Konco Arek chapter 2

5
0
Deskripsi

Terima kasih dukungannya

Sudah dua Minggu lebih perkuliahan semester 5 berjalan dan aku masih berusaha mencari pekerjaan paruh waktu demi mencukupi biaya kuliah dan membayar hutang-hutangku. Dan selama itu pula didalam pikiranku jika dalam dua bulan ini tidak mendapatkan pekerjaan aku akan berhenti sementara dari perkuliahan. Begitu juga dengan temanku, Komeng, dia pun sedang berusaha untuk mencari kerja paruh waktu namun belum membuahkan hasil. Saat menjelang malam aku dan Komeng terkadang pergi keliling Jam Gadang yang berada di pasar atas, Bukittinggi, hanya untuk sekedar menikmati pemandangan malam ditempat wisata favorit di kota itu, menurun kebawah ada pasar Banto namanya. Setelah melihat-lihat dan pulang, akhirnya muncul ide untuk menjual jagung bakar disekitar pasar Banto.

"Mung manggaleh jagung baka wak dipasa Banto nah, kayaknyo lai mantap tampek nyo tu," kata Komeng (Mung jualan jagung bakar yok di pasar Banto, kayaknya lokasinya cukup bagus).

"Dakek simpang tu?, Buliah, bilo mulai" (Dekat simpang itu,boleh, kapan kita mulai).

"Wak bali alaik-alaik e dulu, Wak tnyoan hargo jagung, pagi-pagi Wak kapasa, malamnyo Wak manggaleh," saran Komeng. (Kita beli dulu alat-alatnya, tanya harga jagung, pagi -pagi kita ke pasar malamnya kita jualan).

"Mantap, Aden Baa karancak e nyeh" jawab ku (mantap, mana yang bagus aja lah).

Singkat cerita alat-alat sudah tersedia, pagi buta sebelum matahari terbit kami sudah pergi membeli jagung agar nanti tidak terlambat berangkat kuliah.

Untuk jualan jagung bakar tersebut kami meminjam becak bapak kos, beruntung kami mempunyai pemilik kos yang baik karena ketika kami memberikan sewa becak dia menolak, sebagai gantinya setiap pulang berdagang kami memberikan jagung bakar untuk anak-anaknya.

Kami hanya berdagang dengan peralatan seadanya, diruang terbuka, tempat pun berpindah-pindah, maklum hanya bermodalkan niat yang kuat untuk mencukupi kebutuhan. Siang hari usai jadwal kuliah aku dan Komeng tetap seperti biasa yaitu mencari lowongan pekerjaan, malamnya kami berdagang. Yang namanya berdagang rezeki belum tentu selalu datang, kami bahkan pernah merasakan tak ada pembeli sama sekali, apa lagi kalau malam itu hujan terpaksa kami membawa pulang jagung-jagung itu semua seperti semula.

Selama menjual jagung bakar itu kami berpindah dari satu tempat ke tempat lain namun masih disekitaran simpang pasar Banto. Entah malam itu hujan atau tidak kami tetap melangkah pergi berdagang tak perduli laku atau tidak, yang kami tau harus berusaha sebaik mungkin diiringi dengan doa yang selalu kami ucapkan.

Terkadang rasa malu terselip dihati kecil ketika teman kuliah datang ke tempat mangkal dagangan ku, tapi ku pikir tak ada gunanya dan seharusnya aku bangga dengan apa yang aku lakukan karena perjuanganku bukan dijalan yang salah.

"Mung disiko ang manggaleh kironyo, lah Ado pelaris?," Tanya chaib. (Mung, disini kau rupanya jualan, udah ada yang beli).

"Alun lai ib, hari sanjo baru, beko agak malam awak kapulang baru Ado yang balanjo, hehe" jawabku sambil bergurau. (Belum lagi ib, ntar agak malam pas mau balik pulang baru ada aja yang beli, hehe).

"Namonyo razaki model tu lah ndk dapek agak kadang, yang pantiangkan disyukuri, mudah-mudahan lancar usaho Mano tauan dari siko tabuka jalan razaki" kata bang Riko (namanya rezeki kadang gitu lah, nggak bisa pula kita perkirakan, yang penting sekarang kita syukuri, mudahan lancar usaha ni, mana tauan dari sini terbuka jalan rezekinya).

"Aamiin" jawab kami serentak.

***

Beberapa minggu sudah kami lalui jualan jagung bakar, akhirnya Komeng mendapat kabar baik bahwa ia diterima bekerja di salah satu tempat usaha. Begitu juga denganku yang tak bosan-bosannya menanyakan loker pada bang putra akhirnya membuahkan hasil.

"Mung lah dapek karajo ang?" Tanya Komeng (mung, dah dapat kerja kau).

"Alhamdulillah alah meng, ang Baa?"  Tanyaku (Alhamdulillah, udah meng, kau gimana)

"Syukurlah, Aden alah lo, Dima ang dapek karajo, bilo mulai?" Tanya dia. (syukurlah, aku juga udah, dimana kau dapat kerja dan kapan mulainya". (Syukurlah aku juga udah, dimana dan kapan mulai kerja).

"Bisuak, Aden dapek karajo di kadai sanjai, sakalian tingga disinan suruahnyo" jawabku (besok, aku dapat kerja ditoko sanjai, sekalian disuruhnya tinggal disitu)

"Aden dapek karajo di cafe&resto dakek lapangan kantin sebagai "waiters", karajonyo malam" ucap Komeng (aku dapat kerja di cafe&resto dekat lapangan Kantin sebagai "waiters", kerjanya malam).

"Syukurlah meng lah dapek karajo wak, kan dapek juo untuak biaya kuliah awak" jawabku (syukurlah meng udah dapat kerja kita, kan bisa juga untuk tambah-tambah biaya kuliah.

Aku mulai mengemaskan barang-barang untuk segera pindah ke tempat baru dan bekerja disana karena memang sang pemilik usaha menyuruh untuk tinggal di toko tersebut. Toko sanjai tempat aku bekerja berupa bangunan ruko dua pintu berlantai tiga, jumlah karyawan hanya tiga orang termasuk aku, sementara itu komeng tetap tinggal di kos.

"Den pindah tampek lai meng, mudahan tacapai cita-cita Wak, sakali-sakali main lah katampek karajo den beko" ucapku. (Aku pindah dulu meng, mudahan tercapai cita-cita kita, nl sekali-sekali mainlah ketempat kerja ku).

"Oke hati-hati mung, semoga betah dan bertahan sampai tamaik beko" jawabnya. (Oke hati-hati, semoga betah dan bertahan sampai tamat nanti).

Aku mulai bekerja di toko sanjai yang bernama Ananda pemiliknya seorang guru yang mengajar di salah satu SMA Negeri Bukittinggi. Karyawan lainnya yaitu dua orang wanita asal Lampung yang usianya lebih muda dari ku.

"Jadi tugas mulki malam hari jaga dan tutup toko, nanti pagi-pagi mereka berdua yang buka toko, kalau jadwalnya kuliah silahkan berangkat dan kalau sudah selesai langsung pulang ke toko jangan singgah dulu kemana-mana karena sekarang ada tanggung jawab diuar jadwal kuliah," kata sang pemilik toko, menasehati.

"Baik buk" jawabku singkat.

Aku cukup beruntung mendapat pekerjaan di toko itu karena dipinjamkan kendaraan untuk memperlancar transportasiku dan pemilik mengizinkan ku untuk membawanya kekampus.

Akhirnya aku bisa bekerja sambil kuliah, urusan makan, tidur dan tempat tinggal tidak perlu kupikirkan lagi, biaya sehari-hari dan biaya kuliah tidak lagi membebani keluargaku, hutang dengan teman-teman pun mulai ku cicil satu persatu. Aku yakin semua ini tak lepas dari doa orang tua ku agar anaknya bisa mendapatkan yang terbaik.

Bekerja sebagai karyawan toko membuatku sedikit canggung karena memang sama sekali tak ada pengalaman dalam melayani pembeli yang datang. Dua orang wanita tadilah yang menjadi contoh ku dalam melayani pembeli,  namanya sil dan pia, Mereka membuat kan daftar harga dan modal dari produk yang dijual dan menyuruh ku untuk mempelajarinya. 

Awal bekerja aku hanya berada dibelakang toko yaitu bagian pengemasan keripik sanjai. Dan saat malam hari aku berada didepan toko hingga pukul 12malam. Tak banyak percakapan diantara kami bertiga, pia menjaga kasir, sil melayani pembeli, sedangkan aku bagian pengemasan. Tak terasa satu bulan sudah bekerja di toko tersebut dan aku pun menerima upah atas kerjaku, tak banyak memang tapi aku sangat bersyukur karena tidak lagi membebani keluarga ataupun orang tua. Untuk belanja harian pun aku tak merasa kekurangan dan upah dibulan yang kedua aku mampu melunasi tunggakkan kos yang tak sempat aku bayar.

"Baa karajo mung, lai lancar?" Tanya Komeng saat aku berada di kos untuk membayar tunggakan. (Gimana kerja.mung, lancar?)

"Alhamdulillah lancar meng, ang Baa nyo," jawabku. (Alhamdulillah, lancar meng, kau gimana?).

"Tumbang den rasonyo, karajo dapek shift malam taruih, pagi Wak lah kuliah lo," jawabnya. (Tumbang aku rasanya, kerja shift malam terus, pagi dah kuliah pula).

"Jadi baa lai tu, cari yang lain?" Tanyaku. (Jadi gimana tu, udah cari yang lain?)

"Antah lah, raso-raso ndk takao badan lai doh karajo disitu" jawab Komeng. (Entahlah, rasa-rasa nggak sanggup lagi sama badan ni kerja disitu).

"Kalau tagaduah lo kuliah wak gara-gara itu cubo lah cari yang lain," jawabku. (kalau terganggu pula kuliah gara-gara itu coba lah cari yang lain).

"Iyo rang marasai bana badan rasonyo"  (iya lah, merana kali badan rasanya).

Entah perasaan ku atau memang tidak suka, ku perhatikan cara mereka berdua memandang agak berbeda, tapi aku tak peduli sebab pemilik toko tau bahwasanya aku kuliah dan mengizinkan untuk kerja ditoko tersebut.

"Abang kok pulangnya lama" tanya pia curiga.

"Ya memang jadwalnya pulang kuliah jam segini" jawabku.

Mereka memang tidak terlalu fasih bahasa Minang sebab mereka perantauan.

"Abang enaklah bisa keluar pergi kuliah tiap hari, kami seharian di toko" ucapnya.

"Ya, kalau mau keluar izin aja sama ibu" jawabku.

Aku maklumi perkataannya seperti itu dan tak mau ambil pusing persoalan yang dilontarkannya.

"Si sil mana kok nggak keliatan?" Tanya ku.

"Lagi diatas kayanya, nggak tau ngapain" jawab pia.

Belakangan kami ketahui sil berpacaran dengan tetangga sebelah seorang montir bengkel mobil, sejak itu mereka sering bertemu di lantai paling atas.

"Sill.... kamu ngapain lama amat diatas," teriak pia memanggil sil.

"Astaga buk, kenapa si sil, kau kenapa kok nangis-nangis" tanya pia bingung.

Saat itu ibu pemilik toko sanjai datang karena tak melihat keberadaan si sil dia langsung keatas untuk mengeceknya.

"Ini udah nggak bisa ditoleransi, kamu disini kerja bukan untuk berpacaran, dan maaf kayanya kamu nggak bisa kerja disini lagi" kata sang pemilik usaha.

Mendengar kehebohan itu aku pun sempat keatas namun ibu menyuruh untuk segera kembali kebawah karena tak ada yang menjaga. Hanya sekilas terdengar si sil mengucapkan kata ampun dan maaf.

Tak lama setelah kejadian itu sil dan pia pun pergi dari toko tersebut ketika aku tanyakan kemana mereka hanya menjawab pulang ke Lampung. Namun tak lama kemudian toko pun kedatangan karyawati baru dua orang yang kebetulan juga sedang kuliah di kota tersebut. Dila dan Wilma panggilannya.

***

"Oi mung Baa karajo ang nyo lai mantap" tanya chaib. (Oi mung gimana kerja kau mantapkah?)

"Alhamdulillah, ndak luntang lantuang hiduik den lai doh" jawabku. (Alhamdulillah, nggak luntang lantuang hidup aku lagi).

"Bawo lah sakali-sakali sanjai ang tu ka kampus buliah mancubo lo kami ha" ucapnya. (Bawalah sekali-sekali kerupuk sanjai kau tu kekampus biar kami coba pula rasanya).

"Nio ang pai lah main ka kadai, den agiahan sado testernyo ka waang" jawabku. (Mau kau pergi lah main ke toko sanjai, ku gratiskan testernya untuk kau).

"Kecek ang bahan percobaan den, ang salekan amuah nyo untuak makan dirumah den kalau den pai kasitu" ucap chaib. (Kau kira bahan percobaan aku, kau selipkan sanjai tu maunya untuk makan dirumah aku).

"Ang Jan ajak-ajak buek doso haha" jawabku (kau jangan ajak-ajak buat dosa tu, haha).

Yang namanya teman ada aja kelakuannya, setiap ke toko pasti ku tawarkan untuk membawa sanjai pulang, namun jika diberi satu dia bawanya dua. Terkadang yang dia bawa pulang aku sendiri pun lupa membayarnya.

"Mung Jan lupo bawo sanjai yang terbaru yang lamo lah liyok" ucapnya. (Mung jangan lupa bawa sanjai baru yang lama udah g enak, heheh)

Next....

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Selanjutnya Ku Panjangkan Lafaz Cinta 2
6
0
Lanjutan β€œKu Panjangkan Lafaz Cinta”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan