botolnya." Gempu menatap temannya satu persatu. Semua menggeleng. "Okay next!"

Spontan Keisha menutup wajahnya dengan kedua tangan saat botol yang diputar Gempu berhenti ke arahnya.

Bunga tertawa. "Kena lo, Sa! Sekarang truth or dare?"

Dari pengalaman Keisha, Bunga selalu memberikan tantangan yang tidak jelas. Seperti waktu itu Deni mendapatkan tantangan dari Bunga untuk berkebun di taman baca alhasil Deni tepar kelelahan. Oleh sebab itu, Keisha akan memilih yang sebaliknya.

"Truth."

"Yes! Sesuai keinginan gue." Bunga tertawa membuat Keisha cemas. "Sumpah penasaran banget gue. Pertanyaan gue, lo harus jawab jujur sejujur jujurnya, oke?"

"O-oke, Kak." Keisha menanti dengan cemas.

"Lo suka nggak sama Rahmat?"

"Rahmat mana, Bung?" tanya Gempu kepo.

"Rahmat yang suka nganter Keisha. Cowok yang pake Vixion biru."

Bibir Gempu membentuk lingkaran. "Oooo... Rahmat, toh, namanya. Mereka, mah, udah pacaran. Kemana-mana boncengan berdua."

Keisha menggeleng. "Kami nggak pacaran, Kak."

"Belum pacaran." Bunga mengoreksi sambil tersenyum jenaka. "Jadi, lo suka nggak sama Rahmat?"

Sekali lagi Keisha menggeleng. "Enggak, Kak."

"Duh, kasian banget si Rahmat," celetuk Gempu. "Untung aja dia nggak ada disini, Sa atau nggak sakit hati dia."

Keisha terdiam. Kenapa orang-orang yang mengenal mereka berdua seperti selalu menyalahkan Keisha karena tidak suka balik dengan Rahmat? Padahal yang namanya perasaan, kan, tidak bisa dipaksa.

"Yahh... Padahal gue shipper Rahmat-Keisha garis keras." Bunga mendesah kecewa. "Tapi gak papa, sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan buat kalian bersatu. Tuhan Maha membolak-balikkan hati."

"Cailah, bahasa lo, Bung." Yovin melempar Bunga dengan kulit kacang.

"Lanjut-lanjut!" teriak yang lainnya.

Permainan pun dilanjutkan. Masing-masing sudah mendapatkan gilirannya tapi rata-rata memilih truth. Baru Eras yang mendapatkan tantangan dari Deni, ia disuruh melemparkan gombalan kepada Hani. Semua tertawa geli melihat pasangan tersebut.

"Ini yang terakhir ya," ujar Deni setelah melihat jam di dinding yang hampir menunjukkan pukul dua belas malam.

Botol tersebut berhenti pada Aditya.

"Pilih dare aja, Dit. Bosen gue daritadi truth mulu," seru Gempu sambil membuka bungkus snack-nya yang keempat. Seperti brotowali memang ampuh untuk meningkatkan nafsu makan.

"Truth or dare?"

"Dare," balas Aditya acuh.

"Kasih yang susah, Wir!" seru Gempu.

Aditya tidak peduli dengan tantangan yang akan diberikan Wirya. Keinginannya saat ini adalah menyelesaikan permainan ini dan pergi tidur. Ia butuh istirahat.

Senyum mencurigakan nampak pada wajah Wirya. Ia menatap usil ke arah Aditya.

"Dare dari gue... Cium Keisha."

 

BERSAMBUNG


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Main Character
Selanjutnya 🔞 Main Character | 15
2
0
Aditya menyeringai. “Cium di pipi atau di bibir?”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan